Capital Budgeting

19
MATA KULIAH AKUNTANSI MANAJERIAL MATERI : PENGANGGARAN MODAL (Capital Budgeting) FAKULTAS / JURUSAN : EKONOMI DAN BISNIS / MANAJEMEN PENYUSUN : MUH. AKBAR AB (A21113021) MUHAMMAD YUSUF ANWAR (A21113529) UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

description

Manajemen KeuanganAkuntansi Manajerial

Transcript of Capital Budgeting

  • MATA KULIAH

    AKUNTANSI MANAJERIAL

    MATERI :

    PENGANGGARAN MODAL

    (Capital Budgeting)

    FAKULTAS / JURUSAN :

    EKONOMI DAN BISNIS / MANAJEMEN

    PENYUSUN :

    MUH. AKBAR AB (A21113021)

    MUHAMMAD YUSUF ANWAR (A21113529)

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2015

  • Capital Budgeting

    1. Definisi

    Capital Budgeting adalah keseluruhan proses dalam perencanaan dan pengambilan

    keputusan mengenai pengeluaran dana, jangka waktu pengembalian dana tersebut melebihi satu

    tahun (Suratiyah, 2006) dan menurut Pangestu (2001) Capital Budgeting adalah menilai rencana

    investasi yang akan kembali dalam jangka panjang. Investasi adalah komitmen atas sejumlah

    dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah

    keuntungan dimasa datang.

    Investasi berkaitan dengan berbagai macam aktivitas dan terbagi menjadi dua, yaitu aset

    riil dan aset finansial. Aset riil misalnya tanah, emas, mesin dan bangunan. Aset finansial

    misalnya deposito, saham, dan obligasi.

    Menurut Tandelilin (2001), tujuan investasi adalah untuk :

    Menghasilkan sejumlah uang

    Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak / baik dimasa yang akan datang.

    Menurut Soetrisno (1985) yang menjelaskan tentang kriteria usulan proyek, investasi

    adalah pengeluaran yang pertama atau ongkos permulaan proyek, yaitu ongkos yang dikeluarkan

    mulai studi kelayakan, pembangunan proyek sampai dengan pembukaan proyek .Ongkos / biaya

    ini disebut dengan project cost (ongkos proyek) atau ongkos permulaan (initial cost). Dalam

    analisis criteria usulan proyek tahun permulaan proyek ditandai dan disebut dengan tahun ke nol.

    Dari berbagai kesempatan investasi, terbuka keuntungan yang berbeda, untuk itu perlu

    adanya analisis terhadap usulan proyek. Salah satu tujuannya adalah mengadakan penilaian

    terhadap investasi dan dapat memilih alternatif investasi yang paling menguntungkan (Gray,dkk.,

    1985)

    Menurut Husnan dan Muhamad (2000), dalam studi kelayakan, yang dipelajari salah

    satunya adalah penilaian investasi dengan kriteria investasi. Sedangkan menurut Soetrisno P.H

    (1985), salah satu tahapan dalam studi kelayakan adalah tahap evaluasi dengan criteria investasi

    dan tahap ranking

    2. Aspek Penting dalam Capital Budgeting

    1. Gunakan Selalu Cash Flow

    Dalam melakukan capital budgeting, yang selalu digunakan adalah cash flow, bukannya

    accounting profit.Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda.

    Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di kemudian hari, sementara arus kas

    benar-benar merupakan kas yang sudah diterima di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan

    kembali.

    Misalnya, jika kita mempunyai tanah, perlengkapan dan aset tetap lainnya, tentunya

    terdepresiasi selama beberapa tahun umur ekonomisnya. Dalam perhitungan laba akuntansi,

    depresiasi dimasukkan dalam komponen beban yang mengurangi laba akuntansi, padahal

    depresiasi tidak mengurangi arus kas. Sehingga, cash flow menjadi lebih relevan dalam

    melakukan capital budgeting.

    2. Think Incrementally

    Berusaha untuk selalu think incrementally, yakni bagaimana tambahan yang dihasilkan

    oleh suatu proyek terhadap kondisi yang ada sekarang? Apakah dengan mengambil proyek

    yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang menguntungkan, ataukah justru lebih

    menguntungkan jika tidak melakukan apapun?

    Misalnya, ketika perusahaan ingin memperbarui peralatan produksi yang sudah

    dimilikinya selama beberapa tahun dengan yang baru, dan menjual yang lama. Tentunya

    harus diperhitungkan incremental cash flow setelah pajak yang dihasilkan dari peralatan

  • Capital Budgeting

    produksi yang baru tersebut. Mungkin saja ternyata incremental cash flow yang dihasilkan

    justru negative karena biaya perawatan peralatan baru lebih mahal, misalnya sementara

    penghematan tidak terlalu signifikan.

    3. Perhitungkan Opportunity Cost

    Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih suatu

    alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. Opportunity cost merupakan komponen

    yang seringkali dilupakan maupun salah dihitung dalam evaluasi capital budgeting. Hal ini

    seringkali disebabkan karena orang seringkali tidak menyadari adanya peluang lain yang

    dapat dihasilkannya.

    Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah pribadi yang kita beli dengan harga

    Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk suatu proyek.Harga pasar tanah ini sekarang sekitar 2

    miliar. Kesalahan yang seringkali terjadi adalah sama sekali tidak menghitung penggunaan

    tanah pribadi sebagai opportunity cost atau hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai

    opportunity cost, padahal potensi penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya jadi

    opportunity cost.

    4. Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan

    Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak akan muncul lagi dari

    suatu proyek atau investasi baru. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan untuk

    memperhitungkan sunk cost dalam suatu analisa capital budgeting, karena biayanya sudah

    terjadi sementara keputusan investasi yang diambil baru akan terjadi di masa depan.

    Misalnya, ketika suatu perusahaan melakukan riset pasar terhadap produknya, maka itu

    adalah sunk cost. Sehingga, ketika melakukan evaluasi capital budgeting sebelum produksi

    dijalankan, sunk cost tersebut tidak diikutsertakan, karena memang sudah terjadi dan tidak

    akan terjadi lagi di masa depan.

    5. Konsekuensi proyek

    Dalam melakukan analisa capital budgeting, Anda harus punya pandangan jauh ke

    depan. Arahkan fokus Anda juga kepada implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan

    proyek yang Anda ambil. Apakah ada risiko atau kemungkinan buruk yang memunculkan

    biaya tidak terduga? Jika ada biaya-biaya yang tersembunyi, perhitungkan juga dalam analisa.

    Misalnya, proyek dari pengembangan produk baru, tentunya berpotensi untuk memakan pangsa

    pasar dari produk yang lama. Sehingga ini juga penting untuk dipertimbangkan.

    Langkah-langkah Capital Budgeting:

    1. Biaya proyek harus ditentukan 2. Manajemen harus memperkirakan aliran kas yg diharapkan dari proyek, termasuk nilai akhir

    aktiva

    3. Risiko dari aliran kas proyek harus diestimasi. (memakai distribusi probabilitas aliran kas) 4. Dengan mengetahui risiko dari proyek, manajemen harus menentukan biaya modal (cost of

    capital) yg tepat untuk mendiskon aliran kas proyek

    5. Dengan menggunakan nilai waktu uang, aliran kas masuk yang diharapkan digunakan untuk memperkirakan nilai aktiva.

    6. Terakhir, nilai sekarang dari aliran kas yg diharapkan dibandingkan dengan biayanya.

    3. Metode dalam Capital Budgeting

    Syamsuddin (2007) menyatakan, ada beberapa metoda dalam Capital Budgeting untuk

    penentuan rangking investasi dan pengambil keputusan,yaitu:

    1. Average Rate of Return

    Metode Average Rate of Return atau sering disebut juga dengan Accounting Rate of

    Return, menunjukkan prosentase keuntungan netto sesudah pajak dihitung dari Average

  • Capital Budgeting

    Investment atau Initial investment.Metode ini mendasarkan diri pada keuntungan yang

    dilaporkan dalam buku (Reported Accounting Income), (Bambang Riyanto, 1995).

    Metode accounting rate of return adalah metode penilaian investasi yang mengukur

    seberapa besar tingkat keuntungan dari invetasi.Metode ini menggunakan dasar laba akuntansi

    sehingga angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak (EAT) yang dibandingkan

    dengan rata-rata investasi.

    Untuk menghitung rata-rata EAT dengan cara menunjukkan EAT (laba setelah pajak)

    selama umur investasi dibagi dengan umur investasi. Sedangkan untuk menghitung rata-rata

    investasi adalah investasi ditambah dengan nilai residu dibagi 2.

    Setelah angka accounting rate of return dihitung kemudian dibandingkan dengan tingkat

    keuntungan yang diisyaratkan. Apabila angka accounting rate of return lebih besar

    dibandingkan dengan keuntungan yang diisyaratkan, maka proyek investasi ini

    menguntungkan, apabila lebih kecil daripada tingkat keuntungan yang diisyaratkan proyek ini

    tidak layak.

    Kebaikan metode ini adalah sederhana dan mudah, karena untuk menghitung ARR

    cukup melihat laporan rugi-laba yang ada. Sedangkan kelemahan metode ini mengabaikan

    nilai waktu nilai waktu uang (time value of money) dan tidak memperhitungkanaliran kas

    (cashflow).

    Berdasarkan informasi di atas, maka diketahui bahwa:

    Proyek A Proyek B

    Initial

    Investment

    Rp 6.000.000,00 Rp 7.200.000,00

    Depresiasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.200.000,00

    Jumlah cash inflow untuk masing-masing proyek dapat dicari dengan cara sebagai berikut:

    CI = EAT + D

    Di mana:

    CI = Cash Inflow

    EAT = Earning after taxes atau laba bersih sesudah pajak

    D = Depresiasi

    Contoh:

    Perusahaan Sari Delima sedang menilai dua buah proyek A, dan B, yang masing-masing

    membutuhkan initial investment sebesar Rp. 6.000.000,00 untuk proyek A, dan Rp

    7.200.000,00 untuk proyek B. Perusahaan akan menggunakan metode garis lurus (stright-

    line method) dalam mendepresiasi kedua proyek tersebut. Umur ekonomis masing-masing

    proyek adalah 6 tahun dan tidak ada nilai residu pada akhir tahun ke-6.

  • Capital Budgeting

    Tabel 1 menyajikan jumlah proyeksi laba bersih sesudah pajak dan cash inflow untuk masing-

    masing proyek.

    Tabel 1

    Initial Investment, Earning After Taxes dan Cash Flow untuk

    Kedua Usulan Proyek Perusahan Sari Delima Proyek A Proyek B Initial Investment Rp 6.000.000,00 Initial Investment Rp 7.200.000,00

    Tahun EAT CI Tahun EAT CI

    Rp. Rp. Rp. Rp.

    1 1.000.000,00 2.000.000,00 1 3.300.000,00 4.500.000,00 2 1.000.000,00 2.000.000,00 2 1.000.000,00 2.200.000,00

    3 1.000.000,00 2.000.000,00 3 800.000,00 2.000.000,00

    4 1.000.000,00 2.000.000,00 4 100.000,00 1.300.000,00 5 1.000.000,00 2.000.000,00 5 100.000,00 1.300.000,00

    6 1.000.000,00 2.000.000,00 6 100.000,00 1.300.000,00

    Rata-rata

    1.000.000,00

    2.000.000,00

    900.000,00

    2.100.000,00

    Average rate of return

    Perhitungan average rate of return didasarkan atas jumlah keuntungan bersih sesudah

    pajak (EAT) yang tampak dalam laporan rugi-laba. Pengukuran dengan teknik rate of return

    ini sering pula disebut dengan istilah accounting rate of return yang perhitungannya dilakukan sebagai berikut:

    Average earning after taxes (rata-rata bersih sesudah pajak):

    Average earning after taxes atau rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak dihitung

    dengan jalan menambah keseluruhan keuntungan bersih sesudah pajak selama umur proyek,

    kemudian dibagi dengan umur ekonomis proyek tersebut:

    Di mana:

    Average EAT = rata-rata keuntungan

    EAT = total keuntungan n = umur ekonomis

    Rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak untuk kedua proyek adalah :

    Average EAT proyek A =

    = Rp.1.000.000,00

    Average EAT proyek B =

    = Rp 900.000.00

    Average investment (Rata-rata investasi):

    Rata-rata investasi dihitung dengan jalan membagi dua jumlah investasi. Rata-rata ini

    mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan metode depresiasi garis lurus dan tidak ada

  • Capital Budgeting

    nilai residu atau salvage value pada akhir umur ekonomis proyek. Dengan demikian, nilai

    buku aktiva akan menurun pada tingkat yang konstan, mulai dari nilai investasi yang semula

    sampai dengan Rp 0 pada akhir umur ekonomis proyek. Hal ini berarti bahwa rata-rata nilai

    proyek adalah separuh dari nilai jumlah investasi yang semula. Latar belakang pemikiran

    seperti ini sama dengan rata-rata persediaan yag digunakan dalam perhitungan EOQ yang

    sudah disajikan didepan.

    Rata-rata investasi untuk masng-masing proyek adalah:

    Rata-rata investasi =

    Rata-rata investasi proyek A =

    = Rp 3.000.000.00

    Rata-rata investasi proyek B =

    = Rp 3.600.000.00

    Setelah mengetahui rata-rata laba bersih sesudah pajak dan rata-rata investasi, maka average

    rate of return untuk masing-masing proyek adalah sebagai berikut:

    Average rate of return:

    Proyek A =

    = 0,333 atau 33,33%

    Proyek B =

    = 0,25 atau 25%

    Dari hasil perhitungan di atas maka tampak bahwa proyek A lebih baik daripada proyek

    B karena average rate of returnnya lebih besar dibandingkan dengan average rate of return B.

    Metode lain untuk menghitung average rate of return dari suatu proyek. Salah-satu dari

    metode tersebut menggunakan rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak. Dengan

    menggunakan metode di atas, maka perlu terlebih dahulu dihitung rata-rata cash inflow

    adalah:

    Average cash inflow =

    Di mana:

    Average cash inflow = rata-rata cash inflow

    cash inflow = total cash inflow

    n = umur ekonomis proyek

    (jangka waktu proyek menghasilkan).

    Average cash inflow untuk:

    Proyek A =

    = Rp 2.000.000.00

  • Capital Budgeting

    Proyek B =

    = Rp 2.100.000.00

    Setelah mengetahui jumlah rata-rata inflow, maka perhitungan average rate of return

    dengan cara yang kedua adalah sebagai berikut:

    Average rate of return =

    Average rate of return untuk masing-masing proyek adalah:

    Proyek A =

    = 0,6667 atau 66,67%

    Proyek B =

    =

    Dari hasil perhitungan di atas, maka proyek A menunjukkan average rate of return yang

    lebih besar daripada proyek B, dengan demikian. Keadaan proyek A lebih menguntungkan

    dibandingkan dengan proyek B.

    Ada lagi metode lain yang sering digunakan dalam menentukan besarnya average rate

    of return yaitu dengan menggunakan initial investment sebagai penyebut dan bukannya

    average atau rata-rata initial investment. Dengan demikian, average rate of return untuk

    masing-masing proyek dapat dihitung sebagai berikut:

    Average of return =

    Proyek A =

    = 0,1667 atau 16,67%

    Proyek B =

    = Rp 0,1250 atau 12,5%

    Dengan mengggunakan metode average rate of return, maka keputusan-keputusan

    sehubungan dengan usulan proyek mana yang akan diterima harus didasarkan pada

    perbandingan antara average rate of return yang diperoleh oleh masing-masing proyek dengan

    average rate of return minimal yang sudah ditetapkan sebelumnya.

    Kebaikan-kebaikan dan kelemahan metode average rate of return

    Aspek yang paling menguntungkan dalam penggunaan teknik average rate of return

    adalah kemudahan dalam penerapannya. Input utama yang harus diperoleh adalah jumlah

    investasi atau initial investment dan proyeksi keuntungan bersih sesudah pajak, di mana hal

    ini tidak terlalu sulit untuk diperoleh.

    Adapun kelemahan-kelemahan dari average rate of return adalah sebagai berikut:

    - Kelemahan pertama adalah karena penggunaan accounting income (keuntungan bersih sesudah pajak). Akan tetapi hal ini bisa diatasi dengan menggunakan rata-rata cash inflow

    seperti yang disajikan dalam cara kedua di atas.

  • Capital Budgeting

    - Kelemahan yang kedua adalah pengabaian terhadap nilai waktu dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. Seperti sudah dikemukakan dalam pembahasan

    mengenai present value, uang Rp 1.00 pada saat ini nilainya lebih besar dibandingkan

    dengan Rp 1.00 pada masa yang akan datang, di mana hal ini disebabkan karena adanya

    faktor bunga atau nilai waktu dari uang. Besarnya perbedaan antara uang Rp 1.00 saat ini dengan Rp 1.00, setahun kemudian adalah sebesar tingkat bunga yang berlaku. Perbedaan

    tersebut dapat diilustrasikan dengan menggunakan data dalam tabel 2.

    Tabel 2

    Perhitungan Average Rate of Return Untuk

    Tiga Proyek Capital Expenditure Proyek

    Keterangan X Y Z

    1. Initial investment Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00 2. Rata-rata investasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00

    Tahun

    1 Rp 200.000,00 Rp 4.00.000,00 Rp 600.000,00 2 Rp 300.000,00 Rp 400.000,00 Rp 500.000,00

    3 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00

    4 Rp 500.000,00 Rp 400.000,00 Rp 300.000,00 5 Rp 600.000,00 Rp 400.000,00 Rp 200.000,00

    3. Rata-rata EAT Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 4. Average rate of return 5. (3) : (2)

    40%

    40%

    40%

    Sekalipun average rate of return dari ketiga proyek tersebut di atas adalah sama, yaitu

    40%, tetapi apabila faktor bunga ikut dipertimbangkan maka keadaannya akan lain. Manajer

    keuanagn perusahaan akan lebih menyukai proyek Z dibandingkan kedua proyek lainnya, dan

    akan lebih menyukai proyek Y dibandingkan dengan proyek X. Hal tersebut disebabkan

    karena uang yang lebih besar diterima pada saat ini akan dapat memberikan return yang lebih

    besar apabila diinvestasikan kembali pada proyek-proyek lain, dan hal ini tidak

    diperhitungkan dalam metode average rate of return.

    2. Pay Back Period

    Perhitungan payback period untuk suatu proyek ynag mempunyai pola cash inflow

    yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    Perhitungan di atas yang menghasilkan payback period selama 3 tahun menunjukkan

    bahwa modal yang diinvestasikan dalam proyek A akan dapat tertutup selama 3 tahun. Tahun

    pertama akan tertutup sebanyak Rp 2.000.000,00 tahun kedua Rp 4.000.000,00 dan tahun

    ketiga Rp 6.000.000,00.

    Dalam hubungannya dengan proyek B maka cara di atas tidak dapat digunakan karena

    cash inflow proyek tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menentukan payback period

    proyek B maka perhitungan cash inflow yang diperoleh perlu dilakukan satu per satu, sebagai

    berikut:

    Initial

    investment

    Cash inflow:

    tahun 1

    Rp 7.200.000.00

    Rp 4.500.000.00

    Belum tertutup

    Tahun 2

    Rp 2.700.000.00

    Rp 2.200.000.00

  • Capital Budgeting

    Belum tertutup

    Tahun 3

    Rp 500.000.00

    Rp 2.000.000.00 Kelebihan Rp 1.500.000.00

    Cash inflow yang dibutuhkana dalam tahun ketiga untuk dapat menutup sisa initial

    investment adalah sebesar Rp 500.000,00 maka jumlah kebutuhan sebesar Rp 500.000,00

    tersebut hanya menggambrkan 25% dari cash inflow tahun ketiga (Rp 500.000,00 : Rp

    2.000.000,00) x 100%. Dengan perkataan lain cash inflow sebesar Rp 500.000,00 dalam

    tahun ketiga akan terkumpul dalam waktu 3 bulan (25 x 12 bulan). Dengan demikian,

    payback period untuk proyek B adalah 2,25 tahun atas 2 tahun 3 bulan. Perhitungan payback

    di atas dapat disederhanakan apabila dibuat jumlah kumulatif cash inflow dari tahun ke tahun

    seperti pada tabel 3 berikut:

    Tabel 3

    Initial Investment, EAT, Cash Inflow dan Kumulatif Cash Inflow

    Untuk Kedua Usulan Proyek Perusahaan Sari Delima (dalam ribuan) Proyek A

    Initial investment Rp 6.000,00 Proyek B

    Initial investment Rp 7.200,00

    Tahun EAT Cash

    inflow

    Cumulative

    cash inflow

    EAT Cash

    inflow

    Cumulative

    cash inflow

    Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 1) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 3.300,00 4.500,00 4.500,00

    2) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 1.000,00 2.200,00 6.700,00

    3) 1.000,00 2.000,00 6.000,00 800,00 2.000,00 8.700,00 4) 1.000,00 2.000,00 8.000,00 100,00 1.300,00 10.000,00

    5) 1.000,00 2.000,00 10.000,00 100,00 1.300,00 11.300,00

    6) 1.000,00 2.000,00 12.000,00 100,00 1.300,00 12.600,00

    Dengan adanya data tentang kumulatif cash inflow maka secara langsung dapat dilihat

    bahwa initial investment untuk proyek A akan tertutup pada tahun ke-3, sedangkan payback

    period untuk proyek B dapat dihitung sebagai berikut:

    Payback period = t

    Di mana: t = tahun terakhir di mana umlah cash inflow belum menutup

    initial investment.

    B = initial investment.

    C = kumulatif cash inflow pada tahun ke ,t,

    D = jumlah kumulatif cash inflow pada tahun t + 1

    Dari contoh yang diberikan di atas, maka payback period untuk proyek B adalah:

    Payback period B =

    = 2 + 0,25 = 2,25 tahun atau 2 tahun 3 bulan.

    Dengan membandingkan payback period kedua proyek tersebut maka keadaan proyek

    lebih menguntungkan dibandingkan dengan proyek A karena proyek B dapat menutup modal

    yang diinvestasikan dalam waktu yang lebih cepat.

    Kebaikan-kebaikan dan Kelemahan Payback Period

    Pengukuran usulan proyek capital budgeting dengan menggunakan metode payback

    period seringkali dikatakan lebih baik daripada metode average rate of return karena dalam

    perhitungannya digunakan cash inflow dan bukannya accounting income. Di samping itu,

    payback period juga mempertimbangkian (walaupun tidak sepenuhnya) secara implisit faktor

    timing atau saat penerimaan cash inflow, dan dengan demikian faktor waktu dari uang yang

  • Capital Budgeting

    akan diterima. Payback period merefleksikan tingkat likuiditas suatu proyek (kecepatan dalam

    menutup kembali modal yang diinvestasikan), dan dengan demikian pertimbangan tentang

    risiko untuk dapat segera menutup kembali investasi dengan cash inflow yang dihasilkan oleh

    investasi tersebut.Semakin likuid suatu proyek, semakin kecil risiko yang dihadapi oleh

    perusahaan, demikian pula sebaliknya.

    Kelemahan utama dari payback period adalah tidak mempertimbangkan sepenuhnya

    faktor atau nilai waktu dari uang.Pengukuran payback period menekankan pada beberapa cepat modal yang diinvestasikan akan tertutup sebenarnya hanya mempertimbangkan secara implisit saat atau timing penerimaan cash inflow.Kelemahan yang kedua timbul karena

    adanya suatu kenyataan sehubungan dengan penggunaan metode payback period yang tidak

    mempertimbangkan cash inflow sesudah investasi dalam suatu proyek tertutup.Kelemahan

    tersebut dapat diilustrasikan pada tabel 4.

    Tabel 4

    Perhitungan Payback Period Untuk Dua Alternatif Investasi Proyek X

    Initial investment Rp 100.000.00

    Proyek Y

    Initial investment Rp 100.000.00

    Tahun Cash inflow

    1 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 30.000,00 Rp 30.000,00

    2 Rp 50.000,00 Rp 100.000,00 Rp 40.000,00 Rp 70.000,00

    3 Rp 10.000,00 Rp 110.000,00 Rp 30.000,00 Rp 100.000,00 4 Rp 1.000,00 Rp 111.000,00 Rp 40.000,00 Rp 140.000,00

    5 Rp 1.000,00 Rp 112.000,00 Rp 30.000,00 Rp 170.000,00

    Payback period = 2 tahun Payback period = 3 tahun

    Payback period untuk proyek X adalah 2 tahun dan proyek B adalah 3 tahun. Dengan

    mendasarkan keputusan pada pertimbangan payback period saja, maka proyek X akan lebih

    disukai dibandingkan dengan proyek Y karena payback periodnya lebih cepat. Akan tetapi,

    apabila kita memperhatikan cash inflow sesudah payback period tercapai, maka proyek X

    hanya akan mampu menghasilkan sebesar Rp 12.000,00, sedangkan proyek Y hanya akan

    mampu menghasilkan sebesar Rp 112.000,00, sedangkan proyek Y sebesar Rp 170.000,00.

    Berdasarkan X. Dalam perhitungan payback period tidak dipertimbangkan junlah cash inflow

    pada tahun ke-3, 4 dan 5 untuk proyek X, dan tahun ke-4 dan 5 untuk proyek Y. Sekalipun

    demikian, penggunaan payback period ini mungkin lebih baik dibandingkan dengan metode

    average rate of return karena di dalam metode payback period ini paling tidak secara implisit

    masih mempertimbangkan faktor waktu dari penerimaan cash inflow.

    3. Net Present Value (NPV)

    Net present value adalah salah satu dari teknik capital budgeting yang

    mempertimbngkan nilai waktu uang yang paling banyak digunakan. Definisi atau perhitungan

    net present value (NPV) dilakukan sebagai berikut:

    NPV = present cash inflow present value investasi.

    Keputusan tentang apakah suatu proyek dapat diterima atau tidak, akan sangat

    tergantung pada hasil perhitungan net present value dari proyek tersebut.

    Untuk menghitung NPV, pertama menghitung present value dari penerimaan atau

    cashflow dengan tingkat discount rate tertentu, kemudian dibandingkan dengan present value

    dari investasi. Bila selisih antara PV dari cashflow lebih besar berarti terdapat NPV positif,

    artinya proyek investasi layak, sebaliknya bila PV dari cashflow lebih kecil dibanding PV

    investasi, maka NPV negatif dan investasi dipandang tidak layak.

  • Capital Budgeting

    Tabel 5

    Perhitungan Net Present Value (r= 18%)

    TAHUN CASHFLOW DISCOUNT FACTOR

    R= 15%

    PRESENT VALUE OF

    CASHFLOW

    1 150.000.000,- 0,870 130.500.000,-

    2 200.000.000,- 0,756 151.200.000,-

    3 250.000.000,- 0,658 164.500.000,-

    4 300.000.000,- 0,572 171.600.000,-

    Total Present Value of Cashflow

    Present Value of investment

    NET PRESENT VALUE

    617.800.000,-

    600.000.000,-

    17.800.000,-

    Dari perhitungan tersebut diperoleh hasil NPV positif Rp. 17.800.000,- artinya proyek ini

    layak.

    4. Profitability Index (PI)

    Metode profitability index (PI) ini menghitung perbandingan antara present value dari

    penerimaan dengan present value dari investasi. Bila profitability index ini lebih besar dari 1,

    maka proyek investasi dianggap layak untuk dijalankan. Metode ini lebih sering digunakan

    untuk merangking beberapa proyek yang akan dipilih dari beberapa alternatif proyek yang

    ada. Untuk memilih proyek dari beberapa alternatif proyek, yang diutamakan adalah yang

    mempunyai profitability index paling besar. Rumus yang digunakan untuk mencari PI adalah

    sebagai berikut :

    P P of ashflow

    n estasi

    Bila kita menggunakan contoh pada metode NPV, maka bisa kita hitung profitability

    indexnya:

    PI = 1 00 000 00 000 000

    = 1,03

    5. Internal Rate of Return

    Internal rate of return (IRR) didefinisikan sebagai tingkat discount atau bunga yang

    akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek

    yang sedang dinilai. Engan perkataan lain. IRR adalah tingkat discount yang akan

    menyebabkan NPV sama degan nol, karena present value cash inflow pada tingkat discount

    tersebut akan sama dengan initial inveestment.

    Perusahaan mengunakan teknik IRR dalam mengevaluasi usulan proyek capital

    budgeting, maka keputusan tentang diterima tidaknya proyek tersebut akan tergantung pada

    beberapa rate of return yng diperoleh dibandingkan dengan cost of capital yang digunakan sebagai discount factor dalam memnentukan present alue dari cash inflow yang diterima. Kriteria penerimaan atau penolakan suatu usulan cash inflow ditentukan sebagai berikut:

    Usulan proyek investasi akan diterima apabila:

    Contoh:

    Misalnya proyek senilai Rp. 600.000.000,- menghasilkan cashflow selama 4

    tahun masing-masing Rp. 150.000.000,-; Rp. 200.000.000,-; Rp. 250.000.000;

    dan Rp. 300.000.000,-. Bila diinginkan keuntungan sebesar 15%, maka NPVnya

    bisa dihitung sebagai berikut :

  • Capital Budgeting

    RR cost of capital

    Dan akan ditolak apabila:

    IRR < cost of capital

    Perhitungan IRR

    Perhitungan RR harus dilakukan secara trial and error (coba-coba) sampai pada akhirnya diperoleh tingkat discount yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol.

    Penentuan besarnya IRR untuk suatu pola cash flow yang berbentuk anuiler jauh lebih mudah

    dibandingkan dengan pola cash inflow yang tidak sama dari tahun ke tahun (mixed stream of

    flow). Dengan menggunakan contoh yang sudah diberikan di depan tentang perusahaan Sari Delima maka RR untuk proyek A dan B daoat ditentukan sebagai berikut:

    Perhitungan IRR untuk cash inflow yang berbentuk anuitet (proyek A). Perhitungan

    IRR untuk proyek A dan B dibahas secara terpisah mengingat pola cash inflow dari kedua

    proyek terseut berbeda satu sama lain, dalam artian bahwa pola cash inflow proyek A

    berbentuk anuitet, sedangkan pola cash inflow proyek B tidak sama dari tahun ke tahun.

    IRR proyek A

    Untuk menentukan IRR proyek A yang cash inflownya berbentuk anuited, maka diperlukan 3

    langkah perhitungan:

    1. Hitungbesarnya payback period untuk proyek yang sedang dievaluasi.

    2. Gunakan Tabel !-4 (PVIFAi_n), dan pada baris umur prpoyek ,n, carilah angka yang sama atau hampir sama dengan hasil payback period dalam langkah 1 di atas. IRR

    tereltak pada persentase terdekat dari hasil yang diperoleh.

    3. Apabila masih diperlukan, maka dapat dilakukan langkah ketiga yaitu untuk menentukan besar IRR yng sesungguhnya dari suatu proyek dengan jalan mengadakan interpolasi.

    Contoh: untuk mencari IRR ari usulan proyek perusahaan sari Delima maka IRR untuk proyek A dapat langsung dihitung dengan menggunakan langkah-langkah yang

    sudah disebutkan di atas. Langkah pertama yaitu menentukan payback period dari

    proyek A.

    Payback period proyek A = Rp 000 000 00

    Rp 2 000 000 00

    = 3.000

    Menurut tabel PVIFAi,n (langkah kedua) maka faktor yang terdekat dengan nilai

    sebesar 3.000 untuk jangka waktu 6 tahun adalah 3.020 (24%) dan 2,951 (25%). Dengan

    demikian, IRR proyek a terletak di antara tingkat discount 24-25%. Dengan membandingkan

    jarak dari rate yang sesungguhnya (3.000) dengan PVIFA 24% 6 dan PVIFA 25%,6 maka

    dapat disimpulkan bahwa IRR proyek A lebih mendekati 24%.

    Untuk menetukan tingkat IRR yang sesunguhnya maka perlu dilaksanakan langkah

    ketiga yaitu dengan jalan mengadakan interpolasi atas hasil yang sudah diperoleh terseut,

    sebagai berikut:

    Interpolasi PVIFAi,n PVIFAi,n

    24% 3.020 3.020

    Rate

    susungguhnya

    25%

    2, 51 0,069

    3.000

    0.020

    IRR yang sebenarnya = 24% +

    x 1%

    = 24.28%

  • Capital Budgeting

    Mengingat cost of capital perusahaan sari Delima adalah sebesar 10%, maka RR proyek A sebesar 24.28% enunjukkan keadaan yang sangat baik.

    IRR proyek B

    Perhitungan IRR untuk cash inflow tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menghitung

    IRR cash inflow yang tidak berbentuk anuitet (mixed stream of cash inflow) jauh lebih

    kompleks dibandingkan dengan penghitungan IRR untuk cash inflow yang tidak berbentuk

    anuitet. Salah satu cara untuk menyederhanakan perhitungan IRR untuk cash inflow yang

    tidak berbentuk anuitet adalah dengan jalan menganggap cash inflow tersebut solah-olah suatu anuitet dengan jalan mengambil rata-ratanya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan

    adalah sebagai berikut:

    1. Hitunglah rata-rata cash inflow per tahun.

    2. Bagilah initial investment dengan rata-rata tersebut untuk mengetahui perkiraan payback period dari proyek yang sedang dievaluasi.

    3. Gunakanlah tabel a-4 untuk menghitung besarnya IRR seperti langkah ke-2 dalam menghitung IRR untuk pola cash inflow yang berbentuk anuitet. Hasil yag diperoleh akan

    merupakan perkiraan RR.

    4. Kemudian sesuaikanlah (adjust) IRR yang diperoleh dalam langkah ke-3 di atas (diperbesar atau diperkecil) ke dalam pola cash inflow yang sesungguhnya. Apabila cash

    inflow yang sesungguhnya dalam tahun-tahun pertama ternyata lebih besar dari rata-rata

    yang dipeoleh dalam langkah 1 di atas, maka perbesarlah tingkat disvount yang

    digunakan, dan apabila sebaliknya maka perkecillah discount tersebut.

    5. Denganmengunakan discount rate baru yang diperoleh dalam langkah ke-4, hitunglah net present value dari proyek tersebut.

    6. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari nol, maka naikkanlah discount rate yang digunakan, dan apabila sebaliknya, maka turunkanlah discount rate tersebut.

    7. Hitunglah kembali NPV dengan menggunakan disrate yang baru, sampai akhirnya diperoleh discount rate yang secara erurutan menghasilkan NPV yang positif dan negatif.

    Dengan mengadakan interpolasi, maka IRR yang sebenarnya akan dapat ditentukan.

    Contoh aplikasi dari ke-7 langkah tersebut di atas ke dalam data poyek B adalah sebagai

    berikut:

    1. Rata-rata cash inflow = Rp 2.100.000.00 (Tabel 14.1)

    2. Perkiraan besarnya payback period: = Rp 200 000 00

    Rp 2 100 000 00

    =3.429

    3. Dalam tabel A-4 (PVIFAi,n) pada .6 tahun diketahui bahwa nilai yang terdekat dengan 3.429 adalah 3.410 pada discount rate sebesar 19%. Dengan demikian, discount rate

    sebesar 19% ini akan dijadikan sebgai titik awal penentuan IRR yang sebenarnya.

    4. Karena itu cash inflow pada tahun-tahun pertama lebih besar dari rata-rata cash inflow maka secara subyektif discount rate tersebut dinaikan sebesar 3% menjadi 22%.

    5. Dengan menggunakan discount rate sebasar 22%, maka selanjutnya dihitung berapa NPV dari proyek tersebut (lihat tabel 6)

    6. Karena NPV yang diperoleh dalam langkah 5 di atas masih jauh lebih besar dari nol, maka discount rate tersebut harus ditingkatkan lagi, misalnya 26%. Perhitungan NPV

    pada tingkat discount 26% disajikan pada tabel 7. Perhitungan pada tabel 7 menunjukkan

    bahwa dengan discount rate sebesar 26%, NPV sudah semakin kecil tetapi masih lebih

    besar dari nol. Dengan demikian discount rate harus ditingkatkan lagi, dan sekarang kita

  • Capital Budgeting

    mencoba untuk menghitung NPV yang positif dan negatif, maka proses trial and error

    tersebut sudah dapat dihentikan karena IRR untuk proyek B.

    Tabel 6

    Perhitungan NPV Proyek B pada discount Rate sebesar 22%

    Tahun Cash inflow

    (1)

    PVIF 22%

    (2)

    Present value

    (1) X (2)

    1 Rp 4.500.000,00 0,820 Rp 3.690.000,00

    2 Rp 2.200.000,00 0,672 Rp 1.478.400,00

    3 Rp 2.000.000,00 0,551 Rp 1.102.000,00

    4 Rp 1.300.000,00 0,451 Rp 586.300,00

    5 Rp 1.300.000,00 0,370 Rp 481.000,00

    6 Rp 1.300.000,00 0,303 Rp 393.300,00 +

    Total PV cash inflow

    PV initial investment

    Rp 7.731.600,00

    Rp .200.000,00 NPV Rp 531.600,00

    Tabel 7

    Perhitungan NPV Proyek b pada Discount rate Sebesar 26%

    Tahun Cash inflow

    (1)

    PVIF 26 %

    (2)

    Present value

    (1) x (2)

    1 Rp 4.500.000,00 0,794 Rp 3.573.000,00

    2 Rp 2.200.000,00 0,630 Rp 1.386.000,00

    3 Rp 2.000.000,00 0,500 Rp 1.000.000,00

    4 Rp 1.300.000,00 0,397 Rp 516.100,00

    5 Rp 1.300.000,00 0,315 Rp 409.500,00

    6 Rp 1.300.000,00 0,250 Rp 325.000,00 +

    Total PV cash inflow

    PV initial investment

    NPV

    Rp 7.209.600,00

    Rp 7.200.000,00 Rp 9600,00

    Perbandingan Antara Teknik NPV dan IRR

    Perbedaan pokok di antara kedua pendekatan ini terletak pada asumsi tentang discount

    rate yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi penginvestasian kembali cash inflow

    yang diperoleh. NPV mengasumsikan bahwa cash inflow yang diterima diinvestasikan

    kembali pada tingkat cost of capital atau discount rate minimum yang digunakan dalam

    perhitungan sebelumnya, sedangkan IRR mengasumsikan bahwa cash inflow yang diterima

    diinvestasikan kembali pada tingkat discount sebesar IRR.

    Apabila benar cash inflow yang diterima tersebut dapat diinvestasikan lagi pada tingkat

    discount sebesar IRR, maka teknik IRR akan memberikan hasil yang sebenarnya, dan apabila

    tidak demikian halnya, maka sebaiknya digunakan teknik NPV.

    Salah satu cara untuk memecahkan konflik tersebut adalah dengan jalan mencari IRR

    dari kelebihan/incremental cash inflow. Istilah incremental di sini dimaksudkan sebagai

    kelebihan jumlah investasi dan cash inflow dari suatu proyek terhadap proyek lainnya.

    Contoh:

    Untuk mempermudah perhitungan, maka dibawah ini akan diberikan sebuah contoh tentang 2

    buah proyek yang mempunyai cash inflow untuk jangka waktu 1 tahun.

    Perusahaan X sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk membeli salah satu dari dua mesin yang tersedia, mesin F dan mesin G. Mesin F membutuhkan initial investment sebesar

    Rp 60.000,00, sedangkan mesin G sebesar Rp 100.000,00. Cash inflow yang dihasilkan oleh

    masing-masing mesin tersebut adalah Rp 72.000,00 untuk mesin F dan Rp 118.000,00 untuk

    mesin G. Cost of capital ditetapkan sebesar 10%.

  • Capital Budgeting

    Tabel 8

    Perbandingan Antara Mesin F dan G

    Keterangan Tahun 0 Tahun 1 Investasi Cash inflow

    Mesin F (Rp 60.000,00) Rp 72.000,00 20%

    Mesin G (Rp 100.000,00) Rp 118.000,00 18%

    Mesin (F-G) (Rp 40.000,00) Rp 46.000,00 15% **Perhitungan IRR untuk masing-masing proyek dilakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya

    Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka secara sederhana pilihan akan jatuh pada

    mesin F karena IRR-nya lebih besar dari pada mesin G. Tetapi apakah memang benar

    demikian? Apabila NPV kedua mesin tersebut dihitung dengan menggunakan cost of capital

    sebesar 10% maka ternyata mesin G lebih menguntungkan karena NPV-nya lebih besar

    dibandingkan dengan mesin F. Perhitungan NPV untuk kedua mesin tersebut adalah :

    Mesin F

    Cash inflow PVIF 10% Present value cash inflow

    Rp 72.000,00 0,909 Rp 65.448,00

    Initial investment (Rp 60.000,00)

    NPV mesin F Rp 5.448,00

    Mesin G

    Rp 118.000,00 0,909 Rp 107.000,00

    Initial investment Rp 100.000,00

    NPV mesin G Rp 7.262,00

    Dari hasil perhitungan NPV tersebut ternyata bahwa mesin G mempunyai NPV yang

    lebih besar Rp 7.262,00 dibandingkan dengan mesin F yang NPV-nya hanya sebesar Rp

    5.448,00. Perbandingan di atas menunjukkan bahwa teknik IRR tidak mempertimbangkan

    besarnya atau scale dari net present alue yang dihasilkan oleh suatu proyek. Selanjutnya dari hasil perhitungan dalam tabel 14.13 di atas, ternyata IRR untuk incremental (G-F) adalah

    sebesar 15% dimana hal ini masih lebih besar daripada cost of capital yang ditetapkan.

    Grafik NPV dan IRR

    Hubungan antara NPV dengan discount factor dapat ditunjukkan dalam sebuah grafik

    yang disebut dengan istilah net present alue profile. Dalam grafik tersebut digambarkan net present value untuk tingkat discount yang berbeda-beda dan tingkat discount di mana

    tercapainya IRR maka net present value adalah nol. Net present value profile untuk proyek A

    dan B (berdasarkan data yang disajikan dalam tabel 1) dapat dibuat sebagai berikut (lihat

    gambar 1).

    Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa pada tingkat discount rate sebesar 0%, NPV untuk

    masing-masing proyek adalah sebesar selisih antara cash inflow dengan initial invesment. Net

    present value proyek A pada discount rate sebesar 0% adalah Rp 6.000.000,00 dan proyek B

    sebesar Rp5.400.000,00. Dengan semakin besarnya discount rate, maka selisih NPV kedua

    proyek tersebut akan semakin mengecil dan pada discount rate sekitar 12%, NPV untuk kedua

    proyek tersebut relatif lama. Selanjutnya pada discount rate di atas 12% NPV untuk proyek B

    akan lebih besar di bandingkan dengan NPV proyek a. NPV untuk kedua proyek masih tetap

    positif sampai dengan tingkat IRR-nya masing-masing 24,29% untuk proyek A dan 26,08%

    untuk proyek B.

  • Capital Budgeting

    Gambar 1

    Net Present Value Profile untuk Proyek A dan B

    Teknik Mana yang Lebih Baik: NPV Ataukah IRR?

    Teknik NPV dengan IRR. Kelebihan teknik NPV antara lain:

    a. NPV mengasumsikan bahwa cash inflow yang sudah diterima sebelum berakhirnya umur proyek, diinvestasikan lagi pada tingkat discount sebesar cost of capital perusahaan,

    sementara teknik IRR mengasumsikanbahwa investasikembali tersebut dilakukan pada

    tingkat IRR di mana hal ini seringkali tidak realistis.

    b. Bukanlah suatu hal yang tidak biasa terjadi dalam pola cash flow yang non konvensional di mana suatu proyek memiliki leih dari satu IRR. IRR yang lebih dari satu ini

    disebabkan karena aspek matematik dalam perhitungan-perhitungan yang dilakukan,

    (pembahasan mengenai proyek yang mempunyai lebih dari satu IRR tidak akan dibahas

    dalam bku ini).

    c. Dalam keadaan-keadaan tertentu, mungkin saja suatu proyek tidak mempunyai IRR.

    Teknik NPV tidak mengandung kelemahan seperti yang disebutkan diatas, maka secara

    teoritis teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik IRR. Akan tetapi sekalipun

    demikian, banyak perusahaan-perusahaan besar yang lebih menyukai teknik IRR daripada

    teknik NPV. Hal ini disebabkan karena IRR lebih mudah dihubungkan dengan data finansial

    perusahaan.

    Untuk menjawab pertanyaan yang diajukan diatas teknik mana yang lebih baik, NPV atau

    RR? Maka jawaban yang dapat diberikan adalah: secara teoritis NP yang lebih baik.

    6. Capital Rationing

    Tujuan daripada capital rationing adalah untuk memilih di antara proyek-proyek

    tersebut yang akan memaksimumkan atau yang akan memberikan kontribusi yang paling

    besar kepada pemilik perusahaan. Secara umum hal tersebut dilakukan dengan jalan memilih

    proyek-proyek yang akan memberikan total net present value yang tertinggi.

    Pendekatan Internal Rate of Return

    Dengan menggunakan pendekatan internal rate of return dalam capital rationing, maka

    IRR dari masing-masing proyek akan dibandingkan dengan modal yang sudah dibudgetkan

    untuk melakukan investasi. Penilaian tersebut akan dimulai dari IRR yang tertinggi sampai ke

    IRR yang terendah. Dengan menarik sebuah garis dari titik rate if return minimum yang

    ditetapkan akan dapat diketahui proyek-proyek mana saja yang dapat diterima, dan langkah

    selanjutnya adalah membandingkan proyek-proyek yang dapat diterima tersebut dengan

    jumlah budget yang tersedia.

    Contoh:

    Perusahaan Bianglala Putih memiliki modal sejumlah Rp 20.000.000,00

    untuk diinvestasikan, dan pada saat ini perusahaan sedanga

    mempertimbangkan 6 buah proyek.Jumlah investasi dan IRR untuk

    masing-masing proyek disajikan pada tabel 9.

  • Capital Budgeting

    Tabel 9

    Jumlah Investasi dan IRR untuk Masing-Masing Proyek

    Proyek Initial Invesment IRR Ranking

    A Rp 8.000.000,00 12% 1 B

    B Rp 7.000.000,00 20% 2 C

    C Rp 10.000.000,00 16% 3 E

    D Rp 4.000.000,00 8% 4 A

    E Rp 6.000.000,00 15% 5 F

    F Rp 11.000.000,00 11% 6 D

    Diketahui bahwa cost of capital perusahaan Bianglala Putih adalah sebesar 10%. Gambar 2 menyajikan susunan dari proyek yang sedang dievaluasi berdasarkan urutan besarnya IRR.

    Menurut gambar 2 maka hanya proyek B, C dan E saja yang dapat diterima. Ketiga

    proyek tersebut akan menyerap dana sebesar Rp 23.000.000,00 dari jumlah besar Rp

    25.000.000,00 yang dibudgetkan. Proyek D tidak perlu dipertimbangkan karena rate of return

    yang dihasilkan lebih dari cost of capital yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

    Gambar 2

    Susunan IRR untuk Masing-Masing Proyek yang Sedang Dievaluasi

    oleh Perusahaan Bianglala Putih

    Pendekatan Net Present Value

    Pendekatan ini didasarkan pada present value dan IRR untuk menetukan proyek-proyek yang

    akan memaksimumkan return bagi perusahaan. Proses yang dilakukan meliputi penentuan

    ranking dari masing-masing proyek atas dasar IRR-nya, dan kemudian menilai present value

    dari masing-masing proyek untuk menentukan kombinasi proyek yang akan menghasilkan

    present value yang terbesar. Hal ini sama dengan memaksimumkan net present value, karena

    baik keseluruhan budget digunakan ataupun tidak, hal tersebut dipandang sebagai total in estasi atas mana harus diperoleh net present value semaksimum mungkin.

    Contoh:

    Proyek-proyek yang sudah disajikan dalam contoh tentang pendekatan internal rate of return

    di depan akan diranking kembali dalam tabel 10 atas dasar IRR-nya masing-masing, dan

    disampng itu disajikan pula present value cash inflow untuk masing-masing proyek dengan

    menggunakan discount rate sebesar 10%.

  • Capital Budgeting

    Tabel 10

    Ranking Proyek Atas Dasar tingkat IRR-nya Masina-Masing

    Ranking Proyek Initial invesment IRR PV cash inflow dengan

    discount rate 10%

    1 B Rp 7.000.000,00 20% Rp 11.200.000,00

    2 C Rp 10.000.000,00 16% Rp 14.500.000,00

    3 E Rp 6.000.000,00 15% Rp 7.900.000,00

    4 A Rp 8.000.000,00 12% Rp 10.000.000,00

    5 F Rp 11.000.000,00 11% Rp 12.650.000,00

    6 D Rp 4.000.000,00 8% Rp 3.600.000,00

    Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa proyek B, C dan E menyerap dana-dana sebesar Rp

    23.000.000,00 dan menghasilkan PV cash inflow sebesar Rp 33.600.000,00 (present value

    cash inflow). Akan tetapi apabila proyek B, C dan A yang diterima, maka keseluruhan budget

    akan habis digunakan dan return yang akan diperoleh adalah lebih besar dari return proyek B,

    C dan E yaitu sebesar Rp 35.700.000,00.

    Dengan menerima proyek B< C dan A maka perusahaan dapat memaksimumkan return

    yang diperoleh, sekalipun IRR proyek A lebih kecil dibandingkan dengan proyek E. Sekali

    lagi diingatkan disini bahwa bagian dari budget yang tidak digunakan sebesar Rp

    2.000.000,00 (apabila proyek B, C dan E yang diterima) tidak akan memperbesar return yang

    diterima oleh perusahaan karena bagian tersebut tidak digunakan, dan dengan demikian tidak

    menghasilkan suatu apapun. Analisa ini sejalan dengan analisa tentang ncremental cash inflow yang disajikan didepan, yang menyimpulkan bahwa sepanjang RR dari incremental lebih besar dari cost of capital, maka proyek tersebut dapat diterima.

    Metode 1 didasarkan pada data akutansi (laporan buku) dan metode2 sampai dengan 6

    didasarkan pada aliran / arus kas (Cash Flow).

    Aliran kas ada dua macam, yaitu(Suratiyah, 2006 dan Pangestu, 2001):

    Aliran kas keluar neto

    Aliran kas masuk neto (Proceeds)

  • Capital Budgeting

    DAFTAR PUSTAKA

    Gray, Clive ., Lien K. Sabur., Pasaman Simanjuntak dan P.F.L. Maspaitella.1985. Pengantar Evaluasi

    Proyek. Gramedia. Jakarta.

    Husnan, Suad dan Muhamad, Suwarno. 2000. Studi Kalayak Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta

    Pangestu S.2001. Manajemen Keuangan (Bahan Ajar) Program Studi Manajemen Agribisnis.

    UGM.Yogyakarta.

    Simarmata, Dj. A. 1984. Pendekatan Sistem dalam Analisis Proyek Investasi dan Pasar Modal.

    Gramedia. Jakarta

    Suratiyah, Ken.2006. Manajemen Finansial Untuk Perusahaan Pertanian (Buku Ajar). Jurusan Sosial

    Ekonomi Pertanian.UGM.Yokyakarta

    Sutrisno, PH.1985. Dasar-dasar Evaluasi Proyek dan Manajemen Proyek.FE UGM. Yogyakarta

    Syamsuddin, Lukman. 2007. Manajemen keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Tandelilin, Eduardus.2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.BPFE. Yogyakarta