blok 17 ABSES HEPAR
-
Upload
ida-bagus-indrayana -
Category
Documents
-
view
89 -
download
9
description
Transcript of blok 17 ABSES HEPAR
MAKALAH PROBLEM BASED LEARNING
System Hepatobilier
OLEH:
Apriyogi Dwi Jaya
102010122
C2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
ABSES HEPAR
I. PENDAHULUAN
Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,
jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan proses supurasi
dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi, sel darah dalam
parenkim hepar.
Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu Abses Hepar Amuba (AHA) dan Abses Hepar
Piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah satu
komplikasi amebiasis ekstraintestinal, dan paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik. AHA
lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan
oleh E. Histolytica. Entamoeba Histolytica juga dapat menyebabkan massa pada dinding
abdomen (ameoboma) seperti halnya disentri akut.
Organisme Entamoeba Histolytica mencapai Hepar melalui salah satu jalur berikut:
1. Infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens)
2. Melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri
3. Infeksi langsung ke hati dari sumber di sekitar
4. Luka tembus.
Abses hepar amuba adalah lesi inflamasi yang paling umum menempati ruang hati. Agen
penyebabnya adalah protozoa, Entamoeba Histolyitica. Sekitar 10% penduduk dari populasi
dunia, terdapat Entamoeba Histolytica dalam usus mereka, yang kemudian dapat berkembang
menjadi amebiasis invasif. 1 dari 10% pasien tersebut adalah pasien dengan abses hepar amuba.
Usus besar merupakan tempat awal terjadinya infeksi. Protozoa masuk ke hepar melalui vena
portal. Amebiasis dapat terjadi pada berbagai organ tubuh tetapi Hepar merupakan organ yang
paling umum untuk infeksi extra-intestinal.
II. EPIDEMIOLOGI
Amerika Serikat
Abses hepar amuba merupakan kasus yang jarang di Amerika Serikat. Biasanya
ditemukan pada imigran atau pendatang. Pada tahun 1994, terdapat 2.983 kasus amebiasis yang
dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Penyakit ini telah dihapus dari Sistem
Surveilans Penyakit Nasional di tahun 1995. Sekitar 4% pasien dengan kolitis amuba dapat
berkembang menjadi abses hepar amuba.
Internasional
Sekitar 40-50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi setiap tahunnya, dan sebagian infeksi
terjadi di negara berkembang. Prevalensi infeksi lebih tinggi 5-10% di daerah endemik dan
kadang-kadang 55%. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara berkembang yang beriklim
tropis, terutama di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Selatan dan daerah tropis di Asia dan
Afrika.
III. ETIOLOGI
Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada manusia.
Sebagai host definitif, individu–individu yang asimtomatis mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang
terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran manusia
dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus
halus, keluarlah tropozoit imatur.
Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit
kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembang
menjadi desentri amuba. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon.
Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah
dan sel PMN.
Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Tidak
semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses,
diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor
tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi,
pascatrauma hepar dan ketagihan alkohol.
Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amuba invasif
pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang luas ini
menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal atau melalui sistem
sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe
mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal.
Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana terjadi trombosis,
sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut
bergabung terbentuklah abses amuba.
Struktur dari abses hepar amuba terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul jaringan
penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai “anchovy paste” dan berwarna coklat
kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin
saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan
tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak
membantu dalam mendiagnosis abses amuba.
Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada.
Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari investasi amuba hepar. Pada abses
lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses
piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.
Dibandingkan dengan abses hepar piogenik, abses hepar amuba sering terletak pada lobus
kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai 90% kasus
pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85% kasus abses
amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari
beberapa tempat infeksi mikroskopik.
Ukuran abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang
berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairan
kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan beberapa sel-sel inflamasi. Amuba
bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari
hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke paru-paru dan kadang-kadang dari
paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak
IV. MANIFESTASI KLINIS
Abses hepar amuba sering terjadi pada umur 20-45 tahun. Terjadi sering 7 sampai 9 kali
pada laki-laki. Abses hepar amuba dapat bermanifestasi sebagai proses akut atau proses kronik
indolent. Klasifikasi dari abses hepar amuba berdasarkan durasi dan tingkat keparahan penyakit
terbagi menjadi:
1. Akut:
Akut jinak
Akut agresif
2. Kronik:
kronik jinak
kronik accelerated
Sebagian besar pasien datang dengan penyakit akut dan durasi gejalanya kurang dari 2
minggu. Gejala utama yang dapat terlihat yaitu nyeri perut, demam dan anorexia. Nyeri pada
abdomen biasanya nyeri sedang dan terlokalisasi pada daerah abdomen kuadran kanan atas atau
regio epigastrium.
Nyeri perut yang menyebar, nyeri dada pleuritik, dan nyeri yang menjalar dari kuadran
kanan atas ke bahu kanan adalah gejala yang tidak jarang dapat dijumpai. Nyeri epigastrium
biasanya terlihat pada lobus kiri abses.
Demam pada tingkat sedang dalam kebanyakan kasus, sementara demam tinggi disertai
menggigil adalah pengaruh dari infeksi bakteri sekunder. Batuk dengan atau tanpa dahak dan
nyeri dada pleuritik juga ditemukan pada pasien abses hepar amuba.
Selama perjalanan penyakit, 1/3 dari pasien mungkin didapatkan ikterus. Ikterus berat
biasanya terjadi karena abses besar atau abses multipel atau abses yang terletak di vena porta.
Ikterus membawa kemungkinan terjadinya obstruksi intra-hepatik atau hepatitis virus. Diare dan
penurunan berat badan tidak sering terlihat. Hepatomegali ditemukan pada 80% pasien. Lapisan
permukaan pada hati cenderung reguler. Kaku pada perut atas ditemukan pada sebagian kecil
kasus dengan peritonitis. Toxaemia dan septicaemia mungkin dapat terjadi.
Abses hepar kiri dapat bermanifestasi toxaemia, ikterus, dan encefalopati. Ascites
terdapat pada pasien abses hepar amuba dengan obstruksi vena cava inferior, dan batuk dengan
dahak berlebihan menunjukkan putusnya hubungan dengan bronkus lobus kanan bawah hati.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis abses hepar amuba kadang-kadang sulit karena manifestasi klinisnya
bervariasi. Di daerah yang endemis, abses hepar amuba harus selalu dicurigai pada pasien
dengan demam, penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, dan nyeri tekan.
Pencitraan adalah metode yang memiliki sensitivitas tinggi untuk mendiagnosis abses hepar.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu ultrasonografi, CT, indium labeled WBC atau galium
scan dan MRI. Akan tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat dibedakan antara abses hepar
amuba dan piogenik.
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Abses Hepar Piogenik
Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splangnik melalui v.
porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui.
Kadang disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di sekitarnya.
Gambaran klinis abses Hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari
abses hepar amuba.
Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas, penurunan berat badan dan
nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran kanan atas. Dapat dijumpai
gejala dan tanda efusi pleura. Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan.
Demam hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses atau kuman penyebabnya.
Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare.
Ikterus terutama terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu
disertai dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini prognosisnya
buruk. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atau ketegangan pada perut kuadran
lateral atas abdomen atau pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa di epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (> 10.000/mm3)
didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai normal.
Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan
pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100 pasien.
Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum aminotransferase alanin didapatkan
pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase meningkat.
Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3 g/dL) dan
peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat pada 71-87 pasien.
2. Hepatoma
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.Terjadinya penyakit ini
belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya antara
lain virus hepatitis B dan C, sirosis hepar, aflatoksin, infeksi beberapa macam parasit, keturunan
maupun ras.
Keluhan dan gejala yang timbul sangat bervariasi. Pada awalnya penyakit kadang tanpa
disertai keluhan atau sedikit keluhan seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis.
Penderita sering mengeluh rasa sakit atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau benda
tumpul) yang terus menerus di perut kanan atas yang sering tidak hebat tetapi bertambah berat
jika digerakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepar membesar dengan konsistensi keras
dan sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membuncit karena adanya
asites. Kadang-kadang dapat timbul ikterus dengan kencing seperti air teh dan mata menguning.
Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral tumor.
Penderita bisa tiba-tiba merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan tekanan darah
menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS selain memerlukan anamesis dan
pemeriksaan fisik juga beberapa pemeriksaaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi
(rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT scan), peritneoskopi, dan
test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan biopsi Hepar untuk pemeriksaan
jaringan.
Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapa jenis hormon
yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto protein di dalam
darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT, fosfatase alkali,
laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase. Pengobatan KHS yang telah dilakukan sampai saat
ini adalah dengan obat sitostatik, embolisasi, atau pembedahan. Prognosis umumnya jelek.
Tanpa pengobatan, kematian penderita dapat terjadi kurang dari setahun sejak gejala pertama.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, laju endap darah, alkali fosfatase,
transaminase dan serum bilirubin meningkat. Konsentrasi albumin serum menurun dan waktu
protrombin yang memanjang. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Kultur darah memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis
secara mikrobiologik.
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen: diafragma kanan meninggi, efusi
pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru.
Pada foto thoraks PA: sudut kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut
kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan
mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal
CT-Scan atau MRI, USG abdominal, dan biopsi Hepar memiliki sensitivitas yang tinggi.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik
Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas
amuba pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh
hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama
efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang
keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat
memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari dan
pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek
samping yang dapat terjadi ialah mual.
Neuropati perifer jarang terjadi Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses
amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal.
Karena obat ini hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang
bekerja dalam usus secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan.
Setelah terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah
kekambuhan.
Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan
diloxanide furoate. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki
“therapeutic range” yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan
akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan
pemantauan tanda vital secara teratur.
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami
komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi “multidrug”
untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular
(maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari
selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan
dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat
tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain amuba
yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan
90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.
2. Aspirasi Jarum
Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak
menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan
perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses.
Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan,
tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi
risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri
hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan
dengan abses Hepar piogenik Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi
obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila
abses menunjukkan adanya infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan
perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter yang
besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan
drainase perkutan dapat terjadi.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan
terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita
dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan
untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.
Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan
tuntunan laparoskopi akan berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.
IX. KOMPLIKASI
Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti
septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses Hepar disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal Hepar, kelainan didalam
rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena.Secara khusus,
kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar.
Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum
atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur
abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan
yang berisi amuba yang ada.
X. PROGNOSIS
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil
kultur darah yang memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak dilakukan
drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit
lain.
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau
komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga
termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wordpress. Abses Hepar [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from: http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-Hepar/
2. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a glance. USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.
3. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186.
4. Brailita DM. Amebic hepatic abscess [online]. 2012 [cited on 2011 Jan 4]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#shGLall
5. InfoKedokteran. Diagnosis dan penatalaksanaan amebiasis [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from: http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-amebiasis.html
6. Wordpress. Abses Hepar amuba [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from: http://www.irwanashari.com/1384/abses-Hepar-amuba.html
7. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic liver abscess. Indian Academy of Clinical Medicine. 2003. p.107-111.
8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess. Harrison principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill Company; 2008. Chapter 121.