Case Atresia Biliar
-
Upload
dinimudira -
Category
Documents
-
view
11 -
download
6
description
Transcript of Case Atresia Biliar
LAPORAN KASUS
Atresia Bilier dengan Sepsis dan Bronkopneumonia
Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter SMF Ilmu Kesehatan Anak
Pembimbing :Dr. Hj. Rini Sulviani,Sp.A, M.Kes
Disusun Oleh :Sakina J.H.Saleh 2010730160
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SYAMSUDIN, SH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas
terselesaikannya laporan kasus “Atresia Bilier dengan Sepsis”.
Laporan ini disusun dalam rangka untuk dapat lebih mendalami dan memahami tentang “Atresia bilier dengan sepsis“. Tujuan khususnya adalah sebagai pemenuhan tugas kepaniteraan SMF Ilmu Kesehatan Anak. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Hj. Rini Sulviani,Sp.A, M.Kes selaku pembimbing dan juga penulis berterimakasih kepada dr. Jeffry Pattisahusiwa Sp.A dan dr. Hasan Basri. Sp.A
Semoga dengan adanya laporan kasus ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan
journal yang lebih baik di masa yang akan datang.
Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Sukabumi, 16 September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................iv
BAB I LAPORAN KASUS..................................................................1
BAB II ANALISA KASUS....................................................................15
BAB III PEMBAHASAN........................................................................20
III.1 Atresia Bilier......................................................................20
III.2 Sepsis.................................................................................27
III.3 Bronkopneumonia..............................................................28
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA............................................................30
BAB V KESIMPULAN.........................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Status Gizi Pasien.............................................................6
Gambar 2. Foto Rontgen Pasien.........................................................10
Gambar 3. USG Abdomen Pasien......................................................11
Gambar 4. Klasifikasi Atresia bilier...................................................21
Gambar 5. Gejala Atresia Bilier.........................................................23
Gambar 6. Penyebab Atresia Bilier....................................................34
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama Lengkap : An. F
Usia : 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cipariuk RT 005 RW 001 Cijureng Gegerbitung, Kab Sukabumi
Tgl masuk RS : 28-08-2014
Ruangan : Tanjung
Gol darah : A
No. RM : A268099
Idenditas Ayah
Nama Ayah : Tn. K
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat Ayah : Cipariuk RT 005 RW 001 Cijureng Gegerbitung, Kab Sukabumi
Pendidikan : SMP
Perkawinan : Pertama
Gol darah : A
Pekerjaan Ayah : Buruh
Identitas Ibu
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat Ibu : Cipariuk RT 005 RW 001 Cijureng Gegerbitung, Kab Sukabumi
Pendidikan : SD
Perkawinan : pertama
Gol. Darah :-
Perkerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alloanamnesis dari ibu pasien dilakukan pada tanggal 3 Septemer 2014
Keluhan utama
Pasien tampak kuning sejak usia 2 bulan.
Keluhan tambahan
Batuk, sesak, demam.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan tampak kuning pada mata dan seluruh badan serta
pada telapak kaki dan telapak tangan . Keluhan ini dialami sejak pasien berusia 2 bulan.
Kuning muncul mendadak yang langsung terlihat diseluruh tubuh dan tidak semakin
bertambah serta terus menetap sampai sekarang. Kuning yang dialami tidak terlihat
seperti kuning kehijauan.
Keluhan pasien didahului dengan BAB yang selalu berwarna kuning pucat sejak
usia beberapa minggu dan tidak cair. Selain itu air kencing pasien sudah berwarna
kuning tua sejak lahir yang sering menempel di celana sehingga seringkali susah untuk
dibersihkan. Sebelum mengalami kuning pada usia 2 bulan tersebut, pasien tidak
mengalami mual dan muntah, pegal-pegal, penurunan nafsu makan. demam dan nyeri
kepala.
Selama mengalami kuning, pasien tidak mengalami keluhan lemas dan cepat
lelah serta tidak terlihat pucat dan bila terdapat luka, luka tersebut tidak lama untuk
sembuh. Pasien juga tidak mengalami kelemahan dan tidak mengalami gangguan nafsu
makan. Selain itu tidak ada keluhan nyeri perut yang hebat serta gatal-gatal dikulit.
Selama ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit keluhan disertai dengan batuk
tidak berdahak. Batuk tidak disertai demam. Selain itu pasien juga sering sesak yang
terlihat seperti susah napas sejak 1 bulan lalu. Sesak tidak disertai dengan bunyi “ngik”.
Sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sempat mengalami demam tinggi
mendadak. Selama demam, pasien sudah sempat berobat ke bidan untuk demam dan
batuk yang dialami, namun belum ada perbaikan.
Sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit perut pasien terlihat cembung tanpa
terlihat seperti garis-garis warna biru dan teraba keras. Setiap tengkurap pasien seperti
kesakitan pada perut. Jika ditekan di perutnya pasien selalu menangis.
Pasien akhirnya dirawat di rumah sakit selama 7 hari dan saat dirumah sakit,
demam tidak dialami oleh pasien lagi namun batuk masih dirasakan.
Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat ikterik neonatorum disangkal ibu pasien.
Riwayat hepatitis disangkal.
Pasien sudah pernah mengalami batuk dan sesak sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat hepatitis disangkal.
Riwayat thalassemia diangkal.
Riwayat Hipotiroid disangkal.
Riwayat Pengobatan
Untuk keluhan kuning pasien belum pernah berobat.
Pasien sempat diobati di bidan untuk batuk dan demamnya.
Pasien pernah dirawat atas indikasi perdarahan pada umbilikus saat usia 9 hari.
Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak pertama dari P1A0.
ANC rutin ke Bidan
Tidak pernah sakit selama hamil
Pasien cukup bulan, berat badan lahir pasien 3,1 kg dengan panjang badan 49 cm,
langsung menangis .
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan, rokok dan alcohol selama hail disangkal.
Riwayat Tumbuh-Kembang
o Perumbuhan gigi pertama : 6 bulan
o Motorik kasar : Mulai bisa tengkurap pada usia ±3 bulan.
o Motorik halus : Mencoba meraih benda yang dilihat pada usia ±3 bulan.
: Memasukkan benda ke dalam mulutnya pada usia ±6 bulan.
o Personal sosial : Tersenyum pada usia ±1 bulan.
: Tertawa pada usia ±5 bulan.
o Bahasa : Berteriak pada usia ±3 bulan.
Riwayat Makanan
ASI dari usia 0-6 bulan
PASI (serelak) saat usia 6 bulan
Riwayat Imunisasi
Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat
Tidak ada alergi makanan dan yang lain
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compomentis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tanda Vital
Suhu : 37,5C
HR : 130x / menit
RR : 44 x / menit, teratur.
Antropometri
BB : 6,7 kg PB : 59 cm
LK : 39 cm LILA : 10 cm
Status gizi
Gambar 1. Status Gizi Pasien
BB/U : 6,7/7,8 x 100% = 86% (gizi baik)
TB/U : 59/67.8 x 100% = 87 % (tinggi kurang)
BB/TB : 6.7/5.2 x 100% = 117 % (gizi lebih)
Lingkar kepala : < p5th (mikrosefal)
Kesan : Status gizi baik
STATUS GENERALIS:
Inspeksi : Kulit ikterik
Kepala : normocephali, deformitas (+), ubun-ubun datar
Wajah : Simetris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus +/+, edema palpebra -/-,
cekung -/-
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret -/-,darah -/-
Telinga : sekret -/-
Mulut : mukosa oral basah, lidah kering (–), lidah kotor (-), perdarahan gusi-,
faring hiperemis (-), T1/T1,
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak :
Inspeksi
Thorax : simetris kanan kiri
Retraksi : - / -
Palpasi
Dada tertinggal : - / -
Perkusi paru : sonor
Auskultasi
Paru
Vesikuler : + / +
Wheezing : -/-
Ronki : ronkhi basah halus +/+
Jantung
BJ I dan II normal, murmur (-), gallops (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung tegang, hernia umbilikalis +, spider vascular-
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : distensi+, hepatomegali - (teraba1/3-1/3), splenomegali + schuffner
II, nyeri tekan sulit dinilai.
Perkusi : timpani +, pekak alih-
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- Edema -/-
Sianosis -/- Sianosis -/-
Capillary Refill Time <2 dtk Capillary Refill Time <2 dtk
Akral hangat Akral hangat
Inguinal : tidak ada pembesaran KGB (-)
Genital : rash/lecet -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 28/8/2014 Tanggal 29/8/2014 Tanggal 1/9/2014 Tanggal 3/9/2014
Hb : 7.3 gr/dl
Ht : 21 %
Leukosit:47.000
/ul
Trombosit:
403.000/ul
Hb : 7.4 gr/dl
Ht : 21.4 %
Leukosit : 50.300/ul
Trombosit : 299.000/ul
Albumin : 1.91 grm
Bilirubin T : 17.56 mg/dl
Bil D/I: 11.9/5.23 mg/dl
SGOT : 108.5 U/L/370
SGPT : 51.8 U/L/370
Gamma-GT:439 U/L/370
AlkaliFosfatase:393U/L/370
Ureum : 10.3 mg/dl
Kreatinin : 0.20 mg/dl
Natrium : 139.3 mmol/L
Kalium : 4.08 mmol/L
Hb : 14.5 g/dL
Ht : 41 %
Leukosit: 29.200/ul
Eritrosit:5.8 juta/ul
Trombosit:
245.000/ul
Indeks Eritrosit :
MCV : 71 fL
MCH : 25 pg
MCHC : 35 g/dL
Albumin : 3.5 g/dL
Hb : 13.7 g/dL
Ht : 43 %
Leukosit:38.100/
ul
Trombosit:
259.000/ul
Morfologi Darah Tepi, tanggal 29/8/2014
Eritrosit : polikrom anisositosis, normoblast +
Leukosit : kesan jumlah meningkat, shift to the left s/d mielosit, granula toksik +,
vacuolisasi sitoplasma PMN +, monositosis ringan
Trombosit : kesan jumlah normal, tidak ada kelainan morfologi trombosit
Kesan : Mendukung sepsis bacterial infeksi ?
DD/ (1) anemia perdarahan ec infeksi, (2) anemia defisiensi besi
PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX (Tanggal 30/08/2014)
Kesan : Bronkopneumonia & tidak tampak kardiomegali
Gambar 2. Foto Rontgen Pasien
PEMERIKSAAN USG ABDOMEN (Tanggal 29/08/2014)
Hepar
Ukuran masih normal, tepi tajam, permukaan rata, tekstur parenkim homogeny halus,
kapsul tidak menebal, tidak tampak massa. Periporta menebal, tampak gambaran
berupa TC sign. Vena porta tidak melebar, vena hepatica tidak melebar.
Kandung empedu
USG post pandrial : tampak gambaran kantung yang collapse yang menyerupai
gambaran gall badder.
USG puasa : tidak tampak perubahan ukuran dari kantung yang menyerupai gambaran
gall bladder
Kesan : menyokong atresia bilier
Gambar 3. Hasil USG Abdomen Pasien
FOLLOW UP
Waktu HR I – 30/ 08/2014 - 03/09/2014
KU Sedang
TTV
Nadi
RR
Suhu
144x/menit
40x/menit
36.3
Mata KA -/-, SI +/+
Thorax Vesikuler +/+, ronkhi basah halus +/+, wheezing-/-
Abdomen Cembung tegang, ikterik + spnelomegali schufner I-II, BU (+)
Ektremitas CRT<2 dtk, akral hangat, ikterik+
RESUME
Pasien datang dengan keluhan tampak kuning pada mata dan seluruh badan sreta
pada kedua telapak tangn dan kaki sejak usia 2 bulan. Kuning muncul mendadak yang
langsung terlihat diseluruh tubuh. BAB selalu berwarna kuning pucat sejak usia
beberapa minggu dan tidak cair. Air kencing pasien sudah berwarna kuning tua sejak
lahir. Pasien juga mengalami batuk tidak berdahak ± 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien juga sering sesak yang terlihat seperti susah napas sejak 1 bulan lalu. Pasien
sempat demam tinggi mendadak namun yang dialami ± 7 hari sebelum masuk rumah
sakit. 6 hari sebelumnya masuk rumah sakit, perut pasien terlihat cembung dan terlihat
seperti kesakitan.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan hernia umbilikus +, splenomegali + schuffner
I-II. Pemeriksaan laboratorium Hb : 7.4 gr/dl, leukosit : 50.300/ul, albumin : 1.91 grm,
bilirubin T : 17.56 mg/dl, Bil D: 11.9 mg/dl, SGOT , 108.5U/L/370, SGPT : 51.8
U/L/370, gamma-GT:439 U/L/370, alkali fosfatase: 393U/L/370. Pemeriksaan USG
abdomen didapatkan kesan atresia bilier dan foto rontgen thorax ditemukan kesan
bronkopneumonia.
Diagnosis Kerja
Atresia bilier dengan sepsis dan bronkopneumonia.
Diagnosis Banding
Hepatitis Kronis
Sindrom Alagille
Anemia hemolitik
Hipotiroid Kongenital
Caroli’s Disease
Usulan Pemeriksaan :
Pemeriksaan darah rutin : Hb, Ht, Leukosit,Trombosit
Pemeriksaan bilirubin total, direk dan indirek
Albumin
SGOT,SGPT, Gamma-GT Alkali Fosfatase
Rontgen thorax AP
USG Abdomen
Rencana penatalaksanaan:
Terapi umum
Iv canul
Transfusi PRC 80 cc
Furosemid 5 mg post tranfusi
Terapi nutirisi :
Berdasarkan Recommended Daily Allowances (RDA)
- Energi : 82 x 6.7 kg = 550 kkal/hari.
Energi yang dibutuhkan pasien sebanyak 550kkal/hari yang terbagi dalam :
- Protein : 1.52 gr/kg/hari = 10 gr/hari = 40 kkal/hari
Sisanya : 550 kkal-40 kkal = 510 kkal/hari, yang terbagi menjadi :
- Karbohidrat : 510 x 0.6 = 306 kalori/4 = 77 gr/hari
- Lemak : 510 x 0.4 = 204 kalori/9 = 23 gr/hari
Terapi khusus
Urdavalx 3 x 30 mg (mengandung asam ursodeoksikolat)
Albumin 3 x 6 gr
Ampicillin 3 x 300 mg
Ceftazidime 3 x 300 mg
Prognosis
Karena prognosis atresia bilier akan bak bila dioperasi sebelum usia enam puluh
hari, maka prognosis pada kasus ini adalah :
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : ad malam
BAB II
ANALISIS KASUS
Diagnosa Kerja (Atresia Bilier dengan Sepsis dan Bronopneumonia)
Atresia Bilier
Pada kasus ini, diagnosis ditegakan berdasarkan :
Anamnesis ditemukan:
- Anak laki-laki berusia 6 bulan datang dengan keluhan kuning sejak usia 2 bulan.
- Kuning dialami pada mata dan seluruh badan sejak usia 2 bulan. Kuning terus
menetap sampai sekarang.
- Keluhan BAB berwarna kuning pucat sejak usia beberapa minggu serta BAK yang
berwarna kuning tua sejak lahir.
Pada pemeriksaan fisik di temukan :
- Tampak ikterik pada kulit dan kedua sklera, splenomegali pada schuffner I-II.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Hb : 7.4 gr/dl, albumin : 1.91 grm, bilirubin T : 17.56 mg/dl, Bil D: 11.9 mg/dl, SGOT
, 108.5U/L/370, SGPT : 51.8 U/L/370, gamma-GT:439 U/L/370, alkali fosfatase:
393U/L/370.
Pemeriksaan Pencitraan :
- USG abdomen :Kesan atresia bilier
Diagnosis Banding Ikterik :
Pada kasus ini, pasien dengan ikterik dapat didiagnosis banding dengan :
1. Hepatitis Kronis
Pada kasus ini hepatitis kronis sebagai diagnosis banding karena ditemukan
ikterik pada kulit dan kedua sklera disertai demam yang merupakan gejala
hepatitis. Namun sebelum pasien mengalami iterik, pasien tidak mengalami
gejala seperti masa prodromal dari hepatitis yaitu fatigue, malaise, nafsu makan
menurun, mual dan muntah, sakit kepala dan merasa dingin. Selain itu pada pasien
juga tidak ditemukan hepatomegali dan spider vascular.
2. Sindroma Alagille (SA)
Sindroma Alagille sebagai diagnosis banding karena dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik pasien mengalami ikterik.Namun SA dapat disingkirkan karena:
- Ikterik pada sindrom Alagille terlihat seperti ikterik-kehijauan
- Dari anamnesis pasien tidak memiliki riwayat perdarahan intracranial,
kelainan jantung, gangguan ginjal, gangguan tumbuh kembang yang
merupakan manifestasi dari sindroma alagille.
- Dari pemeriksaan tidak bentuk wajah yang khas yang merupakan manifestasi
mayor berupa dahi menonjol, hipertelorisme, puncak hidung yang rata serta
mandibular kecil dengan dagu yang lancip., tidak terdapat murmur grade III.
3. Anemia hemolitik
Pada kasus ini anemia sebagai diagnosis banding karena pasien mengalami
ikterik disertai pembesaran limpa dengan kadar Hb yang rendah. Namun pasien
tidak terlihat pucat dan tidak lemas.
4. Hipotiroid kongenital
Pada kasus ini hipotiroid kongenital sebagai diagnosis banding karena gejala
dari hipotiroid juga seperti ikterik dan pada pasien ini juga ditemukan adanya
hernia umbilikalis saat usia 9 hari yang merupakan salah satu manifestasi klinis
dari hipotiroid. Namun diagnosis banding ini mungkin dapat dieksklusi karena
selain ikterik dan hernia umbilikalis, pasien tidak memiliki gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, edema, konstipasi, kulit kering serta suara tangis
yang serak yang merupakan masifestasi lain dari hipotiroidisme.
5. Caroli’s Disease
Pada kasus ini Caroli’s disease sebagai diagnosis banding karena juga ditemukan
ikterik dan feses yang pucat pada penyakit ini. Caroli’s disease merupakan
kelainan kongenital yang ditandai dengan ektasia duktus bilier intrahepatic dan
fibrosis hepatik kongenital yang mirip dengan autosomal recessive polycystic
kidney disease. Sehingga diagnosis banding ini dapat disingkirkan karena pada
kasus ini memiliki ciri-ciri kelainan ekstrahepatik namun caroli’s disease
merupakan kelainan intrahepatic yang dapat dibedakan pada tabel yang dibawah.
Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan
ekstrahepatik
Kriteria Ekstrahepatik Intrahepatik
Warna tinjapucatkuning
79 %21%
26%74%
Berat lahir (g) 3226 ± 45 2678 ± 65Usia saat tinja dempul (hari) 16 ± 1,5
± 2 minggu30 ± 2
± 1 bulanGambaran hati- Normal- Hepatomegali
Konsistensi normal Konsistensi padat Konsistensi keras
13 %
126324
47 %
35476
Sepsis
Anamnesis : Pasien sempat demam tinggi selama 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan : leukosit : 50.300/ul
Bronkopneumonia
Anamnesis : Keluhan disertai batuk kering yang berlangsung ±2 minggu dan sesak
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan Fisik : Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus +/+.
Pemeriksaan Pencitraan : foto rontgen thorax : kesan bronkopneumonia.
Diagnosis Banding Batuk :
1. Asma
Pada kasus ini asma sebagai diagnosis banding karena pasien memiliki riwayat
sesak dan batuk yang lama. Namun Namun asma dapat disingkirkan karena dari
pengertiannya asma merupakan mengi berulang dan episodik dan atau batuk
persisten dengan. Pada kasus ini tidak ditemukan juga adanya wheezing, hanya
ditemukan suara ronki basah halus.
2. Bronkiolitis
Pada kasus ini bronkiolitis sebagai diagnosis banding karena pasien
mengalami batuk dan terlihat sesak oleh keluarganya. Bronkiolitis merupakan
infeksi saluran respiratorik bawah yang biasanya lebih berat pada bayi muda dan
ditandai dengan obstruksi saluran napas dan wheezing sehingga dapat
disingkirkan bronkiolotis sebagai diagnosis banding karena tidak ditemukannya
wheezing dan ekspirasi yang memanjang.
BAB III
PEMBAHASAN
ATRESIA BILIER
Atresia bilier merupakan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya didalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan
peningkatan bilirubin direk.
Klasifikasi
Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Perinatal form (isolated biliaryt atresia). Bentuk ini ditemukan pada neonatal
dan bayi yang berusia 2-8 minggu yang angka kejadiannya berkisar antara 65-90
%. Bentuk ini terjadi inflamasi progresif pada saluran empedu ekstrahepatik yang
timbul setelah lahir.
Fetal embrionic form. Bentuk ini ditandai dengan kolestasis yang muncul amat
cepat, dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini saluran empedu tidak
terbentuk saat lahir disertai dengan kelainan kongenital seperti malrotasi dan lain-
lain.
Secara anatomi, atresia bilier (BA) diklafisikan berdasarkan tingkat dan
keparahan obstruksi. Yang paling umum digunakan di jepang adalah :
Tipe I (3%), atresia dari empedu dengan kantong empedu dan saluran hepatik
yang paten (yaitu BA"distal").
Tipe II(18%),, atresia dari duktus hepatic dan saluran hepar kiri yang paten
(yaitu, BA "proksimal"). Tipe II dibagi menjadi dua subtipe. Tipe IIa, dimana
kantong empedu , duktus kistik dan saluran empedu mengalami obstruksi paten
(kadang-kadang dengan kista di hilus, yaitu, "cystic BA "). Tipe IIb yaitu
obliterasi dari duktus kistik, saluran empedu dan duktus hepatic.
Tipe III (73%), ditandai dengan atresia dari seluruh sistem bilier ekstrahepatik
(yaitu, BA"lengkap").
Gambar 4. klasifikasi BA
Etiologi
a. Infeksi
Penyebab pasti atresia bilier (BA) sebagian besar tidak jelas.
Polimorfisme nukleotida tunggal terkait dengan BA telah diamati pada gen
CD14 dan makrofag migrasi inhibitory factor. Penelitian yang dilakukan pada
beberapa hewan menemukan kondisi reo-, rotasi, dan cytomegalovirus dapat
menyebabkan BA. Namun dalam penelitian terhadap manusia, sebaliknya,
tidak ada partikel virus telah ditemukan dalam hati atau jaringan saluran
empedu dari sampel pasien BA. Saat gejala BA ditemukan, sistem kekebalan
tubuh mungkin sudah membersihkan viral trigger yang bisa menyebabkan
BA. Setelah virus dibersihkan, autoreaktif dari CD4 + dan CD8 + limfosit
yang ditemukan di daerah inflamasi portal, menyusup dan mungkin terus
merusak dan menghancurkan epitel empedu.
b. Genetik
Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa komponen genetik
memiliki peran dalam patogenesis BA. Dilaporkan bahwa sekitar 20% pasien
dengan BA memiliki kelainan kongenital non-hepatik. Mutasi pada gen yang
mengkode alanin-glioksilat aminotransferase, X-prolyl aminopeptidase P dan
gen adducin 3 juga telah dikaitkan dengan terjadinya BA.
c. Kelainan Morphogenesis
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bentuk janin BA disebabkan oleh
kelainan morfogenesis dari empedu salah satunya karena anomali simetri
organ visceral (sindrom polysplenia) berhubungan dengan BA.
d. Etiologi Vascular
Saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik menerima suplai darah
secara eksklusif dari sirkulasi arteri hepatik. Beberapa peneliti memiliki
menunjukkan sebuah arteriopati di cabang-cabang arteri hepatik dari cabang
bilier ekstrahepatik pasien dengan BA.
Diagnosis
Anamnesis
Tanpa memandang etiologinya, gejal dan tanda klinis utama kolestasis adalah
ikterus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Namun, tidak ada satupun gejala
atau tanda klnis yang patognomonik untuk atresia bilier.
Ikterus
Ikterus timbul dikarenakan adanya hiperbilirubinemia. Dengan adanya atresia
bilier, ikterus akan semakin nyata dalam 2-3 minggu.
Urin yang berwarna gelap
Hal ini disebabkan karena bilirubin yang meningkat dalam darah, kemudian
bilirubin terfiltrasi melalui ginjal dan dibuang melalui urin.
Feses akolik
Feses akolik timbul dikarenakan tidak adanya bilirubin yang masuk ke dalam
usus untuk mewarnai feses.
Gambar 6. Gejala Atresia Bilier
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pertumbuhan normal dan peningkatan
berat badan selama minggu pertama kehidupan, namun biasanya terjadi penurunan
berat badan , hepatomegali, splenomegali serta murmur jantung yang menunjukkan
adanya kelainan pada jantung.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang merupakan baku emas pada atresia bilier adalah dengan
kolangiografi. Sebelum kolangiografi dilakukan, diperlukan pemeriksaan
pendahuluan untuk samapi pada kesimpuan bahwa atresia bilier sangat dicurigai.
Pemeriksaan tahap pertama dapat dilakukan dengan pemeriksaan :
Darah tepi, leukosit mungkin mengalami peningkatan pada ISK
Biokimia hati : bilirubin direk/indirek serum (fungsi sekresi dan ekskresi),
SGOT/SGPT (peningkatan menunjukkan adanya obstruksi saluran bilier)
Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma GT <5kali,
lebih mengarah ke suatu kelaian hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT< 5
kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis
ekstrahepatik. Kombinasi peningkatan gamma–GT, bilirubin serum total atau
bilirubin direk dan alkali fosfatase mempunyai spesifitas dalam menentukkan
atresia bilier, albumin (fungsi sintesis), kolesterol (fungsi sintesis), masa
prothrombin (fungsi sintesis).
urin rutin ( leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan biakan urin.
tinja 3 porsi (dilihat feses akolik pada 3 periode dalam sehari)
Pencitraan: ultrasonografi dua fase (fase pertama pada saat puasa 12 jam dan fase
kedua minimal 2 jam setelah minum ASI atau susu. USG dapat mendukung
diagnosis atreia bilier bila ditemukan dilatasi abnormal duktus bilier, tidak
ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati.
Biopsi hati bila memungkinkan. Pemeriksaan Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography (ERCP) merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk
membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis
atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante
operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku
emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
Tatalaksana
Kausatif :
Pada atresia bilier dilakukan prosedur Kasai dengan angka keberhasilan yang
tinggi apabilan dilakukan sebelum usia 8 minggu.
Suportif :
Apabila tidak ada terapi spesifik harus dilakukan terapi suportif yang
bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan seoptimal mungkin serta
meminimalkan komplikasi :
a. Medikamentosa
- Stimulasi asam empedu : asam ursodeoksikolat 10-30
mg/kgBB dibagi dalam 2-3 dosis. Asam ursedeoksikolat merupakan asam empedu
tersier yang memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kejenuan asam empedu.
- Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal dan
mengandung lemak rantai sedang (medium chain triglyseride)
- Vitamin yang larut dalam lemak (A ( 5.000-25.000 IU/hari), D(
calcitriol 0,05-0,2 ug/kgBB/hari), E (25-200 IU/kgBB/hari). Akan lebih baik
apabilan ada sediaan vitamin tersebut yang larut dalam air.
- Mineral dan trace element Ca ( 25-100 mg/kgBB/hari), P (25-
50 mg/kgBB/hari), Mn (1-2 mEq/kgBB/hari oral), Zn ( 1mg/kgBB/hari oral), Se
(1-2 mg/kgBB/ hari oral), Fe 5-6 mg/kgBB/hari oral).
- Terapi komplikasi lain misalnya untuk
hyperlipidemia/xantelasma diberikan obat HMG-coA reduce inhibitor seperti
kolestipol, simvastatin.
b. Terapi bedah
Untuk kasus atresia bilier terapi bedah dapat dilakukan dengan :
- Kasai prosedur
Prosedur terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10 % penderita.
Untuk dapat langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur kasai.
- Transplantasi hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia
bilier.
Prognosis
Prognosis atresia bilier tergantung pada usia pada waktu dilakukan operasi,
gambaran anatomi duktus biliaris ekstrahepatik, adanya sirosis hepatis, dan kolangitis.
Beberpa peneilitan memperlihatkan keberhasilan operasi lebih tinggi bila dilakukan
pada usia yang lebih muda ( kurang dari enam puluh hari).
SEPSIS
Sepsis adalah spektrum klinis sebagai akibat dari kelanjutan proses inflamasi
(SIRS), melalui respons imun dengan karakteristik terdapatnya inflamasi sistemik dan
faktor koagulopati. SIRS adalah pasien yang memiliki:
- Suhu > 380 atau < 360
- Denyut jantung > 90 kali/menit
- Laju respirasi > 20 kali/menit atau PaCO2< 32 mmHg
- Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur. (Goldstein, 2005).
Anak dengan demam akut yang nampak sakit berat dapat dipertimbangkan
adanya sepsis. Diagnosis sepsis apabila terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius
tanpa penyebab yang jelas, hipo atau hipertermi, takikardi, takipneu, gangguan
sirkulasi, leukositosis atau leukopenia.
Untuk tatalaksana sepsis dapat diberikan antibiotik. Pemberian antibiotik
harus dimulai secepatnya setelah darah dan specimen lainnya dikultur. Apabila hasil
kultur belum didapatkan, maka dapat dilakukan terapi empiric yang efektif melawan
bakteri gram negatif dan positif. Tatalaksana sepsis dapat diberikan ampisilin (50
mg/kgBB/kali iv setiap 6 jam) ditambah dengan aminoglikosida (gentamisin 5-7
mg/kgBB/kali IV sekali sehari, amikasi 10-20 mg/kgBB/ hari IV).
BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumia adalah peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang
biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus dan sekitarnya.
Bronkopneumonia merupakan salah satu bentuk pneumonia yang biasanya
disebabkan oleh virus atau bakteri.
Etiologi
Biasanya sulit untuk menentukkan penyebab spesifik melalui gambaran klinis
atau gambaran foto dada.
Gejala
Gejala pneumonia dapat ditemukan demam, batuk dengan napas cepat,
crackels (ronki basah) pada auskultasi, kepala terangguk-angguk, pernapasan cuping
hidung, tarikan dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada kasus pasien memiliki
riwayat batuk kering yang berlangsung ±2 minggu dan ditemukannya crackels (ronki
halus) pada saat auskutasi, dari pemeriksaan rontgen thorax pasien ditemukan kesan
bronkopneumonia serta ditemukannya leukositosis. sehingga dapat diagnosis sebagai
pneumonia meskipun tidak ditemukannya takipneu dan gejala lain dari pneumonia.
Terapi
Terapi antibiotic
Dapat diberikan terapi antibiotik seperti amoksisilin yang merupakan pilihan
pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5 tahun. Amoksisilin dapat diberikan
25 mg/kgBB/ kali dua kali sehari selama tiga hari.
Terapi oksigen
Berikan oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit dengan gejala ikterus
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk akhir heme, mayoritas (80-85%) berasal dari
hemoglobin dengan hanya fraksi kecil yang berasal dari protein heme lain yang
mengandung sitokrom P450. Sekitar 300 mg bilirubin terbentuk setiap hari. produksi
dari hemoglobin terjadi dalam sel retikulo-endotel.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut:
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada
system retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin hemoglobin
ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram
hemoglobin dapat dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek
yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung , yang bersifat tidak larut dalam air
tetapi larut dalam lemak.
2. Transportasi
Sifat bilirubin yang sukar larut dalam air menyebabkan diperlukannya molekul
karier untuk transport bilirubin dari tempatnya diproduksi di dalam system
retikuloendotelial ke dalam hati untuk dieksresi. Molekul karier yang dimaksud
adalah albumin. Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Setiap molekul
albumin mampu mengikat 1 molekul bilirubin. Artinya, pada kadar bilirubin
serum yang normal, semua bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan
albumin.
Sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil
bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel kedalam hepatosit
sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada
ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation
S-transferase lain dan protein Z. proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung
dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan glandin dalam hepatosit.
Sebagian besar bilirubin yang masuk ke hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke
dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin
sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi
ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.
Glukoronil transferase merobah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide.
Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama
ialah uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi
pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide
terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hydrogen seperti bilirubin natural IX dapat dieksresi langsung kedalam empedu
tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air
dan disekresi dengan cepat ke system empedu kemudian ke usus. Dalam usus
bilirubin direk ini tidak diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
Ikterus
Ikterus mengacu pada perubahan warna kuning pada kulit, sklera, membran
mukosa, dan cairan tubuh. Ikterik disebabkan oleh konsentrasi bilirubin serum yang
meningkat. Hal ini jelas pada bayi ketika kadar bilirubin serum lebih besar dari 4
sampai 5 mg / dL (68,4-85,5mcmol / L) dan pada anak-anak yang lebih tua dengan
kadar bilirubin lebih besar dari 2 sampai 3 mg / dL (34,2-51,3 mmol / L). Serum
bilirubin total diukur sebagai jumlah dari dua komponen bilirubin: tak terkonjugasi
("indirek") dan terkonjugasi ("direk"). Istilah "direk" dan terkonjugasi
hiperbilirubinemia sering digunakan secara bergantian.
Hiperbilirubinemia terkonjugasi didefinisikan sebagai konsentrasi bilirubin
terkonjugasi lebih besar dari 2 mg / dL (34.2 mmol / L) atau lebih dari 20% dari total
bilirubin. Hal ini adalah penanda biokimia kolestasis paling sering digunakan dan
didefinisikan sebagai gangguan aliran empedu.
Penyebab Ikterus
Pre hepatik
Terjadi eningkatan produksi bilirubin seperti pada hemolisis yang
berlebihan yang menyebabkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi sehingga dapat menyebabkan timbulnya ikterus.
Intrahepatik
Penyakit di hati dapat menyebabkan penurunan kemampuan mengelola
bilirubin di hepar. Seperti hepatitis, sirosis, sindro alagille, sindrom
Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar.
Post hepatik
Terjadi penurunan eksresi bilirubin yang disebabkan oleh kegagalan
bilirubin untuk mencapai usus setelah itu telah meninggalkan hati.
Penyebab paling umum adalah ikterus obstruktif dalam saluran sistem
bilier.
Gambar 7. Penyebab Ikterus
BAB III
KESIMPULAN
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien
sudah tepat.
Pengelolaan pasien cukup optimal.
Disarankan untuk dapat dilakukan terapi sesuai dengan penyakit yang diderita
pasien. Namun keluarga pasien menolak untuk dilakukan operasi sehingga dapat
mempengaruhi prognosis penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Purnomo & Badriul Hegar. Department of Child Health, Harapan Kita Women
and Children Hospital, Jakarta. Department of Child Health, Faculty of
Medicine Dr. Cipto Mangunkusumo General National Hospital, Jakarta.
Biliary Atresia in Infants with Cholestasis. The Indonesian Journal of
Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy. Volume 12,
Number 3, December 2011
Brahm Goldstein, MD; Brett Giroir, MD; Adrienne Randolph, MD; and the Members
of the International Consensus Conference on Pediatric Sepsis. International
pediatric sepsis consensus conference: Definitions for sepsis and organ
dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med 2005 Vol. 6, No. 1.
Hanna Lampela . Treatment Results and Native Liver Function. Pediatric Surgery and
Pediatric Graduate School, Children’s Hospital Institute of Clinical Medicine,
University of Helsinki and National Graduate School of Clinical Investigation
Helsinki, Finland. Helsinki 2013.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi.Jilid 1. 2012
Lanzkowsky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2005.
Mostafa Mohamed Sira*, Tahany Abdel-Hameed Salem and Ahmad Mohamed Sira.
Biliary Atresia: A Challenging Diagnosis. Department of Pediatric
Hepatology, National Liver Institute, Menofiya University, 32511 Shebin El-
koom,Menofiya, Egypt. Global Journal of Gastroenterology & Hepatology,
2013 Vol. 1, No. 1
Robert K. Murray.2003.Biokimia Harper edisi 25.Jakarta:EGC.
World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
2009.