ca recti
-
Upload
eko-nur-febrianto -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
description
Transcript of ca recti
BAB I
KASUS
Nama : Tn. A
Usia : 41 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Kp. Sarongge Kidul 01/08, Ds. Ciputri, Pacet, Cianjur
MRS : Senin, 9 Februari 2015
AUTOANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut kiri bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Cianjur dengan keluhan nyeri pada perut kiri
bawah. nyeri dirasakan sejak 2 bulan SMRS. OS juga merasakan ada benjolan di
perut kiri bawah. Benjolan dirasakan sejak 4 bulan SMRS. Nyeri pada daerah
benjolan. Benjolan kira kira sebesar kelereng, tidak terasa membesar sejak 4 bulan
lalu. BAB pasien selalu cair sejak 4 bulan SMRS. BAB cair bercampur darah.
Darah menetes, bewarna merah segar. Terkadang BAB cair disertai lendir sejak 2
bulan SMRS. Os juga merasakan nyeri saat ingin BAB. Os mengaku berat badan
nya turun 10 kg dalam 2 bulan terakhir. Os merasakan mual namun muntah
disangkal. OS menyangkal demam, keluar tonjolan saat BAB dari anus, BAK
dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Belum pernah mengeluhkan
hal yang sama sebelumnya
- HT disangkal
- TB disangkal
- DM disangkal
1
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Keluhan yang sama dikeluarga disangkal
- Riwayat keganasan pada keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah melakukan pengobatan apapun.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien merokok 1 bungkus perhari, kebiasaan makan 2 kali sehari,
makanan tidak menentu
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
- TD : 110/80 mmHg
- Suhu : 36,8°C
- Nadi :78x/menit
- Pernafasan :20x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam, tidak rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: Tidak ada deformitas, epistaksis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), Pembesaran thyroid (-)
Thorax
Jantung
- I : Tidak tampak ictus cordis
- P : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula sinistra
- P : Batas jantung normal
- A: Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
2
Paru
- I : Bentuk dan gerak simetris
- P : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru
- P : Sonor di kedua lapang paru
- A : Vesikular di kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- I : Abdomen datar
- P : nyeri tekan (+), teraba benjolan di LLQ, ukuran diameter 1 cm, nyeri
tekan (+), terfiksir, batas tegas. hepar membesar(-), lien membesar (-),
- P : timpani pada lapang abdomen, pekak hati (+)
- A : bising usus (+) normal
Ekstremitas:
- Superior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
- Inferior : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
Status Lokalis a/r abdomen
nyeri tekan (+), teraba benjolan di LLQ, ukuran diameter 1 cm, nyeri tekan (+),
terfiksir, batas tegas
Status Lokalis a/r anus rektum
Inspeksi
o Fistula ani (-)
o Fissura ani (-)
o Hemorroid eksterna (-)
Rectal touche
Tonus sfingter ani baik, ampula recti : teraba massa arah jam 1, ukuran diameter
2cm, keras, nyeri tekan, terfiksir. feses (-), prostat : konsistensi kenyal, pool atas
prostat teraba, nyeri tekan (-) Sarung tangan : feses (-), darah (-)
3
Resume
Laki-laki usia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut kiri
bawah. nyeri dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakn terus
menerus. Nyeri tidak menjalar. OS juga merasakan ada benjolan di perut
kiri bawah. Benjolan dirasakan sejak 4 bulan SMRS. Nyeri pada daerah
benjolan. Benjolan kira kira sebesar kelereng, tidak terasa membesar sejak
4 bulan lalu. BAB pasien selalu cair sejak 4 bulan SMRS. BAB cair
bercampur darah. Darah menetes, bewarna merah segar. Terkadang BAB
cair disertai lendir sejak 2 bulan SMRS. Os juga merasakan nyeri saat
ingin BAB. Os mengaku berat badan nya turun 10 kg dalam 2 bulan
terakhir. Os merasakan mual namun muntah disangkal. OS menyangkal
demam, keluar tonjolan saat BAB dari anus, BAK dalam batas normal.
Status lokalis a/r abdomen: terdapat benjolan, diameter 1 cm, nyeri tekan
(+), konsistensi keras, batas tegas, tidak berbenjol-benjol, dan terfiksir.
RT : Tonus sfingter ani baik, ampula recti : teraba massa arah jam 1,
ukuran diameter 2cm, keras, nyeri tekan, terfiksir. feses (-), prostat :
konsistensi kenyal, pool atas prostat teraba, nyeri tekan (-) Sarung
tangan : feses (-), darah (-)
Diagnosis banding
Ca recti
Ca colon desendens
Diverticulosis
Colitis ulserative
Bacterial Gastroenteritis
Hemorrhoid interna
4
Usulan Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, dan fungsi hati (SGPT SGOT)
Colonoscopy + biopsi
Penatalaksanaan pada pasien
Tanggal 10/2/2015 dilakukan Colonoscopy + Biopsi
Hasil : procritis tidak spesifik, disarankan biopsi ulang
Tanggal 25/2/2015 dilakukan colostomi perlaparotomi + biopsi KGB
Hasil :
ditemukan massa tumor di rectum 1/3 proksimal dan KGB mesenterika
Ditemukan benjolan pada hepar diameter 3cm
Dilakukan colostomy
Terapi post operasi :
IVFD RL : D5
Injeksi Ceftriaxone 1 x 1 gr
Ketorolac 2 x 30 mg
BAB II
5
ANALISA KASUS
BAB III
6
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI DAN ANATOMI
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak
di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid
junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga
atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah
bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral.
Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan
cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari
pleksus hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika
inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat
menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari
rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos
superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta.
Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan
pada anatomi saluran limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu
mukosa yang tersusun oleh epitel kolumner, mukosa muskularis,
submukosa, muscularis propria dan serosa. 1,2,5,11
II. ANGKA KEJADIAN
Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang
paling sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara
berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker
kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di 7
rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian,
47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal
merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker. 1, 4
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan
terjadi kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health
Organization, 2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun
1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker
dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit
yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun,
perkembangan teknologi dan juga adanya pendeteksian dini
memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa
dicegah.1,3,4
Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50
tahun. Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat,
laki – laki memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding
wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. 1,2
III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
1. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk
menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah 8
proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,
adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna
dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan
kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.13
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
2.1 Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena
kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif
kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18%
pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan
risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan
kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada
pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan
berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya
invasif kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang
dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa
dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting
dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan
adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri
pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara
para ahli patologi anatomi.13
2.2 Penyakit Crohn’s
9
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan
ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit
crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi
dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma
meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding
intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan
juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula
kronik pasien dengan crohn’s disease.14
3. Faktor Genetik
3.1 Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk
menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.13
3.2 Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal
menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma
dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang
paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu
riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang
lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh
kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma
kolon dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian
yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali
karakternya. Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker
kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous
polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).13
10
3.3 FAP (Familial Adenomatous Polyposis)
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi
pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat
menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40
sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan
polip yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi
yang aman dan adekuat; ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk
melakukan prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada
bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali
terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur
pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan.
Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP
yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi
rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada
sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas,
pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk
gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.13,15
3.4 HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)
Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.2
Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada
umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon
kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme mismatch repair yang
bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari
DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari
squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang
dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana
predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari
malignansi primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma
sebaceous, carcinoma sebaceous, dan multipel keratocanthoma, Termasuk
kanker dari endometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan
traktus biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor
pada HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan 11
signet-cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang
berlokasi pada perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi
lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada
HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon yang berukuran kecil dapat menjadi
karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata
kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun.
Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita
kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai
pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang
pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka
rata-rata pasien dengan HNPCC yang didiagnosa menderita kanker kolorektal
pada umur 44 tahun, dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita
kanker kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC terlihat
lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian
menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari
adjuvant kemoterapi berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa
kelainan ini. 13,15
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua
hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker
kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk
asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal.
Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan
perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin,
trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini
mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga 12
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal
tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua
adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat
disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini
didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis
dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses
ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan
lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme
tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan
pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan
hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko
tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua
setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika
dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan
hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,
obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap
hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari
kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan
pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker
kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang
berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat 13
diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya
adenoma.
6. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan
wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7
kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4
kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang
berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa
pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker
paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48%
kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker
payudara (248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru
(118 per 100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker
kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat
bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau
lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia
dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker terdapat pada usia ≥ 65
tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur kurang dari 65
tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.13
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal
sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker
kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah
empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita kanker kolorektal
kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa
menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan usia
dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar
3,5%, 45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun
sebesar 25,9%, 75-84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17
14
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Histologi
Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi,
penanganan dan prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker
kolorektal mempunyai derajat differensiasi yang berbeda-beda, tidak
hanya dari tumor yang satu dengan tumor yang lain tetapi juga dari area ke
area pada tumor yang sama, mereka cenderung mempunyai morfologi
yang heterogen. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai
adalah tipe adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%),
signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari
tahun 1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker
kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar
96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor),
0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari
epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak
diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan
antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker
kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat differensiasi
sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell
carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan telah
bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan
sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase
pada saat terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat
differensiasi dan sering sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker
Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering
dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78
(38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%)
dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil penelitian di RSKD
15
didapatkan bahwa frekuensi terbanyak adalah adenocarcinoma dengan derajat
differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati
frekuensi derajat differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat
differensiasi baik. Perbedaan pola demografik dan klinis yang berhubungan
dengan tipe histopatologis akan sangat membantu untuk studi epidemiologi,
laboratorium dan klinis di masa yang akan datang. 13,16
2. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah : 1,2,5,7,8,12
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah
segar maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.
3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus
pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60%
kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar
adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur
limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase
kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan
16
kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase
kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.11
V. DIAGNOSIS DAN STAGING
1. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,
diantaranya ialah : 1,2,5,7,8,9,12
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan
di jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.
1. Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan
adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram
yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas
tegas.
17
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya
juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah
mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau
apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari
lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek
terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat
digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah
mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan
fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti
kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding
anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan
karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau
fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada
traktus gastrointestinal bawah.
4) Sigmoidoscopy , yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip
atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
18
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat
colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang
paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis
lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous
carcinomas, dan undifferentiated tumors.1,2
19
2. Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC)
memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan kanker menjadi
satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV). 1,2,5
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu
pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes
A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun
tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,
atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV
20
21
Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*
Stadium Deskripsi
T1Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding
rectum
T2Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke
perirectal
T3aPenebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang
berdekatan.
T3bPenebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding
abdominal
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal
*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)
Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*
TNM
Stadium
Modified Dukes
StadiumDeskripsi
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
22
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T, M1 D Metastasis jauh
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
VI. PENTATALAKSANAAN
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa
adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis.
Tiga terapi standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan
terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek
dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena
kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien
kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan
kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai
neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant
chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien
lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih
membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk
membunuh sel kanker yang tertinggal. 2,7
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan
tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam
bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis.
Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah
23
limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
24
Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis Gambar 9. Reseksi
dan Kolostomi
Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi
abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan
bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan
yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.
Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker
yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate )
dapat dilakukan ” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum
merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate
merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.
Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa
kegagalan operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum
dengan jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai
jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada
243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman
untuk dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami
oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis
ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana
teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk
mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-
tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral.
Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat
mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi
metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk
mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal
dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles.
Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.25
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum
dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf
pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian
melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum
melalui abdomen.
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi
dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau
koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.
Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan
menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran
di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum
1. Indikasi
Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara
histologi
Ukuran kurang dari 3-4 cm
2. Kontraindikasi
Tumor tidak jelas
Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan
III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi
tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat
26
melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi
yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan
resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian
sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna
mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable. 1,2,9
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam
atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III).
Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-
FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen
lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi
bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira
15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%. 1,2,9
VII. PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
27
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan
yang dapat berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya.
Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30%
pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah,
stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas
negatif tumor. 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com.
(Download : 1 maret 2015)
28
2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com.
(Download : 1 maret 2015).
3. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer
Society Inc. Atlanta
4. Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center,
University of Texas.
5. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : What’s You Need To Know. Available from
Available from www.healthABC.info. (Download : 1 maret 2015)
6. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis & Staging.
Available from www.OncologyChannel.com. (Download : 1 maret 2015)
7. Anonim, 2005. Rectal Cancer Treatment. Available from
www.nationalcancerinstitute.htm. (Download : 1 maret 2015)
8. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
9. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams
& Wilkins: USA.p 201
10. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
11. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal
of Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932, (Download :1
maret 2015)
12. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from
http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,. (Download :
1 maret 2015)
13. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003,
Available from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.
(Download : 1 maret 2015)
29