CA COLORECTAL.doc

download CA COLORECTAL.doc

of 33

Transcript of CA COLORECTAL.doc

BAB IPENDAHULUANKarsinoma kolorektal adalah tumor ganas yang berkembang pada kolon dan rectum. Kolon dan rectum merupakan bagian dari saluran pencernaan dimana proses pencernaan makanan untuk menghasilkan energy bagi tubuh dan bahan yang tidak berguna (fecal matter/ stole).1Kematian yang diakibatkan karsinoma rekti di seluruh dunia setiap tahun dilaporkan sekitar 77.000, dan bersama-sama dengan karsinoma kolon menempati urutan ketiga setelah karsinoma paru dan gaster sebagai penyebab kematian akibat kanker. 2Insidensi karsinoma rekti sekitar 30% dari seluruh karsinoma kolorektal. Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di Amerika Serikat insidensi karsinoma kolorektal mengalami penurunan dari 55 per 100.000 penduduk pada tahun 1985 menjadi 44 per 100.000 penduduk pada tahun 1994. Dan pada tahun 1995, American Cancer Society memperkirakan terdapat sekitar 40.000 kasus baru karsinoma rekti di AS. 2Jenis karsinoma rekti yang paling banyak dijumpai adalah adenokarsinoma, dan terdapat keadaan-keadaan premalignan yang sama dengan karsinoma kolon, seperti adenomatous dan villous polyps, familial adenomatous polyposis, dan colitis ulseratif. 2Mortalitas operatif karsinoma kolorektal banyak mengalami penurunan karena makin membaiknya pemahaman terhadap preparasi usus preoperatif, pemberian antibiotika yang tepat, perbaikan teknik-teknik operasi, tersedianya transfuse darah, makin mambaiknya penanganan anestesi dan sistem pendukung paska operatif. 2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kolon dan Rektum2,3,42.1.1. Kolon

Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis sampai dengan anus. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi 2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. Kolon terdiri dari 6 bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, sigmoid dan rectum, dengan katup ileosekal pada kranialnya, untuk mencegah refluks dan linea dentate dari anus pada ujung kaudal. Bagian asendens dan desendens di retroperitoneum, tapi kolon sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di intraperitoneum.

Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Batas antara kolon dan rectum tampak jelas karena pada rectum ketiga taenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak di bawah promontorium, 15 cm dari anus.

Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, transversum, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi, yaitu : tunika serosa, tunika muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi. Appendiks memiliki massa dari jaringan limfe yang merupakan bagian dari MALT (mucosa associated lymphatic tissue) memiliki hubungan yang sangat erat dengan system imun tubuh. Namun ia memiliki infrastruktur yang penting yaitu suatu struktur yang memberikan lokasi ideal bagi bakteri untuk berakumulasi dan berkembang biak. Masalah yang paling umum pada regio kanan bawah adalah inflamasi appendiks dan bila pecah akan menjadi peritonitis. Walaupun gejalanya sangat bervariasi namun nyeri perut kanan bawah adalah yang paling khas dan perlu diingat bahwa salah satu predisposisi karsinoma adalah proses infeksi dan inflamasi yang berulang-ulang. Beberapa kasus dari nyeri di abdomen sering sekali dianggap appendisitis namun ternyata oleh karena invasi cacing-cacing parasitik yang sering dijumpai pada penduduk di Amerika Utara yang mengkonsumsi daging setengah matang. Suplai darah kolon terutama melalui arteria Mesenterika Superior dan Inferior dan inferior. Arteria mesenterika superior ada tiga cabang utama : (1) arteri ileokolika, (2) Kolika dekstra dan (3) kolila media. Arteria mesenterikan inferior bercabang ke arteria kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-masing mempunyai anatomis dengan arteria terdekat, yang membentuk pembuluh darah kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase vena kolon sejajar sistem arteria, tetapi tidak memasuki sistem venakava interior. Vena mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta dan berdrainase ke hati. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rectum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a. kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid berasal dari usus belakang terasa mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan nyeri perut. 2,3,42.1.2 Rektum

Rektum seluruhnya terbungkus dalam serat otot longitudinal, kemudian dilanjutkan oleh kanalis analis, dimana sfingter eksterna dari otot volunter memberikan selubung tambahan. Otot levator ani membentuk sudut 600-1050 pada orang normal dari sambungan rektoanal depan, sarafnya mensuplai sisi atasnya, oleh karena itu dapat rusak akibat peregangan otot yang luas misalnya pada waktu perslinan.

Kolorektum dilapisi oleh epitel kolumnar sejauh linea dentata pada pertengahan kanalis analis kemudian dilanjutkan oleh epitel squamosa sensitive yang berlanjut pada perineum. Kelenjar submukosa analis dapat meluas secara dalam ke sfingter dan jika terinfeksi maka dapat mengakibatkan abses perianal dan fistula. Pada pelvis, setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid bergabung dengan rektum, lalu berjalan dari posteroinferior didepan sakrum. Secara natural orientasi dari rektum diperiksa dengan jari melalui dinding rektum anterior. Hal ini disebut eksaminasi rektal (rektal = lurus). Selain itu rektum memiliki kurva lateral tiga buah, dimana di bagian internal ditampilkan sebagai lapisan transversal disebut katub rektal. Katub ini memisahkan feses dari flatus, yang menghentikan feses dan membuat gas saja yang keluar.Bagian anus, yang terakhir dari usus besar terletak eksternal pada kavum abdominopelvis. Kira-kira 3 cm panjangnya, dengan saluran anus berawal dari rektum mempenetrasi muskulus levator ani dari pelvis dan membuka kebagian badan eksterior dari anus. Saluran anal memiliki dua buah spingter, yaitu spingter internal, tidak disadari (involuntary) dan spingter ekternal yang terdiri dari otot skeletal. Spingter, bekerja seperti dompet yang membuka dan menutup anus kecuali pada saat defekasi. Letak karsinoma kolorektal sekitar 70-75% terletak pada rectum dan sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip, colitis ulserosa, dan colitis amuba kronik. 2,3,42.2. Fisiologi Kolon dan Rektum5Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum. Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5 liter air, 403 m.Eq Na dan 462 m.Eq Cl. Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat. Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare. Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Makanan yang mudah membentuk gas : kacang mengandung karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus dengan PH 8,4. cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik bikarbonat maupun amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan normal tidak ada laktase, protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan melindungi mukosa kolon. Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan. Rangsangan pada nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar sekresi. Rangsangan simpatikus serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi. Usus besar juga mempunyai fungsi ekskresi mineral missal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe. Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang tidak dapat dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti bubur. Pada kolon desendens mulai menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon sigmoideum dan sampai di ampula rekti sehingga pada suatu waktu terjadi rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi. Pleksus saraf intrinsik pada dasarnya bertanggungjawab terhadap kontraksi kolorektal. Pleksus intrinsik dibawah pengaruh hormon usus dan hormon lain misalnya, kolesitokinin, motilin, peptida intestinal vasoaktif dan ketokolamin yang konsentrasi sirkulasinya bervariasi secara bermakna mempengaruhi aktifitas kontraksi. Maka sesudah makan motilitas meningkat dengan jelas, mungkin karena aktifitas kolesitokinin sementara itu pleksus saraf intrinsik juga memberikan efek yang nyata. Tidur menurunkan aktifitas kolon cukup besar yang segera meningkat pada waktu bangun. Stress mental meningkatkan kontraktilitas. Makanan yang mengandung banyak serat meembantu mempertahankan air dan meningkatkan massa feses sehingga membantu defekasi.5Karsinoma Kolorektal2.3 Definisi

Gambar. 1. Karsinoma Kolorektal

Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang memanjang dari sekum hingga rektum. Sebagian besar kanker kolorektal berasal dari adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah neoplasma ganas epitelial dengan sel-sel penyusunnya identik struktural bahkan kadang fungsional dengan sel epitel kelenjar normal pasangannya apokrin, ekrin, endokrin, dan kelenjar parenkim.62.4 Epidemiologi

Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Dinegara Barat, perbandingan insidens laki-laki : perempuan = 3 : 1, kurang dari 50% ditemukan direktosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut.72.5 Faktor Risiko8Diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet rendah serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-sayuran yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek anti kanker. 82.6. Etiologi8a. Poliposis familial : Gejala poliposis familial adalah berat dan biasanya mengalami degenerasi maligna. Bila telah berubah menjadi maligna maka tumor akan tumbuh menjadi besar dan berwarna lebih gelap dan mungkin mengalami ulserasi. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip adenomatosum bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel dan tersebar pada mukosa kolon. Dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat mengalami degenerasi menjadi kanker kolon. Adanya kanker kolon pada umur muda kemungkinan berasal dari pertumbuhan poliposis. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang menggangu penderita. b. Polip Adenomatosum

Biasanya berukuran kecil kurang dari 1 cm terdiri dari tiga bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Masing-masing bagian dibentuk dari sedikit kelenjar sel goblet dilapisi oleh epitel silinder dengan jaringan ikat stroma. Pada kondisi polip demikian jarang ditemukan kanker. Akan tetapi semakin bertambah ukuran polip, resiko perubahan sel epitel mulai dari derajat atipik sampai anaplasia semakin tinggi. Pada polip dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya kanker. Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai dari puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas kebagian badan dan basis tangkai polip.c. Adenoma Vilosum

Terbanyak dijumpai di daerah rektosigmoid dan biasanya berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan basis polip. Pada kelainan ini resiko terhadap kanker lebih sering dibanding dengan polip adenomatosum. Pada lebih kurang 30% adenoma vilosum ditemukan area kanker. Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, resiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker. Seperti juga pada polip adenomatosum perubahan dimulai didaerah permukaan, meluas pada dareah basis dan invasi pada submukosa kolon atau rektum. Biasanya adenoma vilosum memproduksi lendir yang mengandung banyak elektrolit terutama kalium, mengakibatkan kemungkinan hipokalemi. Neoplasma ini ditemukan biasanya karena banyak mengeluarkan lendir dengan atau tanpa darah.d. Colitis ulserosa

Colitis ulserativa sering juga menyebabkan kanker kolon dan paling banyak di segmen proksimal dari kolon. Dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut membentuk pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap kanker.

2.7 Letak7

Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rectum terletak pada rectum dan sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip colitis ulserosa dan colitis amuba kronik.

2.8 Patologi9Penyakit kanker mengenai sel sebagai unit dasar kehidupan. Sel akan tumbuh dan membelah untuk mempertahankan fungsi normalnya, tetapi kadang-kadang pertumbuhan ini diluar kontrol sehingga sel terus membelah meskipun sel-sel baru tersebut tidak diperlukan. Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat merupakan suatu keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui periode panjang, polip ini dapat menjadi ganas. Pada keadaan lanjut, kanker ini dapat menembus dinding usus besar dan menyebar melalui saluran pembuluh getah bening. Hampir semua karsinoma kolon rektum berasal dari polip, terutama polip adenomatus. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Menurut P. Deyle, perkembangannya dibagi atas 3 fase. Fase pertama yaitu fase karsinogen yang bersifat rangsangan. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan tersebut timbulnya perlahan-lahan dan tidak sering, biasanya penderita merasa terbiasa dan baru memeriksakan dirinya ke dokter setelah memasuki stadium lanjut. Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada bentuk yang kurang berdiferensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa. Dasar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada pertumbuhan anaplastik kadang terlihat signet ring cell (inti mendesak ke arah sel). Perubahan yang terjadi selama evolusi karsinoma kolorektal dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

2.9 Klasifikasi7,10Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infilltrasi karsinoma di dinding usus, yaitu : Dukes A : dalamnya infilltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.

Dukes B : dalamnya infilltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.

Dukes C : dalamnya infilltrasi metastasi kelenjar limfe dengan :

C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer.

C2 : dalam kelenjar limfe jauh.

Dukes D : metastasis jauhBerdasarkan besar diferensiasi sel terdapat 4 tingkat klasifikasi yaitu : Grade I : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25%

Grade II : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25-50%

Grade III : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 50-75%

Grade IV : Sel-sel anaplastik lebih dari 75%

Pada tahun 1987 American joint committee on cancer dan international union against cancer memperkenalkan sistim klasifikasi TNM yaitu: 1) ekstensi tumor (T) dibagi atas T1 s/d T4; 2) adanya keterlibatan kelenjar (N) dibagi atas: N1 bila < 4 kelenjar, N2 bila > 4 kelenjar, N3 bila terdapat kelenjar sepanjang pembuluh darah; 3) adanya metastasis jauh (M1). Adapun sistim TNM dapat dijabarkan sebagai berikut (Schwartz, 1995):Tumor Primer (T)

Tx : Tumor primer tak dapat ditentukan

To : Tidak ditemukan tumor primer

Tis : Carcinoma in situ: invasi intraepithelial ke lamina propria

T1 : Tumor menyebuk submucosa

T2 : Tumor menyebuk muscularis propria

T3 : Tumor menembus muscularis propria ke subserosa/perikolika/jar. perirektal

T4 : Tumor menginfiltrasi organ atau struktur atau ke peritoneum visceral

Kelenjar Limfe Regional (N)

Nx : KGB Regional tidak dapat ditentukan

No : Tak terdapat keterlibatan KGB regional

N1 : Metastasis ke 1-3 KGB regional

N2 : Metastasis ke 4 atau lebih KGB regional

Metastasis jauh (M)

Mx : Tidak dapat ditentukan adanya metastasis jauh

Mo : Tidak ditemukan metastasis jauh

M1 : Ditemukan metastasis jauh

Stadium 0 : Tis, No, Mo

Stadium I : T1, No, Mo (Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada

metastasis, tumor hanya terbatas pada submukosa)

: T2, No, Mo (menembus muscularis propria)

Gambar. 2. KKR Stadium 1

Stadium II:T3, No, Mo (Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada metastasis, tumor menembus lapisan subserosa)

: T4, No, Mo (Tumor sudah penetrasi ke luar dinding kolon tetapi belum metastasis ke kelenjar limfe)

Gambar. 3. KKR Stadium 2

Stadium III : Semua T, N1, Mo (Tumor invasi ke limfonodi regional)

: Sernua T, N2, Mo

Gambar. 4. KKR Stadium 3

Stadium IV : Semua T, Semua N, M1 (Metastasis jauh)

Gambar. 5. KKR Stadium 4

Tabel.1. Klasifikasi Karsinoma Kolon Menurut Dukes dan TNM

Klasifikasi TNMKlasifikasi Dukes Harapan hidup (%)

Stage 0Karsinoma in situ

Stage 1Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada metastasis, tumor hanya terbatas pada submukosa (T1, N0, M0); Tumor menembus muscularis propria (T2, N0, M0)A90-100

Stage 2Tidak ada penyebaran pada limfonodi, tidak ada metastasis, tumor menembus lapisan subserosa (T3, N0, M0) Tumor sudah penetrasi ke luar dinding kolon tetapi belum metastasis ke kelenjar limfe (T4, N0, M0)B75-85

Stage 3Tumor invasi ke limfonodi regional (Tx, N1, M0)C30-40

Stage 4Metastasis jauh D1 cm pada 75% pasien.12 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal. 8

MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar. 12

2.12 Diagnosis Banding7Berbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip adalah ulkus peptic, neoplasma lambung, kolesistitis, abses hati, neoplasma hati, abses appendiks, massa periapendikular, amuboma, diverticulitis, colitis ulserosa, enteritis regionalis, proktitis pasca radiasi, dan polip rektum. 7Tabel 2.3 Diagnosis Banding

Kolon kananKolon tengahKolon kiriRektum

Abses appendiksMassa appendiksAmubomaEnteritis regionalisTukak peptik

Karsinoma lambung

Abses hati

Karsinoma hati

Kolesistitis

Kelainan pancreas

Kelainan saluran empeduColitis ulserosa

Polip

Diverticulitis

Endometriosis Polip

Prokitis

Fisura anus hemorrhoid

Karsinoma anus

2.13 Penyulit71. Obstruksi : Obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon bisa menjadi sangat besar terutama sekum dan kolon asenden. Tipe obstruksi ini disebut tipe dileptik.2. Perforasi : Perforasi terjadi disekitar tumor karena nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang menyebabkan tekanan di dalam rongga kolon makin meninggi. Biasanya perforasi menyebabkan peritonitis umum disertai gejala sepsis. Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan absessekitar tumor sebagai reaksi peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan terbentuk abses. Tumor yang terletak dekat lambung dapat menyebabkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang terletak di VU dapat menyebabkan fistel vesikokolika dengan tanda pneumaturia. 2.14. Penatalaksanaan2.14.1. Pembedahan7

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utama tindak bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Pada tumor sekum atau kolon asenden dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperianal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut dikeluarkan. Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rectum melalui abdomen. Reseksi anterior rendah pada rectum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografi untuk menentukan tingkat penyebaran dalam dinding rectum dan adanya kelenjar ganas pararektal.Koagulasi dengan laser digunakan sebagai terapi paliatif. Sedangkan radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi digunakan sebagai terapi adjuvan.

Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rectum abdominoperineal radikal maupun reseksi rectum anterior rendah ialah gangguan fungsi seks. Pada diseksi kelenjar limfe pararektal dan daerah retroperitoneal sekitar promontorium dan daerah preaortal dilakukan juga eksisi saraf autonom, simpatik maupun parasimpatik. Gangguan seks mungkin berupa libido berkurang atau hilang, gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, orgasme atau ejakulasi. Gangguan yang terjadi mungkin salah satu atau kombinasi beberapa gangguan yang disebut diatas. Dengan teknik pembedahan khusus yang halus dan teliti angka kejadian penyulit ini dapat diturunkan. 7

2.14.2 Terapi RadiasiTerapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh. 132.14.3 Kemoterapi

Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar adalah intraarterial floxuridine (FUDR). Diikuti reseksi karsinoma kolon primer dan nodus limfatikus, dengan pilihan kemoterapi: kemoterapi sistemik menggunakan regimen 5-FU/leucovorin /CPT11 atau kemoterapi intrahepatic (intraarterial) dengan FUDR. Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi hepar yang luas atau multiple sehingga membutuhkan kemoterapi dosis yang lebih tinggi. Prinsip terapi ini adalah metastase ke hepar menerima suplai darah terutama melalui sirkulasi arteri hepatika, dimana hepar secara normal menerima darah melalui vena porta. Efek samping utama pada intraarterial FUDR adalah kolangitis sclerosis. Terapi FUDR intraarterial biasanya diberikan melalui pompa yang ditanam di daerah subcutan, yang diganti secara periodik. Efek samping utama yang bisa terjadi adalah sclerosing cholangitis. 122.15 KOLOSTOMI

a. Definisi

Suatu tindakan membuat lubang pada kolon dan berhubungan dengan dunia luar merupakan kolocutaneustomi yang disebut juga anus prenaturalis yang dibuat sementara atau menetap.

b. Ruang Lingkup

Lesi atau kelainan sepanjang kolon sampai ke rektum.

c. Indikasi operasi

Peritonitis lokal dan general yang disebabkan oleh perforasi kolon.

Trauma pada kolon dan rektum proksimal yang tidak menjamin dilakukannya anastomosis primer karena secara teknik sulit dan tanpa /kurang bowel preparation.

Obstruksi yang disebabkan oleh tumor atau karsinoma pada kolon dan rektum.

Divertikulitis sigmoid

d. Kontra indikasi

Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi

e. Diagnosis banding

Karsinoma kolon dan rektum

Inflamatory bowel disease: penyakit Crohn

Infeksi granulamatous kolon dan rektum: tuberkulosa, amuboma

f. Pemeriksaan Penunjang

Foto polos abdomen 3 posisi

Kolon inloop

Proktoskopi, Kolonoskopi

USG abdomen

Teknik Operasi

Sebagai model dipilih kolo-tranvesotomi:

Desinfeksi lapangan operasi dengan desinfektan

Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril

Insisi dinding abdomen pada kuadran kanan atas (untuk kolo-transvesotomi kanan) atau kuadran kiri atas (untuk kolo-transversotomi kiri).

Insisi transversal atau vertikal diatas bagian kolon yang mengalami distensi. Insisi dibuat cukup lebar untuk dapat mengidentifikasi dan memobilisasi kolon yang mengalami distensi. Insisi diusahakan melalui m. Rektus abdominis.

Insisi diperdalam lapis demi lapis dengan membuka fascia anterior, m. rektus dipisahkan, fascia posterior dan peritoneum dibuka secara tajam.

Identifikasi kolon transversum, bila distensi maka dilakukan dekompresi terlebih dahulu. Hindari kontaminasi. Dengan cara demikian maka dapat dihindari lubang abdomen yang besar.

Kolon dimobilisir dan dikeluarkan dari rongga abdomen. Hindari ketegangan dalam memobilisasi kolon. Omentum mayus di diseksi dari kolon transversum.

Dipasang rod dari plastik/karet pada mesokolon yang avaskuler, untuk mempertahankan kolon.

Peritoneum dan fascia posterior dijahit dengan dinding kolon pada jaringan lemak kolon (fat tab) pada beberapa tempat. Fascia anterior dijahit dengan fat tab pada beberapa tempat.

Fascia dipersempit dengan jahitan, dengan menyisakan 1 jari longgar untuk menghindari gangguan pasase kolon.

Kulit pada beberapa tempat dijahitkan dinding kolon.

Bila disttensi kolon masih berlanjut dapat dilakukan dekompresi pada bagian kolon yang masih distensi dengan memasang pipa (tube) melalui dinding kolon yang difiksasi dengan jahitan purse string.

Pada keadaan dimana perlu eksplorasi keadaan kolon terlebih dahulu atau terdapat kesulitan mobilisasi kolon maka dilakukan laparotomi secara midline dan selanjutnya tindakan kolostomi seperti tersebut diatas.

g. Komplikasi operasi

Perdarahan

Herniasi parakolostomi.

Prolaps kolon.

Striktur stoma.

Iskaemi dan nekrosis kolon karena gangguan pembuluh darah

Iritasi kulit.

h. Mortalitas

Sesuai kasus yang mendasari

i. Perawatan Pasca Bedah

Pasca bedah penderita dirawat diruangan untuk diobservasi kemungkinan terjadinya komplikasi dini yang membahayakan jiwa penderita seperti perdarahan. Diet diberikan setelah penderita sadar dan pasase usus baik.

Stoma dilakukan setelah 48 jam dengan membuka diding kolon.

Jahitan luka diangkat pada hari ke-7.

j. Follow-Up

Folllow up terapi terhadap penyakit dasarnya.

Evaluasi kelancaran stoma dengan melakukan irigasi.

Evaluasi terjadinya komplikasi seperti iritasi kulit.

2.16 Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.7Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya buruk.DAFTAR PUSTAKA

1. Ikhsanuddin A. 2006. Perawatan Pasien dengan Kolostomi pada Penderita Kanker Kolorektal. Diunduh dari: http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3510/1/04006072Mirip.2. Johorning P. 2002. Karsinoma Rekti (Referat Sub Bagian Bedah Digestif)

3. Anonim. 2008. Kanker Kolorektal. Diunduh dari: http://www. usebrains.wordpress.com/2008/09/14/kanker-kolorektal. Tembolok-Mirip4. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Edisi 6. Jakarta: EGC.

5. Ganong, W.F. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

6. Pezzoli A, Matarese V, Rubini M. 2007. Colorectal cancer screening: Result of 5-year program in asymptomatic subjects at increased risk. America: Digestive and Liver Departement.

7. R. Sjamsuhidajat. De Jong, Wim. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II : Usus halus, appendiks, kolon dan anorektum. Jakarta: EGC.

8. Casciato DA. 2004. Manual of Clinical Oncology. Ed 5th. Lippincott Wiliams & Wilkins: p 201.

9. Kumar, Abbas, Fausto. 2010. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease; Ed 7th. Jakarta : EGC.

10. Avunduk. Canan. 2002. Lippincott Williams & Wilkin: Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. Ed 3rd.

11. R. Sjamsuhidajat. De Jong, Wim. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II : Pemeriksaan pasien. Jakarta: EGC.

12. Schwartz SI. 2005. Schwartzs Principles of Surgery. Ed 8th. United States of America: The McGraw-Hill Companies.

13. Lu, Mei. 2006. Radiation Therapy. North America: Henry Ford Medical Group.

Gambar. 1 Hemikolektomi kanan, lokasi karsinoma di sekum dan kolon ascendens

Gambar. 2 Transversektomi, lokasi di kolon transversum

Gambar. 4 Sigmoidektomi, lokasi karsinoma di sigmoid

Gambar. 3 Hemikolektomi kiri, lokasi karsinoma di kolon desendens

Gambar. 5 Tindakan operasi Miles, untuk tumor yang letaknya sepertiga distal rectum

33