Case 3
Transcript of Case 3
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.S
Umur : 13 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat :
Nama Ayah : Tn. N
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Jawa
Nama ibu : Ny. K
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
No CM : 257643
Tanggal Dirawat : 19 Juni 2013
Bangsal : ICU
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 113 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
II. DATA DASAR
A. Anamnesa (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013
pukul 14.30 WIB di ruang ICU , didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : Demam , diare dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk Rumah Sakit
6 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anaknya
mencret, buang air besar 5x cair, ampas (-) , lendir (-) , darah (-) . Muntah
juga dikeluhkan ibu, anak masih mau minum susu walaupun sedikit.
4 hari sebelum masuk rumah sakit anak demam , panasnya mencapai
39,7 ° C .
1 hari SMRS pasien dibawa oleh orang tuanya ke dokter umum , dan
diberikan obat penurun panas dan obat diare .
Pagi hari SMRS, karena keadaan tidak membaik dan pasien terlihat sangat
lemas , ibu pasien memeriksakan pasien ke puskesmas dengan tujuan
ingin dipasang infus . pemasangan infus tidak berhasil karena pasien
kejang , kejang kurang dari 15 menit , sebelum kejang pasien sadar,
selama kejang pasien tidak sadar , mata mendelik ke atas , kejang terjadi
pada seluruh tubuh, tidak keluar busa dari mulut pasien . Saat
kejang ,pasien di berikan obat diazepam secara rectal oleh dokter
puskesmas. Oleh pihak puskesmas pasien dirujuk ke RSUD Kota Semarang
.
1 jam SMRS pasien kejang saat diperjalanan kejang berulang kurang dari
15 menit , sebelum kejang pasien sadar, selama kejang pasien tidak sadar.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Setelah masuk rumah sakit
Follow up Keterangan TTV
19 Juni 2013 Hari 0 dirawat di RS
Malam : Demam (+) , Kejang
(+) < 15 menit , spastik ,
berulang. Sesak (+)
BAK normal : BAB 2x cair ,
ampas (-) , berwarna kuning ,
lendir (-) , darah (-) .
CM / TSS
HR : 156 x/menit
RR : 48 x/menit
T : 39,8 °C
N : 1/ t cukup
20 Juni 2013 Hari 1 dirawat di RS
Demam (-), Kejang (+) < 15
menit , spastik . Batuk
berdahak (+) Sesak (+)
DC (+) , BAB 3x cair , ampas (-)
, berwarna kuning , lendir (-) ,
darah (-) .
Somnolen / TSB
HR : 154 x/menit
RR : 44 x/menit
T : 38,5 °C
N : 1/t cukup
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
21 Juni 2013 Hari ke-3
Demam (-) , Kejang (-) , Sesak
(+) , Batuk berdahak (+)
DC (+) , BAB 1x cair , ampas (-)
Somnolen / TSB
HR : 110 x/menit
RR : 46 x/menit
T : 36,6 °C
N : 1/t cukup
22 Juni 2013 Hari ke – 4
Kejang (-) , Batuk berkurang ,
Demam (-)
DC (+) , BAB 1x , ampas (+)
Somnolen / TSB
HR : 108 x/menit
RR : 32 x/menit
T : 35,8 °C
N : 1/t cukup
23 Juni 2013 Hari ke – 5
Kejang (-) , Demam (-)
BAK normal , BAB (-)
CM / TSS
HR : 110 x/menit
RR : 44 x/menit
T : 36,5 °C
N : 1/ t cukup
24 Juni 2013 Hari ke – 6
Kejang (-) , Demam (-), Badan
masih kaku .
BAK normal , BAB (-)
Apatis / TSS
HR : 120 x/menit
RR : 30 x/menit
T : 37,1 °C
N : 1/ t cukup
25 Juni 2013 Hari ke – 7
Mencret (-),demam (-) ,badan
masih kaku .BAK normal , BAB
(-)
Apatis / TSS
HR : 120 x/menit
RR : 40 x/menit
T : 36,4 °C
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
N : 1/ t cukup
26 Juni 2013 Hari ke-8
Kejang (-), Mencret (-),demam
(-)
BAK normal , BAB normal .
Apatis / TSS
HR : 120 x/menit
RR : 40 x/menit
T : 36 °C
N : 1/ t cukup
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan serupa
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Anak perempuan lahir dari ibu G2P1A0, hamil 39 minggu. Lahir secara
spontan, ditolong oleh bidan. Anak lahir langsung menangis, berat badan
lahir 3000 gr, panjang badan, lingkar kepala , dan lingkar dada ibu lupa.
Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Ibu secara teratur memeriksakan kehamilannya ke bidan setiap 2 bulan
sekali. Memasuki bulan ke 9 ibu memeriksakan 1 bulan 1x.
Ibu mendapatkan suntikan imunisasi TT sebanyak 1x selama masa kehamilan.
Ibu mendapatkan vitamin penambah darah dan tablet kalsium. Riwayat sakit
pada saat kehamilan disangkal. Riwayat perdarahan pada masa kehamilan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
disangkal. Riwayat minum obat-obatan dan jamu-jamuan selama masa
kehamilan disangkal.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeriksaan postnatal dilakukan di posyandu terdekat, imunisasi lengkap
sesuai jadwal, anak dalam keadaan sehat
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan anak
Pertumbuhan
Data Antropometri Saat
Lahir
Data Antopometri
Sekarang
Berat badan 3000 gr 9,4 kg
Panjang badan/tinggi badan - 53 cm
Perkembangan
o Senyum : ibu lupa
o Miring : ibu lupa
o Tengkurap : belum dapat
o Duduk : belum dapat
o Gigi Keluar : 11 bulan
o Merangkak : belum dapat
o Berdiri : belum dapat
o Berjalan : belum dapat
o Berlari : belum dapat
Saat ini anak berusia 13 bulan belum dapat tengkurap, duduk , merangkak ,
berdiri , berjalan dan berlari .
Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan terhambat .
Riwayat Makan dan Minum Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
ASI eksklusif dari lahir sampai usia 6 bulan
Sejak usia 6 – 12 bulan , sudah mulai ditambah dengan bubur susu
2x/hari, tetapi anak lebih menyukai ASI
Sejak usia 8 bulan , sudah mulai makan bubur susu .
Kesan : kuantitas dan kualitas makanan saat ini
Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Jumlah imunisasi Usia
BCG1x
1 bulan, scar (+) di lengan
kanan atas
Polio 4x Ibu lupa, sesuai KMS
DPT 3x Ibu lupa, sesuai KMS
Hepatitis B 3x Ibu lupa, sesuai KMS
Campak 1x 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar tidak dapat dievaluasi, ibu mengakui mengikuti imunisasi
lengkap sesuai dengan KMS
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu Pasien mengikuti program KB di bidan dengan jenis KB suntik
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta dengan penghasilan tidak
menentu ± Rp 1.000.000,-/bulan. Ibu tidak bekerja. Menganggung 2 orang anak.
Biaya pengobatan ditanggung jamkesmas.
Kesan : Sosial Ekonomi Kurang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Data Keluarga
Ayah/Wali Ibu/Wali
Perkawinan ke 1 1
Umur 23 tahun 18 tahun
Pendidikan Terakhir SD SLTP
Agama Islam Islam
Keadaan Kesehatan Sehat Sehat
Anak 1 Anak 2
Jenis kelamin Perempuan Perempuan
Cara persalinan, tempat
lahir, penolong
Spontan, Bidan Spontan, Bidan
BBL 2800 gram 3000 gram
Usia kehamilan 40 minggu 40 minggu
Penyulit - -
Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan
Kepemilikan rumah : Rumah sendiri
Keadaan rumah : Dinding rumah terbuat dari tembok, 2 kamar tidur,
kamar mandi di dalam rumah
Sumber air bersih : Air tanah, terdapat jamban keluarga, sumber air
minum dari air gallon isi ulang
Keadaan Lingkungan : Jarak antara rumah berdekatan, padat
B. Pemeriksaan Fisik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013 di ruangan ICU jam 14.30 WIB. Anak
perempuan usia 13 bulan, dengan berat badan 9400 gr dan tinggi badan cm.
Kesan umum : somnolen, tampak sakit berat
Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 120 x/ menit, isi, dan tegangan cukup.
Laju nafas : 30 x/ menit.
Suhu : 37,1 ° C (axilla)
Status Internus
Kepala : Bentuk kepala mesocephale
Mata : Konjungtiva pucat, pupil bulat, isokor, diameter 2 mm di kedua
mata, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif normal di
kedua mata .
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada sekret.
Telinga : Tidak ada discharge dari kedua telinga.
Mulut : Bibir tidak kering, bibir tidak sianosis, tidak ada trismus
Lidah : Bentuk dan ukuran normal.
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, terdapat detritus, mukosa faring
hiperaemis, tidak tampak jaringan granulasi.
Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening.
Thorax:
Paru
Inspeksi : Normothoraks, simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak tampak
retraksi dada.
Palpasi : Pemeriksaan stem fremitus dekstra dan sinistra tidak dapat
dilakukan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing.
Jantung
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis sulit dinilai.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Abdomen
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Bising usus positif normal.
Perkusi : Timpani.
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan.
Anorektal : Dalam batas normal
Anggota gerak : rajah tangan dan kaki sempurna
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin - /- - /-
Akral sianosis - /- - /-
Capillary refill < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis : 26 Juni 2013
PGCS (Pediatric Glasgow Comma Scale):
Eye 4 - mata
Verbal 2 - mengerang
Motor 5 - melokalisir nyeri
PGCS 11 (sopor)
Mata : pupil bulat isokor, diameter 2mm/2mm
Reflek cahaya langsung +/+
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1013 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Reflek cahaya tidak langsung (+/+)
Leher : kaku kuduk (-)
Nervus cranialis : sulit dinilai
Motorik Superior D/S Inferior D/S
Gerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus hipertonus/hipertonus hipertonus/hipertonus
Trofi eutrofi/eutrofi eutrofi/eutrofi
Reflek fisiologis +++/+ +++/+++
Reflek patologis -/- +/-
Klonus -/-
Sensibilitas : sulit dinilai
Vegetatif : BAB (+)
BAK (+)
Rangsang Meningeal :
- Kaku kuduk : ( - ), tidak terdapat tahanan.
- Brudzinsky I : ( - ), kedua tungkai tidak fleksi.
- Brudzinsky II : ( + ), tungkai lain fleksi.
- Kernig : ( - ), sudut lebih dari 135o, tidak nyeri dan tidak terdapat
hambatan
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab darah
Hematologi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1113 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
19 Juni 2013 20 Juni 21 Juni 22 juni 24 Juni
Hb 9,9 g/dl - 9,7 g/dl 8,7 g/dl
Leukosit 19.700 /mm5 - 15.100 /mm5 10.700/mm5
Trombosit 673.000/mm3 - 300.000/mm3 544.000/mm3
Ht 30,40 % - 30,00 % 27,50 %
GDS 173 mg/dl 94 mg/dl - 98 mg/dl
Natrium 132,0 mmol/L 136,0 mmol/L 132,0 mmol/L 131,0 mmol/L 132,0 mmol/L
Kalium 2,80 mmol/L 2,10 mmol/L 1.80 mmol/L 2,80 mmol/L 3,60 mmol/L
Calcium 1.20 mmol/L 1.14 mmol/L 1.00 mmol/L 1.02 mmol/L 1.09 mmol/L
Typhi O Negatif
Typhi H Negatif
Kesan Anemia,
leukositosis,
trombositosis,
hemokonsentrasi,
Hipokalemia Hiponatremia
Hipokalemia
Hipokalsemia
Hiponatremia
Hipokalsemia
Anemia
Pemeriksaan Faeces
FAECES
20 Juni 2013 30 Juni 2013
Makroskopik
Warna Kuning Kuning
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Konsistensi Cair Cair
Bau Khas Khas
Lendir Negative Positive
Darah Negative Negative
Mikroskopis
Protein Faeces Negative Negative
Karbohidrat Negative -
Lemak POS (+) 1 Negative
Eritrosit 1-2 0-1
Amoeba Negative Negative
Telur cacing Negative Negative
Leukosit 0-1 1-3
Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan foto thorax AP/LAT ( 21 Juni 2013 )
Kesan : Cor tidak membesar
Pulmo tidak tampak kelainan
2. Pemeriksaan CT-Scan Kepala tanpa kontras ( 22 juni 2013 )
Kesan : Tak tampak perdarahan dan massa intracranial
Tak tampak tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
D. Pemeriksaan Khusus
Data antropometri : anak perempuan, 13 bulan, berat badan 9,4 kg, tinggi
badan 63 cm.
Pemeriksaan status gizi dengan Z-Score :
WAZ =BB - median
= 9,4 – 14,2
= -1.46 SD ( gizi baik )SD 1,5
HAZ =TB – median
=53 – 94,5
= -1,57 SD ( normal)SD 3,5
WHZ =BB – median
=53 – 13
= -0,9 SD ( normal )SD
Kesan : Status gizi anak baik dan perawakan tubuh anak normal
III. RESUME
Pasien anak perempuan, usia 13 bulan, berat badan 9,4 kg dengan keluhan
utama kejang , diare dan demam .
Sebelum masuk Rumah Sakit
6 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anaknya
mencret, buang air besar 5x cair, ampas (-) , lendir (-) , darah (-) . Muntah
juga dikeluhkan ibu, anak masih mau minum susu walaupun sedikit.
4 hari sebelum masuk rumah sakit anak demam , panasnya mencapai
39,7 ° C .
1 hari SMRS pasien dibawa oleh orang tuanya ke dokter umum , dan
diberikan obat penurun panas dan obat diare .
Pagi hari SMRS, karena keadaan tidak membaik dan pasien terlihat sangat
lemas , ibu pasien memeriksakan pasien ke puskesmas dengan tujuan
ingin dipasang infus . pemasangan infus tidak berhasil karena pasien
kejang , kejang kurang dari 15 menit , sebelum kejang pasien sadar,
selama kejang pasien tidak sadar , mata mendelik ke atas , kejang terjadi
pada seluruh tubuh, tidak keluar busa dari mulut pasien . Saat
kejang ,pasien di berikan obat diazepam secara rectal oleh dokter
puskesmas.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Setelah masuk Rumah Sakit
Hari 0 perawatan , ruangan ICU
Keluhan : Demam (+) , Kejang (+) < 15 menit , spastik , berulang. Sesak (+)
BAK normal : BAB 2x cair , ampas (-) , berwarna kuning , lendir (-) , darah
(-) .
Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Compos Mentis
Tanda- tanda vital : HR : 156 x/menit , RR : 48 x/menit, Suhu : 39,8 °C ,
Nadi : 1/ t cukup
Hari 1 perawatan
Keluhan : Demam (-), Kejang (+) < 15 menit , spastik . Batuk berdahak (+)
Sesak (+) , DC (+) , BAB 3x cair , ampas (-) , berwarna kuning , lendir (-) ,
darah (-) .
Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen
Tanda- tanda vital : HR : 154 x/menit , RR : 44 x/menit , Suhu : 38,5 °C ,
Nadi : i/t cukup
Hari ke 2 perawatan
Keluhan : Demam (-), Kejang (+) < 15 menit , spastik . Batuk berdahak (+)
Sesak (+) , DC (+) , BAB 3x cair , ampas (-) , berwarna kuning , lendir (-) ,
darah (-) .
Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen
Tanda- tanda vital : HR : 154 x/menit , RR : 44 x/menit , Suhu : 38,5 °C ,
Nadi : i/t cukup
Hari ke 3 perawatan
Keluhan : Demam (-) , Kejang (-) , Sesak (+) , Batuk berdahak (+) , DC (+) ,
BAB 1x cair , ampas (-)
Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen
Tanda- tanda vital : HR : 110 x/menit , RR : 46 x/menit, Suhu : 36,6 °C
Nadi : 1/t cukup
Hari ke 4 perawatan
Keluhan : Kejang (-) , Batuk berkurang , Demam (-) DC (+) , BAB 1x , ampas
(+)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Keadaan umum dan kesadaran : TSB / Somnolen
Tanda- tanda vital : HR : 108 x/menit , RR : 32 x/menit , Suhu: 35,8 °C
Nadi : 1/t cukup
Hari ke 5 perawatan
Keluhan : Kejang (-) , Demam (-) , BAK normal , BAB (-)
Keadaan umum dan kesadaran :TSS / Compos Mentis
Tanda- tanda vital : HR : 110 x/menit , RR : 44 x/menit , Suhu: 36,5 °C
N adi : 1/ t cukup
Hari ke 6 perawatan
Keluhan : Kejang (-) , Demam (-), Badan masih kaku .BAK normal , BAB (-)
Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Apatis
Tanda- tanda vital : HR : 120 x/menit , RR : 30 x/menit , Suhu : 37,1 °C
N : 1/ t cukup
Hari ke 7 perawatan
Keluhan : Mencret (-),demam (-) ,badan masih kaku .BAK normal , BAB (-)
Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Apatis
Tanda- tanda vital : HR : 120 x/menit , RR : 40 x/menit , Suhu : 36,4 °C ,
Nadi : i/t cukup
Hari ke 8 perawatan
Keluhan : Demam (-),Kejang (-), BAK normal , BAB (-)
BAK normal , BAB normal Keadaan umum dan kesadaran : TSS / Apatis
Tanda- tanda vital : HR : 120 x/menit , RR : 40 x/menit , Suhu : 36 °C ,
Nadi : i/t cukup
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 24 Juni 2013, jam 14.30 WIB didapatkan
Kesan umum : somnolen, tampak sakit berat
Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 120 x/ menit, isi, dan tegangan cukup.
Laju nafas : 30 x/ menit.
Suhu : 37,1 ° C (axilla)
Status Internus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Kepala : Bentuk kepala mesocephale
Mata : Konjungtiva pucat, pupil bulat, isokor, diameter 2 mm di kedua
mata, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif normal di
kedua mata .
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada sekret.
Telinga : Tidak ada discharge dari kedua telinga.
Mulut : Bibir tidak kering, bibir tidak sianosis, tidak ada trismus
Lidah : Bentuk dan ukuran normal.
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, terdapat detritus,
mukosa faring hiperaemis, tidak tampak jaringan granulasi.
Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening.
Thorax:
Paru
Inspeksi : Normothoraks, simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak tampak
retraksi dada.
Palpasi : Pemeriksaan stem fremitus dekstra dan sinistra tidak dapat
dilakukan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing.
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis sulit dinilai.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai.
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Abdomen
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Bising usus positif normal.
Perkusi: Timpani.
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan.
Anorektal : Dalam batas normal
Anggota gerak : rajah tangan dan kaki sempurna
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin - /- - /-
Akral sianosis - /- - /-
Capillary refill < 2 detik < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis : 26 Juni 2013
PGCS (Pediatric Glasgow Comma Scale):
Eye 4 - mata
Verbal 2 - mengerang
Motor 5 - melokalisir nyeri
PGCS (sopor)
Mata : pupil bulat isokor, diameter 2mm/2mm
Reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung (+/+)
Leher : kaku kuduk (-)
Nervus cranialis : sulit dinilai
Motorik Superior D/S Inferior D/S
Gerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus hipertonus/hipertonus hipertonus/hipertonus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Trofi eutrofi/eutrofi eutrofi/eutrofi
Reflek fisiologis +++/+ +++/+++
Reflek patologis -/- +/-
Klonus -/-
Sensibilitas : sulit dinilai
Vegetatif : BAB (+)
BAK (+)
Rangsang Meningeal :
- Kaku kuduk : ( - ), tidak terdapat tahanan.
- Brudzinsky I : ( - ), kedua tungkai tidak fleksi.
- Brudzinsky II : ( + ), tungkai lain fleksi.
- Kernig : ( - ), sudut lebih dari 135o, tidak nyeri dan tidak terdapat
hambatan
IV. DIAGNOSIS BANDING
I. Kejang
dd/: - Non Cerebral : Tetanus, tetani
- Cerebral : -Kronik Berulang : Epilepsi
- Akut sesaat: - Keracunan
- Gangguan Elektrolit
- Gangguan Kardiovaskular
- Gangguan Metabolik
- Infeksi : - Intrakranial : - Meningitis
- Ensefalitis
- Meningoensefalitis
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Ekstrakranial : - KD Kompleks
- KD Simpleks
II. Diare
Menurut patofisiologi
- Diare sekretorik
- Diare osmotik
Menurut etiologi
a. Psikis
b. Konstitusi : intoleransi lemak , intoleransi protein , intoleransi laktosa
c. Makanan
d. Infeksi :
Enteral : Virus , bakteri , parasit , jamur
Parenteral : ISPA .
2. Dehidrasi
a. Dehidrasi ringan
b. Dehidrasi sedang
c. Dehidrasi berat
III. HIPERPIREKSIA
Set point hipotalamus meningkat
Endogenous pyrogen
PMN
Non-PMN
Non- Endogenous pyrogen
Set point hipotalamus normal
Pembentukan panas meningkat, pengeluaran normal
Hipertiroidisme
hipernatremi
Pembentukan panas normal, pengeluaran berkurang
Keracunan obat antikolinergik
Luka bakar
Kerusakan pusat pengatur suhu (central fever)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2013 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
III. Status Gizi Baik
V. DIAGNOSA SEMENTARA
1. Status epileptikus
2. Post status konvulsivus
3. Hiperpireksia
4. Gastroenteritis Dehidrasi Sedang
5. Susp. Meningoensefalitis
6. Curiga sepsis
7. Gizi baik
VI. TERAPI
- O2 nasal 2,5 liter / menit
- Infus KAEN 3B 10 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 2 x 400 mg ( IV )
- Injeks Metronidazole IV
- Injeksi Ca glukonas 2 x 5 cc ad aqua
- Injeksi Ranitidin 2 x 1/3 amp
- Injeksi dexamethason 3 x 1/3 amp
Oral :
- Zinc 1x1 mg
- Aspar K 3 x ¼ tab dipuyer
- Lacto B 2 x ½ sach
Program
- Awasi peningkatan suhu dan waspadai kejang berulang
- Evaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
VII. PROGNOSIS
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2113 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Quo ad vitam : dubia ad malam.
Quo ad sanationam : dubia ad bonam.
Quo ad fungsionam : ad bonam.
VIII. USULAN
Cek ulang darah rutin.
Pemeriksaan gula darah sewaktu
Pemeriksaan kadar elektrolit darah
Pemeriksaan EEG ( atas indikasi )
Pemeriksaan Lumbal Pungsi ( atas indikasi )
Pemeriksaan EKG (atas indikasi)
IX.NASIHAT DI RUMAH
1. Jika anak sakit, segera berobat ke Pusat Pelayanan Kesehatan terdekat.
2. Selalu siap sedia termometer, obat penurun panas dan obat anti kejang
(diazepam) per rectal di rumah.
3. Bila anak demam, segera beri obat penurun panas dan dikompres air hangat di
bagian lipat paha dan lipat ketiak.
4. Bila anak kejang, jangan panik, longgarkan pakaian anak, beri diazepam melalui
dubur anak dengan posisi anak terlentang miring. Bila tidak berhenti, segera bawa
ke Rumah Sakit terdekat.
TINJAUAN PUSTAKA
STATUS EPILETIKUS
DEFINISI
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefenisikan
sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30
menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten
atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus
dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
ETIOLOGI
Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak dengan
suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak
mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak,
menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau berhenti makan obat anti
kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak,
menghentikan penggunaan penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera
perinatal. Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin
mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak.
Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering menimbulkan
status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak. Penderita yang mempunyai
riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pcncctus tertentu. Umumnya karena
tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain
yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain.
PATOFISIOLOGI
Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah
kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori:
glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau
mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.
Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Pelepasan adrenalin dan noradrenalin
Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme
Hipertensi, hiperpireksia
Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat
2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak
Depresi pernafasan
Disritmia jantung, hipotensi
Hipoglikemia, hiponatremia
Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC
Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia, hipoksemia,
trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%)
GEJALA KLINIS
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Pada SE konvulsivus manifestasi klinis dapat diikuti perkembangannya melalui
stadium – stadium sebagai berkut .
1. Pre status : suatu fase sebelum status yang ditandai dengan meningkatnya serangan
– serangan kejang sebelum menjadi status . penanganan yang tepat pada fase ini
dapat mencegah terjadinya SE
2. Early status : 30 menigt pertama , dimana aktivitas serangan konvulsiv terus
menerus bersamaan dengan aktivitas serangan kejang elektrografik. Gangguan
metabolik akibat status epileptikus merupakan mekanisme homeostasis .
3. Established status : yang berlangsung dari 30 – 60 menit , yang mana pada awalnya
mekanisme homeostasis gagal melakukan kompensasi dan terjadilah perubahan –
perubahan dan gangguan sistemik pada fungsi vital tubuh .
4. Refracter status : jika kejang berlangsung > 60 menit , meskipun telah mendapatkan
terapi adekuat dengan obat – obatan anti konvulsan lini pertama
5. Substle status / super refrakter status : akan muncul jika serangan terus belangsung
selama berjam jam . ditandai dengan aktivitas motorik berkurang secara bertahap ,
penderita koma dengan aktivitas motorik menjadi terbatas, dapat berupa gerakan –
gerakan halus ( twitching ) sekita mata dan mulut . perubahan ini bersamaan dengan
perubahan – perubahan gambaran EEG menjadi flat diantara letupan-letupan
epileptiform ( burt – suppresion pattern ).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lumbal pungsi
Proses inflamasi maupun infeksi dapat menyebabkan kejang melalui mekanisme
perangsangan langsung pada SSP , seperti pada meningitis dan ensefalitis maupu
proses sistemik lain yang berdampak pada SSP . sampai saat ini pemeriksaan LP tidak
rutin dikerjakan pada SE , direkomendasikan pada pasien SE yang memiliki
manifestasi klinis infeksi SSP .
2. Elektroensefalografi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
EEG sangat berperan untuk menunjukan truc dari suatu kejang di area tertentu otak .
membedakan kejang umum dan kejang parsial / fokal sangatlah penting oleh karena
berkaitan dengan pemilihan obat anti konvulsan .pemeriksaan EEG pada SE
tergantung pada kecurigaan etiologi .
3. Pencitraan
Pencitraan hanya dilakukan jika ada kecurigaan kelainan anatomis otak dan
dikerjakan jika kondisi telah stabul dan SE telah dapat diatasi . CT- Scan dan MRI
dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik bersifat sementara maupun
kejang fokal sekunder.
PENATALAKSANAAN
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
KOMPLIKASI
Asidosis
Hipoglikemia
Hiperkarbia
Hipertensi pulmonal
Edema paru
Hipertermia
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Gagal ginjal akut
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Edema otak
Aspirasi Pneumonia
STATUS KONVULSIVUS
DEFINISI
Status konvulsivus adalah kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30 menit atau
kejang berulang selama lebih dari 30 menit; selama kejang pasien tidak sadar .
HIPERPIREKSIA
DEFINISI
Demam adalah kenaikan suhu badan di atas 38oC. Hiperpireksia adalah suatu
keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41,1oC atau 106oF (suhu rektal).
ETIOLOGI
Demam atau peningkatan suhu tubuh merupakan manifestasi umum
penyakit infeksi, namun dapat juga disebabkan oleh penyakit non-infeksi ataupun
keadaan fisiologis, misalnya setelah latihan fisik atau apabila kita berada di
lingkungan yang sangat panas. Penyebab demam adakalanya sulit ditemukan,
sehingga tidak jarang pasien sembuh tanpa diketahui penyebab penyakitnya.
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekakatan masalah. Untuk
kepentingan diagnosis, demam dapat diklasifikasikan menurut WHO menjadi 3
kelompok, yaitu:
a. Demam kurang dari 7 hari
b. Demam lebih dari 7 hari
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
c. Demam dengan ruam
Penyebab terbanyak dari demam pada anak, utamanya demam yang
berlangsung kurang dari tujuh hari, adalah infeksi (>50%). Sedangkan demam
yang bersifat non infeksius memerlukan pemeriksaan khusus, dan dipikirkan
setelah kemungkinan infeksi dapat disingkirkan.
Faktor pendukung diagnosis demam yang disebabkan oleh infeksi adalah:
a. Bayi dengan imunokompromais
b. Adanya intravenous cateter
c. Telah dilakukan splenektomi
d. Demam lebih dari 400C, adanya demam dengan fluktuasi durnal, menggigil
e. Adanya fokus yang jelas
f. Tanpa fokus tetapi dapat dikenali dengan cepat dengan dengan lab, misalnya
infeksi saluran kemih, malaria, dll
g. Leukositosis
h. Demam yang pendek
i. Respon membaik yang cepat dengan pemebrian antibiotik
Faktor yang tidak mendukung diagnosis demam disebabkan karena infeksi:
a. Anamnesa (contohnya setelah imunisasi)
b. Persisten atau demam yang rendah
c. Berkaitan dengan pruritic rash, multiple joint involvement
d. Kultur bakteri negative pada darah, feses, urin, dan LCS
e. Tidak ada menggigil dan pola diurnal demam
f. Disingkirkan adanya infeksi secara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan
laboratorik
g. Demam tidak berespon terhadap antibiotik tetapi berespon terhadap
steroid
h. Tidak ditemukan adanya leukositosis dan shift to the left
Meskipun sebagian besar penyebab demam infeksius adalah virus (>80%),
namun 10-20% demam infeksius dapat disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu
harus dapat dibedakan antara demam yang disebabkan oleh virus dan bakteri,
sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Tabel 2. Gambaran klinis infeksi virus dan infeksi bakteriGambaran klinis yang meningkatkan
kemungkinan infeksi virus
Gambaran klinis yang
meningkatkan kemungkinan infeksi
bakteri
Banyak organ terlibat pada waktu yang
sama, sering pada traktus respirasi atas
Umumnya terlokalisasi
Ada riwayat kontak dengan orang yang
memiliki gejala yang sama
Demam tinggi (>390C), durasi >3hari
Penampakan baik, interaksi dengan orang
tua tidak terganggu
Irritable, letargi, terlihat “toxic”
CRP dan leukosit normal atau menurun.
Limfositosis, trombositopenia.
CRP dan sel darah putih meningkat
Penurunan sitokin Sitokin meningkat
Procalcitonin normal Procalcitonin tinggi (>1,2ng/ml)
PATOFISIOLOGI
Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis
pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan
senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari
produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri Gram negative
memproduksi pirogen eksogen berupa polisakarida yang disebut pula sebagai
endotoksin. Bakteri Gram positif tertentu dapat pula memproduksi pirogen
eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen
menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen
endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam
tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3013 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1β, interleukin-1,
interleukin-6), tumor necrosis factor (TNF-α, TNF-β) dan interferon.
Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu
lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk system
sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus di daerah preoptik berikatan dengan reseptor,
akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya
akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh
enzim siklooksigenase-2 akan diubah menjadi PGE2. Di dalam pusat pengendalian
suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain
sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu
tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh
yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas
untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi
aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit sehingga suhu tubuh
meningkat atau terjadi demam.
KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis
masalah. Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut,
subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs. Di bawah ini
memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek
pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.
Tabel 4. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Klasifikasi Penyebab tersering Lama demam pada umumnya
Demam dengan localizing signs
Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
Demam tanpa localizing signs
Infeksi virus, infeksi saluran kemih
<1minggu
Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis
>1 minggu
Tabel 5. Definisi istilah yang digunakan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3113 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Istilah Definisi
Demam dengan localization
Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Demam tanpa localization
Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya
Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi
Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia
Bakteremia dan septikemia
Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam bila secara
klinis faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak diketahui secara spesifik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
a. Pemeriksaan awal
Darah rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis lekosit
b. Pemeriksaan atas indikasi
Kultur darah, urin atau feses, pengambilan cairan serebro spinal, toraks foto
TATALAKSANA
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
a. Pendinginan eksternal (external cooling)
Untuk menurunkan suhu tubuh dikenal juga metode pendinginan
secara fisik, antara lain dengan mengurangi aktifitas dengan bed rest. Hal ini
karena aktivitas fisik dapat meningkatkan suhu. Yang kedua dengan
menggunakan pendinginan eksternal, antara lain:
Kompres alcohol, sudah mulai ditinggalkan, karena bias menyebabkan
terjadinya hipoglikemi dan koma
Kompres air dingin, menyebabkan vasokonstriksi yang justru akan
meningkatkan panas. Selain itu juga membuat anak tidak nyaman.
Kompres panas, menyebabkan anak merasa tidak nyaman
Menyeka (sponging) dengan air hangat kuku (27-340C) . Cara ini yang
paling sering digunakan karena nyaman bagi anak dan akan lebih cepat
menurunkan demam.
Kombinasi antara menyeka air hangat dan pemberian antipiretik
dipertimbangkan jika demam >400C dan setelah 1 jam pemberian antipiretik
tidak memberikan hasil. Penyekaan selama 30 menit memberikan hasil
penurunan suhu yang baik.
b. Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di
hipotalamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini
tercapai dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada
sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis prostaglandin dapat
menginduksi demam, PGE2 merupakan mediator demam terpenting.
Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respon fisiologi , termasuk
penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit serta
peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi dan
penguapan. Sebagian besar antipiretik dan obat anti-inflamasi non-steroid
menghambat efek PGE2 pada reseptor nyeri, permeabilitas kapiler dan
sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi tanda klasik inflamasi.
Prostaglandin juga mengakibatkan bronkodilatasi dan mempunyai efek
penting pada saluran cerna dan medulla adrenal. Oleh karena itu, efek
samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna dan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai
normal, tidak mengurangi lama episode demam atau mempengaruhi suhu
normal tubuh. Efektivitas dalam menurunkan demam bergantung kepada
derajat demam ( makin tinggi suhunya, makin besar penurunannya ), daya
absorbsi dan dosis antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme
pelepasan panas seperti berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung.
Indikasi pemberian antipietik jika ada resiko terjadinya kejang demam
atau pasien memiliki riwayat kejang demam. Pertimbangkan pemberian
antipiretik jika ada kemungkinan anak tidak mampu mengkompensasi
kenaikan suhu tubuh. Misalnya pada pasien demam dengan kelainan
neurologis nyata, sepsis, gangguan jantung, gangguan system respirasi, serta
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Alasan pemberiannya adalah
atas dasar pertimbangan konsekuensi gangguan metabolic dan akibat
merugikan dari penyakit di atas. Indikasi ersering pemberian antipiretik
adalah untuk membuat pasien merasa nyaman dan untuk penilaian seberapa
serius penyakit anak yang lebih akurat. Selain mengurangi ketidaknyamanan
anak juga mengurangi kecemasan orang tua. Dalam praktek sehari-hari,
umumnya antipiretik diberikan jika suhu tubuh melebihi 38,50C.
Obat antipiretik dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu
paraaminofenol, derivate asam propionate, salisilat, dan asam asetik.
1. Paraaminofenol (Paracetamol)
Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin.
Saat ini 34aracetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai
antipiretik dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak, tetapi
tidak punya efek anti inflamasi. Obat ini tersedia dalam sediaan sirup
atau eliksir dan supositoria. Sediaan supositoria merupakan cara
alternative bila obat tidak dapat diberikan per oral, misal anak muntah,
menolak pemberian cairan, mengantuk atau tidak sadar.
Beberapa penelitian menunjukan efektivitas yang setara antara
34aracetamol oral dan supositoria. Parasetamol juga efektif menurunkan
suhu dan efek samping yang lain yang berasal dari pengobatan dengan
sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
infeksi. Dosis yang biasa dipakai 10 – 15 mg/kgBB direkomendasikan
setiap 4 jam. Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan
suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6jam. Bentuk sediaan
dari paracetamol adalah tablet 500mg, forte tablet 650mg, sirup
160mg/5mL, dan drops 1mg/mL.
Setelah pemberian dosis terapeutik 35aracetamol, penurunan
demam terjadi setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan
demam akan rekurens 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma
dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat
tinggi akan mengurangi absorbsi sehingga menghalangi penurunan
demam. Dengan penurunan demam, aktivitas dan kesegaran anak akan
membaik, sedang rasa riang dan nafsu makan belum kembali normal.
Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam
dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati
( meskipun metabolit aktif adalah asetanilid dan fenasetin ) maupun
koagulopati. Dosis maksimal adalah 2,6 gram/hari.Toksisitas terjadi
apabila anak makan melebihi dosis recomendasi yaitu lebih dari 10-15
mg/kgBB. Parasetamol berikatan dengan protein secara minimal,
sehingga dieliminasi oleh tubuh dengan cepat. Organ utama yang terkena
jika keracunan 35aracetamol adalah hepar.
Tatalaksana keracunan paracetamol :
Lakukan sesegera mungkin pengosongan lambung dalam 24 jam
pertama
Untuk mengurangi absorpsi dapat digunakan activated charcoal
Karena paracetamol mempunyai efek antidiuretik ringan maka
forced diuresis tidak dianjurkan dan bila terjadi overhidrasi akan
menyebabkan retensi cairan.
N-asetil-sistein merupakan antidotum yang beraksi dengan
mengubah penyimpanan 35aracetam dan menghasilkan
35aracetam substitusi. Dosis 300mg/kgBB, IV selama 20 jam
( diberikan dalam waktu 24 jam setelah pemberian paracetamol ).
Dilaporkan obat ini cukup efektif bila diberikan 140 mg/kgBB per
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
oral dilanjutkan 4 jam kemudian 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai
17 dosis
2. Derivat Asam Proprionat
Ibuprofen adalah suatu 36araceta asam propionat yang
mempunyai kemampuan antipiretik, analgesic, dan anti inflamasi.
Seperti antipiretik yang lain dan NSAID ( non steroid anti
inflammatory drug ), ibuprofen beraksi dengan memblok 36araceta
PGE2 melalui penghambatan siklooksigenase. Obat ini diserap
dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum
dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik ( sekitar 10
mg/l )dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan
suhu tubuh 2°C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan
lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama
dibandingkan dengan dosis setara 36aracetamol. Onset antipiretik
tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang
lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling
banyak dipakai setelah 36aracetamol oleh karena sifat efikasi
antipiretiknya, tersedia dalam sediaan sirup dan keamanan serta
tolerabilitasnya. Bentuk sediaannya adalah tablet 200mg dan 400mg,
suspensi 100mg/5mL, forte suspensi 200mg/5mL.
Efek anti inflamasi serta analgesic ibuprofen menambah
keunggulan dibandingkan dengan 36aracetamol dalam pengobatan
beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan demam.
Pemberian sitokin ( missal GM-CSF ) seringkali menyebabkan demam
dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi
efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan
pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang
luas. Efek samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri
perut, diare, nyeri kepala, pusing, ruam pada kulit pada dosis 5-10
mg/ kgBB. Dosis maksimal adalah 40mg/kgBB/hari atau
2,4gram/hari.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
3. Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik
analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Dalam
penelitian perbandingan antara aspirin dan 37aracetamol dengan
dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektifitas
antipiretik yang sama, tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgetik.
Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan
aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy
of Pediatrics berkesimpulan pada tahun 1982 bahwa aspirin tidak
dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan
kemungkinan influenza. Tetapi aspirin masih digunakan secara luas
terutama di negara berkembang. Kekurangan utama dari aspirin
adalah tidak stabil dalam bentuk larutan ( oleh karena itu hanya
tersedia dalam bentuk tablet ) dan efek samping lebih tinggi
daripada 37aracetamol. Adapula peningkatan insiden interaksi
dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral ( menyebabkan
peningkatan resiko perdarahan ), metoklopromid dan kafein
( menyebabkan peningkatan daya serap ) dan natrium valproat
( menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat ).
Pemberian aspirin pada kelompok beresiko harus dihindarkan, yaitu :
Infeksi virus, khususnya infeksi saluran nafas bagian atas atau
cacar air. Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye.
Defisiensi glukosa 6-phosphat dehidrogenase ( G6PD ), aspirin
dapat menyebabkan anemia hemolitik
Anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced
sensitivity berupa mengi, urtikaria, pilek atau angioedem. Aspirin
dapat menghambat sintesis, yang akan mempengaruhi efek
dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan
pembentukan leukotrin pada keadaan aspirin-induced asthma.
Leukotrien adalah konstriktor yang poten terhadap otot polos
saluran napas
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien
yang tendensi untuk mengalami pendarahan, aspirin dapat
menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversible.
Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah < 20
mg/100ml umummya dianggap sebagai efek samping, sedangkan
gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan.
Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua
kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung
terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin
pada organ-organ terkena.
4. Antipiretik steroid
Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat
pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan
demam atau bebas demam dalam respon terhadap infeksi, seperti
sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari
setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan
pengurangan produksi Interleukin-1 (IL-1) oleh makrofag
( menyebabkan terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang
sedang berjalan ), supresi aktivitas limfosit dan respon inflamasi local
dan menghambat pelepasan prostaglandin. Pemakaian steroid harus
kita hindari, karena dapat menutupi gejala demam sementara
memungkinkan infeksi untuk menyebar kecuali bila kemungkinan
infeksi sudah disingkirkan dan penyakitnya bersifat inflamasi yang
dapat menimbulkan cacat atau kematian.
Obat antipiretik lain seperti derivate pirazolon (dipyrone)
mempunyai efek agranulositosis. Obat ini sudah tidak dianjurkan lagi
penggunaannya.
Obat antipiretik untuk anak idealnya memiliki karakteristik sebagai
berikut:
Bisa menurunkan suhu secara cepat paling sedikit 1oC
Sediaan sirup atau supositoria
Toksisitas rendah jika terjadi overdose
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Kejadian interaksi dengan obat lain endah
Kontraindikasi jarang pada pemberian dosis pediatric
Murah dan mudah didapatkan
Dari pilihan diatas, maka antipiretik yang ideal adalah golongan
aminofel, yaitu paracetamol, dan golongan asam propionate, yaitu
ibuprofen. Paracetamol bekerja lebih cepat 30menit dibandingkan
ibuprofen, namun efek antipiretik ibuprofen bertahan lebih lama.
Sehingga pemberian paracetamol dan ibuprofen secara berselang
seling tiap 4 jam lebih baik daripada pemberian paracetamol atau
ibuprofen saja.
c. Antibiotik
Anak dengan demam pada umumnya tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik
dipertimbangkan diberikan jika:
Adanya gejala lokal yang diduga disebabkan oleh bakteri
Semua neonates atau anak yang tampak toksik
Anak usia <36bulan tanpa gejala lokal dengan demam >400C
Anak demam tanpa gejala lokal dengan hasil laboratorium darah dan
urine abnormal.
Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup bakteri yang paling
sering dijumpai, atau berdasar hasil kultur dan uji sensitifitas dari darah.
Antibiotik yang sering digunakan adalah ceftriakson . Dosis ceftriakson untuk
bayi 25-50mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 125 mg/hari. Dosis untuk
anak 50-70mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan tidak melebihi 2
gram/hari.
Anak yang terkena demam, tidak harus dirawat di rumah sakit. Bayi
dan anak yang perlu dipertimbangkan rawat inap di rumah sakit antara lain:
a. Neonates
b. Terlihat toksik
c. Ada riwayat demam tanpa sebab yang jelas atau berkepanjangan
d. Ada gejala infeksi bakteri serius
e. Ada nyeri abdomen dan diare berdarah
f. Ptechiae pada kulit
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
g. Demam >400C, terlebih lagi tanpa gejala lokal
h. Demam disertai kejang untuk pertama kalinya
i. Takipnea, merintih, ruam
j. Nyeri kepala berat yang disertai muntah terus menerus
k. Leukosit >20.000 atau CRP yang tinggi
l. Hasil urinalisis menunjukkan ISK
m. Jika orang tua nampak tidak dapat diandalkan, atau diragukan
kesanggupan untuk datang kontrol
Edukasikan kepada orang tua untuk membawa anaknya kembali ke
dokter jika terdapat tanda-tanda berikut:
a. Muntah dan diare
b. Nyeri telinga
c. Demam hilang timbul lebih dari 7 hari
d. High pitch cry
e. Hilang nafsu makan
f. Pucat
g. Kejang
h. Nyeri kepala hebat
i. Ruam kulit
j. Nyeri dan pembengkakan sendi
k. Kaku kuduk
l. Ubun-ubun besar menonjol
m. Mengi atau sesak
n. Penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan Hiperpirexia
Hiperpirexia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,1 °C. Hiperpereksia sangat
berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan
metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya
anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya
tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu > 430 C dan kematian terjadi dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4013 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
beberapa jam bila suhu 430 C sampai 450 C. Penatalaksanaan pasien hiperpireksia
berupa:
1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.
2. Pakaian anak di lepas
3. Berikan oksigen
4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang
5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak
boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
6. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB
(I.V).
7. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui
nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
8. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.),
maksimal 10 mgr/kgBB.
GASTROENTERITIS
Definisi
Menurut WHO (1998) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali
sehari .Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang BAB-nya (buang air
besar) ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya, lazinnya 3 kali atau lebih dalam satu
hari (DINKES, 2006).
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi
tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya; dan berlangsung dalam
waktu kurang dari 2 minggu
Jenis - jenis diare secara klinik di bedakan tiga (3) yang masig-masing mencerminkan
pathogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam
pengobatannya.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4113 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Diare cair akut adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 7
hari dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering tanpa darah. Mungkin
disertai muntah atau panas. Diare cair akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila masukan
makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena diare.
Peyebab diare cair akut di Negara berkembang adalah : Eschericia coli enterotoxogenik,
Shigella, Campylobacter Jejuni, dan Crystoporidium . di beberapa tempat Vibrio cholera,
Salmonella, dan E.coli enteropatogenik. Diare melanjut adalah diare yang yang berlangsung
antara 7 sampai 14 hari.
Diare Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat di
mulai sebagai diare cair atau disentri. penyebab diare pada diare persisiten E.coli, Shigella,
dan Criptosporidium.
Diare kronik adalah diare yang diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan bukan
disebabkan oleh non bakterial seperti penyakit sensitive terhadap glutein dan gangguan
metabolism yang menurun.
Disentri adalah diare yang disertai darah pada tinja. Akibat terpenting disentri
adalah anoreksi , penurunan berat badan dengan cepat , dan kerusakan mukosa usus karena
bakteri invasi. Penyebab utama disentri adalah Shigella, dan Campilobacter jejuni. Yang
jarang adalah E.coli enteroinvasiv atau Salmonella. Entamoeba Histolytica dapat
menyebabkan disentri yang serius pada orang dewasa muda tapi jarang pada anak-anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Etiologi
Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare)
i. Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmonela, shigella,
campylobacter, yersinia, aeromonas, dan sebagainya
ii. Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus,
astrovirus, daii lain-lain
iii. Infeksi parasite : cacing (ascaris), protozoa
(entamoeba histolytica, giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur
(candida albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media
Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, brankopneumoma, ensefalitis, dan sebagainya
(sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)
Faktor Malabsorpsi
Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
Molabsorbsi lemak
Molabsorbsi protein
Faktor makanan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Makanan beracun
alergi terhadap makanan
Lain-lain
Imunodefisiensi
Gangguan psikologis (cemas dan takut)
Faktor-faktor langsung:
o KEP (Kurang Energi Protein)
o Kesehatan pribadi dan lingkungan
o Sosioekonomi
Patofisiologi
Diare adalah kehilangan banyak cairan elektrolit melalui tinja.Penyerapan air
terbanyak terjadi di usus, kolon memekatkan isi usus pada keadaan pada keadaan osmotik
tinggi.kelainan yang menggangu usus cenderung menyebabkan diare yang lebih banyak.
Sedangkan kelainan yang terjadi di kolon cenderung menyebabkan diare yang lebih sedikit.
Disentri dengan volume sedikit dan sering , tenesmus, rasa ingin buang air besar, dan tinja
betrdarah adalah gejala utama kolitis.
Dasar semua diare adalah gangguan transportasi larutan usus, perpindahan air melalui
membran usus berlangsung secara pasif dan ini di tentukan oleh aliran larutan secara aktif
maupun pasif terutama natrium dan klorida dan glukosa. Patomekanisme diare kebanyakan
dapat di jelaskan dari kelainan sekretorik, osmotik, motilitas, kombinasi dari hal tersebut.
Ada 3 prinsip mekanisme terjadinya diare cair sekretorik dan osmotik. Infeksi usus dapat
menyebabkan diare dengan 3 mekanisme tersebut. Diare sekretori lebih sering terjadi dan
keduanya dapat terjadi pada satu pasien .
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Gangguan sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit kedalam usus halus.
Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida oleh sel epitel
berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan yang mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hali ini menyebabkan
terjadinya dehidrasi. Pada infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada
mukosa usus oleh toxin bakteri seperti toxin Eschericia coli dan Vibrio colera atau rotavirus
Gangguan osmotik , mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati
air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstrasellular. Dalam keadaaan ini diare dapat terjadi apabila suatu bahan
yang secara osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan
isotonik, air, dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga
terjadilah diare .
Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare- Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
dapat timbul diare pula.1,2
Sebagai akibat diare akan terjadi:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi bisa mengakibatkan penurunan berat badan dalam waktu yang
singkat oleh karena makanan sering dihentikan oleh orangtua karena takut
diare/muntah bertambah hebat. Walaupun susu diteruskan sering diencerkan dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
waktu yang lama. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik
3. Gangguan sirkulasi darah akibat diare dengan/tanpa muntah-muntah dapat terjadi
syok hipovolemik. Hal ini menyebabkan perfusi jaringan berkurang dan dapat
menyebabkan hipoksi.
Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang
kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan, Daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet
karena sering deflkasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama
diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala dehidrasi mulai
tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput
lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila berdasarkan terus berlanjut, akan terjadi
renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah
dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun,
karena kurang cairan, deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik
pasien akan tampak pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
Kehilangan BB
2. Dehidrasi ringan ; menurun BB 0 - 5%
3. Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
4. Dehidrasi berat : menurun BB > 10%
PENILAIAN A B C
Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu,lunglai, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa Haus Minum Biasa, Tidak haus
*Haus ingin minum banyak
*Malas minum atau tidak bias minum
Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat
Derajat Dehidrasi TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI RINGAN SEDANG
Bila ada 1 tanda* + 1 atau lebih tanda lain
DEHIDRASI BERAT
Bila ada 1 tanda* + 1 atau lebih tanda lain
Terapi Rencana Terapi A Rencana terapi B Rencana C
Pemeriksaan Penunjang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Feses makroskopik (warna, konsistensi, darah(-/+), lendir (-/+) )
Mikrokopik (leukosit, kista, telur cacing, )
Darah (darah rutin, GDS, elektrolit.)
Diagnosis banding
Diare Akut
Diare Persisten
Diare Kronik
Disentri
Pemeriksaan fisik
Tanda dan gejala tanpa dehidrasi atau,
Tanda dan gejala dehidrasi ringan sedang atau,
Tanda dan gejala dehidrasi berat dengan atau tanpa syok
Dapat disertai atau tidak tanda dan gejala gangguan keseimbangan elektrolit dan
atau gangguan keseimbangan asam basa.
Laboratorium
Feses : dapat disertai darah atau lender
PH asam diare osmotic
Leukosit > 5 / LPB - disentri
ELISA (bila memungkinkan untuk etiologi virus)
Darah : Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa.
Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, takikardia
1. Hipoglikemi
2. Kejang, yang biasanya disebabkan oleh hipogloikemik, hiponatremi,
hipernatremia.
3. Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik) 2
Tatalaksana
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan
seperti air tajin , kuah sayur, air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah
tangga yang dianjukan , berikan air matang.
Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :
Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
Jangkauan pelayanan Kesehatan
Tersedianya oralit
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke
petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan
tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera
diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral
c. Memberi makanan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5013 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak
yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang
telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
sedikit sedikit tetapi sering Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak
ada Obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
Tentukan Derajat Dehidrasi
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH
PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI
4. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan
oralit,makanan yang cair (seperti sup, air tajin ) dan kalau tidak ada air matang.
Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak dibawah (catatan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5113 Mei 2013- 20 Juli 2013
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
Teruskan mengobati anak diare dirumah Berikan terapi awal bila terkena diare lagi
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik
diberi oralit dan air matang dari pada makanan yang cair ). Berikan larutan ini
sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti dibawah. Teruskan
pemberian larutan ini hingga diare berhenti 5
5. Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi
Teruskan ASI, Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan,
untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat , dapat diberikan
susu,
Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat:
o Berikan bubur bila mungkin dicampur dengan kacanf-kacangan, sayur,
daging atau ikan , tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi
o Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan kalium
o Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik
o Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
o Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan diberikan porsi
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
6. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
Buang Air besar cair lebih sering
Muntah berulang-ulang
Rasa haus yang nyata
Makan atau Minum sedikit
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Demam
Tinja berdarah
Tunjukan kepada ibu cara mencampur oralit
Berikan sesendok the tiap 1-2 menit untuk usia < 2 tahun
Berikanlah beberapa gelas untuk anak yang lebih tua
Bila anak muntah tunggulah 20 menit. Kemudian berikan caiaran lain untuk
mendapatkankan tambahan oralit.
Komposisi Formula WHO (200 ml)
Na Klorida (garam ) : 0,7 g
Glukosa : 4 g
Atau
Sukrosa (gula biasa) : 8 g
Trisodium sitrat dihidrat :0,5 g
K Klorida : 0,3 g
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5313 Mei 2013- 20 Juli 2013
Usia Jumlah Oralit yang diberikan tiap
BAB (ml)
Jumlah Oralit yang di sediakan di
rumah ((ml/hari)
<1 50 – 100 400 (2 bungkus)
1 – 4 100-200 600-800 (3-4 bungkus)
> 5 200-300 800- 1.000 (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 1.200- 2600
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian kemudian pilih rencana
terapi a , b atau c untuk melanjutkan terapi
Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang anak
biasanya kemudian mengantuk dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B , tetapi
tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam rencana terapi
A
Tunjukkan cara melarutkan oralit
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5413 Mei 2013- 20 Juli 2013
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA
ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita ( kg ) dengan 75 ml
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit
sesuai tabel dibawah ini
Umur Umur < 1 Tahun 1 – 4 Tahun > 5 Tahun Dewasa
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah
Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah
Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti
Memberi makan anak sebagaimana biasanya
Membawa anak ke petugas kesehatan.
RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT
Tatalaksana Nutrisi Pada Diare
Perlu bimbingan ibu-ibu untuk tentang cara pemberian cara pemberian makanan yang
aik pada anak, mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare
dan membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana
gizi diare yang benar:
Menilai status gizi
Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5513 Mei 2013- 20 Juli 2013
Mulai diberikan cairan IV bila penderita bisa minum segera berikan oralit. Sewaktu cairan
IV di mulai beri 100 ml/kgBB
Umur Pemberian 30 ml/kgBB (jam )
Pemberian 70 ml / kgBB
(jam)
< 1 tahun 1 jam 5 jam
1 tahun ½ jam 2 ½ jam
Di ulangi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai lagi penderita 1-2 jam bila nadi belum teraba percepat tetesan intravena
Berikan oralit 5ml/kgBB. Kemudian nilai kembali. Dan pilih rencana terapi yang sesuai.
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak lanjutnya.
Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.
Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi
diperbolehkan sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan untuk
menambah larutan oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila timbul
dehidrasi maka pemberian susu harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6 jam dan
kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak bila anak berumur 4 bulan atau lebih sudah
bisa menerima makanan lunak, makanan ini harus di teruskan. Bayi umur 6 bulan atau
lebih harus mulai di berikan makanan lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul
dehidrasi makanan ini harus di hentikan 4 – 6 jam untuk rehidrasi untuk kemudian di
lanjutkan lagi. Paling tidak separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi kecil
tetapi sering (6 kali atau lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan dalam
penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari selama 5
hari dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi, serta durasi
penyakit diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu kesakitan, dengan
meningkatkan respon imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai substansi penting dalam
antimikroba dan menyeimbangan jumlah mikroba diusus. Angka penguranga dari
frekuensi defekasi secara drastis dalam <3 hari terdapat pada kelompok yang
memeperoleh probiotik dengan kelompok kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat
dan durasi yang lebih pendek pada kelompok probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga
mengalami hasil yang signifikan pada kelompok probiotik.5,8
Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Air minum yang bersih dari sumber air yang terjaga kebersihannya dan dimasak.
Pengelolaan makanan yang dimasak dengan baik, untuk menghindari kontaminasi. Cuci
tangan dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan dan sebelum menyiapkan
makanan. Buang cepat tinja dengan cara memasukannya kedalam jamban atau menguburkan.
Berikan hanya ASI selama 4-6 bulan pertama, teruskan pemberian ASI paling sedikit 1 tahun
pertama. Berikan makanan sapihan yang bersih dan bergizi mulai usia 4-6 bulan. Anak usia > 9
bulan yang tidak menderita campak untuk imunisasi campak.
MENINGOENSEFALITIS VIRUS
DEFINISI
Proses radang akut yang melibatkan meningen, dan sampai tingkat yang bervariasi,
jaringan otak. In feksi ini relative lazin dan dapat disebabkan oleh sejumlah agen yang
berbeda .
ETIOLOGI
Walaupun agen etiologi spesifik tidak diketahui pada beberapa
keadaan ,pengalaman klinis dan penelitian menunjukan bahwa virus biasanya merupakan
penyebab pathogen yang menyebabkan ,menginat pola penyakit yang musiman .Enterovirus
menyebabkan > 80 % kasus .penyebab infeksi yang lazim adalah arbovirus dan herpes virus
PATOFISIOLOGI
Pada umumnya virus masuk system limfatik melalu penyebaran secara hematogen
dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut mulai terjadi multiplikasi dan
masuk aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ .pada stadium ini ( fase
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
ekstraneural ) terjadi demam ,sistemik , invasi SSS disertai dengan bukti klinis neurologis. HSV
-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh : (1) invasi langsung dan penghancuran
jaringan saraf oleh proses multiplikasi virus secara aktif . (2) reaksi hospes terhadap antigen
virus.
MANIFESTASI KLINIS
Mulainya sakit biasanya akut , ditandai dengan demam akut non spesifik bebrapa
hari . pada anak yang lebih tua didapatkan nyeri kepala dan hiperestesia. Pada bayi,
iritabilitas dan nyeri . nyeri kepala sering frontal atau menyeluruh . sering terjadi mual dan
muntah, nyeri di leher,punggung , kaki dan fotofobia. Ketika suhu naik ,tejadi penurunan
kesadaran .
SEPSIS
DEFINISI
Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan
infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap
infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur, atau protozoa,
dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi
tidak dapat dieliminasi sevara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi
sistemik. (Schexnayder, 1999).
ETIOLOGI
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu dan
berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan erat
dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus, kuman tersering
penyebba sepsis adalah E. coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A. Sedangkan
pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus
pneumonia, Haemophyllus influenza tipe B, Neisseria Meningitidins, Salmonella dan
Streptococcus spp.
PRESDIPOSISI
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada
anak adalah :
1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit kronik,
trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis
2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasif,
antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit.
(Budhiarso, 2000)
PATOGENESIS
Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis, yaitu
sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya sepsis
yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (#) Tahap disfungsi bekuan darah,
kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis digambarkan
dalam Skema 2.1
Skema 2.1 Patogenesis terjadinya sepsis
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6013 Mei 2013- 20 Juli 2013
Jejas atau infeksi
Inflamasi
Kerusakan dinding pembuluh darah
Ekspresi faktor-faktor jaringan
Pembentukan trombin
Aktivasi sistem koagulasi
Konsumsi cepat dari protein C
Defisiensi protein C aktif
Koagulasi
Penyumbatan mirovaskuler
Kerusakan jaringan
Disfungsi organ
Peningkatan PAI-1
Supresi Fibirinolisis
TAFIa teraktivasi
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Keterangan :
Tahap 1 : Inflamasi
Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom)
dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar, trauma, infeksi,
merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator yang
mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi,
proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung
dari organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus
toksik lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses
inflamasi (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF
dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi lapisan
dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta merangsang
pelepasan modulator inflamasi lainnya.
Tahap 2 (Koagulasi)
Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh
manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan, yang
merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk
bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu protein
yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan
abnormal.
Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6113 Mei 2013- 20 Juli 2013
Kematian
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui
serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan
darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut
fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini
akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital,
menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia
yang berperan adalah :
- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis
- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor)
- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu : inhibitor
utama PAI-1)
Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan proses
yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis. Protein
C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat proses pembekuan
darah, terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C
teraktivasi biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar thrombomodulin (yang
diperlukan untuk konversi protein C menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun.
Penurunan kadar protein C teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien
sepsis. (Paterson, 2008; Powell, 2000; Sareharto 2007)
KLASIFIKASI
Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Sepsis berat
Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau ≥ 2 disfungsi organ
lain
2. Syok septik
Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler
Tabel 2.1. Kriteria Disfungsi Organ
Kriteria disfungsi organ
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Disfungsi kardiovaskuler
Meskipun pemberian bolus cairan intravena isotonis ≥ 40 ml/kg BB dalam 1 jam
- Penurunan tekanan darah (hipotermi) < persentil 5 th sesuai usia atau sistolik <
2 SD di bawah normal sesuai usia ATAU
- Membutuhkan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam rentang
normal (dopamine > 5 µg/kg/menit atau dobutamin, epinefrin, atau
norepinefrin pada berbagai dosis)
- Dua dari berikut ini :
Asidosis metabolic yang tak dapat dijelaskan: deficit basa > 5 mEq/L
Meningkatnya laktat arteri > 2 kali batas normal
Oliguria : urin < 0,5 cc/kgBB/jam
Pemanjangan cappilarry refill > 5 detik
Beda suhu core dan perifer > 3⁰C
Pernafasan
- PaO2/FiO2 < 300 tanpa adanya penyakit jantung sianotik atau penyakit paru
sebelumnya ATAU
- PaCO2>65 torr atau 20 mmHg di atas PaCO2 normal ATAU
- Dibutuhkan FiO2>50% untuk menjaga saturasi di atas 92% ATAU
- Membutuhkan ventilasi mekanik non elektif invasive atau non invasive
Neurologi
- Glasgow Coma Scale ≤ 11
- Perubahan akut pada status mental dengan penurunan GCS ≥ 3 poin dari
keadaan abnormal
Hematologi
- Hitung trombosit < 80.000/mm3 atau penurunan 50% hitung trombosit dari
nilai tertinggi yang dicatat dalam 3 hari terakhir (untuk pasien
hematologi.onkologik kronik) ATAU
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Ginjal
- Serum kreatinin ≥ 2 kali batas atas normal sesuai usia atau 2 kali lipat
peningkatan dari kreatinin awal
Hepar
- Bilirubin total ≥ 4 mg/dl (tidak untuk neonatus) ATAU
- SGPT 2 kali di atas batas normal sesuai usia
Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004
TANDA DAN GEJALA KLINIS
Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi dengan
ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :
a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C
b. denyut jantung > 90x/menit
c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit
d. PaCO2 < 32 mmHg
e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit < 4000
sel/mm3
f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.
Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, menggil,
demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang
dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal,
dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya.
Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat
langsung mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi organ
dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.
Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu,
distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan
aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang
abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan mottling,
sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan resistensi
vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti ptekie atau
pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan Pseudomonas
aeuruginosa.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang
mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis, gangrene,
oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan penyebab
gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk
terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal hati
akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan disfungsi
organ multiple.
Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau jarena
hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang
mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan juga
sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.
a. Sistem Respirasi
Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50% terjadi Acute
Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila disertai syok. 85%
membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali dengan adanya radikal
oksigen yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada
endotel kapiler paru. Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan
terjadinya edem alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang
kaya akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi
terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran membrane
dasar.
b. Sistem Kardiovaskuler
Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin proinflamasi.
Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang timbulnya syok pada sepsis.
Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang mneyebabkan penurunan volume
preload dan curah jnatung. Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya
takikardi. Namun demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti
menyebabkan depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi
adalah vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi
miokard.
c. Sistem Urinarius
Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan vasodilatasi oleh
sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis
dan glomerulonefritis.
d. Sistem Traktus Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali
dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi
kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi klinis dari
hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas mukosa
yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan saluran cerna. Pada
penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian diet enteral dapat
mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya kerusakan barier mukosa
menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat lain dari
sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan
mekanis dari hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase
menandakan adanya kerusakan organ lain.
e. Sistem Hematologi
Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC menyebabkan
terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat adanya
pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari fibrinolisis
menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul adhesi dari
sel proinflamasi dan promosi dari kaskade sepsis. Petanda yang dijumpai adalah
kenaikan Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-
produk pemecahan fibrinogen. Pada penderita dengan ventilator mekanik yang
relative statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal.
(Paterson, 2008; Sareharto, 2007)
DIAGNOSIS
Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan
pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).
Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat
invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,
pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis hanya
berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan antibiotik
sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah. Ditemukan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah lanjut (severe
sepsis). (FK Undip, 2004)
1. Respon sistem inflamasi sistemik
SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik terhadap
berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka bakar) yang ditandai
dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :
a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)
b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur dalam
keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat jangka panjang
atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10 persentil sesuai umur tanpa
stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau penyakit jantung bawaan.
c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator mekanik
yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskuler atau
penggunaan anestesi umum.
d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari
kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.
2. Infeksi
Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan jaringan,
atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom klinis yang
berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi meliputi penemuan
positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test laboratorium (misalnya sel
darah putih pada cairan tubuh yang normal steril, perforasi usus, foto rongen dada
yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau purpura atau purpura
fulminan). (FK UNDIP, 2004)
Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable
laboratorium :
Tabel 2.2 Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah leukosit, dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi jantung,laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)
Kelompok usia Heart rate
Takikardi Bradikardi
Laju nafas
(x/menit)
∑leukosit
(x103/mm3)
tekanan sitolik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6713 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
(mmHg)
0 hari-1 minggu > 180 < 100 > 50 > 34 < 65
1 minggu – 1bulan
> 180 < 100 > 40 > 19,5 atau < 5 < 75
1 bulan – 1 tahun
> 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5 < 100
2-5 tahun > 140 not applicable > 22 > 15,5 ataun < 6 < 94
6- 12 tahun > 130 not applicable > 18 > 13,5 atau < 4,5 < 105
13- < 18 tahun >110 not applicable > 14 > 11 atau < 4,5 < 117
Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit
b. GDS
c. CRP
d. Faktor koagulasi
e. Kultur darah berseri
f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left
g. Urinalisis
h. Foto thoraks
i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG
j.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut
1. Early Goal Directed Therapy
EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid, pemberian
obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesuadh diagnosis
ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan
dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6813 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada
kristaloid.
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan
mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan
pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine, maka dapat
diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah
jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah
perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan
pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan
apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik
meningkat disertai syok.
3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan,
inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.
4. Suplemen oksigen
Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat bermanfaat
pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena kapasitas residual
fungsional yang rendah.
5. Koreksi asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan
akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH > 7,15
dengan hipoperfusi.
6. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan dan
pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas, maka
antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami perburukan,
status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan kuman
penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotik tergantung dari
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6913 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
berbagai hal antara lain dari : communityacquired disease atau pola infeksi di
wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita
dengan imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam
kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.
Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008 direkomendasikan
untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini mungkin, dalam waktu satu jam
setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa syok sepsis (1D).
Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang aktif melawan
semua kemungkinan patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi
yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang
dapat diberikan yaitu :
- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan dengan
aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20 mg/kgBB/hari
iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis
- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari intravena
dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat gangguan fungsi
ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.
Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama
efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b- laktam dan
aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu yang dapat
mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki potensi
resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun, monoterapi tidak dapat
dipilih sebagai terapi antibiotik empiris secara universal. Pemilihan antibiotik empiris
bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar belakang pasien (termasuk
intoleransi obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah
sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan semua
kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua antibiotik dapat
memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang meningkatkan
aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau superinfeksi.
7. Sumber infeksi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7013 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement
jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.
8. Terapi kortikosteroid
Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan fludorcortison
50 µg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian absolute sebanyak 15%.
Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septik pediatric adalah 1-2
mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris syok septik diikuti dosis
yang sama diberikan dalam 24 jam.
9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil <
1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.
10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :
a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,
fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin
b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.
c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-
laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam
melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dang
gangguan elektrolit.
11. Hemofiltrasi
Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan
mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki fungsi
granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki
koagulopati dan gangguan elektrolit.
12. Terapi Suportif
a. Profilaksis Stress Ulcer
Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.
b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7113 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai
kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah aktif,
riwayat perdarahan intraserebral.
c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis
Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia, sehingga
perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau gkujose 10% dalam
NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam batas normal.
d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ
Disfungsi paru
Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam positif end
expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps alveolus.
Disfungsi saluran cerna
Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau 2 hari
dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna, mencegah atrofi
mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan mempertahankan
hormone saluran cerna.
Disfungsi koagulasi
Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada perdarahan
pasca operasi yaitu sebagai berikut :
- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan
- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya perdarahan
- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan tindakan
operasi.
Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan
perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/
recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi organ
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7213 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin dipertahankan
dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)
Disfungsi renal
Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria. Hemofiltrasi venous
terbukti efektif pada syok septic meningococcuc. Pemberian dopamine dan
diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum terbukti. (FK UNDIP, 2004; Kumar
2009; Paul, 2009; Sareharto 2007)
KOMPLIKASI
Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon
syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis dapat
berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan disfungsi
organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi), multiple organ
disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada
kematian (Powell, 2000)
PROGNOSIS
Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman,
ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. Kematian karena
sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian mencapai 40-60% untuk
penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram negative. Tanda-tanda prognosis
buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia (<100.000/ul)
kadar fibrinogen rendah (< 150 mg/dl)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7313 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
ANALISA KASUS
1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Status Epileptikus berdasarkan:
Menurut anamnesis
Batuk berdahak dan pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Demam tinggi mendadak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Hal ini sesuai dengan bronkopneumonia, yaitu
Dari anamnesa ini dapat ditegakkan diagnosis status epileptikus
2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis hiperpireksia berdasarkan:
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, suhu tubuh pasien saat masuk ke rumah sakit adalah
41˚C
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ini dapat ditegakkan diagnosa hiperpireksia
3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis diare akut dehidrasi sedang berdasarkan:
Anamnesis:
Ibu pasien mengaku bahwa saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien buang air
besar cair sebanyak 7x sehari, warna kekuningan, konsistensi cair, ada ampas,
jumlahnya ¼ gelas belimbing setiap BAB, tidak ada darah dan tidak ada lendir, tidak
nyemprot, dan bau khas.
Pasien juga mengalami muntah 1x setelah minum susu, muntah berisi susu yang
diminum, volume ¼ gelas belimbing, dan tidak ada darah.
Pasien tampak rewel kehausan, minum sedikit berkurang, frekuensi BAK berkurang
dari biasanya, 3x sehari, jumlah air kencing berkurang dari biasanya, dan nafsu makan
berkurang
Pemeriksaan fisik:
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7413 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Kesan umum: rewel, ada tanda dehidrasi (tampak kehausan mata cowong, bibir kering)
Status internus:
Mata: cowong (+/+)
mulut: bibir kering (+)
Abdomen : Membuncit, bising usus (+) meningkat, hipertimpani
Kulit : Turgor agak lambat
Ekstremitas :
Superior Inferior
CRT > 2”/ > 2” >2” / > 2”
Skor dehidrasi (Maurice King): 13
Hal ini sesuai dengan diare akut dehidrasi sedang, yaitu
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per
hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu. Mua l dan mun tah ada l ah simptom
yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
o rgan i sme yang meng in feks i s a lu r an ce rna bag i an a t a s
Skor Maurice King
Bagian tubuh yang
diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
1 2 3
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Apatis, syok, koma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7513 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Kulit Turgor normal Turgor agak lambat Turgor sangat
lambat
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Heart Rate 120 120-140 >140
Respiratory Rate 20-30 30-40 40-60
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Skor: <7 : dehidrasi ringan
7-13 : dehidrasi sedang
>13 : dehidrasi berat
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ini dapat ditegakkan diagnosa diare akut dehidrasi
sedang.
DAFTAR PUSTAKA
BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Edisi III. Hal 64, Surabaya :
Rumah Sakit Dokter Soetomo, 2006.
Priguna Sidharta, M.D., Ph. D. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Hal 320 - 321,
Jakarta : PT Dian Rakyat, 2008.
Dr. Harsono, DSS. Kapita Selekta Neurologi, Edisi II. Hal 132, Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, 2009.
owthey.blogspot.com/.../penatalaksanaan-status-epileptikus.html
www.kalbe.co.id/... StatusEpileptikus .../24_ StatusEpileptikus .html
www.pediatrik.com/isi03.php?page=htm
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7613 Mei 2013- 20 Juli 2013
LAPORAN KASUS III Restu Wahyuni (406118017)
Penatalaksanaan Demam pada Anak .2010
dr. Nia Kania, SpA., MKes
(http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/penatalaksanaan_demam_pada
_anak.pdf , diakses 7 Juni 2013)
Hiperpireksia pada anak .2013
Febrina Dwi Haryani (http://www.scribd.com/doc/134360776/hiperpireksia , diakses tanggal
6 Juni 2013)
Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011.h.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7713 Mei 2013- 20 Juli 2013