Case Report - Atresia Ani
-
Upload
ruth-uthe-natashia -
Category
Documents
-
view
132 -
download
19
description
Transcript of Case Report - Atresia Ani
CASE REPORT
ATRESIA ANI
Dokter Pembimbing:
Dr. Togar Simanjuntak, Sp.B (K) Onk
Disusun Oleh :
Andreas Octaviano Rainaldy
08-149
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2013
1
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
- No. RM : 26.72.27
- N a m a : An. Marsel Andinen
- U m u r : 4 tahun
- Jenis kelamin : Laki - laki
- Alamat : Kabupaten Merauke, Papua.
- Masuk RS : 12 Februari 2013
II. ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ibu pasien (16-02-2013)
Keluhan utama : Lubang anus dibawah testis
Keluhan tambahan : Sulit BAB.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak laki-laki datang ke RS PGI Cikini dengan rujukan dari RS
Merauke. Pasien dirujuk karena pasien sejak lahir tidak memiliki lubang anus,
sehingga pasien sulit buang air besar. Selama ini pasien buang air besar
melalui lubang kecil yang terdapat di bawah testis. Sebelumnya pasien
dilakukan operasi di rumah sait di Merauke 2 tahun lalu, akan tetapi lubang
anus yang dibuat tidak dapat berfungsi dengan baik, dan lubang anus menutup
kembali, Demam -, batuk -, pilek -.
Riwayat Penyakit dahulu
Pasien tidak pernah merasakan keluhan ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Dalam riwayat keluarga tidak pernah ada yang menderita kelainan seperti ini.
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100 / 60 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu : 36,2 C
- Tinggi Badan : 112 cm
- Berat Badan : 19,5 kg
- Keadaan Gizi : kurang
Status Generalis
KEPALA
Bentuk : Normocephali, bulat, simetris.
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Palpebra tidak oedem, konjungtiva anemis -/-, sclera
Anikterik, pupil isokor, reflek cahaya langsung (+/+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
Hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum.
Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pendarahan, lidah
bersih ,faring normal.
Telinga : Liang lapang, serumen tidak ada
LEHER : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid dan getah bening, JVP tidak meningkat.
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak ada Pembesaran Kelenjar Getah Bening
Supraklavikula dan Aksila
3
- PARU
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil sulit dinilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
Wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
- JANTUNG
Inspeksi : Pulsasi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga IV garis klavikula.
Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri
Batas kanan sela iga V garis midsternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut terlihat cembung, simetris
Tidak terlihat benjolan/masa didaerah perut
Terdapat colostomy pada abdomen region iliaca sinistra
- Palpasi : Turgor baik,
Hepar dan Lien tidak membesar
Tidak teraba massa/benjolan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
EKSTREMITAS
- Superior : Jari lengkap, sianosis (-), oedem (-)
- Inferior : Jari lengkap, oedem (-), sianosis (-)
GENITALIA : Lihat status lokalis
4
Status Lokalis
Regio Anal
A. Status Lokalis
Regio abdomen
- Ins : Perut tampak datar
- Pal : supel
- Per : timpani
- Aus : Bising usus (+) normal
Regio Anal
Ins : Anus (-)
Fistula (+)
Regio Genetalia Eksterna
-Inspeksi : Laki-laki, tidak ada kelainan
Tidak terlihat sisa feses pada area genital
-Palpasi : Orificium uretra eksterna tidak ada kelainan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah
Hb : 11,9 gr% ( 12-16 gr%)
Leukosit : 10.400/mm3*` ( 5.000-10.000/l )
Hitung jenis
Eosinofil : 21* ( 1-3 )
Basofil : 1 ( 0-1 )
Netrofil batang : 0 ( 2-6 )
Netrofil segmen : 25 ( 50-70 )
Limfosit : 44* ( 20-40 )
Monosit : 9* ( 2-8 )
Trombosit : 399.000 (150.000 – 400.000)
Masa Perdarahan : 3’ ( 1-6 menit)
5
Masa Pembekuan : 12’ ( 10-16 menit )
Protrombin Time :
Pasien : 13.7” ( 11.0 – 14.2 detik)
Kontrol : 11.4”
Kimia Darah
SGOT : 38
SGPT : 6
Ureum : 22 (10 – 40 mg/dl)
Creatinine : 0,3 (0,9 – 1,5 mg/dl)
Gula Darah Sewaktu : 97 (70 – 200 mg/dl)
Foto Thoraks
Cor Pulmo dalam batas normal.
Cytogram
Fistulografi : Tampak kontras mengisi rectosigmoid. Jarak antara
muara anus dengan kateter di muara fistula ± 4,1 cm.
Cystografi : Kontras mengisi penuh buli-buli. Fistel recto-vesical (-).
KESIMPULAN : Fistula Rectokutan.
Tidak terlihat hubungan antara rectum dengan buli-buli
V. DIAGNOSIS KERJA
Atresia Ani (Covered Anus).
VI. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa :
- Apialis 1 x 1 sdo
- Lexoberon
- Cefotaxime 2 x 500 mg
6
- Torasic 3 x 15 mg
- Pyrex 150 mg (k/p)
- Narfoz 2 g (k/p)
2. Operatif : Anoplasty + Fistulectomy
Uraian Pembedahan (dr. Togar, Sp.B):
1. Pasien dalam posisi litotomi dengan narkose
2. Asepsis / antisepsis regio anus dan sekitarnya
3. Abocath dimasukkan ke fistule, insisi dari fistule ke bawah.
4. Kind fistel dideseksi sehingga terlepas dari jaringa sekitarnya
5. Dengan jari, lubang anus yang diinsisi diperdala, jari kotor oleh feses.
6. Identifikasi musculus sphingter ani externus. Fistel di overlap ke
bawah melewati sphingter ani externus. Luka bekas fistel dijahit,
pasang drain penrose.
7. Selanjutnya fistel diangkat
8. Anus dibentuk dengan menjahit sebagian jaringan + muskulus
sphingter ani externus, dijahit sirkuler.
9. Pasang tampon sufratue ke dalam anus
10. Tutup kasa
11. Operasi selesai.
VII. Prognosa
o Ad Vitam : Dubia ad Bonam
o Ad Functionam : Dubia ad Bonam
o Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular
secara kongenital disebut juga clausura. Atresia dapat terjadi pada seluruh
saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya
dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia
terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat
saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan,
yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum
Pada golongan yang ketiga, hampir selalu disertai dengan fistula. Pada
wanita sering ditemukan fistula rektovagina dan jarang rektoperitoneal dan
tidak pernah rektourinarius, sedangkan pada laki-laki sering ditemukan fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kencing atau uretra dan jarang
rektoperineal.
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI ANOREKTUM
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ecto, derm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal
anus dan rectum ini, perdarahan, persarafan serta penyaliran vena dan limfnya.
Berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rectum dilapisi oleh
mu kosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang
8
merupakan lanjutan dari epitel berlapis gepeng kulit luar.tidak ada yang
disebut mukosa anus. Daerah kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel. Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensoris
somatic dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum
mempunyai persarafan otonom dan tidak peka terhadap nyeri.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. sumbunya
mengarah ke ventrokranial yaitu kea rah umbilicus dan membentuk sudut
yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat
defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis
anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau linea dentate. Di daerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rect um. Infeksi
yang terjadi di sini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
membentuk fistel. Lekukan antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam
kanalis sewaktu melakukan rectal touché dan menunjukkan batas antara
sfingter intern dan sfingter ektern (garis hilton).
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
intern dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari
fusi sfingter intern, otot longitudinal, bagian tengah otot levator (puborektal)
dan komponen sfingter. Otot sfingter internnus terdiri atas serabut otot polos,
sedangkan otot sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.
9
III. EMBRIOLOGI DAN PATOGENESIS
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka.
Pertumbuhan ke dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum
urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran kencing di
sebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi terpisah
sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama, bagian
urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna,
sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang baru terbuka pada
kehamilan minggu ke-8.
Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase
menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan mengenai saluran usus
bawah dan bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian
genitourinaria dan bagian rektum kloaka menimbulkan fistula.
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Wingspread
Laki-laki
a. Kelompok I, kelainan:
-fistel urin
-atresia rektum
-perineum datar
-fistel tidak ada
-invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6 bulan
b. Kelompok II, kelainan:
-fistel perineum
-membran anal
-stenosis anus
10
-fistel tidak ada
-invertogram: udara < dari 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonatus
11
Wanita
a. Kelompok I, kelainan:
-kloaka
-fistel vagina
-fistel anovestibuler atau rektovestibuler
-atresia rektum
-fistel tidak ada
-invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus
Gambar 1. Kloaka. Tipe ini merupakan gambaran klasik pada perempuan dengan
malformasi kongenital dengan sebuah orificium perineal. Genitalia tampak
cukup pendek, yang ditemukan tetap dengan kloaka.
12
b. Kelompok II, kelainan:
-fistel perineum
-stenosis anus
-fistel tidak ada
-invertogram: udara < 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonatus
Gambar 2. Fistula fourchette. Malformasi ini adalah pada suatu tempat
pertengahan jalan antara fistula perineal dan fistula vestibular. Fistula ini
mempunyai lapisan mukosa vestibular yang lembab pada bagian anteriornya,
tetapi pada bagian posteriornya kulit perineal kering.
Klasifikasi yang lain:
1. Anomaly tinggi :anomaly supra levator, yaitu jika punctum rectum
berakhir di atas m. levator ani/puborectal sling.
2. Anomaly rendah : jarak antara punctum dengan anal dimple < 1 cm.
Anomaly pertengahan dan rendah disebut juga anomaly translevator, karena
telah melewati m. levator ani.
Otot-otot yang membatasi diafragma pelvis:
1. M. pubococcygeus
2. M iliococcygeus
3. M. puborectal sling
13
Didalam puborectal space, lewat alat-alat penting:
-pada laki-laki: uretra, rectum
-pada wanita: uretra, rectum, vagina
Otot-otot yang membentuk kontinensia alvi:
-m. sphincter ani internum-----lanjutan m.circularis rectum
-m. sphincter ani externum
-m. levator ani
Kerusakan salah satu otot yang terpenting ini (m. sphincter ani externum dan
m. levator ani) akan menimbulkan inkontinensia alvi, sedangkan kerusakan m.
sphincter ani internum tidak begitu berpengaruh.
Secara umum, anomali anorectal dapat dibedakan menjadi :
1. tanpa fistula
2. dengan fistula
Macam-macam fistula:
1. fistula rektovesical : hubungan punctum dengan buli-buli
2. fistula rektouretral : hubungan punctum dengan uretra
3. fistula rektoperineal : hubungan punctum dengan perineum
4. stenose ani : beberapa fistula ke dimple anal
5. fistula rektoscrotal ♂ : hubungan punctum dengan scrotum
6. fistula rektovaginal ♀ : hubungan punctum dengan vagina
7. fistula rektovestibularis♀: hubungan punctum dengan vestibulum
Pada wanita, fistula rektovesical dan rektouretral sukar terjadi oleh karena
terhalang uterus. Yang paling sering terjadi ádalah fistula rektovestibularis.
Bayi yang mempunyai fistula lebih beruntung daripada yang tanpa fistula.
Pada bayi tanpa fistula, tidak ada hubungan dengan dunia luar sehingga
14
ditemui gejala obstruksi usus. Oleh karena merupakan obstruksi usus letak
rendah, maka gejala yang ditimbulkan tidak begitu berat.
Bayi atresia ani tanpa fistula belum ada gejala obstruksi usus pada hari
pertama. Pada hari 3-4, dimana bayi sudah aerofagi dan udara sudah sampai
ke distal, akan timbul perut kembung. Udara yang ditiup oleh bayi akan
sampai ke punctum terendah paling cepat dalam 18 jam, rata-rata 24 jam.
Insiden: 1 kejadian tiap 3000-5000 kelahiran
IV.PENYEBAB
Defek embriologi yang menyebabkan malformasi masih belum dapat
dianggap sebagai penyebab pasti, pembentukan membran kloaka dan
selanjutnya gangguan dalam pembukaan urogenital dan anal yang terjadi pada
minggu ke-8 kehamilan. Defek pada proses pembentukan dan bentuk dari
septum urorektal posterior banyak dilaporkan sebagai gambaran abnormal dari
imperforasi anus. Duktus mullerri muncul setelah periode kritis, bagaimana
mereka bergabung dalam perkembangan ini tidak jelas.
Faktor predisposisi seseorang memiliki anak dengan imperforasi anus, tidak
jelas. Bagaimanapun, faktor genetik kadang-kadang ada. Banyak kasus
imperforasi anus disertai riwayat yang sama dalam keluarga, tetapi ada
beberapa keluarga tanpa riwayat yang memiliki anak dengan malformasi ini.
Sampai saat ini, studi genetik tetap terus dilakukan.
V.GEJALA
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau imperforasi anus berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik (jungkir)
15
dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan (foto dilakukan pada umur
lebih dari 24 jam, oleh karena pada umur tersebut dalam keadaan normal,
seluruh traktus digestivus sudah berisi udara dan bayi dibalik selama 5 menit).
5. Pemasukan termometer melalui anus
6. Pemeriksaan urin untuk mengetahui apakah terdapat meconeum di
dalamnya, sehingga fistula dapat diketahui lebih dini.
VI. PEMERIKSAAAN
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mencari kelainan lain. Lebih dari 50%
penderita mempunyai kelainan kongenital lain. Yang sering ditemukan adalah
kelainan saluran genitourinal (30%), kelainan jantung (75%), kelainan saluran
cerna misalnya atresia esophagus atau atresia duodenum, dan kelainan tulang.
16
PEMERIKSAAN KHUSUS PADA WANITA
Neonatus wanita perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan
fistel ke vestibulum atau vagina (80-90 %)
Kelompok I
Pada fistel vagina, meconeum tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses
menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat
kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus
genitalis dan saluran cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal. Tetapi pada pemeriksaan
colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. tidak ada evakuasi
meconeum sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada
fistel, dibuat invertogram, yaitu foto rontgen di ambil pada bayi di letak
inverse (pembalikan posisi) sehingga udara di kolon akan naik sampai di
ujung buntu rectum. Jika udara >1cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
Kelompok II
Lubang fistel perineum biasanya terdapat di antara vulva dan tempat
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi
sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus
dilakukan terapi definitif.
17
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <1cm dari kulit, dapat
segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
PEMERIKSAAN KHUSUS PADA LAKI-LAKI
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk
perineum dan ada tidaknya butir meconeum di urine. Dari kedua hal tadi
pada anak laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel
perineum.
Kelompok I
Jika ada fistel urine, tampak meconeum keluar dari orifisium eksternum
uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria.
Cara praktis untuk menentukan letak fistel ialah dengan memasang
kateter urine. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel
terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine
mengandung meconeum berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi
feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia
rektum tindakannya sama dengan pada wanita; harus dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok II
Fistel perineum sama dengan pada wanita: lubangnya terdapat pada
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan meconeum dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus,
sama dengan pada wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak
ada fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga
segera dilakukan pertolongan bedah.
18
Gambar 3. String-of-pearls malformation. Gambar ini menunjukkan material
mukoid putih dalam fistula perineal. Fistula sering meluas ke anterior atas
median raphe scrotum.
VII.DIAGNOSIS
Malformasi anorektal dapat segera diketahui begitu bayi lahir. Cara penegakan
diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang
lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya
untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat
anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat normal dan terdapat
penyumbatan yang lebih tinggi dari perineum maka gejala akan timbul dalam
24-48 jam. Bila atresia ani, dicari apakah ada fistula atau tidak. Hal ini dapat
diketahui dengan melihat dimana meconeum keluar.
-bila meconeum keluar bersama-sama kencing, maka ada dua kemungkinan
fistula:
o Fistula rektouretral
*bila meconeum mula-mula keluar bersama miksi.
Urine selanjutnya makin lama makin jernih.
*dapat juga meconeum keluar tanpa melalui miksi.
o Fistula recovesical
*bila meconeum keluar bersama-sama air seni dan urine tetap
keruh kehitaman sampai akhir miksi.
19
-bila terdapat bintik meconeum di perineum, maka merupakan fistula
rektoperineal.
-bila terdapat bintik meconeum di midline rafe maka merupakan fistula
rektoscrotal.
-bila keluar meconeum melalui vestibulum, maka merupakan fistula
rektovestibularis.
Gambar 4. Malformasi Bucket-Handle. Tampak berkas kulit melapisi
kompleks m. sphincter, hal ini merupakan tanda pada bayi baru lahir dengan
imperforasi anus dan fistula perineal.
Untuk anomali anorektal tanpa fistula, jenisnya dapat diketahui dengan foto
wangensteen-rice, yaitu foto polos perut tanpa kontra, secara invertogram.
Prinsipnya: udara akan menempati bagian tertinggi dari suatu rongga.
Berdasarkan hal tersebut, maka wangensteen dan rice lalu menerapkan prinsip
ini.
Caranya: bayi dibalik badannya sehingga kepala menempati bagian yang
terendah dan bokong merupakan bagian yang tertinggi. Pada bokong anak
dipasang marker dari Pb. Dengan demikian udara akan bergerak ke atas.
Sehingga dapat diketahui jenisnya.
Pada kasus anomali anorektal tanpa fistula dimana ada gejala obstruksi usus,
teknik demikian tidak dapat diterapkan, karena isi lambung dapat keluar,
sehingga terjadi aspirasi. Untuk itu dapat dilakukan modifikasi foto
20
mangensteen-rice yaitu dengan posisi menunggng (knee-chest position).
Dengan cara ini bahaya aspirasi menjadi berkurang.
Untuk atresia ani dengan fistula, diagnosa dengan rontgent ini tidak perlu
karena diperkirakan jenis anomali anorectal dengan mengenal jenis fistulanya:
-fistula rektovesical---anomali anorectal tinggi
-fistula rektoperineal---anomali anorectal translevator
-fistula rektouretral---anomali anorectal translevator
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PROYEKSI PEMERIKSAAN
1. Proyeksi Wangesteen Rice ( Moertografi )
A. Posisi AP
Untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya distensi atau
peregangan usus.
Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala
dibawah, kaki di atas) di depan standart kaset yang telah di siapkan. Kedua
tungkai difleksikan 90 terhadap badan untuk menghindari superposisi
antara trokanter mayor paha dengan ischii. MSP tubuh tegak lurus kaset.
Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk
dalam film., Pada daerah anus di pasang marker.
CR: Horisontal tegak lurus kaset.
CP: Pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter mayor.
FFD: 90cm
Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.
B. Posisi Lateral
21
Untuk melihat ketinggian atresia ani.
Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di
bawah, kaki di atas) dengan salah satu sisi tubuh bagian kiri atau kanan
menempel kaset. Kedua paha di tekuk semaksimal mungkin ke arah perut
agar bayangan udara pada radiograf tidak tertutup oleh gambaran paha.
MSP (mid sagital plane) tubuh sejajar terhadap garis pertengahan film,
MCP (mid coronal plane) tubuh diatur tegak lurus terhadap film.
Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk
dalam film. Pada daerah anus di pasang marker.
CR: Horisontal tegak lurus kaset.
CP: Pada trokhanter mayor.
FFD: 90cm
Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.
2. Lateral Prone Cross Table
Alternatif pemeriksaan invertogram pada kasus atresia ani untuk memperlihatkan
bayangan udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/ naik di daerah
rectum bagian distal.
Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone.
Posisi Objek : kedua paha ditekuk (hip fleksi), angkat bagian punggung
bayi sehingga letak pelvis lebih tinggi dan kepala/wajah lebih rendah.
Kaset pada salah satu sisi lateral dengan trokhanter mayor pada
pertengahan kaset.
22
Ilustrasi posisi pasien pada Lateral cross table
CP: pada trochanter mayor menuju pertengahan kaset.
CR: Horisontal, tegak lurus film/kaset.
FFD: 90 cm
Ekspose dilakukan saat bayi tidak bergerak.
Keuntungan posisi ini :
Posisi lebih mudah.
Waktu untuk memposisikan lebih singkat.
Pasien lebih tenang dan nyaman.
Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih
baik.
23
IX. PENATALAKSANAAN
Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut
diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital (PSARP,
posterosagital anorectoplasty).
Pada tindak bedah plastik anorektal posterolateral yang mulai dari os koksigi,
kolostomi merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi
yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu transversokolostomi
dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah stoma laras ganda.
24
Pada pembedahan harus diperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul
dan persarafannya.
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan otot
sfingter pada colok dubur.
Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
sensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita.
Gambar 5. Kolostogram distal, tampak posteroanterior. Fase inisial dari
augmentasi-tekanan distal kolostografi bertujuan untuk menentukan dimana
kolostomi dilakukan dan berapa banyak kolon yang dilakukan pull-through.
Media type: X ray
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Sjamsuhidayat, R. Jong, WD. Buku ajar ilmu bedah edisi 2: anorektum .
Jakarta: EGC. 2003
2. Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D. Anorectal Malformation in:
Greenfield's Surgery: Scintific Principles and Practice, 4th Edition. New
York: Mc-Graw Hill.2006
3. Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 25 januari 2010.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/929904-overview.
4. Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Kedokteran Klinis, Edisi 6.
Jakarta : EGC. 2000
5. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
6. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434
8. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33
9. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net
10. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-
579.
26