Bronko Pneumoni

30
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Anak-anak sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang bisa disebabkan oleh kuman, virus, dan mikroorganisme lain seperti Bronkupneumonia ini. Faktor lingkungan merupakan salah satu penyebabnya. Anak sangat suka bermain di dalam ataupun di luar rumah sehingga perlu memperhatikan lingkungan di sekitar anak. Penyakit yang sering tejadi pada anak yaitu penyakit pada saluran pernafasan. Salah satu penyakit saluran pernafasan pada anak adalah bronkopneumonia. Di negara maju penyakit ini banyak ditemukan. Selain itu, di negara berkembang juga banyak ditemukan dan penyakit ini merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada anak usia 0 sampai 6 tahun. Penyakit Bronkopneumonia di Indonesia berada di posisi kedelapan dari sepuluh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh Indonesia setelah diare, demam berdarah dengue, tipoid, demam peyebabnya tidak diketahui, dsypepsia, hipertensi, ISPA. Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan 1

description

mantap

Transcript of Bronko Pneumoni

Page 1: Bronko Pneumoni

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai

alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan disebabkan oleh bermacam-

macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus

pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non

infeksi yang perlu dipertimbangkan.

Anak-anak sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang bisa disebabkan oleh

kuman, virus, dan mikroorganisme lain seperti Bronkupneumonia ini. Faktor lingkungan

merupakan salah satu penyebabnya. Anak sangat suka bermain di dalam ataupun di luar

rumah sehingga perlu memperhatikan lingkungan di sekitar anak. Penyakit yang sering

tejadi pada anak yaitu penyakit pada saluran pernafasan. Salah satu penyakit saluran

pernafasan pada anak adalah bronkopneumonia. Di negara maju penyakit ini banyak

ditemukan. Selain itu, di negara berkembang juga banyak ditemukan dan penyakit ini

merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada anak usia 0 sampai 6 tahun.

Penyakit Bronkopneumonia di Indonesia berada di posisi kedelapan dari sepuluh

penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh Indonesia setelah diare, demam berdarah

dengue, tipoid, demam peyebabnya tidak diketahui, dsypepsia, hipertensi, ISPA. Peran

perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia

meliputi usaha promotif yaitu dengan selalu menjaga kebersihan baik fisik maupun

lingkungan, upaya preventif dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan

indikasi yang di anjurkan oleh dokter, dan upaya kuratif perawat dalam memulihkan

kondisi klien dengan menganjurkan orang tua klien unutk membawa ke rumah sakit. Hal

ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan klien.

1

Page 2: Bronko Pneumoni

1.2 Tujuan

1.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan bronkopneumonia.

1.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi bronkopneumonia.

1.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi

bronkopneumonia.

1.2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis bronkopneumonia.

1.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan

penunjang bronkopneumonia.

1.2.6 Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan

bronkopneumonia.

1.3 Implikasi Keperawatan

1.3.1 Perawat sebagai care giver, memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada

pasien dengan kelaian bronkupneumonia.

1.3.2 Perawat sebagai konselor , menjelaskan tentang kelainan yang terjadi pada pasien

kepada keluarga pasien

1.3.3 Perawat memberikan penjelasan tentang penatalaksanaan dan pengobatan kepada

keluarga klien

2

Page 3: Bronko Pneumoni

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Peneumonia merupakan infeksi akut pada jaringan paru yang disebabkan

mikroorganisme, dan sebagian besar diakibatkan oleh bakteri seperti Streptococcus

pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia

merupakan infeksi saluran napas bagian bawah (Corwin, 2009).

Peradangan akibat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh

eksudat, sehingga pertukaran gas tidak dapat terjadi. Bronkopneumonia adalah pneumonia

yang menyerang satu atau lebih lobus ditandai dengan bercak berdiameter 3-4 cm

mengelilingi dan mengenai bronkhus (Soemantri, 2007).

Kesimpulannya bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah

peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa

distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat

disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.

Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau

bronkiolitis.

2.2 Epidemiologi

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang

kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan

WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di

dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi

pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan

penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian

akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab

pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan

3

Page 4: Bronko Pneumoni

waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia

diberikan antibiotika secara empiris.

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar

penyebab kematian anak usia di balita (Depkes RI, 2008). Pneumonia membunuh anak

lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian balita,

membunuh lebih dari 2 juta balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara

berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak nomor satu. Di

negara berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan atau penyakit yang

terlupakan karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia, namun sangat

sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia (Kemenkes RI, 2010).

2.3 Etiologi

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,

mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia.

a) Bakteri : Streptococcus, Staphylococus, H. Influenza, Klebsiella.

b) Virus : Legionella pneumonia

c) Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

Selain faktor infeksi bronkopneumonia dapat terjadi akibat :

a) Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama

penelanan muntah atau pemasangan selang NGT (zat hidrokarbon seperti pelitur,

minyak tanah dan bensin).

b) Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung

minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang

mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan

dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak

ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis

minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak

tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

4

Page 5: Bronko Pneumoni

Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang

daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut

dank arena adanya pneumocystis crania (Smeltzer, 2002).

2.4 Tanda dan Gejala

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas,

kemudian ditandai dengan:

1) Suhu tubuh meningkat selama beberapa hari (39,5-40,5 derajat Celcius) yang

disertai kejang.

2) Gelisah dan malaise

3) Nafsu makan berkurang dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk.

4) Takhipnea (25 sampai 45 kali/menit).

5) Dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung.

6) Sianosis disekitar hidung dan mulut.

7) Kadang disertai muntah dan diare.

8) Pada permulaan penyakit jarang ditemukan penyakit, tapi setelah beberapa hari

akan muncul kering, kemudian menjadi produktif (sputum hijau dan prulen)

9) Terdengar suara ronchi basah nyaring halus dan sedang ketika di auskultasi.

(Ngastiyah, 2005 dan Mansjoer, 2000)

2.5 Patofisiologi

Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang

disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena aspirasi

makanan dan minuman. Bakteri masuk ke dalam jarinagn paru-paru melalui saluran

pernafasan dari atas untuk mencapai bronkiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.

Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih

banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang

ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus

5

Page 6: Bronko Pneumoni

infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkhioli

dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang

kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial.

Kuman pnemukokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen

atau lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa lekosit dari kapiler paru-paru.

Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin dan

serta relative sedikit lekosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak

berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah

menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relative lebih sedikit eritrosit. Kuman

pnemukokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag

masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pnemokokus di dalamnya.

Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak abu-abu kekuning-kuningan.

Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli

sehingga terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan

kemampuan dalam pertukaran gas. Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat

berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka

membrane dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan

proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada

penurunan jumlah oksigen yang di bawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis

penderita mengalami pucat sampai sianosis.

Terdapatnya cairan purulen pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan

tekanan pada paru sehingga dapat mengakibatkan penurunan kemampuan mengambil

oksigen dari luar dan berkurangnya kapasitas paru. Selain itu organisasi eksudat dapat

terjadi karena absorsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,

mengandung banyak kuman penyebab (strepkokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya

eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus.

Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita

mengalami sesak nafas. Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan

mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen

bronkus sehingga timbul peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul

peningkatan reflek batuk. Perjalanan patofisiologi di atas bias berlangsung sebaliknya

6

Page 7: Bronko Pneumoni

yaitu didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi

pada paru.

Di alveoli akan terjadi respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan,

yaitu:

1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama). Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui

pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.

2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Paru-paru tampak merah dan bergranula

karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli.

3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari). Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin

mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4) Resolusi (7 s/d 11 hari). Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang

terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran

bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang

mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia antara lain:

1. Empiema, yaitu penumpukan nanah di ruang antara paru-paru dan permukaan bagian

dalam dari dinding dada (rongga pleura).

2. Otitis media akut adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput

permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid akibat

infeksi bakteri atau virus.

3. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan

saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat

dangkal.

4. Emfisema adalah Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga

udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

5. Meningitis adalah peradangan serius dari meninges, membran tipis penutup otak dan

sumsum tulang belakang. Disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur. 7

Page 8: Bronko Pneumoni

6. Efusi pleura adalah koleksi abnormal cairan di ruang antara lapisan tipis yang

menyelubungi paru dan melapisi dinding rongga dada (pleura).

7. Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan.

8. Pneumothoraks

9. Gagal napas dan sepsis.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Bronkoscopy. Pengambilan sekret secara broncoscopy untuk preparasi langsung,

biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini

tidak rutin dilakukan karena sukar.

2) Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000 / m dengan pergeseran

LED meninggi.

3) Pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation

perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung

kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.

4) Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat

membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.

5) Pada foto torax terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan

paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat

klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya

lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :

a. Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris

b. Penebalan pleura pada pleuritis

c. Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,

pneumotoraks, abses, pneumatokel

2.8 Penatalaksanaan

1. Menjaga kelancaran pernafasan

8

Page 9: Bronko Pneumoni

2. Memenuhi kebutuhan istirahat. Pasien sering mengalami hiperpireksia, sehingga

semua kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.

3. Kebutuhan nutrisi dan cairan. Pasien dengan bronkopneumonia hampir selalu

mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama

beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi.

Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan

glukosa 5% dan NaCl 0,9%.

4. Mengontrol suhu tubuh

5. Pengobatan dengan pemberian sesuai dengan etiologi dan uji resisten. Jika pasien

membutuhkan terapi secepatnya maka diberikan Penisilin ditambah

Cloramfenikal atau antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti Amphisilin.

Pengobatan diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar

pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang nutrisi dan hipoksia.

Dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.

Berikut dosis obat yang diberikan sesuai usia:

1. Umur kurang dari 3 bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia,

Stafilokokus atau Entero bacteriaceae. Kombinasi : Penisilin prokain 50.000-100.000

KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari atau

kombinasi: Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7

mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari. Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan

dengan malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.

2. Umur 3 bulan sampai 5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus

pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui

kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai kombinasi: Penisilin prokain 50.000-

100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam

IV/oral, 4 kali sehari atau kombinasi: Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali

sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi: Eritromisin

50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda).

3. Anak-anak lebih dari 5 tahun yang non toksis, biasanya disebabkan oleh Streptokokus

pneumonia, maka gunakan:

a. Penisilin prokain IM; 9

Page 10: Bronko Pneumoni

b. Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari;

c. Eritromisin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari;

d. Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari;

e. Mikoplasma pneumonia : Eritromisin 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.

Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl

0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.

2.9 Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan

terjadinya bronkopneumonia. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan

meningkatkan daya tahan tubuh kaitan terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti:

cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan diri dan

lingkungan, beristirahat yang cukup. Untuk proteksi tubuh pada anak dapat dilakukan

vaksinasi seperti:

1. Vaksinasi Pneumokokus

2. Vaksinasi H. Influenza

3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak

10

Page 11: Bronko Pneumoni

BAB 3. PATHWAYS

11

Bakteri, Virus, Jamur, dan Protozoa

Mukus Jalan Napas

Saluran pernapasan atas

Saluran pernapasan bawah

Bakteri berlebih

Inflamasi Bronkus

Gravitasi Bumi

Peradangan alveoli dan kapiler

Mukosilia tdk adekuat

Penumpukan Sekret (eksudat akibat

inflamasi bronkus)

Iritan PMN, eritrosit pecah

Pengerasan dinding paru

Ketidakefektifan bersihan jalan napas Penurunan

Compliance

Suplai O2 menurun

Mulut dan napas terasa tidak

nyaman (bau)

Anoreksia

Page 12: Bronko Pneumoni

12

Hipoksemia Hiperventilasi

Dyspnea

Gx. Pertukaran gas

Infeksi (pelepasan endogenus pirogen)

Hipotalamus

Aliran darah

Suhu tubuh

Metabolisme

Panas dan Takhipnea

Kehilangan cairan tubuh Dehidrasi

Akumulasi As. Laktat

Fatique

Kekurangan Volume Cairan

Intoleransi Aktivitas

Ketidakseimbangan nutrisi

Page 13: Bronko Pneumoni

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

4.1.1 Identitas Pasien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin anak. Selain itu pelu juga

diketahui identitas orang tua yang meliputi: nama, suku, agama, bahasa, pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, dan alamat.

4.1.2 Riwayat Keperawatan.

A. Keluhan utama.

Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan

cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah

dan diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia.

B. Riwayat penyakit sekarang.

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas

selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan

kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.

C. Riwayat penyakit dahulu

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

D. Riwayat kesehatan keluarga

Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat

menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

4.1.3 Lingkungan

Lingkungan rumah yang sempit, lembab, kurangnya radiasi sinar matahari dan kotor

sehingga mejadi tempat perkembangbiakan virus dan bakteri penyebab

bronkopneumonia.

13

Page 14: Bronko Pneumoni

4.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

a. Persepsi kesehatan

Berdasarkan pola persepsi kesehatan biasanya orang tua cenderung meremehkan

tanda dan gejala yang dialami anak sebagai manifestasi klinis dari

bronkopneumonia. Pada awalnya orang tua menganggap bahwa anaknya belum

mengalami gangguan serius. Namun, seiring bertambahnya gejala dan anak

megeluhkan sesak napas yang hebat orang tua baru akan menyadari bahwa

anaknya dalam keadaaan sakit.

b. Pola metabolik nutrisi

Anak dengan gangguan pneumonia akan mengalami anorexia, mual dan muntah.

c. Pola eliminasi

Penderita sering mengalamai penurunan pengeluaran urin karena perpindahan

cairan melalui proses avaporasi akibat demam.

d. Pola istirahat dan tidur

Anak mengalami kesulitan tidur karena sesak napas. Biasanya anak juga seringkali

bangun pada malam hari karena sesaknya yang hebat, selain itu juga tampak

kondisi lemah pada anak yang mengalami bronkopneumonia.

e. Pola aktifitas-latihan

Anak tampak mudah lelah dan tidak mampu melakukan aktvitas yang sedikit berat.

Aktivitas yang dianggap normal bagi orang lain dapat terasa begit berat bagi anak,

misal aktivitas berjalan. Anak juga terlihat menurun aktifitas dan latihannya

sebagai dampak kelemahan fisik.

f. Pola kognitif persepsi

Anak dengan bronkopneumonia biasanya mengalami penurunan asupan nutrisi.

Hal ini mengakibatkan anak mengalami penurunan kognitif untuk mengingat apa

yang telah dikatakan sesaat setelah terjadi penurunan nutrisi.

g. Pola persepsi diri konsep diri

Anak tampak diam, kurang bersahabat, dan tidak suka berkomunikasi dengan

orang lain termasuk tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit maupun

orangtuanya sendiri.

h. Pola peran hubungan

Anak terlihat malas jika diajak bicara baik oleh teman sebaya maupun dengan

orang yang lebih dewasa.

14

Page 15: Bronko Pneumoni

i. Pola seksualitas reproduksi

Pada anak sakit yang masih kecil sedikit sulit dikaji mengenai reproduksi, namun

pada anak dalam masa pubertas biasanya terjadi gangguan silus menstruasi pada

wanita yang bersifat sementara.

j. Pola stres koping

Hal yang sering tampak adalah anak sering menangis jika merasakan stres yang

dirasa berat. Pada anak yang memasuki remaja, biasanya menunjukkan perilaku

mudah tersinggung.

k. Pola nilai keyakinan

Anak yang sakit biasanya cenderung mengalami peningkatan keyakinan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa berkaitan dengan harapan anak mendapatkn kesembuhan

yang bersumber dari Tuhan.

4.1.5 Pemeriksaan

a. Pemeriksaan fisik

1. Kepala dan rambut

Inspeksi: Bentuk kepala simetris, rambut berwarna hitam, merata, rambut tidak

mudah dicabut, tidak ada lesi, keadaan rambut bersih.

2. Mata

Inspeksi: Letak simetris, warna konjungtiva merah muda, sklera putih, air mata

tidak ada, reflek pupil terhadap (mengecil ketika diberi rangsangan cahaya).

3. Telinga

Inspeksi: Bentuk simetris ( antara kiri dan kanan ), keadaan bersih, letak pina

sejajar ujung mata.

Palpasi:  Kartilago teraba fleksibel

4. Hidung

Inspeksi: Keadaan bersih,  bentuk simetris, PCH ada, warna mukosa merah

muda, septum nasi berada di tengah, terpasang O2 Nasal kanule untuk

2 liter permenit, pernapasan cuping hidung.

Palpasi:  Tidak ada nyeri tekan

5. Mulut

Inspeksi:  Mukosa mulut kering, pergerakan lidah bebas , palatum utuh, tonsil

dan uvula ada, warna tonsil dan uvula merah muda, sekret tidak

keluar pada saat batuk, gigi lengkap.

15

Page 16: Bronko Pneumoni

6. Leher

Inspeksi: Keadaan bersih dan utuh

Palpasi: Pulsasi vena juguralis teraba brdenyut,  pembesaran kelenjar tiroid

tidak terjadi, Reflek menelan baik.

7. Dada

Paru-paru

Inspeksi : Irama nafas  tidak teratur, pernapasan  dangkal,

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara paru ronchi.

Jantung

Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri

Perkusi : Suara jantung terdengar redup

Auskultasi : Nada S1 S2 dan lub dup

b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah. Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi

leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).

b. Pemeriksaan sputum. Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan

dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta

tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.

c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia. Sampel darah, sputum, dan urin

untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.

Pemeriksaan radiologi

a. Rontgenogram thoraks. Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali

dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali

dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.

4.2 Diagnosa Keperawatan

4.2.1 Ketidakefektifan jalan napas b.d inflamasi bronkus, peningkatan produksi

sekret (eksudat).

16

Page 17: Bronko Pneumoni

4.2.2 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus kapiler, gangguan

kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan transport oksigen.

4.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kebutuhan

metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia b.dtoksis

bakteri (bau dan rasa), distensi abdomen atau gas.

4.2.4 Intoleransi aktivitas b.d insufisiensi oksigen (kekurangan suplai oksigen ke

jaringan) untuk aktivitas sehari-hari.

4.2.5 Kekuranagan volume cairan tubuh b.d peningkatan suhu tubuh, dan

metabolisme dalam tubuh.

4.3 Intervensi dan Implementasi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

1. Ketidakefektifan jalan

napas b.d inflamasi

bronkus, peningkatan

produksi sekret

(eksudat)

Setelah dilakukan

perawatan 2 x 24 jam

pasien menunjukkan

keefektifan jalan napas

dengan kriteria hasil:

1. Pasien bisa

mendemostrasikan

batuk efektif dan

suara napas bersih,

tidak sianosis dan

dyspneu (mampu

mengeluarkan

sputum, mampu

bernapas dengan

mudah).

2. Irama dan frekuensi

pernapasan dbn

1. Auskultasi suara napas

sebelum melakukan

suction.

2. Informasikan pada

klien dan keluarga

tentang suction.

3. Minta pasien untuk

melakukan napas

dalam sebelum suction

dilakukan.

4. Berikan O2 dengan

nasal.

5. Monitor status O2

pasien.

6. Posisikan pasien

semaksimal mungkin

untuk ventilasi.

7. Atur intake cairan

mengoptimalkan

keseimbangan.

8. Auskultasi suara

17

Page 18: Bronko Pneumoni

napas, catat adanya

suara tambahan.

2. Gangguan pertukaran

gas b.d perubahan

membran alveolus

kapiler, gangguan

kapasitas pembawa

oksigen darah,

gangguan transport

oksigen.

Setelah dilakukan

perawatan 2 x 24 jam

pasien menunjukkan

keadekuatan pertukaran

gas:

1. Pasien mampu

mendemonstrasikan

peningkatan

ventilasi dan

oksigenasi yang

adekuat.

2. Memelihara

kebersihan paru-

paru dan bebas dari

tanda-tanda distress

pernapasan.

3. Mendemonstrasikan

batuk efektif dan

suara napas yang

bersih.

4. TTV dbn

1. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan

ventilasi.

2. Auskultasi suara

napas, catat adanya

suara tambahan.

3. Monitor respirasi dan

status oksigen.

4. Catat pergerakan

dada, kesimetrisan,

penggunaan otot

tambahan, retraksi otot

supraclavicular, & IC.

5. Auskultasi suara napas

tambahan, catat area

penurunan/tidak ada

ventilasi.

6. Tentukan kebutuhan

suction dengan

mengauskultasi

crakles dan ronchi

pada jalan napas

utama.

3. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

kebutuhan metabolik

sekunder terhadap

demam dan proses

infeksi, anoreksia b.d

Setelah dilakukan

perawatan 3 x 24 jam

kebutuhan nutrisi pada

pasien dapat terpenuhi

dengan kriteria hasil:

1. Adanya peningkatan

BB dalam batas

1. Monitor kalori dan

intake nutrisi.

2. Berikan informasi

tentang kebutuhan

nutrisi.

3. Monitoring BB dbn

4. Monitor adanya

18

Page 19: Bronko Pneumoni

toksis bakteri (bau dan

rasa), distensi

abdomen atau gas.

ideal.

2. Tidak ada tanda-

tanda malnutrisi.

3. Menunjukkan

peningkatan fungsi

pengecapan dari

menelan.

4. Tidak terjadi

penurunan BB yang

berarti.

penurunan BB.

5. Monitor mual muntah.

6. Monitor kadar

albumin, Ht, Hb,

protein.

4. Intoleransi aktivitas

b.d insufisiensi

oksigen (kekurangan

suplai oksigen ke

jaringan) untuk

aktivitas sehari-hari

Setelah dilakukan

perawatan 3 x 24 jam

klien mampu

beraktivitas dengan

normal kembali dengan

kriteria hasil:

1. Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik tanpa

disertai peningktan

TD, nadi, & RR.

2. Mampu melakukan

aktivitas sehari-hari

secara mandiri.

3. TTV dbn

4. Status sirkulasi baik.

5. Status respirasi:

pertukaran gas dan

ventilasi adekuat.

1. Bantu klien untuk

mengidentifikasi

aktivitas yang mampu

dilakukan.

2. Bantu untuk

mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber

yang diperlukan untuk

aktivitas yang

dibutuhkan.

3. Bantu klien untuk

membuat jadwal

latihan di waktu luang.

4. Bantu pasien/keluarga

untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam

beraktivitas.

5. Bantu pasien untuk

mengembangkan

motivasi diri dan

penguatan.

5. Kekuranagan volume

cairan tubuh b.d

Setelah dilakukan

perawatan 2 x 24 jam

1. Pertahankan catatan

intake dan output yang

19

Page 20: Bronko Pneumoni

peningkatan suhu

tubuh, dan

metabolisme dalam

tubuh.

kebutuhan cairan tubuh

pasien dapat terpenuhi

dengan kriteria hasil:

1. TD, nadi, dan Suhu

tubuh dbn

2. Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi,

elastisitas turgor

kulit baik, membran

mukosa lembab,

tidak ada rasa haus

yang berlebihan.

akurat.

2. Monitor status

dehidrasi pasien.

3. Monitor masukan

makanan/cairan dan

hitung intake cairan.

4. Kolaborasi pemberian

cairan IV.

5. Monitor status nutrisi.

6. Berikan caira IV pada

suhu ruang.

7. Berikan keadaan

lingkungan pasien

senyaman mungkin

untuk menurunkan

suhu tubuh pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

20

Page 21: Bronko Pneumoni

Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Soemantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Kemenkes RI. 2010. Bronkopneumonia. Lampung. On line:

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=122491&val=5502

Smeltzer. 2002. On line:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-ruffaedahg-6294-2-babii.pdf

Ngastiyah. 2005. On line:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-ruffaedahg-6294-2-babii.pdf

21