blok 17 ABSES HEPAR

18
MAKALAH PROBLEM BASED LEARNING System Hepatobilier OLEH: Apriyogi Dwi Jaya 102010122 C2

description

blok 17 ABSES HEPAR

Transcript of blok 17 ABSES HEPAR

Page 1: blok 17 ABSES HEPAR

MAKALAH PROBLEM BASED LEARNING

System Hepatobilier

OLEH:

Apriyogi Dwi Jaya

102010122

C2

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Page 2: blok 17 ABSES HEPAR

ABSES HEPAR

I. PENDAHULUAN

Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,

jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan proses supurasi

dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi, sel darah dalam

parenkim hepar.

Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu Abses Hepar Amuba (AHA) dan Abses Hepar

Piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah satu

komplikasi amebiasis ekstraintestinal, dan paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik. AHA

lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan

oleh E. Histolytica. Entamoeba Histolytica juga dapat menyebabkan massa pada dinding

abdomen (ameoboma) seperti halnya disentri akut.

Organisme Entamoeba Histolytica mencapai Hepar melalui salah satu jalur berikut:

1. Infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens)

2. Melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri

3. Infeksi langsung ke hati dari sumber di sekitar

4. Luka tembus.

Abses hepar amuba adalah lesi inflamasi yang paling umum menempati ruang hati. Agen

penyebabnya adalah protozoa, Entamoeba Histolyitica. Sekitar 10% penduduk dari populasi

dunia, terdapat Entamoeba Histolytica dalam usus mereka, yang kemudian dapat berkembang

menjadi amebiasis invasif. 1 dari 10% pasien tersebut adalah pasien dengan abses hepar amuba.

Usus besar merupakan tempat awal terjadinya infeksi. Protozoa masuk ke hepar melalui vena

portal. Amebiasis dapat terjadi pada berbagai organ tubuh tetapi Hepar merupakan organ yang

paling umum untuk infeksi extra-intestinal.

Page 3: blok 17 ABSES HEPAR

II. EPIDEMIOLOGI

Amerika Serikat

Abses hepar amuba merupakan kasus yang jarang di Amerika Serikat. Biasanya

ditemukan pada imigran atau pendatang. Pada tahun 1994, terdapat 2.983 kasus amebiasis yang

dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Penyakit ini telah dihapus dari Sistem

Surveilans Penyakit Nasional di tahun 1995. Sekitar 4% pasien dengan kolitis amuba dapat

berkembang menjadi abses hepar amuba.

Internasional

Sekitar 40-50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi setiap tahunnya, dan sebagian infeksi

terjadi di negara berkembang. Prevalensi infeksi lebih tinggi 5-10% di daerah endemik dan

kadang-kadang 55%. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara berkembang yang beriklim

tropis, terutama di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Selatan dan daerah tropis di Asia dan

Afrika.

III. ETIOLOGI

Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada manusia.

Sebagai host definitif, individu–individu yang asimtomatis mengeluarkan tropozoit dan kista

bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang

terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran manusia

dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus

halus, keluarlah tropozoit imatur.

Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit

kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembang

menjadi desentri amuba. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon.

Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah

dan sel PMN.

Page 4: blok 17 ABSES HEPAR

Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. Tidak

semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses,

diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor

tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi,

pascatrauma hepar dan ketagihan alkohol.

Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan

pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amuba invasif

pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang luas ini

menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal atau melalui sistem

sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe

mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal.

Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana terjadi trombosis,

sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut

bergabung terbentuklah abses amuba.

Struktur dari abses hepar amuba terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul jaringan

penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai “anchovy paste” dan berwarna coklat

kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin

saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba steril dan

tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak

membantu dalam mendiagnosis abses amuba.

Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada.

Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari investasi amuba hepar. Pada abses

lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses

piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.

Dibandingkan dengan abses hepar piogenik, abses hepar amuba sering terletak pada lobus

kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai 90% kasus

pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85% kasus abses

amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari

beberapa tempat infeksi mikroskopik.

Page 5: blok 17 ABSES HEPAR

Ukuran abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang

berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairan

kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan beberapa sel-sel inflamasi. Amuba

bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari

hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke paru-paru dan kadang-kadang dari

paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak

IV. MANIFESTASI KLINIS

Abses hepar amuba sering terjadi pada umur 20-45 tahun. Terjadi sering 7 sampai 9 kali

pada laki-laki. Abses hepar amuba dapat bermanifestasi sebagai proses akut atau proses kronik

indolent. Klasifikasi dari abses hepar amuba berdasarkan durasi dan tingkat keparahan penyakit

terbagi menjadi:

1. Akut:

Akut jinak

Akut agresif

2. Kronik:

kronik jinak

kronik accelerated

Sebagian besar pasien datang dengan penyakit akut dan durasi gejalanya kurang dari 2

minggu. Gejala utama yang dapat terlihat yaitu nyeri perut, demam dan anorexia. Nyeri pada

abdomen biasanya nyeri sedang dan terlokalisasi pada daerah abdomen kuadran kanan atas atau

regio epigastrium.

Nyeri perut yang menyebar, nyeri dada pleuritik, dan nyeri yang menjalar dari kuadran

kanan atas ke bahu kanan adalah gejala yang tidak jarang dapat dijumpai. Nyeri epigastrium

biasanya terlihat pada lobus kiri abses.

Demam pada tingkat sedang dalam kebanyakan kasus, sementara demam tinggi disertai

menggigil adalah pengaruh dari infeksi bakteri sekunder. Batuk dengan atau tanpa dahak dan

nyeri dada pleuritik juga ditemukan pada pasien abses hepar amuba.

Page 6: blok 17 ABSES HEPAR

Selama perjalanan penyakit, 1/3 dari pasien mungkin didapatkan ikterus. Ikterus berat

biasanya terjadi karena abses besar atau abses multipel atau abses yang terletak di vena porta.

Ikterus membawa kemungkinan terjadinya obstruksi intra-hepatik atau hepatitis virus. Diare dan

penurunan berat badan tidak sering terlihat. Hepatomegali ditemukan pada 80% pasien. Lapisan

permukaan pada hati cenderung reguler. Kaku pada perut atas ditemukan pada sebagian kecil

kasus dengan peritonitis. Toxaemia dan septicaemia mungkin dapat terjadi.

Abses hepar kiri dapat bermanifestasi toxaemia, ikterus, dan encefalopati. Ascites

terdapat pada pasien abses hepar amuba dengan obstruksi vena cava inferior, dan batuk dengan

dahak berlebihan menunjukkan putusnya hubungan dengan bronkus lobus kanan bawah hati.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis abses hepar amuba kadang-kadang sulit karena manifestasi klinisnya

bervariasi. Di daerah yang endemis, abses hepar amuba harus selalu dicurigai pada pasien

dengan demam, penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, dan nyeri tekan.

Pencitraan adalah metode yang memiliki sensitivitas tinggi untuk mendiagnosis abses hepar.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu ultrasonografi, CT, indium labeled WBC atau galium

scan dan MRI. Akan tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat dibedakan antara abses hepar

amuba dan piogenik.

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Abses Hepar Piogenik

Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splangnik melalui v.

porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui.

Kadang disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di sekitarnya.

Gambaran klinis abses Hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari

abses hepar amuba.

Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas, penurunan berat badan dan

nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran kanan atas. Dapat dijumpai

gejala dan tanda efusi pleura. Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan.

Page 7: blok 17 ABSES HEPAR

Demam hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses atau kuman penyebabnya.

Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare.

Ikterus terutama terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu

disertai dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini prognosisnya

buruk. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atau ketegangan pada perut kuadran

lateral atas abdomen atau pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada

perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa di epigastrium.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (> 10.000/mm3)

didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai normal.

Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan

pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100 pasien.

Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum aminotransferase alanin didapatkan

pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase meningkat.

Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3 g/dL) dan

peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat pada 71-87 pasien.

2. Hepatoma

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.

Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.Terjadinya penyakit ini

belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya antara

lain virus hepatitis B dan C, sirosis hepar, aflatoksin, infeksi beberapa macam parasit, keturunan

maupun ras.

Keluhan dan gejala yang timbul sangat bervariasi. Pada awalnya penyakit kadang tanpa

disertai keluhan atau sedikit keluhan seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis.

Penderita sering mengeluh rasa sakit atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau benda

tumpul) yang terus menerus di perut kanan atas yang sering tidak hebat tetapi bertambah berat

jika digerakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepar membesar dengan konsistensi keras

dan sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membuncit karena adanya

asites. Kadang-kadang dapat timbul ikterus dengan kencing seperti air teh dan mata menguning.

Page 8: blok 17 ABSES HEPAR

Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral tumor.

Penderita bisa tiba-tiba merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan tekanan darah

menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS selain memerlukan anamesis dan

pemeriksaan fisik juga beberapa pemeriksaaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi

(rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT scan), peritneoskopi, dan

test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan biopsi Hepar untuk pemeriksaan

jaringan.

Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapa jenis hormon

yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto protein di dalam

darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT, fosfatase alkali,

laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase. Pengobatan KHS yang telah dilakukan sampai saat

ini adalah dengan obat sitostatik, embolisasi, atau pembedahan. Prognosis umumnya jelek.

Tanpa pengobatan, kematian penderita dapat terjadi kurang dari setahun sejak gejala pertama.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, laju endap darah, alkali fosfatase,

transaminase dan serum bilirubin meningkat. Konsentrasi albumin serum menurun dan waktu

protrombin yang memanjang. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Kultur darah memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis

secara mikrobiologik.

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen: diafragma kanan meninggi, efusi

pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru.

Pada foto thoraks PA: sudut kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut

kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan

mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal

CT-Scan atau MRI, USG abdominal, dan biopsi Hepar memiliki sensitivitas yang tinggi.

Page 9: blok 17 ABSES HEPAR

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Antibiotik

Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas

amuba pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh

hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama

efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang

keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat

memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari dan

pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.

Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek

samping yang dapat terjadi ialah mual.

Neuropati perifer jarang terjadi Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses

amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal.

Karena obat ini hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang

bekerja dalam usus secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan.

Setelah terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah

kekambuhan.

Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan

diloxanide furoate. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki

“therapeutic range” yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan

akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan

pemantauan tanda vital secara teratur.

Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami

komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi “multidrug”

untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular

(maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari

selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.

Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan

dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat

tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain amuba

Page 10: blok 17 ABSES HEPAR

yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan

90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.

2. Aspirasi Jarum

Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak

menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan

perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses.

Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan,

tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi

risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri

hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan

dengan abses Hepar piogenik Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol

merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi

obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila

abses menunjukkan adanya infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.

3. Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan

perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter yang

besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan

drainase perkutan dapat terjadi.

4. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan

terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi

mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.

Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita

dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan

untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.

Page 11: blok 17 ABSES HEPAR

Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya

ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan

tuntunan laparoskopi akan berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.

IX. KOMPLIKASI

Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti

septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses Hepar disertai peritonitis

generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal Hepar, kelainan didalam

rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau

retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena.Secara khusus,

kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar.

Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum

atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur

abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan

yang berisi amuba yang ada.

X. PROGNOSIS

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil

kultur darah yang memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak dilakukan

drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit

lain.

Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau

komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga

termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice.

Page 12: blok 17 ABSES HEPAR

DAFTAR PUSTAKA

1. Wordpress. Abses Hepar [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from: http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-Hepar/

2. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a glance. USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.

3. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186.

4. Brailita DM. Amebic hepatic abscess [online]. 2012 [cited on 2011 Jan 4]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#shGLall

5. InfoKedokteran. Diagnosis dan penatalaksanaan amebiasis [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from: http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-amebiasis.html

6. Wordpress. Abses Hepar amuba [online]. 2012 [cited on 2012 Jan 4]. Available from: http://www.irwanashari.com/1384/abses-Hepar-amuba.html

7. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic liver abscess. Indian Academy of Clinical Medicine. 2003. p.107-111.

8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess. Harrison principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill Company; 2008. Chapter 121.