Case Report 3

44
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.R TTL : Malungun, 21 November 1964 Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Jatinegara, Jakarta Timur Masuk RS tanggal : 10/03/2015 Ruangan : Annas 1 No. Rekam Medik : 760265 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) Keluhan Utama :Perut membesar dan kedua tungkai bengkak sejak 3 hari SMRS Keluhan Tambahan : Mual, nafsu makan menurun, BAK seperti teh, lemas. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan kedua tungkai bengkak dan perut terasa besar sejak 3 hari SMRS. Bengkak pada kedua tungkai dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur dan bengkak pada perut juga dirasakan tiba-tiba. Keluhan tidak disertai dengan sesak. Os juga mengeluh sebelum keluhan muncul, BAK seperti teh sejak 3 minggu SMRS, namun tidak disertai dengan nyeri. Akhir-akhir ini os sering merasa mual, lemas dan nafsu makan menurun. Os pernah muntah namun hanya 1x, muntah berwarna kuning tidak 1

description

case report

Transcript of Case Report 3

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.R

TTL : Malungun, 21 November 1964

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Jatinegara, Jakarta Timur

Masuk RS tanggal : 10/03/2015

Ruangan : Annas 1

No. Rekam Medik : 760265

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

Keluhan Utama :Perut membesar dan kedua tungkai bengkak sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Mual, nafsu makan menurun, BAK seperti teh, lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan kedua

tungkai bengkak dan perut terasa besar sejak 3 hari SMRS. Bengkak pada kedua tungkai

dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur dan bengkak pada perut juga dirasakan tiba-tiba.

Keluhan tidak disertai dengan sesak. Os juga mengeluh sebelum keluhan muncul, BAK

seperti teh sejak 3 minggu SMRS, namun tidak disertai dengan nyeri. Akhir-akhir ini os

sering merasa mual, lemas dan nafsu makan menurun. Os pernah muntah namun hanya 1x,

muntah berwarna kuning tidak disertai dengan darah. Riwayat demam lama disangkal,

riwayat adanya mimisan dan BAB berdarah juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya os pernah dirawat 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama. Dengan lama rawat 11 hari. Namun os tidak mengetahui apa diagnosis penyakitnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat hipertensi, DM dan Asma disangkal, penyakit kuning disangkal.

1

Riwayat Alergi : Riwayat alergi obat-obatan, makanan dan cuaca disangkal. .

Riwayat Pengobatan : Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan sebelumnya.

Riwayat Psikososial :Pasien jarang meminum alkohol, dan sering mengkonsumsi putih telur setiap hari. Os menyangkal merokok.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

BB : 72 kg

TB : 170 cm

Status gizi : 24,91 (berisiko).

TANDA VITAL

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 36.4oC

RR : 18 x/menit

STATUS GENERALISATA

Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata (+), rambut tidak mudah rontok (+).

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (+/+), refleks pupil (+/+).

Hidung : Normonasi, sekret (-/-), polip (-/-), deviasi septum (-).

Telinga : Normotia, serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-).

2

Mulut : Mukosa bibir kering, stomatitis (-), sianosis (-)

Thorax : Paru-paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, gerak dada simetris, tidak terlihat retraksi dinding dada.

Palpasi : Vocal fremitus simetris dikedua lapang paru

Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri.

Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : Batas atas : ICS 2 parasternal dextra

Batas kanan : ICS 4 parasternal dextra

Batas kiri : ICS 5 linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : BJ I/II normal, murmur (-). Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Asites(+), scar (-), spider navi (-), Caput medusa (-)

Auskultasi : BU (+) 6 x/menit

Palpasi : Tegang, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-).

Perkusi : Shifting dullness (+).

Ekstremitas

Superior : CRT <2 detik +/+, akral hangat, udem -/-

Inferior : CRT <2 detik +/+, akral hangat, pitting udem +/+

3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

09/03/2015 Hb 9.5 mg/dL 11,7-15,5

Albumin 21 mg/dL 3.5-5.0

Bilirubin Total 4.8 mg/dL <1.0

SGOT 62.00 U/L 10.00-35.00

10/03/2015 Natrium 123 Mmol/L 132-145

Kalium 4.71 Mmol/L 3.50-5.50

Clorida 102 Mmol/L 98-110

RESUME

Tn. R usia 50 thn datang dengan keluhan udem pada ekstremitas inferior dextra sinistra dan perut membesar sejak 3 hari SMRS. BAK seperti teh, malaise, nafsu makan menurun, dan nausea. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (+/+), Asites (+), shifting dulnes (+), pitting edema ekstremitas inferior dextra & sinistra. Hasil Lab. Hemoglobin 9.5 g/dL, albumin 2.1 mg/dl, bilirubin total 4.8 mg/dL, SGOT 62.00 mmol/L

DAFTAR MASALAH

1. Edema ekstremitas inferior dextra sinistra dan asites

ASSESMENT

1. Edema ekstremitas inferior dextra sinistra dan asites

S: Bengkak pada kedua tungkai, perut membesar, BAK seperti teh, malaise, nafsu makan menurun, nausea.

O: TD : 100/70 mmHg, N : 86x/m, RR : 19x/m, N : 86x/m. Sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-), shifting dulnes (+), pitting udem ekstremitas inferior dextra sinistra (+/+). Albumin 2.1 mg/dl, Hemoglobin 9.5 g/dL, bilirubin total 4.8 mg/dL, SGOT 62.00 mmol/L

A: Edema ekstremitas inferior dextra sinistra dan asites e.c hipoalbuminemia susp sirosis hepatis.

4

P: - Diagnosis : Ureum, Creatinin, Urinalisa, Bilirubin direct indirect, faktor pembekuan darah, USG hepar, Pem. Hepatitis

- Terapi :

• non medikamentosa : istirahat dan kurangi aktivitas, diet tinggi protein dan rendah garam (1gr/hari).

• Medikamentosa : Infus RL, koreksi albumin, spironlakton dan furosemid.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SIROSIS HEPATIS

DEFINISI

Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif yang di karakteristikkan oleh

penyebaran inflasi dan fibrosis pada hepar. (Engram, 1999). Sedangkan menurut Smetzler

dan Bare 2002 sirosis hepatitis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan adanya

kerusakan arsitektur hati yang disertai pembentukan jaringan ikat dan nodul sehingga

merubah struktur dan fungsi hati.

INSIDEN

Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.

Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di

Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa

pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis

berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1

tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis

hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.4

Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan

dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 –

59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun1

Insidensi penyakit ini disebutkan sangat meningkat sejak perang dunia II, sehingga

merupakan sebagai penyebab kematian paling menonjol. Peningkatan ini sebagian

disebabkan oleh insidensi hepatitis virus yang meningkat, namun lebih bermakna karena

asupan alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan satu-satunya penyebab

terpenting sirosis.7

ETIOLOGI

1) Sirosis laennec. Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol

secara kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), dimana

6

jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering

disebabkan oleh alkoholisme kronis, sering ditemukan di Negara Barat.

2) Sirosis pascanekrotik. Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel hati oleh

toksin. Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan kimia

industry, racun, arsenic, karbon tetraklorida atau obat-obatan seperti INH dan

metildopa. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai

akibat lanjut hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3) Sirosis biliaris. Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi

biliaris) pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu pada sel hati. Statisnya

aliran empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam masa hati dan pada

akhirnya menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Pada sirosis bilier, pembentukan

jaringan parut biasanya terjadi dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini

biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

4) Sirosis cardiac. Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal

jantung dengan kongesti vena hepar yang kronis.

Patofisiologi Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun

terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah hepatitis

kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini

didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :11

1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang

menggantikan lobulus.

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran

bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis

tengah beberapa sentimeter, makronodul).

3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.

Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel

hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari

kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respons

terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel

yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen

interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di

parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel

7

mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya.

Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini

pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran

bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa

pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma akan

sangat terganggu.11,12

Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya

peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal, sel stelata mempunyai peran dalam

keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan

fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang

berlangsung secara terus menerus (misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel

stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses ini berjalan terus maka

fibrosis akan terus berjalan di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan

digantikan jaringan ikat.4

8

Na & Retensi Cairan

Ascites Edema

Aldosteron & ADH

Volume DarahInaktifasi aldosteron & ADH

Tekanan Onkotik

Sintesis Albumin

Tekanan Hidrostatik

Splenomegali

Varises EsofagusHipertensi

Portal

Perubahan Metabolisme

Steroid

- Palmar eritema

- Angioma- Ginecomastia

Metabolisme Bilirubun

IkterusKERUSAKAN HEPAR

Gambar 2.5 Proses dalam patofisiologi sirosis hepatis

PENYEBAB TERJADINYA SIROSIS HEPATIS

1. Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutam didunia

barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keterautran dari konsumsi

alkohol. Konsumis alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel

hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling

sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama

dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis.

Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati

berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih

serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang lebar

dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease),

mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic steatohepatitis

(NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-

sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena

NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah

alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik

dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang

disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi

yang disebut resistensi insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom

metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling

penting dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD

adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab

untuk 24% dari semua penyakit hati.

2. Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-

penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk

pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena

bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa

sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dokter-dokter sekarang percaya

9

bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang

disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan

lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang

dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk

membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang

lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik

adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru

dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik.

Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH

mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien

dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama.

Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan

diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur

enampuluhannya.

3. Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C

virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis

virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas

dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam

waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan

dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan

kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan

hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang

progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.

4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan berakibat pada akumulasi

unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirosis.

Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau

tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu

kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.

Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh

menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal

jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan

rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-

organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit

Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang

10

mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu, tembaga berakumulasi dalam hati,

mata-mata, dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan)

dan kesulitan-kesulitan syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini.

Perawatan adalah dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang

dieliminasi dari tubuh didalam urin.

5. Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh

suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita.

Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis

dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu

adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.

Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung

unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus,

dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti pigmen

bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel

darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh

empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh

kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika

peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh

empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika

penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan

menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan

yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk

sisa memuncak pada sirosis.

6. Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang

seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC,

pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit,

dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi

pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya

menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh

empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan

rintangan dan sirosis pada hati.

11

7. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan

sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang

abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel

hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.

8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan

akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan

enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-

gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim

spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1

antitrypsin).

9. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak

umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga

gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia

(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)

adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.

MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati

mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis

mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada

yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan

makronodular.

2. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan

bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul

besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi

regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

1. Sirosis hati kompensata.

12

Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum

terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat

pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati Dekompensata .

Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah

jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

Berdasarkan etiologi:

1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara

khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai

akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar

saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi

(kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal

tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk

membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan

jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan

tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.

Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :

Skor/parameter 1 2 3

Bilirubin(mg %) < 2,0 2 - < 3 > 3,0

Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8

Protrombin time

(Quick %)

> 70 40 - < 70 < 40

Asites 0 Min. – sedang

(+) – (++)

Banyak (+++)

Hepatic

Ensephalopathy

Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4

MANIFESTASI KLINIS

13

1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati

ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan

dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit

dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi

(sirosis dini ).

2. Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga

keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang

kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang

mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama

pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.

Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan

bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan

manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding perut,

ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan eir kemih berwarna seperti air

kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi

ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau

terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan

gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus

haid, haid berhenti.

Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau

keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala

hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises

esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan.

Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati, bisa

akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises

esofagus.

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada

waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit

lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi: perasaan mudah lelah dan lemas,

selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, BB menurun, pada laki-laki

dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan

seksualitas.

14

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol terutama

bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut

badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya

gangguan pembekuan darah,perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus

dengan warna air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta

perubahan mental seperti lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.

Berikut gejala-gejala umum /manifestasi klinis umum beserta dengan penjelasan

patomekanismenya :

1. Hipertensi Portal

Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan

pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal

terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan

peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area

sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari

tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.

Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi

oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.

Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya

kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi

oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi

penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel

stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure

gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena

cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg

dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat

menyebabkan munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal

merupakan salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan

varises utamanya pada esophagus.

2. Faktor Resiko Edema dan Asites

15

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam

memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan

protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga

volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma.

Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami

ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan

keadaan ini disebut edema.

Tabel 2.3 Diagnosis Sirosis Hepatis9

Pemeriksaan Hasil yang mungkin didapat

1. Anamnesis Lesu, BB turun, anoreksia-dispepsia,

nyeri perut, sebah, ikterus (BAK coklat

dan mata kuning), perdarahan gusi,

perut membuncit, libido menurun,

konsumsi alkohol, riwayat kesehatan

yang lalu (sakit kuning, dll), riwayat

muntah darah dan feses kehitaman.

2. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum & nutrisi

- Tanda gagal fungsi hati

- Tanda hipertensi portal

3. Pemeriksaan Laboratorium

Darah Tepi

Kimia Darah

Serologi

Anemia, leukopenia, trombositopenia,

PPT

Bilirubin, transaminase (hasil

bervariasi), alkaline fosfatase, albumin-

globulin, elektroforesis protein serum,

elektrolit (K, Na, dll) bila ada ascites

- HBsAg dan anti HCV

- α FP

4. Endoskopi saluran cerna atas Varises, gastropati

5. USG/CT scan Ukuran hati, kondisi v. Porta,

splenomegali, ascites,dll

6. Laparoskopi Gambaran makroskopik visualisasi

16

langsung hepar

7. Biopsi hati Dilakukan bila koagulasi

memungkinkan dan diagnosis masih

belum pasti

KOMPLIKASI

      Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya adalah:

1) Perdarahan Gastrointestinal

Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan

timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah

pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan

adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa

didahului rasa nyeri di epigastrium.

Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku,

karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul

dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis

Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan

HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan

perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena

ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2) Koma hepatikum

Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma

hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri

yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.

Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul

sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,

dan disebut koma hepatikum sekunder.

17

Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan

berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses

detoksifikasi berkurang.

Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke

dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan

kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh

karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak

menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.

3) Ulkus peptikum

Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis

lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan

disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,

resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya

defisiensi makanan.

4) Karsinoma hepatoselular

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati

menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan

timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah

karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple

kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.

5) Infeksi

Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga

penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi

yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,

bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis,

sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

18

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut.

a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan

SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase)

meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat dibanding ALT. Namun,

bila enzim ini normal, tidak mengenyampingkan adanya sirosis hepatis

b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer

dan sirosis bilier primer.

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun,

pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol

dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari

hepatosit.

19

d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat

pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri

dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi

immunoglobulin.

f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat

sirosis

g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan

hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :

a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta

b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk

melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena

porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien

sirosis. Biopsi Hati

PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk

mengurangi progresi penyakit , menghindari bahan bahan yang biasa menambah

kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma

hepatic, berikan diet yang mengandung protein 1gram/kgBB dan kalori sebanyak 2000-

3000 kkal/ hari.

Tatalaksana pasien sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi

progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi

diantaranya alcohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati

dihentikan penggunaannnya. Pemberian asetaminofen, kolkisisn, dan obat herbal bisa

menghambat kolagenik.

Pada Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau immunosupresif. Pada

hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi bias menjadi normal dan

20

diulang sesuai kebutuhan.Pada penyakit hati nonalkoholik , menurunkan berat badan akan

mencegah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi

utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg secara oral setiap hari

selama satu tahun. Namun pemberian lmivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi

YMDD sehingga terjadi resistensi obat interferon alfa diberikan secara subcutan 3MIU ,

tiga kali seminggu selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara suntikan subcutan dengan dosis 5 MIU tiga kali

seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati : pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah

kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa mendataang, menempatkan sel

stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi

uatama.

Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bias merupakan salah satu

pilihan. Interferon mempunyai aktifiats antifibrotik yang dihubungkan dengan

pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memliki efek antiperadangan dan mencegah

pembentukan kolagen , namun belum terbukti dalam penenlitian sebagai antifibrosis dan

sirosis . Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.

21

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:

1. Suportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites dan demam.

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; diet rendah protein (diet hati III :

protein 1 g/kgBB, 55 g protein, 2.000 kalori).

c. Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000

mg).

d. Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi

protein (80-125 g/hari).

e. Bila ada tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan

dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit

sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh, misalnya : cukup kalori, protein

1gr/kgBB/hari dan vitamin

f. Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C

dapat dicoba dengan interferon.

2. Causative

Pencangkokan hati efektif dilakukan pada penderita yang sirosisnya telah

berkembang. Tetapi bila penderita tetap mengkonsumsi alkohol atau jika penyebabnya

22

tidak dapat diatasi, maka hati yang dicangkokkan pada akhirnya juga bisa mengalami

sirosis

Telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C

kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti:

a) kombinasi IFN dengan ribavirin

b) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan

RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan

kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

c) terapi induksi IFN

d) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi

dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x

seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

e) terapi dosis IFN tiap hari

f) Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-

RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi

seperti:

a) Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:

istirahat

diet rendah garam (200-500 mg/hari) : untuk asites ringan dicoba dulu dengan

istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila

gagal maka penderita harus dirawat.

membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau

kurang.

diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam

dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah

4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah

hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan

utama diuretic adalah spironolacton (50-100 mg/hari), mulai dengan dosis rendah,

23

serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap sampai 300 mg/ hari setelah 3-4 hari tidak

terdapat perubahan, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai

maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

Terapi lain:

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.

Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.

1. Tindakan ini hanya dilakukan atas indikasi :

2. Mengurangi rasa sakit

3. Mengurangi sesak

4. Mengurangi komplikasi seperti perdarahan varises dan sindrom hepatorenal

5. Untuk diagnosis dan tindakan bedah

Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan

catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan.

Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak

dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl,

trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

b. Spontaneous bacterial peritonitis

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe

yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus.

Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada

kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi

secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus

menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai

keadaan sebagai berikut:

Suspek grade B dan C sirosis hati dengan asites

Klinis mungkin tidak tampak dan leukosit normal

Protein biasanya < 1g/dl

Biasanya monomicrobial dan gram hegatif

24

Dimulai terapi dengan antibiotik jika asites > 250 mm polifmorf

50% biasanya meninggal

69% biasanya berulang dalam waktu 1 tahun

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),

secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya

tinggi maka untuk profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3

minggu.

c. Hepatorenal syndrome

Adapun kriteria diagnostik sindrom hepato-renal dapat kita lihat sebagai berikut :

Major:

Hepatitis kronik dengan asites

Laju filtrasi glomerulus yang menurun

Serum Kreatin > 1,5 mg/dl

Kreatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/menit

Tidak ada infeksi, kehilangan cairan, atau asites

Proteinuria < 500 mg/hari

Tidak ada perbaikan dengan pemberian plasma

Minor:

Volume urin < 1 liter/hari

Volume garam < 10 mmol/liter

Osmolaritas urin > osmolaritas plasma

Konsentrasi garam < 13 mmol/liter

Sindrom ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,

pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi.

Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam,

potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak

bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang

tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek

pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.

Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

25

d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomo

rduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip

penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam

keadaan ini maka dilakukan:

Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

Bila perdarahan banyak, sistol dibawah 100 mmHg, diatas 100 x/mnt atau Hb

dibawah 9 gr% diberikan pemasangan IVFD berupa garam fisiologis, dekstrose/salin

dan transfusi darah seperlunya.

Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu:

untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi

darah

Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, VitaminK,

Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan

perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi /

Ligasi atau Oesophageal Transection.

SB tube

Skleroterapi

Operasi

Foto koagulasi

Propanolol

Transplantasi Hati

• Sirosis irreversibel transplantasi

• Rata-rata 80% pasien pasca transplantasi bisa hidup selama lima tahun

• Donor terbatas

• Usaha mencegah progresivitas penyakit hati, pencegahan & pengobatan thd

komplikasi sirosis penting

Pencegahan

• Perilaku hidup sehat

• Interferon dan antiviral bagi penderita hepatitis B dan C

• Pengobatan hepatitis harus sembuh sempurna

26

• Follow up terapi dengan USG per 6 bulan

Komplikasi:

Ascites dan edema

Perdarahan gastrointestinal

Varises esofagus

Koma hepatikum

Ensefalophati

Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Karsinoma hepatoseluler

Gagal hati, kematian

Pengobatan SIROSIS DEKOMPENSATA

Asites : Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam

sebanyak 5, 2 gram atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan

dengan obat antidiuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis

100-200 mg sekali sehari. Respons diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat

badan 0,5 kg perhari, tanpa adanya edema kai. Atau 1 kg perhari bila ada edema kai.

Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bias dikombinasi dengan

furosemid dengan dosis 20-40 mg perhari. Pemberian furosemid bias ditambah

dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg /hari. Paresentetis

dilakukan bila asites sangat besar. Engeluaran asites bias hingga 4-6 liter dan

dilindungi dengan pemberian albumin.

Ensefalopati Hepatik : laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan

ammonia. Neomisin bias digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kg berat badan perhari. Terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Tabel 2.4 Pembagian stadium ensefalopati hepatikum

Stadium Manifestasi Klinis

0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,

konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.

27

1 Gangguan pola tidur

2 Letargi

3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia

4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.

Varises Esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat

penyekat beta (propsnolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat

somatostatin dan oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan ; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,

amoksilin, atau aminoglikosida.

Sindrom hepatornal ; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati , mengatur

keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati ; terapi definitif pada pasien siosis dekompensata namun,

sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi oleh

klien dulu.

KESIMPULAN

Sirosis hepatis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dimana terjadi

fibrosis pada hepar dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodul-nodul

degeneratif. Secara klinis sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis kompensata dimana gejala

28

klinisnya belum tampak nyata dan sirosis dekompensata yang gejala dan tanda klinisnya

sudah jelas. Di Indonesia sirosis hepatis paling banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis

B dan C, tetapi terdapat beberapa etiologi lain meliputi konsumsi alkohol, kelainan

metabolik, kholestasis berkepanjangan, obat-obatan, dan lain-lain.

Hepar memiliki banyak fungsi terutama dalam metabolisme, meliputi metabolisme

karbohidrat, lemak, protein, penyimpanan vitamin, dan menyimpan besi dalam bentuk

ferritin. Pada sirosis hepatis, sel-sel hepatosit mengalami kematian dan digantikan oleh

jaringan fibrotik sehingga fungsinya pun akan terganggu.

Manifestasi klinis dari sirosis akan muncul dikarenakan kerusakan sel-sel hepar

sehingga terjadi kegagalan fungsi hepar dan juga karena hipertensi portal yang terjadi.

Manifestasinya meliputi ikterus, adanya spider naevi, hipoalbuminemia, ascites, varises

esophagus, dan lain-lain. Diagnosis sirosis hepatis dapat ditunjang dengan pemeriksaan

laboratorium seperti SGOT, SGPT, α FP, HBsAg, USG abdomen, dan untuk pastinya dapat

dilakukan biopsi hepar.

Sirosis hepatis menimbulkan mortalitas yang tinggi diakibatkan oleh komplikasi yang

ditimbulkan, meliputi hematemesis melena karena pecahnya varises esophagus, peritonitis

bakterial spontan, ensefalopati hepatic, dan lain-lain. Untuk penatalaksanaannya sendiri

meliputi penghindaran terhadap bahan yang dapat menambah kerusakan hati, diet rendah

protein pada ensefalopati hepatic, diuretic pada ascites, antibiotic pada peritonitis bakteri

spontan, dan lain- lain tergantung dari keadaan pasien. Untuk prognosis dari penyakit ini,

dipengaruhi berbagai faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasinya, dan

adanya penyakit yang menyertai.

DAFTAR PUSTAKA

Braundwald,Eugene. ed. (2001).Chirrosis and alchoholic liver disease: Harrison’s

Principles of Internal Medicine-15th. United States of America : McGraw-Hill

Companies,Inc.

29

Raymon, T.C. & Daniel, K.P. 2005. Cirrhosis and its complications in Harrison’s

Principles of Internal Medicine 16th Edition. Mc-Graw Hill: USA.

Hadi, Sujono. (2002). Sirosis hati : Gastroenterohepatologi. Bandung : Penerbit PT

Alumni.

Nurdjanah, Siti. (2007). Sirosis Hati : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sherwood,Lauralee. (2001). Sistem Hepatobilier : Fisiologi Manusia dari Sel ke

Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia Anderson. (2003). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fauci, A.S. et all. 2008. Cirrhosis and its complications in Harrison’s Principles of

Internal Medicine 17th Edition. Mc-Graw Hill: USA

Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan, Panggul,

Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. EGC: Jakarta

Junqueira, L.C.,et all. 1997. Histologi Dasar. EGC: Jakarta

Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

30