Abses hepar dengan Kolelistasis

57
Laporan Kasus ABSES HEPAR DENGAN KOLESISTITIS Oleh: Riky Novriansyah Wibowo I1A009066 Pembimbing dr. Agung Ary Wibowo, Sp.B-KBD 1

description

Laporan Kasus

Transcript of Abses hepar dengan Kolelistasis

Page 1: Abses hepar dengan Kolelistasis

Laporan Kasus

ABSES HEPAR DENGAN KOLESISTITIS

Oleh:

Riky Novriansyah Wibowo I1A009066

Pembimbing

dr. Agung Ary Wibowo, Sp.B-KBD

BAGIAN ILMU BEDAHFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASINMei, 2014

1

Page 2: Abses hepar dengan Kolelistasis

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................

i

Daftar Isi.....................................................................................................................

ii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................

1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

5

BAB III. LAPORAN KASUS....................................................................................

22

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................

31

BAB V. PENUTUP ...................................................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA

2

Page 3: Abses hepar dengan Kolelistasis

BAB I

PENDAHULUAN

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh

infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel

darah didalam parenkim hati .1

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan

abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis

ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk

Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,

bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan

kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan

dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. 1

Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang

jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus

urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di

negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara

endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa dekade

3

Page 4: Abses hepar dengan Kolelistasis

terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis, etiologi,

bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta prognosisnya. 2

Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu

yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Kolesistitis

akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara

progresif. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang

sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri

kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik

biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan

atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan

penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Tidak jarang pula

menjadi kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut berkembang secara

cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati

atau peritonitis umum pada 10 – 15% kasus.3,4

4

Page 5: Abses hepar dengan Kolelistasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau

2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio

hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati

memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi

segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi

menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah

peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang

meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-

struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan

fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya

terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel

khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan

mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus.

Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta

hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika. 2,5

5

Page 6: Abses hepar dengan Kolelistasis

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya

yaitu: 5,6,7,8

Pembentukan dan ekskresi empedu

Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu

penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di

dalam usus.

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,

protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan

a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,

konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta

pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme

karbohidrat.

6

Page 7: Abses hepar dengan Kolelistasis

b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi

fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar

lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat

c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk

mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,

serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari

asam amino.

Penimbunan vitamin dan mineral

Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12,

tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak

disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan

B12 juga disimpan secara normal.

Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin

Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang

dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Oleh

karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan

berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk

ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh

mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.

Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam

jumlah banyak

Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi meliputi

fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan beberapa faktor

7

Page 8: Abses hepar dengan Kolelistasis

koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati, untuk

membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat

lain

Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan

detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,

penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon

yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia

oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti

estrogen, kortisol, dan aldosteron.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN EMPEDU

Empedu yang dibentuk dalam lobulus hati disekresi ke dalam jaringan

kanalikuli yang kompleks, duktulus biliaris yang kecil dan duktus biliaris yang

lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri

hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris

interlobulus ini bergabung membentuk duktus biliaris septum yang lebih besar

yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri yang berlanjut

sebagai duktus hepatikus komunis. Bersama dengan duktus sistikus dari kandung

empedu, duktus hepatikus komunis bergabung membentuk duktus koledokus yang

kemudian bergabung dengan duktus pankreatikus mayor lalu memasuki

duodenum melalui ampulla Vater. 9

8

Page 9: Abses hepar dengan Kolelistasis

Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi

elektrolit yang menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu

terdiri dari 82% air, 12% asam empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya serta

0,7% kolesterol yang tidak diesterifikasi. Unsur lain termasuk bilirubin

terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit, mukus, dapat pula obat atau hasil

metabolisme lainnya. Cairan empedu ditampung dalam kandung empedu

yang memiliki kapasitas ± 50 ml. Selama empedu berada di dalam kandung

empedu, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi empedu oleh karena

terjadinya proses reabsorpsi -2-sebagian besar anion anorganik, klorida dan

bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik. 1

Asam – asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk

dari kolesterol di dalam hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin

hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau

taurin dan diekskresi ke dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan

aktivitas hepatosit (sumber empedu primer) dan kolangiosit yang terletak

sepanjang duktulus empedu. Produksi empedu perhari berkisar 500 – 600 ml.1

9

Page 10: Abses hepar dengan Kolelistasis

Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam mengemulsi

lemak, membantu kerja enzim pankreas dan penyerapan lemak intraluminal.

Asam empedu primer dapat dialirkan ke duodenum akibat stimulus fisiologis

oleh hormon kolesistokinin (CCK) (meskipun terdapat juga peranan

persarafan parasimpatis), dimana kadar hormon ini dapat meningkat sebagai

tanggapan terhadap diet asam amino rantai panjang dan karbohidrat. Adapun

efek -3-kolesistokinin diantaranya (1) kontraksi kandung empedu (2)

penurunan resistensi sfingster Oddi (3) peningkatan sekresi empedu hati (4)

meningkatkan aliran cairan empedu ke duodenum. 10

Asam empedu primer yang telah sekresikan ke duodenum akan

direabsorpsi kembali di ileum terminalis kemudian memasuki aliran darah

portal dan diambil cepat oleh hepatosit, dikonjugasi ulang dan disekresi ulang

ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sekitar ± 20% empedu intestinal

tidak direabsorpsi di ileum, yang kemudian dikonjugasi oleh bakteri kolon

menjadi asam empedu sekunder yakni deoksikolat dan litokolat dan ± 50%

akan direabsorpsi kembali 10.

C. EPIDEMIOLOGI

Di negara – negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara

endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh

dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang

kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus AHP yang

memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan

prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 – 1,47% sedangkan prevalensi di RS

antara 0,008 – 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan

10

Page 11: Abses hepar dengan Kolelistasis

perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi

puncak pada dekade ke – 6. (1)

Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal setelah

otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG, CT Scan dan

MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi otopsi berkisar antara

0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15 kasus/100.000 penderita. (2)

Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi

E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis

hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah

sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia

menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang

tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan

dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria

dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai

berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.

Infeksi E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan

tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk. (2,11)

D. PATOGENESIS ABSES HEPAR

1. Abses Hepar Amebik

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang

dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui

seks oral ataupun anal. (10,12)

11

Page 12: Abses hepar dengan Kolelistasis

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan

penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen

usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai

oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit

yang kemudian menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi

patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan

maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan

perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah,

ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica

mensekresi enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di

hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan

infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan

nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan

menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus

kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding

abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan

abses menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat

jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. (2,10,13,14)

2 Abses Hepar Piogenik

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi

di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat

berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran

hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam

12

Page 13: Abses hepar dengan Kolelistasis

rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui

sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena

paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi

sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri

piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-

organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya

penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan

menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi

kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga

akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan

menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat

trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga

terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,

perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi

kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri

ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP

dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan

menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus

kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. (1,15)

E. PATOGENESIS KOLESISTITIS

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis

cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab

utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian

13

Page 14: Abses hepar dengan Kolelistasis

kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus)

16.

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan

empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu

menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia

dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti

bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai

saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan

respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,

lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung

empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.17

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai

85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari

kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus

grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang

dihasilkan oleh organisme – organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya

lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan

iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu 18

Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko

terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan

trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang

menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar

nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat

termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi,

14

Page 15: Abses hepar dengan Kolelistasis

diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu

(misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi

parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin juga tampak bersama

dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler,

sifilis, tuberkulosis, aktinomises).10

Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang

mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu

tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk

mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan empedu.11

F. GAMBARAN KLINIS

F.1 Abses Hepar Amebik (2,13,14,20)

Gejala :

a. Demam internitten ( 38-40 oC)

b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar

hingga bahu kanan dan daerah skapula

c. Anoreksia

d. Nausea

e. Vomitus

f. Keringat malam

g. Berat badan menurun

h. Batuk

i. Pembengkakan perut kanan atas

j. Ikterus

k. Buang air besar berdarah

l. Kadang ditemukan riwayat diare

m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

a. Ikterus

15

Page 16: Abses hepar dengan Kolelistasis

b. Temperatur naik

c. Malnutrisi

d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi

e. Nyeri perut kanan atas

f. Fluktuasi

F.2 Abses hati piogenik (1,2,13,21)

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang

lebih berat dari abses hati amuba.

Keluhan :

a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang

disertai menggigil

b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke

depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.

c. Mual dan muntah

d. Berkeringat malam

e. Malaise dan kelelahan

f. Berat badan menurun

g. Berkurangnya nafsu makan

h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

a. Hepatomegali

b. Nyeri tekan perut kanan

c. Ikterus, namun jarang terjadi

d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura

e. Buang air besar berwarna seperti kapur

f. Buang air kecil berwarna gelap

g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

16

Page 17: Abses hepar dengan Kolelistasis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di

sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu

tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa

sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60

menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari

adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi

kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan

yang sembuh spontan 4.

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan

penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami

anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan

gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan

fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada

seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan

membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan

atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda

Murphy) 4.

Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan

peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas

sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus

paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen

biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20%

kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi

bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.

17

Page 18: Abses hepar dengan Kolelistasis

Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan

gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja4.

Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan

dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien

dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun

sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien

sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda – tanda kolesistitis akut

yang jelas sebelumnya 10.

G. DIAGNOSIS

G.1 Abses hati amebik (2,20)

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan

trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat

dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,

hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan

leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi

dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes

serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan

kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria

Lamont dan Pooler.

a. Kriteria Sherlock (1969)

1. Hepatomegali yang nyeri tekan

2. Respon baik terhadap obat amebisid

3. Leukositosis

4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

18

Page 19: Abses hepar dengan Kolelistasis

5. Aspirasi pus

6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati

7. Tes hemaglutinasi positif

b. Kriteria Ramachandran (1973)

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Riwayat disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan radiologis

5. Respons terhadap terapi amebisid

c. Kriteria Lamont Dan Pooler

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Kelainan hematologis

3. Kelainan radiologis

4. Pus amebik

5. Tes serologi positif

6. Kelainan sidikan hati

7. Respons terhadap terapi amebisid

G.2 Abses hati piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis

dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang

sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis

dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya

19

Page 20: Abses hepar dengan Kolelistasis

dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP,

demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif

menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini

menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab

adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil

aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis. (1)

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas

dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,

demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang

berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran

ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5

μmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami

peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat).

Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan

kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk

menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada

kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.

Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta

leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu

dipertimbangkan 10.

Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat

memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus

kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu 10

20

Page 21: Abses hepar dengan Kolelistasis

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis

akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus

pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak

Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila

ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.

Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain)

menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu 22.

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama Penderita : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 43 tahun

Agama : Islam

21

Page 22: Abses hepar dengan Kolelistasis

Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia

Alamat : Rantau

RMK : 1103840

MRS tanggal : 22 April 2014

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri perut sejak ± 22 hari SMRS. Nyeri berawal dari

perut kanan atas seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, tembus kebelakang

dan menjalar ke daerah ulu hati. Rasa sakit bertambah bila penderita

beraktivitas dan berkurang dengan posisi membungkuk. Sakit kepala (-),

pusing (-), demam (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun, batuk

(-), sesak (-), riwayat demam (+) ± 26 hari SMRS turun dengan obat

penurun panas, menggigil (-), nyeri dada (-). Pasien sempat dirawat di RS

Rantau tetapi keluhan tidak menghilang. Pasien kemudian dirujuk ke

RSUD Ulin Banjarmasin.

3. RPD : DM (-), HT (-)

4. RPK : DM (-), HT (-)

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis, GCS : 4-5-6

Tanda vital : TD : 120/ 80 mmHg

Nadi : 84 kali/ menit(reguler)

Respirasi : 20 kali/ menit

22

Page 23: Abses hepar dengan Kolelistasis

Suhu : 36,8oC

Kepala/ Leher

Kepala : Rambut warna hitam, tipis, distribusi merata, bergelombang,

bentuk kepala normal, oedem tidak ada.

Mata : Palpebrae tidak oedem, alis dan bulu mata tidak mudah dicabut,

sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, refleks cahaya (+/+), pupil

isokor.

Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen minimal, sekret tidak ada.

Hidung : Bentuk normal, simetris, epistaksis tidak ada.

Mulut : Mukosa bibir kering, lidah normal dan simetris.

Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar, tekanan vena

jugularis tidak meningkat, kaku kuduk tidak ada.

Pemeriksaan umum thoraks

Bentuk : Tampak datar, simetris

Pemeriksaan paru :

Inspeksi : Bentuk dan gerak dada simetris, tidak ada retraksi.

Palpasi : Fremitus vokal dan raba simetris, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor di kedua paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.

Pemeriksaan jantung :

Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis

Palpasi : Iktus cordis dan thrill tak teraba

Perkusi : Batas kanan ICS II-IV LPS kanan, batas kiri ICS V LMK kiri

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada

Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi : Permukaan datar,tidak tampak spider nevi pada abdomen

Palpasi : Nyeri tekan perut kanan atas (+), nyeri lepas tekan (+), hepar

teraba 3 jari di bawah arcus costa ( konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi

tumpul )

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ascites : (-)

23

Page 24: Abses hepar dengan Kolelistasis

Ekstremitas

Superior : Hangat, edema (-), refleks fisiologis positif, refleks patologis

negatif, tidak ada parese, tak tampak palmar eritema pada kedua telapak

tangan.

Inferior : Hangat, edema (-), refleks fisiologis positif, refleks patologis

negatif, tidak ada parese

Tulang Belakang

Tidak ada deformitas, kifosis, lordosis, dan skoliosis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah

LABORATORIUMHEMATOLOGI

Parameter 22 APRIL 2014 Nilai Normal (Satuan)

Hemoglobin 10,9 12,0-16,0 g/dlLekosit 8,3 4,0-10,5 ribu/ulEritrosit 4,00 4,5-6 juta/ul

Hematokrit 34,1 42-52 vol %Trombosit 237 150-450 ribu/ul

MCV 85,4 80-97 flMCH 27,2 27-32 pg

MCHC 31,9 32-38 %RDW-CV 14,0 11,5-14,7 %

HITUNG JENIS% #

Gran 46,4 3,9Limfosit 40,5 3,4

PROTHROMBIN TIMEPT 12,6 9,9 – 13,5 detik

Kontrol normal PT 11,4APTT 25,3 22 ,2 – 37,0 detik

Kontrol normal APTT

26,1

INR 1,10

GULA DARAHGDS 59 <200 mg/dl

HATISGOT 45 0-46 U/lSGPT 20 0-45 U/l

24

Page 25: Abses hepar dengan Kolelistasis

Bilirubin total 1,47 0,20-1,20 mg/dlBilirubin direk 0,97 0,00-0,40 mg/dl

Bilirubin indirek 0,51 0,20-0,60 mg/dlGINJAL

Ureum 7 10-50 mg/dlKreatinin 0,7 0,6-1,2 mg/dl

ELEKTROLITNa 135,5 135-146 mmol/lK 3,4 3,4-5,4 mmol/lCl 97,8 95-100 mmol/l

Laboratorium darah post operasi

LABORATORIUMHEMATOLOGI

Parameter 13 Mei 2014 Nilai Normal (Satuan)

Hemoglobin 13,1 12,0-16,0 g/dlLekosit 16,4 4,0-10,5 ribu/ulEritrosit 4,64 4,5-6 juta/ul

Hematokrit 39,4 42-52 vol %Trombosit 288 150-450 ribu/ul

MCV 85,9 80-97 flMCH 28,2 27-32 pg

MCHC 32,9 32-38 %RDW-CV 16,0 11,5-14,7 %

HITUNG JENIS% #

Gran 74,9 12,28Limfosit 14,5 2,4

2. CT Scan abdomen (28 April 2014)

Kesimpulan :

Abses liver kanan ukuran 11x10 cm

Kolelitiasis ukuran 9 mm

Pneumonia kanan bawah

Ren, lien, pankreas, VU normal

3. USG Abdomen Kepala (20 April 2014)

Kesimpulan :

25

Page 26: Abses hepar dengan Kolelistasis

Tampak area hypoechoic dengan internal echo didalamnya (Vol

443 cc) di lobus kanan liver

Tampak penebalan gallblader

Lien, pancreas, ginjal, buli, prostat normal

Abses hepar dengan cholecystitis

V. DIAGNOSIS KERJA

Abses hepar dengan kolesistitis

VI. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

VII. PENATALAKSANAAN SEMENTARA

IVFD NaCl 0,9% 30 tpm

Inj. Metronidazole 3x500 mg

Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

Inj. Metamizole Na 2x500 mg

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Follow Up

Pemeriksaan Hari Perawatan

I II III IV V VI VII VIII IX X

Subyektif

Nyeri perut + + + - - - - - - -

Mual/Muntah +/- +/- +/- -/- -/- +/- -/- -/- -/- -/-

Obyektif

TD (mmHg) 120/80 120/70 120/80 120/80 120/80 120/70 110/80 110/60 120/80 120/80

N (x/menit) 84 86 84 87 80 80 80 82 84 83

RR (x/menit) 23 22 24 26 20 20 20 20 22 24

T (Celcius) 36,8 36,9 36,8 36,6 36,5 36,7 36,6 36,7 36,8 37,1

26

Page 27: Abses hepar dengan Kolelistasis

GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

Drain - - - - - - - - - -

NGT - - - - - - - - - -

DC + - - - - - - - - -

Assesment

Abses hepar dengan kolesistitis

Planning

Inj. Metronidazole

3x500 mg

+ + + - - - - - - -

IVFD NaCl 0,9%

30 tpm

+ + + - - - - - - -

Inj. Ceftriaxone 2 x

1 gr

+ + + - - - - - - -

Inj. Metamizole Na

2 x 50mg

+ + + - - - - - - -

Asam mefenamat

3x500 mg

- - - + + + + + + +

PO. Curcuma 1x1

tab

+ + + + + + + + + +

Inj. Ranitidin

2 x 1 amp

+ + + - - - - - - -

Pemeriksaan Hari Perawatan

XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX

Subyektif

Nyeri perut - - - - - - - - - -

Mual/Muntah -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-

Obyektif

TD (mmHg) 120/80 110/70 120/80 120/80 120/80 120/70 110/80 110/70 120/80 120/80

N (x/menit) 82 86 85 87 80 85 85 82 83 83

RR (x/menit) 23 22 24 26 20 22 22 20 22 24

T (Celcius) 36,8 36,8 36,7 36,6 36,5 36,7 36,6 36,7 36,8 36,5

GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

27

Page 28: Abses hepar dengan Kolelistasis

Drain - - - - - - - - - -

NGT - - - - - - - - - -

DC - - - - - - - - - -

Assesment

Abses hepar dengan kolesistitis

Planning

Inj. Metronidazole

3x500 mg

- - - - - - - - - -

IVFD NaCl 0,9%

30 tpm

- - - - - - - - - -

Inj. Ceftriaxone 2

x 1 gr

- - - - - - - - - -

Inj. Metamizole

Na 2 x 50mg

- - - - - - - - - -

Asam mefenamat

3x500 mg

+ + + + + + + + + +

PO. Curcuma 1x1

tab

+ + + + + + + + + +

Inj. Ranitidin

2 x 1 amp

- - - - - - - - - -

Pemeriksaan Hari Perawatan

XXI XXII

POD I

XXIII

POD II

XXIV

POD III

XXV

POD IV

XXVI

POD V

Pasien BLPL

Subyektif

Nyeri perut - - - - - -

Mual/Muntah -/- -/- -/- -/- -/- -/-

Obyektif

TD (mmHg) 120/80 120/70 120/80 120/80 120/80 120/70

28

Page 29: Abses hepar dengan Kolelistasis

N (x/menit) 84 86 84 87 80 80

RR (x/menit) 23 22 24 26 20 20

T (Celcius) 36,8 36,9 36,8 36,6 36,5 36,7

GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

Drain - + + Lepas

drain

- -

NGT - - - - - -

DC + + + Lepas

DC

- -

Assesment

Post laparatomi + drainage abses + kolesistektomi a/i absees hepar dengan kolesistitis

Planning

Inj. Metronidazole

3x500 mg

- + + + - -

IVFD NaCl 0,9%

30 tpm

- - - - - -

Inj. Ceftriaxone 2 x

1 gr

+ + + + - -

Inj. Metamizole Na

2 x 50mg

- - - - - -

Asam mefenamat

3x500 mg

- - - - - -

PO. Curcuma 1x1

tab

- - - - - -

Inj. Ranitidin

2 x 1 amp

- + + + - -

IVFD RL: D5

2000cc/ 24 jam

- + + + - -

Inj. Ketorolac 3x30

mg

- + + + - -

Diet - Minum sedikit-

sedikit

Diet cair

30 cc/jam

Diet

lunak

Diet

lunak

Diet

lunak

29

Page 30: Abses hepar dengan Kolelistasis

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri di perut bagian kanan atas.

Banyak penyakit yang dapat menimbulkan nyeri perut kanan atas, antara lain

abses hepar, hepatoma, kolesistitis, dan lain – lain. Pada kasus ini, diketahui

bahwa pasien mengalami nyeri perut kanan atas seperti tertusuk-tusuk, tembus ke

belakang dan bertambah berat saat beraktivitas atau ditekan. Nyeri dirasa

berkurang pada posisi membungkuk. Pasien juga mengalami demam 26 hari

sebelum masuk rumah sakit yang hilang timbul, menggigil (-) dan turun dengan

obat penurun panas. Semenjak sakit, nafsu makan pasien berkurang. Dari

30

Page 31: Abses hepar dengan Kolelistasis

pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital: TD = 120/80 mmHg, nadi: 84x/menit,

pernapasan: 23x/menit, suhu: 36,8 0C. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan

kesan perut datar, NT (+) di regio hipokondrium dextra, hepar teraba 3 jari di

bawah arcus costa ( konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul ), dan

peristaltik (+) kesan normal.

Dari pemeriksaan USG Abdomen didapatkan hasil : ukuran hepar membesar,

tampak area hipoechoic dengan internal echo didalamnya (Volume 443 cc), di

lobus kanan hepar. Tampak penebalan gallbladder dengan kesan abses hepar

dengan kolesistitis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan

bilirubin total dan bilirubin direk, SGOT dan SGPT dalam batas normal. Dari

hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

radiologi, pasien kini lebih diarahkan dengan diagnosis abses hepar dengan

kolesistitis.

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh karena

infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel

darah didalam parenkim hati . Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati

amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Abses hati amebik disebabkan

oleh Entamoeba histolytica sedangkan organisme yang paling sering ditemukan

sebagai penyebab abses hati piogenik adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae,

Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob

( contohnya Streptococcus Milleri ).1,2,21

31

Page 32: Abses hepar dengan Kolelistasis

Penatalaksaan abses hepar berupa medikamentosa seperti antiamoeba

(khususnya pada abses hepar amebik) dan antibiotik (khususnya pada abses hepar

piogenik), aspirasi, maupun drainase perkutan atau drainase bedah. Antiamoeba

dapat diberikan berupa metronidazole, DHE, maupun chloroquin, sedangkan

untuk antibiotik dapat diberikan penisilin atau sefalosporin ( untuk coccus gram

(+) dan gram (-) yang sensitif), aminoglikosida, klindamisin, dan kloramfenikol

( untuk bakteri anaerob), maupun ampicilin-sulbaktam.(2).

Pasien diberikan terapi berupa Po curcuma 1x1, IVFD NaCl 0,9% sebanyak

30 tpm karena pasien dalam keadaan lemah dan intake kurang sehingga

kemungkinan elektrolit kurang, inj. Metronidazole 3x500 mg, inj. Ceftriaxone 2x1

gr, inj. Metamizole Na 2x500 mg inj. Ranitidin 2x50 mg. Setelah diberikan terapi

ini selama 3 hari nyeri perut kanan atas dan rasa mual dirasakan mulai berkurang

pada hari ke IV perawatan.

Pemberian curcuma pada pasien ini bermanfaat sebagai hepatoprotektor.

Studi pada tikus menunjukkan bahwa pemberian oral Curcuma xanthorrhiza ( 100

mg / kgBB ) memiliki efek hepatoprotektif dari berbagai serangan zat

hepatotoksik , termasuk galactosamine dan karbon tetraklorida , dibuktikan oleh

penurunan yang signifikan dari serum transaminase. Efek hepatoprotektif ini

dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi : nekrosis dan kongestif vaskular

sedikit didapat dalam hati dari hewan yang dirawat. Selanjutnya peningkatan

hepatosit berinti ganda telah ditemukan pada zona pertengahan, menunjukkan

regenerasi dari sel hepatosit. Efek hepatoprotektif disebabkan terutama akibat dari

sifat antioksidan, serta kemampuannya untuk mengurangi pembentukan sitokin

pro - inflamasi .23

32

Page 33: Abses hepar dengan Kolelistasis

Pada hari perawatan ke 21 pasien dilakukan laparatomi eksplorasi, drainase

bedah untuk mengeluarkan abses dan kolesistektomi. Drainase bedah

diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan cara

yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan aspirasi

biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang

terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.

Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi

sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi

perkutan tidak berhasil. (1,2)

Pada pasien ini juga dilakukan kolesistektomi. Kolesistektomi merupakan

terapi pilihan bagi sebagian besar pasien kolesistitis. Di sebagian besar sentra

kesehatan, angka mortalitas untuk kolesistektomi darurat mendekati 3 %,

sementara resiko mortalitas untuk kolesistektomi elektif mendekati 0,5 % pada

pasien berusia kurang dari 60 tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat seiring

dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan adanya

komplikasi jangka pendek atau jangka panjang penyakit kandung empedu. Pada

pasien kolesistitis yang sakit berat atau keadaan umumnya lemah dapat dilakukan

kolesistektomi dan drainase selang terhadap kandung empedu. Kolesistektomi

elektif kemudian dapat dilakukan pada lain waktu.24

Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis

akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit

sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki

status hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit,

obat penghilang rasa nyeri. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting

33

Page 34: Abses hepar dengan Kolelistasis

untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia.

Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk

mematikan kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.

Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien

yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian

antibiotik kombinasi. 10

Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien tidak terdapat

peningkatan enzim – enzim hati (SGOT dan SGPT) yang menunjukkan tidak

terjadinya gangguan fungsi hepar.. Pada pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada

regio hipokondrium dextra, hal ini disebabkan oleh peregangan kapsula Glison

pada hepar sebagai akibat adanya abses. Selanjutnya, pemeriksaan yang menjadi

standar emas untuk penegakan diagnosis abses hepar adalah melalui kultur darah

yang memperlihatkan bakteri penyebab. Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab

misalnya bseperti Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan.

Namun, pemeriksaan ini sulit dilakukan karena pengambilan pus dari hepar akan

sangat menyakitkan bagi pasien. Pemeriksaan analisa feses juga dilakukan untuk

menilai feses baik dari segi warna, konsistensi, ada atau tidaknya darah dan lendir,

leukosit, eritrosit, telur cacing, amoeba, dan lain-lain.1,2

34

Page 35: Abses hepar dengan Kolelistasis

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien atas nama Tn. S yang datang ke IGD pada tanggal 22

april 2014 dengan keluhan nyeri perut kanan atas 22 hari SMRS. Nyeri berawal

dari perut kanan atas seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, tembus kebelakang dan

menjalar ke daerah ulu hati. Rasa sakit bertambah bila penderita beraktivitas dan

berkurang dengan posisi membungkuk. Sakit kepala (-), pusing (-), demam (-),

mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun, batuk (-), sesak (-), riwayat demam

(+) ± 26 hari SMRS turun dengan obat penurun panas, menggigil (-), nyeri dada

(-). Pasien sempat dirawat di RS Rantau tetapi keluhan tidak menghilang. Pasien

35

Page 36: Abses hepar dengan Kolelistasis

kemudian dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin. Dari hasil pemeriksaan fisik dan

penunjang ditentukan diagnosisnya abses hepar dengan kolesistitis. Pada pasien

dilakukan laparatomi eksplorasi, drainage abses, dan kolesistektomi. Pasien

membaik dan diperbolehkan pulang pada hari perawatan ke 5 setelah operasi

dengan diagnosis Post laparatomi + drainage abses + kolesistektomi a/i abses

hepar dengan kolesistitis.

36

Page 37: Abses hepar dengan Kolelistasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :

Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.

Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.

2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.

Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic

resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :

Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.

Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal

1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.

3. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM, Current Medical Diagnosis &

Treatment. McGraw Hill: Lange. 2009.

4. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.

5. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku

ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.

6. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.

7. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.

8. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at

a glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter

27-28.

9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar – Dasar Penyakit. EGC. Jakarta. 2006.

10. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison: Prinsip – Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor BahasaIndonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.

37

Page 38: Abses hepar dengan Kolelistasis

11. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver,

biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In :

Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current

medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT.

Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.

12. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran.

Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007.

Hal 684.

13. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In :

Beckingham, I.J. ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain :

GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter 40-42

14. Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November

1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920-

overview#showall.

15. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23th, 2009. November

1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-

overview#showall

16. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. ClinGastroenterol Hepatol. 2009.

17. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.

18. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug 2009;232(2):202-7.

19. Sitzmann JV, Pitt HA, Steinborn PA, et al. Cholecystokinin prevents parenteral nutrition induced biliary sludge in humans. Surg Gynecol Obstet. Jan 2008;170(1):25-31.

20. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis.

Surabaya : Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.

21. Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive system. In : Nelson

textbook of pediatric 18th edition. USA. 2007. Chapter 356.

38

Page 39: Abses hepar dengan Kolelistasis

22. Towfigh S, McFadden DW, Cortina GR, et al. Porcelain gallbladder is not associated with gallbladder carcinoma. Am Surg. Jan 2010;67(1):7-10.

23. European Medicine Agency. Assessment report on Curcuma xanthorrhiza Roxb. (C. xanthorrhiza D. Dietrich)., rhizoma. European Medicines Agency 2013; 14(5): 122-35

24. Mutignani M, Iacopini F, Perri V, et al. Endoscopic gallbladder drainage for acute cholecystitis: technical and clinical results. Endoscopy. Jun 2009;41(6):539-46.

39