Case 3

107
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017) LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : An.S Umur : 13 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Alamat : Nama Ayah : Tn. N Umur : 37 tahun Pekerjaan : Swasta Agama : Islam Suku : Jawa Nama ibu : Ny. K Umur : 32 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Suku : Jawa No CM : 257643 Tanggal Dirawat : 19 Juni 2013 Bangsal : ICU Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1 13 Mei 2013- 20 Juli 2013

Transcript of Case 3

Page 1: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An.S

Umur : 13 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat :

Nama Ayah : Tn. N

Umur : 37 tahun

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Suku : Jawa

Nama ibu : Ny. K

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

No CM : 257643

Tanggal Dirawat : 19 Juni 2013

Bangsal : ICU

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 2: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

II. DATA DASAR

A. Anamnesa (Alloanamnesis)

Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013

pukul 14.30 WIB di ruang ICU , didukung dengan catatan medis.

Keluhan utama : Kejang

Keluhan tambahan : Demam , diare dan muntah

Riwayat Penyakit Sekarang

Sebelum masuk Rumah Sakit

6 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anaknya

mencret, buang air besar 5x cair, ampas (-) , lendir (-) , darah (-) . Muntah

juga dikeluhkan ibu, anak masih mau minum susu walaupun sedikit.

4 hari sebelum masuk rumah sakit anak demam , panasnya mencapai

39,7 ° C .

1 hari SMRS pasien dibawa oleh orang tuanya ke dokter umum , dan

diberikan obat penurun panas dan obat diare .

Pagi hari SMRS, karena keadaan tidak membaik dan pasien terlihat sangat

lemas , ibu pasien memeriksakan pasien ke puskesmas dengan tujuan

ingin dipasang infus . pemasangan infus tidak berhasil karena pasien

kejang , kejang kurang dari 15 menit , sebelum kejang pasien sadar,

selama kejang pasien tidak sadar , mata mendelik ke atas , kejang terjadi

pada seluruh tubuh, tidak keluar busa dari mulut pasien . Saat

kejang ,pasien di berikan obat diazepam secara rectal oleh dokter

puskesmas. Oleh pihak puskesmas pasien dirujuk ke RSUD Kota Semarang

.

1 jam SMRS pasien kejang saat diperjalanan kejang berulang kurang dari

15 menit , sebelum kejang pasien sadar, selama kejang pasien tidak sadar.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 3: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Setelah masuk rumah sakit

Follow up Keterangan TTV

19 Juni 2013 Hari 0 dirawat di RS

Malam : Demam (+) , Kejang

(+) < 15 menit , spastik ,

berulang. Sesak (+)

BAK normal : BAB 2x cair ,

ampas (-) , berwarna kuning ,

lendir (-) , darah (-) .

CM / TSS

HR : 156 x/menit

RR : 48 x/menit

T : 39,8 °C

N : 1/ t cukup

20 Juni 2013 Hari 1 dirawat di RS

Demam (-), Kejang (+) < 15

menit , spastik . Batuk

berdahak (+) Sesak (+)

DC (+) , BAB 3x cair , ampas (-)

, berwarna kuning , lendir (-) ,

darah (-) .

Somnolen / TSB

HR : 154 x/menit

RR : 44 x/menit

T : 38,5 °C

N : 1/t cukup

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 4: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

21 Juni 2013 Hari ke-3

Demam (-) , Kejang (-) , Sesak

(+) , Batuk berdahak (+)

DC (+) , BAB 1x cair , ampas (-)

Somnolen / TSB

HR : 110 x/menit

RR : 46 x/menit

T : 36,6 °C

N : 1/t cukup

22 Juni 2013 Hari ke – 4

Kejang (-) , Batuk berkurang ,

Demam (-)

DC (+) , BAB 1x , ampas (+)

Somnolen / TSB

HR : 108 x/menit

RR : 32 x/menit

T : 35,8 °C

N : 1/t cukup

23 Juni 2013 Hari ke – 5

Kejang (-) , Demam (-)

BAK normal , BAB (-)

CM / TSS

HR : 110 x/menit

RR : 44 x/menit

T : 36,5 °C

N : 1/ t cukup

24 Juni 2013 Hari ke – 6

Kejang (-) , Demam (-), Badan

masih kaku .

BAK normal , BAB (-)

Apatis / TSS

HR : 120 x/menit

RR : 30 x/menit

T : 37,1 °C

N : 1/ t cukup

25 Juni 2013 Hari ke – 7

Mencret (-),demam (-) ,badan

masih kaku .BAK normal , BAB

(-)

Apatis / TSS

HR : 120 x/menit

RR : 40 x/menit

T : 36,4 °C

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 5: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

N : 1/ t cukup

26 Juni 2013 Hari ke-8

Kejang (-), Mencret (-),demam

(-)

BAK normal , BAB normal .

Apatis / TSS

HR : 120 x/menit

RR : 40 x/menit

T : 36 °C

N : 1/ t cukup

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan serupa

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

Anak perempuan lahir dari ibu G2P1A0, hamil 39 minggu. Lahir secara

spontan, ditolong oleh bidan. Anak lahir langsung menangis, berat badan

lahir 3000 gr, panjang badan, lingkar kepala , dan lingkar dada ibu lupa.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal

Ibu secara teratur memeriksakan kehamilannya ke bidan setiap 2 bulan

sekali. Memasuki bulan ke 9 ibu memeriksakan 1 bulan 1x.

Ibu mendapatkan suntikan imunisasi TT sebanyak 1x selama masa kehamilan.

Ibu mendapatkan vitamin penambah darah dan tablet kalsium. Riwayat sakit

pada saat kehamilan disangkal. Riwayat perdarahan pada masa kehamilan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 6: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

disangkal. Riwayat minum obat-obatan dan jamu-jamuan selama masa

kehamilan disangkal.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeriksaan postnatal dilakukan di posyandu terdekat, imunisasi lengkap

sesuai jadwal, anak dalam keadaan sehat

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan anak

Pertumbuhan

Data Antropometri Saat

Lahir

Data Antopometri

Sekarang

Berat badan 3000 gr 9,4 kg

Panjang badan/tinggi badan - 53 cm

Perkembangan

o Senyum : ibu lupa

o Miring : ibu lupa

o Tengkurap : belum dapat

o Duduk : belum dapat

o Gigi Keluar : 11 bulan

o Merangkak : belum dapat

o Berdiri : belum dapat

o Berjalan : belum dapat

o Berlari : belum dapat

Saat ini anak berusia 13 bulan belum dapat tengkurap, duduk , merangkak ,

berdiri , berjalan dan berlari .

Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan terhambat .

Riwayat Makan dan Minum Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 7: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

ASI eksklusif dari lahir sampai usia 6 bulan

Sejak usia 6 – 12 bulan , sudah mulai ditambah dengan bubur susu

2x/hari, tetapi anak lebih menyukai ASI

Sejak usia 8 bulan , sudah mulai makan bubur susu .

Kesan : kuantitas dan kualitas makanan saat ini

Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi Jumlah imunisasi Usia

BCG1x

1 bulan, scar (+) di lengan

kanan atas

Polio 4x Ibu lupa, sesuai KMS

DPT 3x Ibu lupa, sesuai KMS

Hepatitis B 3x Ibu lupa, sesuai KMS

Campak 1x 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar tidak dapat dievaluasi, ibu mengakui mengikuti imunisasi

lengkap sesuai dengan KMS

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu Pasien mengikuti program KB di bidan dengan jenis KB suntik

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta dengan penghasilan tidak

menentu ± Rp 1.000.000,-/bulan. Ibu tidak bekerja. Menganggung 2 orang anak.

Biaya pengobatan ditanggung jamkesmas.

Kesan : Sosial Ekonomi Kurang

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 8: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Data Keluarga

Ayah/Wali Ibu/Wali

Perkawinan ke 1 1

Umur 23 tahun 18 tahun

Pendidikan Terakhir SD SLTP

Agama Islam Islam

Keadaan Kesehatan Sehat Sehat

Anak 1 Anak 2

Jenis kelamin Perempuan Perempuan

Cara persalinan, tempat

lahir, penolong

Spontan, Bidan Spontan, Bidan

BBL 2800 gram 3000 gram

Usia kehamilan 40 minggu 40 minggu

Penyulit - -

Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan

Kepemilikan rumah : Rumah sendiri

Keadaan rumah : Dinding rumah terbuat dari tembok, 2 kamar tidur,

kamar mandi di dalam rumah

Sumber air bersih : Air tanah, terdapat jamban keluarga, sumber air

minum dari air gallon isi ulang

Keadaan Lingkungan : Jarak antara rumah berdekatan, padat

B. Pemeriksaan Fisik

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 9: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013 di ruangan ICU jam 14.30 WIB. Anak

perempuan usia 13 bulan, dengan berat badan 9400 gr dan tinggi badan cm.

Kesan umum : somnolen, tampak sakit berat

Tanda vital

Tekanan darah : -

Nadi : 120 x/ menit, isi, dan tegangan cukup.

Laju nafas : 30 x/ menit.

Suhu : 37,1 ° C (axilla)

Status Internus

Kepala : Bentuk kepala mesocephale

Mata : Konjungtiva pucat, pupil bulat, isokor, diameter 2 mm di kedua

mata, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif normal di

kedua mata .

Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada sekret.

Telinga : Tidak ada discharge dari kedua telinga.

Mulut : Bibir tidak kering, bibir tidak sianosis, tidak ada trismus

Lidah : Bentuk dan ukuran normal.

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, terdapat detritus, mukosa faring

hiperaemis, tidak tampak jaringan granulasi.

Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening.

Thorax:

Paru

Inspeksi : Normothoraks, simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak tampak

retraksi dada.

Palpasi : Pemeriksaan stem fremitus dekstra dan sinistra tidak dapat

dilakukan

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan, tidak ada ronkhi,

tidak ada wheezing.

Jantung

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 10: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis sulit dinilai.

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Batas jantung sulit dinilai.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Abdomen

Inspeksi : Datar.

Auskultasi : Bising usus positif normal.

Perkusi : Timpani.

Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan

Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan.

Anorektal : Dalam batas normal

Anggota gerak : rajah tangan dan kaki sempurna

Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral dingin - /- - /-

Akral sianosis - /- - /-

Capillary refill < 2 detik < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis : 26 Juni 2013

PGCS (Pediatric Glasgow Comma Scale):

Eye 4 - mata

Verbal 2 - mengerang

Motor 5 - melokalisir nyeri

PGCS 11 (sopor)

Mata : pupil bulat isokor, diameter 2mm/2mm

Reflek cahaya langsung +/+

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 11: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Reflek cahaya tidak langsung (+/+)

Leher : kaku kuduk (-)

Nervus cranialis : sulit dinilai

Motorik Superior D/S Inferior D/S

Gerakan +/+ +/+

Kekuatan 5/5 5/5

Tonus hipertonus/hipertonus hipertonus/hipertonus

Trofi eutrofi/eutrofi eutrofi/eutrofi

Reflek fisiologis +++/+ +++/+++

Reflek patologis -/- +/-

Klonus -/-

Sensibilitas : sulit dinilai

Vegetatif : BAB (+)

BAK (+)

Rangsang Meningeal :

- Kaku kuduk : ( - ), tidak terdapat tahanan.

- Brudzinsky I : ( - ), kedua tungkai tidak fleksi.

- Brudzinsky II : ( + ), tungkai lain fleksi.

- Kernig : ( - ), sudut lebih dari 135o, tidak nyeri dan tidak terdapat

hambatan

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab darah

Hematologi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 12: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

19 Juni 2013 20 Juni 21 Juni 22 juni 24 Juni

Hb 9,9 g/dl - 9,7 g/dl 8,7 g/dl

Leukosit 19.700 /mm5 - 15.100 /mm5 10.700/mm5

Trombosit 673.000/mm3 - 300.000/mm3 544.000/mm3

Ht 30,40 % - 30,00 % 27,50 %

GDS 173 mg/dl 94 mg/dl - 98 mg/dl

Natrium 132,0 mmol/L 136,0 mmol/L 132,0 mmol/L 131,0 mmol/L 132,0 mmol/L

Kalium 2,80 mmol/L 2,10 mmol/L 1.80 mmol/L 2,80 mmol/L 3,60 mmol/L

Calcium 1.20 mmol/L 1.14 mmol/L 1.00 mmol/L 1.02 mmol/L 1.09 mmol/L

Typhi O Negatif

Typhi H Negatif

Kesan Anemia,

leukositosis,

trombositosis,

hemokonsentrasi,

Hipokalemia Hiponatremia

Hipokalemia

Hipokalsemia

Hiponatremia

Hipokalsemia

Anemia

Pemeriksaan Faeces

FAECES

20 Juni 2013 30 Juni 2013

Makroskopik

Warna Kuning Kuning

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 13: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Konsistensi Cair Cair

Bau Khas Khas

Lendir Negative Positive

Darah Negative Negative

Mikroskopis

Protein Faeces Negative Negative

Karbohidrat Negative -

Lemak POS (+) 1 Negative

Eritrosit 1-2 0-1

Amoeba Negative Negative

Telur cacing Negative Negative

Leukosit 0-1 1-3

Pemeriksaan Radiologi

1. Pemeriksaan foto thorax AP/LAT ( 21 Juni 2013 )

Kesan : Cor tidak membesar

Pulmo tidak tampak kelainan

2. Pemeriksaan CT-Scan Kepala tanpa kontras ( 22 juni 2013 )

Kesan : Tak tampak perdarahan dan massa intracranial

Tak tampak tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 14: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

D. Pemeriksaan Khusus

Data antropometri : anak perempuan, 13 bulan, berat badan 9,4 kg, tinggi

badan 63 cm.

Pemeriksaan status gizi dengan Z-Score :

WAZ =BB - median

= 9,4 – 14,2

= -1.46 SD ( gizi baik )SD 1,5

HAZ =TB – median

=53 – 94,5

= -1,57 SD ( normal)SD 3,5

WHZ =BB – median

=53 – 13

= -0,9 SD ( normal )SD

Kesan : Status gizi anak baik dan perawakan tubuh anak normal

III. RESUME

Pasien anak perempuan, usia 13 bulan, berat badan 9,4 kg dengan keluhan

utama kejang , diare dan demam .

Sebelum masuk Rumah Sakit

6 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anaknya

mencret, buang air besar 5x cair, ampas (-) , lendir (-) , darah (-) . Muntah

juga dikeluhkan ibu, anak masih mau minum susu walaupun sedikit.

4 hari sebelum masuk rumah sakit anak demam , panasnya mencapai

39,7 ° C .

1 hari SMRS pasien dibawa oleh orang tuanya ke dokter umum , dan

diberikan obat penurun panas dan obat diare .

Pagi hari SMRS, karena keadaan tidak membaik dan pasien terlihat sangat

lemas , ibu pasien memeriksakan pasien ke puskesmas dengan tujuan

ingin dipasang infus . pemasangan infus tidak berhasil karena pasien

kejang , kejang kurang dari 15 menit , sebelum kejang pasien sadar,

selama kejang pasien tidak sadar , mata mendelik ke atas , kejang terjadi

pada seluruh tubuh, tidak keluar busa dari mulut pasien . Saat

kejang ,pasien di berikan obat diazepam secara rectal oleh dokter

puskesmas.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 15: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Setelah masuk Rumah Sakit

Hari 0 perawatan , ruangan ICU

Keluhan : Demam (+) , Kejang (+) < 15 menit , spastik , berulang. Sesak (+)

BAK normal : BAB 2x cair , ampas (-) , berwarna kuning , lendir (-) , darah

(-) .

Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Compos Mentis

Tanda- tanda vital : HR : 156 x/menit , RR : 48 x/menit, Suhu : 39,8 °C ,

Nadi : 1/ t cukup

Hari 1 perawatan

Keluhan : Demam (-), Kejang (+) < 15 menit , spastik . Batuk berdahak (+)

Sesak (+) , DC (+) , BAB 3x cair , ampas (-) , berwarna kuning , lendir (-) ,

darah (-) .

Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen

Tanda- tanda vital : HR : 154 x/menit , RR : 44 x/menit , Suhu : 38,5 °C ,

Nadi : i/t cukup

Hari ke 2 perawatan

Keluhan : Demam (-), Kejang (+) < 15 menit , spastik . Batuk berdahak (+)

Sesak (+) , DC (+) , BAB 3x cair , ampas (-) , berwarna kuning , lendir (-) ,

darah (-) .

Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen

Tanda- tanda vital : HR : 154 x/menit , RR : 44 x/menit , Suhu : 38,5 °C ,

Nadi : i/t cukup

Hari ke 3 perawatan

Keluhan : Demam (-) , Kejang (-) , Sesak (+) , Batuk berdahak (+) , DC (+) ,

BAB 1x cair , ampas (-)

Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen

Tanda- tanda vital : HR : 110 x/menit , RR : 46 x/menit, Suhu : 36,6 °C

Nadi : 1/t cukup

Hari ke 4 perawatan

Keluhan : Kejang (-) , Batuk berkurang , Demam (-) DC (+) , BAB 1x , ampas

(+)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 16: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen

Tanda- tanda vital : HR : 108 x/menit , RR : 32 x/menit , Suhu: 35,8 °C

Nadi : 1/t cukup

Hari ke 5 perawatan

Keluhan : Kejang (-) , Demam (-) , BAK normal , BAB (-)

Keadaan umum dan kesadaran :TSS / Compos Mentis

Tanda- tanda vital : HR : 110 x/menit , RR : 44 x/menit , Suhu: 36,5 °C

N adi : 1/ t cukup

Hari ke 6 perawatan

Keluhan : Kejang (-) , Demam (-), Badan masih kaku .BAK normal , BAB (-)

Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Apatis

Tanda- tanda vital : HR : 120 x/menit , RR : 30 x/menit , Suhu : 37,1 °C

N : 1/ t cukup

Hari ke 7 perawatan

Keluhan : Mencret (-),demam (-) ,badan masih kaku .BAK normal , BAB (-)

Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Apatis

Tanda- tanda vital : HR : 120 x/menit , RR : 40 x/menit , Suhu : 36,4 °C ,

Nadi : i/t cukup

Hari ke 8 perawatan

Keluhan : Demam (-),Kejang (-), BAK normal , BAB (-)

BAK normal , BAB normal Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Apatis

Tanda- tanda vital : HR : 120 x/menit , RR : 40 x/menit , Suhu : 36 °C ,

Nadi : i/t cukup

Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 24 Juni 2013, jam 14.30 WIB didapatkan

Kesan umum : somnolen, tampak sakit berat

Tanda vital

Tekanan darah : -

Nadi : 120 x/ menit, isi, dan tegangan cukup.

Laju nafas : 30 x/ menit.

Suhu : 37,1 ° C (axilla)

Status Internus

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 17: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Kepala : Bentuk kepala mesocephale

Mata : Konjungtiva pucat, pupil bulat, isokor, diameter 2 mm di kedua

mata, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif normal di

kedua mata .

Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada sekret.

Telinga : Tidak ada discharge dari kedua telinga.

Mulut : Bibir tidak kering, bibir tidak sianosis, tidak ada trismus

Lidah : Bentuk dan ukuran normal.

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, terdapat detritus,

mukosa faring hiperaemis, tidak tampak jaringan granulasi.

Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening.

Thorax:

Paru

Inspeksi : Normothoraks, simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak tampak

retraksi dada.

Palpasi : Pemeriksaan stem fremitus dekstra dan sinistra tidak dapat

dilakukan

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi: Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan, tidak ada ronkhi,

tidak ada wheezing.

Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis sulit dinilai.

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Batas jantung sulit dinilai.

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Abdomen

Inspeksi : Datar.

Auskultasi : Bising usus positif normal.

Perkusi: Timpani.

Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 18: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan.

Anorektal : Dalam batas normal

Anggota gerak : rajah tangan dan kaki sempurna

Ekstremitas :

Superior Inferior

Akral dingin - /- - /-

Akral sianosis - /- - /-

Capillary refill < 2 detik < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis : 26 Juni 2013

PGCS (Pediatric Glasgow Comma Scale):

Eye 4 - mata

Verbal 2 - mengerang

Motor 5 - melokalisir nyeri

PGCS (sopor)

Mata : pupil bulat isokor, diameter 2mm/2mm

Reflek cahaya langsung +/+

Reflek cahaya tidak langsung (+/+)

Leher : kaku kuduk (-)

Nervus cranialis : sulit dinilai

Motorik Superior D/S Inferior D/S

Gerakan +/+ +/+

Kekuatan 5/5 5/5

Tonus hipertonus/hipertonus hipertonus/hipertonus

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 19: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Trofi eutrofi/eutrofi eutrofi/eutrofi

Reflek fisiologis +++/+ +++/+++

Reflek patologis -/- +/-

Klonus -/-

Sensibilitas : sulit dinilai

Vegetatif : BAB (+)

BAK (+)

Rangsang Meningeal :

- Kaku kuduk : ( - ), tidak terdapat tahanan.

- Brudzinsky I : ( - ), kedua tungkai tidak fleksi.

- Brudzinsky II : ( + ), tungkai lain fleksi.

- Kernig : ( - ), sudut lebih dari 135o, tidak nyeri dan tidak terdapat

hambatan

IV. DIAGNOSIS BANDING

I. Kejang

dd/: - Non Cerebral : Tetanus, tetani

- Cerebral : -Kronik Berulang : Epilepsi

- Akut sesaat: - Keracunan

- Gangguan Elektrolit

- Gangguan Kardiovaskular

- Gangguan Metabolik

- Infeksi : - Intrakranial : - Meningitis

- Ensefalitis

- Meningoensefalitis

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 20: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Ekstrakranial : - KD Kompleks

- KD Simpleks

II. Diare

Menurut patofisiologi

- Diare sekretorik

- Diare osmotik

Menurut etiologi

a. Psikis

b. Konstitusi : intoleransi lemak , intoleransi protein , intoleransi laktosa

c. Makanan

d. Infeksi :

Enteral : Virus , bakteri , parasit , jamur

Parenteral : ISPA .

2. Dehidrasi

a. Dehidrasi ringan

b. Dehidrasi sedang

c. Dehidrasi berat

III. HIPERPIREKSIA

Set point hipotalamus meningkat

Endogenous pyrogen

PMN

Non-PMN

Non- Endogenous pyrogen

Set point hipotalamus normal

Pembentukan panas meningkat, pengeluaran normal

Hipertiroidisme

hipernatremi

Pembentukan panas normal, pengeluaran berkurang

Keracunan obat antikolinergik

Luka bakar

Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 21: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

III. Status Gizi Baik

V. DIAGNOSA SEMENTARA

1. Status epileptikus

2. Post status konvulsivus

3. Hiperpireksia

4. Gastroenteritis Dehidrasi Sedang

5. Susp. Meningoensefalitis

6. Curiga sepsis

7. Gizi baik

VI. TERAPI

- O2 nasal 2,5 liter / menit

- Infus KAEN 3B 10 tpm

- Injeksi Ceftriaxon 2 x 400 mg ( IV )

- Injeks Metronidazole IV

- Injeksi Ca glukonas 2 x 5 cc ad aqua

- Injeksi Ranitidin 2 x 1/3 amp

- Injeksi dexamethason 3 x 1/3 amp

Oral :

- Zinc 1x1 mg

- Aspar K 3 x ¼ tab dipuyer

- Lacto B 2 x ½ sach

Program

- Awasi peningkatan suhu dan waspadai kejang berulang

- Evaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital

VII. PROGNOSIS

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 22: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Quo ad vitam : dubia ad malam.

Quo ad sanationam : dubia ad bonam.

Quo ad fungsionam : ad bonam.

VIII. USULAN

Cek ulang darah rutin.

Pemeriksaan gula darah sewaktu

Pemeriksaan kadar elektrolit darah

Pemeriksaan EEG ( atas indikasi )

Pemeriksaan Lumbal Pungsi ( atas indikasi )

Pemeriksaan EKG (atas indikasi)

IX.NASIHAT DI RUMAH

1. Jika anak sakit, segera berobat ke Pusat Pelayanan Kesehatan terdekat.

2. Selalu siap sedia termometer, obat penurun panas dan obat anti kejang

(diazepam) per rectal di rumah.

3. Bila anak demam, segera beri obat penurun panas dan dikompres air hangat di

bagian lipat paha dan lipat ketiak.

4. Bila anak kejang, jangan panik, longgarkan pakaian anak, beri diazepam melalui

dubur anak dengan posisi anak terlentang miring. Bila tidak berhenti, segera bawa

ke Rumah Sakit terdekat.

TINJAUAN PUSTAKA

STATUS EPILETIKUS

DEFINISI

Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefenisikan

sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 23: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30

menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten

atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus

dipertimbangkan sebagai status epileptikus.

ETIOLOGI

Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak dengan

suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak

mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak,

menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau berhenti makan obat anti

kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak,

menghentikan penggunaan penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera

perinatal. Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin

mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak.

Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering menimbulkan

status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak. Penderita yang mempunyai

riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pcncctus tertentu. Umumnya karena

tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain

yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain.

PATOFISIOLOGI

Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah

kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori:

glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau

mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.

Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:

1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 24: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Pelepasan adrenalin dan noradrenalin

Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme

Hipertensi, hiperpireksia

Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat

2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak

Depresi pernafasan

Disritmia jantung, hipotensi

Hipoglikemia, hiponatremia

Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC

Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia, hipoksemia,

trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%)

GEJALA KLINIS

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 25: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Pada SE konvulsivus manifestasi klinis dapat diikuti perkembangannya melalui

stadium – stadium sebagai berkut .

1. Pre status : suatu fase sebelum status yang ditandai dengan meningkatnya serangan

– serangan kejang sebelum menjadi status . penanganan yang tepat pada fase ini

dapat mencegah terjadinya SE

2. Early status : 30 menigt pertama , dimana aktivitas serangan konvulsiv terus

menerus bersamaan dengan aktivitas serangan kejang elektrografik. Gangguan

metabolik akibat status epileptikus merupakan mekanisme homeostasis .

3. Established status : yang berlangsung dari 30 – 60 menit , yang mana pada awalnya

mekanisme homeostasis gagal melakukan kompensasi dan terjadilah perubahan –

perubahan dan gangguan sistemik pada fungsi vital tubuh .

4. Refracter status : jika kejang berlangsung > 60 menit , meskipun telah mendapatkan

terapi adekuat dengan obat – obatan anti konvulsan lini pertama

5. Substle status / super refrakter status : akan muncul jika serangan terus belangsung

selama berjam jam . ditandai dengan aktivitas motorik berkurang secara bertahap ,

penderita koma dengan aktivitas motorik menjadi terbatas, dapat berupa gerakan –

gerakan halus ( twitching ) sekita mata dan mulut . perubahan ini bersamaan dengan

perubahan – perubahan gambaran EEG menjadi flat diantara letupan-letupan

epileptiform ( burt – suppresion pattern ).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Lumbal pungsi

Proses inflamasi maupun infeksi dapat menyebabkan kejang melalui mekanisme

perangsangan langsung pada SSP , seperti pada meningitis dan ensefalitis maupu

proses sistemik lain yang berdampak pada SSP . sampai saat ini pemeriksaan LP tidak

rutin dikerjakan pada SE , direkomendasikan pada pasien SE yang memiliki

manifestasi klinis infeksi SSP .

2. Elektroensefalografi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 26: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

EEG sangat berperan untuk menunjukan truc dari suatu kejang di area tertentu otak .

membedakan kejang umum dan kejang parsial / fokal sangatlah penting oleh karena

berkaitan dengan pemilihan obat anti konvulsan .pemeriksaan EEG pada SE

tergantung pada kecurigaan etiologi .

3. Pencitraan

Pencitraan hanya dilakukan jika ada kecurigaan kelainan anatomis otak dan

dikerjakan jika kondisi telah stabul dan SE telah dapat diatasi . CT- Scan dan MRI

dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik bersifat sementara maupun

kejang fokal sekunder.

PENATALAKSANAAN

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 27: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

KOMPLIKASI

Asidosis

Hipoglikemia

Hiperkarbia

Hipertensi pulmonal

Edema paru

Hipertermia

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 28: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Gagal ginjal akut

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Edema otak

Aspirasi Pneumonia

STATUS KONVULSIVUS

DEFINISI

Status konvulsivus adalah kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30 menit atau

kejang berulang selama lebih dari 30 menit; selama kejang pasien tidak sadar .

HIPERPIREKSIA

DEFINISI

Demam adalah kenaikan suhu badan di atas 38oC. Hiperpireksia adalah suatu

keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41,1oC atau 106oF (suhu rektal).

ETIOLOGI

Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum

penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun

keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di

lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan,

sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya.

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekakatan masalah. Untuk

kepentingan diagnosis, demam dapat diklasifikasikan menurut WHO menjadi 3

kelompok, yaitu:

a. Demam kurang dari 7 hari

b. Demam lebih dari 7 hari

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 29: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

c. Demam dengan ruam

Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang

berlangsung kurang dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam

yang bersifat non infeksius memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan

setelah kemungkinan infeksi dapat disingkirkan.

Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah:

a. Bayi dengan imunokompromais

b. Adanya intravenous cateter

c. Telah dilakukan splenektomi

d. Demam lebih dari 400C, adanya demam dengan fluktuasi durnal, menggigil

e. Adanya fokus yang jelas

f. Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab, misalnya

infeksi saluran kemih, malaria, dll

g. Leukositosis

h. Demam yang pendek

i. Respon membaik yang cepat dengan pemebrian antibiotik

Faktor yang tidak mendukung diagnosis demam disebabkan karena infeksi:

a. Anamnesa (contohnya setelah imunisasi)

b. Persisten atau demam yang rendah

c. Berkaitan dengan pruritic rash, multiple joint involvement

d. Kultur bakteri negative pada darah, feses, urin, dan LCS

e. Tidak ada menggigil dan pola diurnal demam

f. Disingkirkan adanya infeksi secara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan

laboratorik

g. Demam tidak berespon terhadap antibiotik tetapi berespon terhadap

steroid

h. Tidak ditemukan adanya leukositosis dan shift to the left

Meskipun sebagian besar penyebab demam infeksius adalah virus (>80%),

namun 10-20% demam infeksius dapat disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu

harus dapat dibedakan antara demam yang disebabkan oleh virus dan bakteri,

sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 30: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Tabel 2. Gambaran klinis infeksi virus dan infeksi bakteriGambaran klinis yang meningkatkan

kemungkinan infeksi virus

Gambaran klinis yang

meningkatkan kemungkinan infeksi

bakteri

Banyak organ terlibat pada waktu yang

sama, sering pada traktus respirasi atas

Umumnya terlokalisasi

Ada riwayat kontak dengan orang yang

memiliki gejala yang sama

Demam tinggi (>390C), durasi >3hari

Penampakan baik, interaksi dengan orang

tua tidak terganggu

Irritable, letargi, terlihat “toxic”

CRP dan leukosit normal atau menurun.

Limfositosis, trombositopenia.

CRP dan sel darah putih meningkat

Penurunan sitokin Sitokin meningkat

Procalcitonin normal Procalcitonin tinggi (>1,2ng/ml)

PATOFISIOLOGI

Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis

pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan

senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari

produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri Gram negative

memproduksi pirogen eksogen berupa polisakarida yang disebut pula sebagai

endotoksin. Bakteri Gram positif tertentu dapat pula memproduksi pirogen

eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen

menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen

endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam

tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 31: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1β, interleukin-1,

interleukin-6), tumor necrosis factor (TNF-α, TNF-β) dan interferon.

Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu

lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system

sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan reseptor,

akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya

akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh

enzim siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE2. Di dalam pusat pengendalian

suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain

sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu

tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh

yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas

untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi

aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh

meningkat atau terjadi demam.

KLASIFIKASI DEMAM

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis

masalah. Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut,

subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs. Di bawah ini

memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek

pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.

Tabel 4. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Klasifikasi Penyebab tersering Lama demam pada umumnya

Demam dengan localizing signs

Infeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa localizing signs

Infeksi virus, infeksi saluran kemih

<1minggu

Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis

>1 minggu

Tabel 5. Definisi istilah yang digunakan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 32: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Istilah Definisi

Demam dengan localization

Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization

Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia

Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam bila secara

klinis faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak diketahui secara spesifik.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:

a. Pemeriksaan awal

Darah rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis lekosit

b. Pemeriksaan atas indikasi

Kultur darah, urin atau feses, pengambilan cairan serebro spinal, toraks foto

TATALAKSANA

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 33: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

a. Pendinginan eksternal (external cooling)

Untuk menurunkan suhu tubuh dikenal juga metode pendinginan

secara fisik, antara lain dengan mengurangi aktifitas dengan bed rest. Hal ini

karena aktivitas fisik dapat meningkatkan suhu. Yang kedua dengan

menggunakan pendinginan eksternal, antara lain:

Kompres alcohol, sudah mulai ditinggalkan, karena bias menyebabkan

terjadinya hipoglikemi dan koma

Kompres air dingin, menyebabkan vasokonstriksi yang justru akan

meningkatkan panas. Selain itu juga membuat anak tidak nyaman.

Kompres panas, menyebabkan anak merasa tidak nyaman

Menyeka (sponging) dengan air hangat kuku (27-340C) . Cara ini yang

paling sering digunakan karena nyaman bagi anak dan akan lebih cepat

menurunkan demam.

Kombinasi antara menyeka air hangat dan pemberian antipiretik

dipertimbangkan jika demam >400C dan setelah 1 jam pemberian antipiretik

tidak memberikan hasil. Penyekaan selama 30 menit memberikan hasil

penurunan suhu yang baik.

b. Antipiretik

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di

hipotalamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini

tercapai dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada

sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis prostaglandin dapat

menginduksi demam, PGE2 merupakan mediator demam terpenting.

Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respon fisiologi , termasuk

penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit serta

peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi dan

penguapan. Sebagian besar antipiretik dan obat anti-inflamasi non-steroid

menghambat efek PGE2 pada reseptor nyeri, permeabilitas kapiler dan

sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi tanda klasik inflamasi.

Prostaglandin juga mengakibatkan bronkodilatasi dan mempunyai efek

penting pada saluran cerna dan medulla adrenal. Oleh karena itu, efek

samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna dan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 34: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai

normal, tidak mengurangi lama episode demam atau mempengaruhi suhu

normal tubuh. Efektivitas dalam menurunkan demam bergantung kepada

derajat demam ( makin tinggi suhunya, makin besar penurunannya ), daya

absorbsi dan dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme

pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung.

Indikasi pemberian antipietik jika ada resiko terjadinya kejang demam

atau pasien memiliki riwayat kejang demam. Pertimbangkan pemberian

antipiretik jika ada kemungkinan anak tidak mampu mengkompensasi

kenaikan suhu tubuh. Misalnya pada pasien demam dengan kelainan

neurologis nyata, sepsis, gangguan jantung, gangguan system respirasi, serta

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Alasan pemberiannya adalah

atas dasar pertimbangan konsekuensi gangguan metabolic dan akibat

merugikan dari penyakit di atas. Indikasi ersering pemberian antipiretik

adalah untuk membuat pasien merasa nyaman dan untuk penilaian seberapa

serius penyakit anak yang lebih akurat. Selain mengurangi ketidaknyamanan

anak juga mengurangi kecemasan orang tua. Dalam praktek sehari-hari,

umumnya antipiretik diberikan jika suhu tubuh melebihi 38,50C.

Obat antipiretik dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu

paraaminofenol, derivate asam propionate, salisilat, dan asam asetik.

1. Paraaminofenol (Paracetamol)

Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin.

Saat ini 34aracetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai

antipiretik dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak, tetapi

tidak punya efek anti inflamasi. Obat ini tersedia dalam sediaan sirup

atau eliksir dan supositoria. Sediaan supositoria merupakan cara

alternative bila obat tidak dapat diberikan per oral, misal anak muntah,

menolak pemberian cairan, mengantuk atau tidak sadar.

Beberapa penelitian menunjukan efektivitas yang setara antara

34aracetamol oral dan supositoria. Parasetamol juga efektif menurunkan

suhu dan efek samping yang lain yang berasal dari pengobatan dengan

sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 35: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

infeksi. Dosis yang biasa dipakai 10 – 15 mg/kgBB direkomendasikan

setiap 4 jam. Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan

suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6jam. Bentuk sediaan

dari paracetamol adalah tablet 500mg, forte tablet 650mg, sirup

160mg/5mL, dan drops 1mg/mL.

Setelah pemberian dosis terapeutik 35aracetamol, penurunan

demam terjadi setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan

demam akan rekurens 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma

dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat

tinggi akan mengurangi absorbsi sehingga menghalangi penurunan

demam. Dengan penurunan demam, aktivitas dan kesegaran anak akan

membaik, sedang rasa riang dan nafsu makan belum kembali normal.

Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam

dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati

( meskipun metabolit aktif adalah asetanilid dan fenasetin ) maupun

koagulopati. Dosis maksimal adalah 2,6 gram/hari.Toksisitas terjadi

apabila anak makan melebihi dosis recomendasi yaitu lebih dari 10-15

mg/kgBB. Parasetamol berikatan dengan protein secara minimal,

sehingga dieliminasi oleh tubuh dengan cepat. Organ utama yang terkena

jika keracunan 35aracetamol adalah hepar.

Tatalaksana keracunan paracetamol :

Lakukan sesegera mungkin pengosongan lambung dalam 24 jam

pertama

Untuk mengurangi absorpsi dapat digunakan activated charcoal

Karena paracetamol mempunyai efek antidiuretik ringan maka

forced diuresis tidak dianjurkan dan bila terjadi overhidrasi akan

menyebabkan retensi cairan.

N-asetil-sistein merupakan antidotum yang beraksi dengan

mengubah penyimpanan 35aracetam dan menghasilkan

35aracetam substitusi. Dosis 300mg/kgBB, IV selama 20 jam

( diberikan dalam waktu 24 jam setelah pemberian paracetamol ).

Dilaporkan obat ini cukup efektif bila diberikan 140 mg/kgBB per

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 36: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

oral dilanjutkan 4 jam kemudian 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai

17 dosis

2. Derivat Asam Proprionat

Ibuprofen adalah suatu 36araceta asam propionat yang

mempunyai kemampuan antipiretik, analgesic, dan anti inflamasi.

Seperti antipiretik yang lain dan NSAID ( non steroid anti

inflammatory drug ), ibuprofen beraksi dengan memblok 36araceta

PGE2 melalui penghambatan siklooksigenase. Obat ini diserap

dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum

dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik ( sekitar 10

mg/l )dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan

suhu tubuh 2°C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan

lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama

dibandingkan dengan dosis setara 36aracetamol. Onset antipiretik

tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang

lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling

banyak dipakai setelah 36aracetamol oleh karena sifat efikasi

antipiretiknya, tersedia dalam sediaan sirup dan keamanan serta

tolerabilitasnya. Bentuk sediaannya adalah tablet 200mg dan 400mg,

suspensi 100mg/5mL, forte suspensi 200mg/5mL.

Efek anti inflamasi serta analgesic ibuprofen menambah

keunggulan dibandingkan dengan 36aracetamol dalam pengobatan

beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan demam.

Pemberian sitokin ( missal GM-CSF ) seringkali menyebabkan demam

dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi

efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan

pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang

luas. Efek samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri

perut, diare, nyeri kepala, pusing, ruam pada kulit pada dosis 5-10

mg/ kgBB. Dosis maksimal adalah 40mg/kgBB/hari atau

2,4gram/hari.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 37: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

3. Salisilat

Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik

analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Dalam

penelitian perbandingan antara aspirin dan 37aracetamol dengan

dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektifitas

antipiretik yang sama, tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgetik.

Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan

aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy

of Pediatrics berkesimpulan pada tahun 1982 bahwa aspirin tidak

dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan

kemungkinan influenza. Tetapi aspirin masih digunakan secara luas

terutama di negara berkembang. Kekurangan utama dari aspirin

adalah tidak stabil dalam bentuk larutan ( oleh karena itu hanya

tersedia dalam bentuk tablet ) dan efek samping lebih tinggi

daripada 37aracetamol. Adapula peningkatan insiden interaksi

dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral ( menyebabkan

peningkatan resiko perdarahan ), metoklopromid dan kafein

( menyebabkan peningkatan daya serap ) dan natrium valproat

( menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat ).

Pemberian aspirin pada kelompok beresiko harus dihindarkan, yaitu :

Infeksi virus, khususnya infeksi saluran nafas bagian atas atau

cacar air. Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye.

Defisiensi glukosa 6-phosphat dehidrogenase ( G6PD ), aspirin

dapat menyebabkan anemia hemolitik

Anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced

sensitivity berupa mengi, urtikaria, pilek atau angioedem. Aspirin

dapat menghambat sintesis, yang akan mempengaruhi efek

dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan

pembentukan leukotrin pada keadaan aspirin-induced asthma.

Leukotrien adalah konstriktor yang poten terhadap otot polos

saluran napas

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 38: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien

yang tendensi untuk mengalami pendarahan, aspirin dapat

menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversible.

Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20

mg/100ml umummya dianggap sebagai efek samping, sedangkan

gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan.

Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua

kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung

terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin

pada organ-organ terkena.

4. Antipiretik steroid

Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat

pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan

demam atau bebas demam dalam respon terhadap infeksi, seperti

sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari

setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan

pengurangan produksi Interleukin-1 (IL-1) oleh makrofag

( menyebabkan terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang

sedang berjalan ), supresi aktivitas limfosit dan respon inflamasi local

dan menghambat pelepasan prostaglandin. Pemakaian steroid harus

kita hindari, karena dapat menutupi gejala demam sementara

memungkinkan infeksi untuk menyebar kecuali bila kemungkinan

infeksi sudah disingkirkan dan penyakitnya bersifat inflamasi yang

dapat menimbulkan cacat atau kematian.

Obat antipiretik lain seperti derivate pirazolon (dipyrone)

mempunyai efek agranulositosis. Obat ini sudah tidak dianjurkan lagi

penggunaannya.

Obat antipiretik untuk anak idealnya memiliki karakteristik sebagai

berikut:

Bisa menurunkan suhu secara cepat paling sedikit 1oC

Sediaan sirup atau supositoria

Toksisitas rendah jika terjadi overdose

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 39: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Kejadian interaksi dengan obat lain endah

Kontraindikasi jarang pada pemberian dosis pediatric

Murah dan mudah didapatkan

Dari pilihan diatas, maka antipiretik yang ideal adalah golongan

aminofel, yaitu paracetamol, dan golongan asam propionate, yaitu

ibuprofen. Paracetamol bekerja lebih cepat 30menit dibandingkan

ibuprofen, namun efek antipiretik ibuprofen bertahan lebih lama.

Sehingga pemberian paracetamol dan ibuprofen secara berselang

seling tiap 4 jam lebih baik daripada pemberian paracetamol atau

ibuprofen saja.

c. Antibiotik

Anak dengan demam pada umumnya tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik

dipertimbangkan diberikan jika:

Adanya gejala lokal yang diduga disebabkan oleh bakteri

Semua neonates atau anak yang tampak toksik

Anak usia <36bulan tanpa gejala lokal dengan demam >400C

Anak demam tanpa gejala lokal dengan hasil laboratorium darah dan

urine abnormal.

Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup bakteri yang paling

sering dijumpai, atau berdasar hasil kultur dan uji sensitifitas dari darah.

Antibiotik yang sering digunakan adalah ceftriakson . Dosis ceftriakson untuk

bayi 25-50mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 125 mg/hari. Dosis untuk

anak 50-70mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan tidak melebihi 2

gram/hari.

Anak yang terkena demam, tidak harus dirawat di rumah sakit. Bayi

dan anak yang perlu dipertimbangkan rawat inap di rumah sakit antara lain:

a. Neonates

b. Terlihat toksik

c. Ada riwayat demam tanpa sebab yang jelas atau berkepanjangan

d. Ada gejala infeksi bakteri serius

e. Ada nyeri abdomen dan diare berdarah

f. Ptechiae pada kulit

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 40: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

g. Demam >400C, terlebih lagi tanpa gejala lokal

h. Demam disertai kejang untuk pertama kalinya

i. Takipnea, merintih, ruam

j. Nyeri kepala berat yang disertai muntah terus menerus

k. Leukosit >20.000 atau CRP yang tinggi

l. Hasil urinalisis menunjukkan ISK

m. Jika orang tua nampak tidak dapat diandalkan, atau diragukan

kesanggupan untuk datang kontrol

Edukasikan kepada orang tua untuk membawa anaknya kembali ke

dokter jika terdapat tanda-tanda berikut:

a. Muntah dan diare

b. Nyeri telinga

c. Demam hilang timbul lebih dari 7 hari

d. High pitch cry

e. Hilang nafsu makan

f. Pucat

g. Kejang

h. Nyeri kepala hebat

i. Ruam kulit

j. Nyeri dan pembengkakan sendi

k. Kaku kuduk

l. Ubun-ubun besar menonjol

m. Mengi atau sesak

n. Penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan Hiperpirexia

Hiperpirexia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,1 °C. Hiperpereksia sangat

berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan

metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya

anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya

tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu > 430 C dan kematian terjadi dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 41: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

beberapa jam bila suhu 430 C sampai 450 C. Penatalaksanaan pasien hiperpireksia

berupa:

1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.

2. Pakaian anak di lepas

3. Berikan oksigen

4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang

5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak

boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.

6. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB

(I.V).

7. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui

nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.

8. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.),

maksimal 10 mgr/kgBB.

GASTROENTERITIS

Definisi

Menurut WHO (1998) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali

sehari .Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang BAB-nya (buang air

besar) ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair

dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya, lazinnya 3 kali atau lebih dalam satu

hari (DINKES, 2006).

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi

tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya; dan berlangsung dalam

waktu kurang dari 2 minggu

Jenis - jenis diare secara klinik di bedakan tiga (3) yang masig-masing mencerminkan

pathogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam

pengobatannya.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 42: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Diare cair akut adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 7

hari dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering tanpa darah. Mungkin

disertai muntah atau panas. Diare cair akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila masukan

makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena diare.

Peyebab diare cair akut di Negara berkembang adalah : Eschericia coli enterotoxogenik,

Shigella, Campylobacter Jejuni, dan Crystoporidium . di beberapa tempat Vibrio cholera,

Salmonella, dan E.coli enteropatogenik. Diare melanjut adalah diare yang yang berlangsung

antara 7 sampai 14 hari.

Diare Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat di

mulai sebagai diare cair atau disentri. penyebab diare pada diare persisiten E.coli, Shigella,

dan Criptosporidium.

Diare kronik adalah diare yang diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan bukan

disebabkan oleh non bakterial seperti penyakit sensitive terhadap glutein dan gangguan

metabolism yang menurun.

Disentri adalah diare yang disertai darah pada tinja. Akibat terpenting disentri

adalah anoreksi , penurunan berat badan dengan cepat , dan kerusakan mukosa usus karena

bakteri invasi. Penyebab utama disentri adalah Shigella, dan Campilobacter jejuni. Yang

jarang adalah E.coli enteroinvasiv atau Salmonella. Entamoeba Histolytica dapat

menyebabkan disentri yang serius pada orang dewasa muda tapi jarang pada anak-anak.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 43: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Etiologi

Faktor infeksi

a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan penyebab utama diare)

i. Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmonela, shigella,

campylobacter, yersinia, aeromonas, dan sebagainya

ii. Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus,

astrovirus, daii lain-lain

iii. Infeksi parasite : cacing (ascaris), protozoa

(entamoeba histolytica, giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur

(candida albicans)

b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media

Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, brankopneumoma, ensefalitis, dan sebagainya

(sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)

Faktor Malabsorpsi

Malabsorbsi karbohidrat

Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa

Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa

Molabsorbsi lemak

Molabsorbsi protein

Faktor makanan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 44: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Makanan beracun

alergi terhadap makanan

Lain-lain

Imunodefisiensi

Gangguan psikologis (cemas dan takut)

Faktor-faktor langsung:

o KEP (Kurang Energi Protein)

o Kesehatan pribadi dan lingkungan

o Sosioekonomi

Patofisiologi

Diare adalah kehilangan banyak cairan elektrolit melalui tinja.Penyerapan air

terbanyak terjadi di usus, kolon memekatkan isi usus pada keadaan pada keadaan osmotik

tinggi.kelainan yang menggangu usus cenderung menyebabkan diare yang lebih banyak.

Sedangkan kelainan yang terjadi di kolon cenderung menyebabkan diare yang lebih sedikit.

Disentri dengan volume sedikit dan sering , tenesmus, rasa ingin buang air besar, dan tinja

betrdarah adalah gejala utama kolitis.

Dasar semua diare adalah gangguan transportasi larutan usus, perpindahan air melalui

membran usus berlangsung secara pasif dan ini di tentukan oleh aliran larutan secara aktif

maupun pasif terutama natrium dan klorida dan glukosa. Patomekanisme diare kebanyakan

dapat di jelaskan dari kelainan sekretorik, osmotik, motilitas, kombinasi dari hal tersebut.

Ada 3 prinsip mekanisme terjadinya diare cair sekretorik dan osmotik. Infeksi usus dapat

menyebabkan diare dengan 3 mekanisme tersebut. Diare sekretori lebih sering terjadi dan

keduanya dapat terjadi pada satu pasien .

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 45: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Gangguan sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit kedalam usus halus.

Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida oleh sel epitel

berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan yang mengakibatkan

kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hali ini menyebabkan

terjadinya dehidrasi. Pada infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada

mukosa usus oleh toxin bakteri seperti toxin Eschericia coli dan Vibrio colera atau rotavirus

Gangguan osmotik , mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati

air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus

dengan cairan ekstrasellular. Dalam keadaaan ini diare dapat terjadi apabila suatu bahan

yang secara osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan

isotonik, air, dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga

terjadilah diare .

Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare- Sebaliknya bila

peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya

dapat timbul diare pula.1,2

Sebagai akibat diare akan terjadi:

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan

keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)

2. Gangguan gizi bisa mengakibatkan penurunan berat badan dalam waktu yang

singkat oleh karena makanan sering dihentikan oleh orangtua karena takut

diare/muntah bertambah hebat. Walaupun susu diteruskan sering diencerkan dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 46: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

waktu yang lama. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi

dengan baik karena adanya hiperperistaltik

3. Gangguan sirkulasi darah akibat diare dengan/tanpa muntah-muntah dapat terjadi

syok hipovolemik. Hal ini menyebabkan perfusi jaringan berkurang dan dapat

menyebabkan hipoksi.

Manifestasi Klinis

Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang

kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama

berubah kehijauan karena bercampur dengan, Daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet

karena sering deflkasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama

diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena

lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila

kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala dehidrasi mulai

tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput

lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila berdasarkan terus berlanjut, akan terjadi

renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah

dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun,

karena kurang cairan, deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik

pasien akan tampak pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 47: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 48: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Derajat Dehidrasi

Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :

Kehilangan BB

2. Dehidrasi ringan ; menurun BB 0 - 5%

3. Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%

4. Dehidrasi berat : menurun BB > 10%

PENILAIAN A B C

Lihat

Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu,lunglai, tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa Haus Minum Biasa, Tidak haus

*Haus ingin minum banyak

*Malas minum atau tidak bias minum

Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat

Derajat Dehidrasi TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Bila ada 1 tanda* + 1 atau lebih tanda lain

DEHIDRASI BERAT

Bila ada 1 tanda* + 1 atau lebih tanda lain

Terapi Rencana Terapi A Rencana terapi B Rencana C

Pemeriksaan Penunjang

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 49: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Feses makroskopik (warna, konsistensi, darah(-/+), lendir (-/+) )

Mikrokopik (leukosit, kista, telur cacing, )

Darah (darah rutin, GDS, elektrolit.)

Diagnosis banding

Diare Akut

Diare Persisten

Diare Kronik

Disentri

Pemeriksaan fisik

Tanda dan gejala tanpa dehidrasi atau,

Tanda dan gejala dehidrasi ringan sedang atau,

Tanda dan gejala dehidrasi berat dengan atau tanpa syok

Dapat disertai atau tidak tanda dan gejala gangguan keseimbangan elektrolit dan

atau gangguan keseimbangan asam basa.

Laboratorium

Feses : dapat disertai darah atau lender

PH asam diare osmotic

Leukosit > 5 / LPB - disentri

ELISA (bila memungkinkan untuk etiologi virus)

Darah : Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa.

Komplikasi

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 50: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

2. Renjatan hipovolemik

3. Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, takikardia

1. Hipoglikemi

2. Kejang, yang biasanya disebabkan oleh hipogloikemik, hiponatremi,

hipernatremia.

3. Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik) 2

Tatalaksana

a. Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan

memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan

seperti air tajin , kuah sayur, air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah

tangga yang dianjukan , berikan air matang.

Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :

Kebiasaan setempat dalam mengobati diare

Tersedianya cairan sari makanan yang cocok

Jangkauan pelayanan Kesehatan

Tersedianya oralit

b. Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke

petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan

tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera

diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral

c. Memberi makanan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 51: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita

terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat

badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak

yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula

diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang

telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna

sedikit sedikit tetapi sering Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra

diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

d. Mengobati masalah lain

Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka

diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak

ada Obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.

Tentukan Derajat Dehidrasi

RENCANA TERAPI A

UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH

PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI

4. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi

Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan

oralit,makanan yang cair (seperti sup, air tajin ) dan kalau tidak ada air matang.

Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak dibawah (catatan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5113 Mei 2013- 20 Juli 2013

GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :

Teruskan mengobati anak diare dirumah Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

Page 52: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik

diberi oralit dan air matang dari pada makanan yang cair ). Berikan larutan ini

sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti dibawah. Teruskan

pemberian larutan ini hingga diare berhenti 5

5. Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi

Teruskan ASI, Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan,

untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat , dapat diberikan

susu,

Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat:

o Berikan bubur bila mungkin dicampur dengan kacanf-kacangan, sayur,

daging atau ikan , tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi

o Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan kalium

o Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk makanan

dengan baik

o Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari

o Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan diberikan porsi

makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu

6. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau

menderita sebagai berikut :

Buang Air besar cair lebih sering

Muntah berulang-ulang

Rasa haus yang nyata

Makan atau Minum sedikit

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 53: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Demam

Tinja berdarah

Tunjukan kepada ibu cara mencampur oralit

Berikan sesendok the tiap 1-2 menit untuk usia < 2 tahun

Berikanlah beberapa gelas untuk anak yang lebih tua

Bila anak muntah tunggulah 20 menit. Kemudian berikan caiaran lain untuk

mendapatkankan tambahan oralit.

Komposisi Formula WHO (200 ml)

Na Klorida (garam ) : 0,7 g

Glukosa : 4 g

Atau

Sukrosa (gula biasa) : 8 g

Trisodium sitrat dihidrat :0,5 g

K Klorida : 0,3 g

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Usia Jumlah Oralit yang diberikan tiap

BAB (ml)

Jumlah Oralit yang di sediakan di

rumah ((ml/hari)

<1 50 – 100 400 (2 bungkus)

1 – 4 100-200 600-800 (3-4 bungkus)

> 5 200-300 800- 1.000 (4-5 bungkus)

Dewasa 300-400 1.200- 2600

Page 54: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

RENCANA TERAPI B

UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG

Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian kemudian pilih rencana

terapi a , b atau c untuk melanjutkan terapi

Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang anak

biasanya kemudian mengantuk dan tidur

Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B , tetapi

tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A

Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C

Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B

Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah

Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam rencana terapi

A

Tunjukkan cara melarutkan oralit

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5413 Mei 2013- 20 Juli 2013

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA

ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita ( kg ) dengan 75 ml

Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit

sesuai tabel dibawah ini

Umur Umur < 1 Tahun 1 – 4 Tahun > 5 Tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah

Bujuk ibu untuk meneruskan ASI

Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini

Page 55: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah

Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti

Memberi makan anak sebagaimana biasanya

Membawa anak ke petugas kesehatan.

RENCANA TERAPI C

UNTUK DEHIDRASI BERAT

Tatalaksana Nutrisi Pada Diare

Perlu bimbingan ibu-ibu untuk tentang cara pemberian cara pemberian makanan yang

aik pada anak, mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare

dan membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana

gizi diare yang benar:

Menilai status gizi

Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Mulai diberikan cairan IV bila penderita bisa minum segera berikan oralit. Sewaktu cairan

IV di mulai beri 100 ml/kgBB

Umur Pemberian 30 ml/kgBB (jam )

Pemberian 70 ml / kgBB

(jam)

< 1 tahun 1 jam 5 jam

1 tahun ½ jam 2 ½ jam

Di ulangi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba

Nilai lagi penderita 1-2 jam bila nadi belum teraba percepat tetesan intravena

Berikan oralit 5ml/kgBB. Kemudian nilai kembali. Dan pilih rencana terapi yang sesuai.

Page 56: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak lanjutnya.

Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.

Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi

diperbolehkan sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan untuk

menambah larutan oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila timbul

dehidrasi maka pemberian susu harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6 jam dan

kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak bila anak berumur 4 bulan atau lebih sudah

bisa menerima makanan lunak, makanan ini harus di teruskan. Bayi umur 6 bulan atau

lebih harus mulai di berikan makanan lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul

dehidrasi makanan ini harus di hentikan 4 – 6 jam untuk rehidrasi untuk kemudian di

lanjutkan lagi. Paling tidak separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi kecil

tetapi sering (6 kali atau lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan dalam

penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari selama 5

hari dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi, serta durasi

penyakit diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu kesakitan, dengan

meningkatkan respon imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai substansi penting dalam

antimikroba dan menyeimbangan jumlah mikroba diusus. Angka penguranga dari

frekuensi defekasi secara drastis dalam <3 hari terdapat pada kelompok yang

memeperoleh probiotik dengan kelompok kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat

dan durasi yang lebih pendek pada kelompok probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga

mengalami hasil yang signifikan pada kelompok probiotik.5,8

Pencegahan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 57: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Air minum yang bersih dari sumber air yang terjaga kebersihannya dan dimasak.

Pengelolaan makanan yang dimasak dengan baik, untuk menghindari kontaminasi. Cuci

tangan dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan dan sebelum menyiapkan

makanan. Buang cepat tinja dengan cara memasukannya kedalam jamban atau menguburkan.

Berikan hanya ASI selama 4-6 bulan pertama, teruskan pemberian ASI paling sedikit 1 tahun

pertama. Berikan makanan sapihan yang bersih dan bergizi mulai usia 4-6 bulan. Anak usia > 9

bulan yang tidak menderita campak untuk imunisasi campak.

MENINGOENSEFALITIS VIRUS

DEFINISI

Proses radang akut yang melibatkan meningen, dan sampai tingkat yang bervariasi,

jaringan otak. In feksi ini relative lazin dan dapat disebabkan oleh sejumlah agen yang

berbeda .

ETIOLOGI

Walaupun agen etiologi spesifik tidak diketahui pada beberapa

keadaan ,pengalaman klinis dan penelitian menunjukan bahwa virus biasanya merupakan

penyebab pathogen yang menyebabkan ,menginat pola penyakit yang musiman .Enterovirus

menyebabkan > 80 % kasus .penyebab infeksi yang lazim adalah arbovirus dan herpes virus

PATOFISIOLOGI

Pada umumnya virus masuk system limfatik melalu penyebaran secara hematogen

dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut mulai terjadi multiplikasi dan

masuk aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ .pada stadium ini ( fase

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 58: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

ekstraneural ) terjadi demam ,sistemik , invasi SSS disertai dengan bukti klinis neurologis. HSV

-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson.

Kerusakan neurologis disebabkan oleh : (1) invasi langsung dan penghancuran

jaringan saraf oleh proses multiplikasi virus secara aktif . (2) reaksi hospes terhadap antigen

virus.

MANIFESTASI KLINIS

Mulainya sakit biasanya akut , ditandai dengan demam akut non spesifik bebrapa

hari . pada anak yang lebih tua didapatkan nyeri kepala dan hiperestesia. Pada bayi,

iritabilitas dan nyeri . nyeri kepala sering frontal atau menyeluruh . sering terjadi mual dan

muntah, nyeri di leher,punggung , kaki dan fotofobia. Ketika suhu naik ,tejadi penurunan

kesadaran .

SEPSIS

DEFINISI

Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan

infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap

infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur, atau protozoa,

dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi

tidak dapat dieliminasi sevara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme

pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi

sistemik. (Schexnayder, 1999).

ETIOLOGI

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 59: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu dan

berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan erat

dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus, kuman tersering

penyebba sepsis adalah E. coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A. Sedangkan

pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus

pneumonia, Haemophyllus influenza tipe B, Neisseria Meningitidins, Salmonella dan

Streptococcus spp.

PRESDIPOSISI

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada

anak adalah :

1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit kronik,

trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis

2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasif,

antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit.

(Budhiarso, 2000)

PATOGENESIS

Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis, yaitu

sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya sepsis

yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (#) Tahap disfungsi bekuan darah,

kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis digambarkan

dalam Skema 2.1

Skema 2.1 Patogenesis terjadinya sepsis

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 60: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Jejas atau infeksi

Inflamasi

Kerusakan dinding pembuluh darah

Ekspresi faktor-faktor jaringan

Pembentukan trombin

Aktivasi sistem koagulasi

Konsumsi cepat dari protein C

Defisiensi protein C aktif

Koagulasi

Penyumbatan mirovaskuler

Kerusakan jaringan

Disfungsi organ

Peningkatan PAI-1

Supresi Fibirinolisis

TAFIa teraktivasi

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Page 61: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Keterangan :

Tahap 1 : Inflamasi

Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom)

dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar, trauma, infeksi,

merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator yang

mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi,

proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung

dari organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus

toksik lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses

inflamasi (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF

dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi lapisan

dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta merangsang

pelepasan modulator inflamasi lainnya.

Tahap 2 (Koagulasi)

Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh

manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan, yang

merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk

bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu protein

yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan

abnormal.

Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Kematian

Page 62: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui

serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan

darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut

fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini

akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital,

menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia

yang berperan adalah :

- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis

- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor)

- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu : inhibitor

utama PAI-1)

Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan proses

yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis. Protein

C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat proses pembekuan

darah, terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C

teraktivasi biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar thrombomodulin (yang

diperlukan untuk konversi protein C menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun.

Penurunan kadar protein C teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien

sepsis. (Paterson, 2008; Powell, 2000; Sareharto 2007)

KLASIFIKASI

Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Sepsis berat

Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau ≥ 2 disfungsi organ

lain

2. Syok septik

Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler

Tabel 2.1. Kriteria Disfungsi Organ

Kriteria disfungsi organ

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 63: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Disfungsi kardiovaskuler

Meskipun pemberian bolus cairan intravena isotonis ≥ 40 ml/kg BB dalam 1 jam

- Penurunan tekanan darah (hipotermi) < persentil 5 th sesuai usia atau sistolik <

2 SD di bawah normal sesuai usia ATAU

- Membutuhkan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam rentang

normal (dopamine > 5 µg/kg/menit atau dobutamin, epinefrin, atau

norepinefrin pada berbagai dosis)

- Dua dari berikut ini :

Asidosis metabolic yang tak dapat dijelaskan: deficit basa > 5 mEq/L

Meningkatnya laktat arteri > 2 kali batas normal

Oliguria : urin < 0,5 cc/kgBB/jam

Pemanjangan cappilarry refill > 5 detik

Beda suhu core dan perifer > 3⁰C

Pernafasan

- PaO2/FiO2 < 300 tanpa adanya penyakit jantung sianotik atau penyakit paru

sebelumnya ATAU

- PaCO2>65 torr atau 20 mmHg di atas PaCO2 normal ATAU

- Dibutuhkan FiO2>50% untuk menjaga saturasi di atas 92% ATAU

- Membutuhkan ventilasi mekanik non elektif invasive atau non invasive

Neurologi

- Glasgow Coma Scale ≤ 11

- Perubahan akut pada status mental dengan penurunan GCS ≥ 3 poin dari

keadaan abnormal

Hematologi

- Hitung trombosit < 80.000/mm3 atau penurunan 50% hitung trombosit dari

nilai tertinggi yang dicatat dalam 3 hari terakhir (untuk pasien

hematologi.onkologik kronik) ATAU

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 64: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Ginjal

- Serum kreatinin ≥ 2 kali batas atas normal sesuai usia atau 2 kali lipat

peningkatan dari kreatinin awal

Hepar

- Bilirubin total ≥ 4 mg/dl (tidak untuk neonatus) ATAU

- SGPT 2 kali di atas batas normal sesuai usia

Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004

TANDA DAN GEJALA KLINIS

Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi dengan

ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :

a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C

b. denyut jantung > 90x/menit

c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit

d. PaCO2 < 32 mmHg

e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit < 4000

sel/mm3

f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, menggil,

demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang

dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal,

dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya.

Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat

langsung mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi organ

dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.

Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu,

distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan

aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang

abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan mottling,

sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan resistensi

vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti ptekie atau

pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan Pseudomonas

aeuruginosa.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 65: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang

mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis, gangrene,

oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan penyebab

gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk

terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal hati

akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan disfungsi

organ multiple.

Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau jarena

hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang

mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan juga

sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.

a. Sistem Respirasi

Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50% terjadi Acute

Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila disertai syok. 85%

membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali dengan adanya radikal

oksigen yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada

endotel kapiler paru. Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan

terjadinya edem alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang

kaya akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi

terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran membrane

dasar.

b. Sistem Kardiovaskuler

Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin proinflamasi.

Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap menyebabkan penurunan

resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang timbulnya syok pada sepsis.

Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang mneyebabkan penurunan volume

preload dan curah jnatung. Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya

takikardi. Namun demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti

menyebabkan depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi

adalah vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi

miokard.

c. Sistem Urinarius

Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan vasodilatasi oleh

sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan oleh

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 66: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis

dan glomerulonefritis.

d. Sistem Traktus Gastrointestinal

Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali

dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi

kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi klinis dari

hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas mukosa

yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan saluran cerna. Pada

penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian diet enteral dapat

mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya kerusakan barier mukosa

menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat lain dari

sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan

mekanis dari hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase

menandakan adanya kerusakan organ lain.

e. Sistem Hematologi

Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC menyebabkan

terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat adanya

pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari fibrinolisis

menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul adhesi dari

sel proinflamasi dan promosi dari kaskade sepsis. Petanda yang dijumpai adalah

kenaikan Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-

produk pemecahan fibrinogen. Pada penderita dengan ventilator mekanik yang

relative statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal.

(Paterson, 2008; Sareharto, 2007)

DIAGNOSIS

Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan

pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).

Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat

invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,

pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis hanya

berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan antibiotik

sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah. Ditemukan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 67: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah lanjut (severe

sepsis). (FK Undip, 2004)

1. Respon sistem inflamasi sistemik

SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik terhadap

berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka bakar) yang ditandai

dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)

b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur dalam

keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat jangka panjang

atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10 persentil sesuai umur tanpa

stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau penyakit jantung bawaan.

c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator mekanik

yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskuler atau

penggunaan anestesi umum.

d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari

kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.

2. Infeksi

Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan jaringan,

atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom klinis yang

berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi meliputi penemuan

positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test laboratorium (misalnya sel

darah putih pada cairan tubuh yang normal steril, perforasi usus, foto rongen dada

yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau purpura atau purpura

fulminan). (FK UNDIP, 2004)

Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable

laboratorium :

Tabel 2.2 Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah leukosit, dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi jantung,laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)

Kelompok usia Heart rate

Takikardi Bradikardi

Laju nafas

(x/menit)

∑leukosit

(x103/mm3)

tekanan sitolik

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6713 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 68: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

(mmHg)

0 hari-1 minggu > 180 < 100 > 50 > 34 < 65

1 minggu – 1bulan

> 180 < 100 > 40 > 19,5 atau < 5 < 75

1 bulan – 1 tahun

> 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5 < 100

2-5 tahun > 140 not applicable > 22 > 15,5 ataun < 6 < 94

6- 12 tahun > 130 not applicable > 18 > 13,5 atau < 4,5 < 105

13- < 18 tahun >110 not applicable > 14 > 11 atau < 4,5 < 117

Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit

b. GDS

c. CRP

d. Faktor koagulasi

e. Kultur darah berseri

f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left

g. Urinalisis

h. Foto thoraks

i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

j.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut

1. Early Goal Directed Therapy

EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid, pemberian

obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesuadh diagnosis

ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan

dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6813 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 69: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada

kristaloid.

2. Inotropik/vasopresor/vasodilator

Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan

mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan

pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine, maka dapat

diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah

jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah

perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan

pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan

apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik

meningkat disertai syok.

3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan,

inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.

4. Suplemen oksigen

Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat bermanfaat

pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena kapasitas residual

fungsional yang rendah.

5. Koreksi asidosis

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan

akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH > 7,15

dengan hipoperfusi.

6. Terapi antibiotik

Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan dan

pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas, maka

antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami perburukan,

status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan kuman

penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotik tergantung dari

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6913 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 70: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

berbagai hal antara lain dari : communityacquired disease atau pola infeksi di

wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita

dengan imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam

kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.

Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008 direkomendasikan

untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini mungkin, dalam waktu satu jam

setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa syok sepsis (1D).

Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang aktif melawan

semua kemungkinan patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi

yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang

dapat diberikan yaitu :

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan dengan

aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20 mg/kgBB/hari

iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari intravena

dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat gangguan fungsi

ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.

Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama

efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b- laktam dan

aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu yang dapat

mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki potensi

resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun, monoterapi tidak dapat

dipilih sebagai terapi antibiotik empiris secara universal. Pemilihan antibiotik empiris

bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar belakang pasien (termasuk

intoleransi obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah

sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan semua

kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua antibiotik dapat

memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang meningkatkan

aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau superinfeksi.

7. Sumber infeksi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7013 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 71: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement

jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

8. Terapi kortikosteroid

Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan fludorcortison

50 µg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian absolute sebanyak 15%.

Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septik pediatric adalah 1-2

mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris syok septik diikuti dosis

yang sama diberikan dalam 24 jam.

9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)

Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil <

1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.

10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :

a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,

fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin

b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.

c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-

laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam

melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dang

gangguan elektrolit.

11. Hemofiltrasi

Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan

mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki fungsi

granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki

koagulopati dan gangguan elektrolit.

12. Terapi Suportif

a. Profilaksis Stress Ulcer

Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.

b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7113 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 72: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai

kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah aktif,

riwayat perdarahan intraserebral.

c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis

Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia, sehingga

perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau gkujose 10% dalam

NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam batas normal.

d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ

Disfungsi paru

Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam positif end

expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps alveolus.

Disfungsi saluran cerna

Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau 2 hari

dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna, mencegah atrofi

mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan mempertahankan

hormone saluran cerna.

Disfungsi koagulasi

Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada perdarahan

pasca operasi yaitu sebagai berikut :

- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan

- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya perdarahan

- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan tindakan

operasi.

Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan

perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/

recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi organ

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7213 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 73: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin dipertahankan

dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)

Disfungsi renal

Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria. Hemofiltrasi venous

terbukti efektif pada syok septic meningococcuc. Pemberian dopamine dan

diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum terbukti. (FK UNDIP, 2004; Kumar

2009; Paul, 2009; Sareharto 2007)

KOMPLIKASI

Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon

syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis dapat

berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan disfungsi

organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi), multiple organ

disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada

kematian (Powell, 2000)

PROGNOSIS

Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman,

ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. Kematian karena

sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian mencapai 40-60% untuk

penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram negative. Tanda-tanda prognosis

buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia (<100.000/ul)

kadar fibrinogen rendah (< 150 mg/dl)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7313 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 74: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

ANALISA KASUS

1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Status Epileptikus berdasarkan:

Menurut anamnesis

Batuk berdahak dan pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Demam tinggi mendadak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Hal ini sesuai dengan bronkopneumonia, yaitu

Dari anamnesa ini dapat ditegakkan diagnosis status epileptikus

2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis hiperpireksia berdasarkan:

Anamnesis dan pemeriksaan fisik, suhu tubuh pasien saat masuk ke rumah sakit adalah

41˚C

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ini dapat ditegakkan diagnosa hiperpireksia

3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis diare akut dehidrasi sedang berdasarkan:

Anamnesis:

Ibu pasien mengaku bahwa saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien buang air

besar cair sebanyak 7x sehari, warna kekuningan, konsistensi cair, ada ampas,

jumlahnya ¼ gelas belimbing setiap BAB, tidak ada darah dan tidak ada lendir, tidak

nyemprot, dan bau khas.

Pasien juga mengalami muntah 1x setelah minum susu, muntah berisi susu yang

diminum, volume ¼ gelas belimbing, dan tidak ada darah.

Pasien tampak rewel kehausan, minum sedikit berkurang, frekuensi BAK berkurang

dari biasanya, 3x sehari, jumlah air kencing berkurang dari biasanya, dan nafsu makan

berkurang

Pemeriksaan fisik:

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7413 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 75: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Kesan umum: rewel, ada tanda dehidrasi (tampak kehausan mata cowong, bibir kering)

Status internus:

Mata: cowong (+/+)

mulut: bibir kering (+)

Abdomen : Membuncit, bising usus (+) meningkat, hipertimpani

Kulit : Turgor agak lambat

Ekstremitas :

Superior Inferior

CRT > 2”/ > 2” >2” / > 2”

Skor dehidrasi (Maurice King): 13

Hal ini sesuai dengan diare akut dehidrasi sedang, yaitu

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali  per

hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah

yang berlangsung kurang dari satu minggu. Mua l dan mun tah ada l ah simptom

yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena

o rgan i sme yang meng in feks i s a lu r an ce rna bag i an a t a s

Skor Maurice King

Bagian tubuh yang

diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

1 2 3

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Apatis, syok, koma

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7513 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 76: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Kulit Turgor normal Turgor agak lambat Turgor sangat

lambat

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Heart Rate 120 120-140 >140

Respiratory Rate 20-30 30-40 40-60

Mulut Normal Kering Kering dan sianosis

Skor: <7 : dehidrasi ringan

7-13 : dehidrasi sedang

>13 : dehidrasi berat

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ini dapat ditegakkan diagnosa diare akut dehidrasi

sedang.

DAFTAR PUSTAKA

BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Edisi III. Hal 64, Surabaya :

Rumah Sakit Dokter Soetomo, 2006.

Priguna Sidharta, M.D., Ph. D. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Hal 320 - 321,

Jakarta : PT Dian Rakyat, 2008.

Dr. Harsono, DSS. Kapita Selekta Neurologi, Edisi II. Hal 132, Yogyakarta : Gajah Mada

University Press, 2009.

owthey.blogspot.com/.../penatalaksanaan-status-epileptikus.html

www.kalbe.co.id/... StatusEpileptikus .../24_ StatusEpileptikus .html

www.pediatrik.com/isi03.php?page=htm

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7613 Mei 2013- 20 Juli 2013

Page 77: Case 3

LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)

Penatalaksanaan Demam pada Anak .2010

dr. Nia Kania, SpA., MKes

(http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/penatalaksanaan_demam_pada

_anak.pdf , diakses 7 Juni 2013)

Hiperpireksia pada anak .2013

Febrina Dwi Haryani (http://www.scribd.com/doc/134360776/hiperpireksia , diakses tanggal

6 Juni 2013)

Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,

penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders

Elsevier; 2011.h.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7713 Mei 2013- 20 Juli 2013