bite snake.doc
-
Upload
tian-prianto -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of bite snake.doc
PORTOFOLIO 1
No. ID dan Nama Peserta : Pinondang Gabriella
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Cicalengka
Topik : Snake Bite
Nama Pasien : Tn. P (27 tahun) No. RM : 06 45 54
Tanggal Presentasi :
05 November 2014
No. dan Nama Pendamping :
dr. Alvin Noor Hidayat
Tempat Presentasi : -
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi oAnak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Tn. P dibawa ke IGD RSUD Cicalengka dengan keluhan digigit ular, disertai
bengkak dan lebam pada bagian luka gigitan.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien : Nama : Tn. D No. register :
Nama RS : RSUD Cicalengka Telp : Terdaftar sejak :
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ gambaran klinis :
Digigit ular
2. Riwayat pengobatan :
-
3. Riwayat penyakit sekarang :
Ketika sedang bekerja di kebun pasien digigit ular di bagian kaki kiri ± 8 jam SMRS.
ular yang mengigit sebesar jempol kaki, berwarna hitam, dan berkepala bulat. Pasien
lalu membersihkan luka yang terkena gigitan ular dengan air keran. Pasien mengeluh
nyeri, bengkak dan lebam pada bagian luka gigitan. Pasien juga mengeluh rasa mual.
Tidak ada keluhan baal ataupun perdarahan pada luka gigitan. Pasien tidak mengeluh
adanya muntah, penglihatan menurun, sulit menelan, sulit bernapas atau penurunan
kesadaran.
4. Riwayat penyakit terdahulu :
-
5. Riwayat pekerjaan :
-
6. Riwayat keluarga :
-
7. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:
-
8. Lain – lain :
-
PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
Airway : clear
Breathing : 24x/menit, bentuk dan gerak simetris, VBS kiri = kanan, perkusi sonor
kiri=kanan, rhonchi -/-, wheezing -/-
Circulation : 100/70 mmHg, 88x/menit, ekual, reguler, isi cukup, akral hangat
Disability : GCS E4M6V5, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, RC +/+
Exposure : jejas di tempat lain (-)
Secondary Survey
Status Generalis
Kepala : Mata : Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba
JVP 5 + 2 cm H20
Thorax : Pulmo : VBS kiri = kanan, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, gallop (-), murmur
(-)
Abdomen : Datar lembut
Hepar dan Lien tidak teraba membesar
BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat
CRT < 2’’
Status Lokalis
a/r dorsum pedis sinistra
Terdapat 2 vulnus punctum masing-masing diameter ± 0,5 cm
Edema (+) diameter ± 8 cm
Nyeri tekan (+) pada luka dan sekitarnya
Ecchymosis (+) pada sekitar luka
Ptechiae (-)
Perdarahan aktif (-)
Diagnosis Klinis
Snake Bite derajat II
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hemoglobin 13,8 g/dl
Hematokrit 42 %
Leukosit 8.300
Trombosit 150.000 /uL
Bleeding time 3’
Clotting time 7’
Penatalaksanaan
- Monitor ABCDE
- Cuci luka
- IVFD D5% + SABU Polivalen drip dalam 6 jam
- Paracetamol 3 x 500 mg tab (PO)
- Observasi gejala lokal dan sistemik
- Pro konsul bedah
Advis dr. H. Gusriyadi, Sp.B
- Terapi lanjut
- Cross insisi
- Cuci luka dengan NaCl 0,9% 500 cc dengan disemprot
- Tutup dengan kasa basah
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Daftar Pustaka :
1. Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical
Care, University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.
2. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
3. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM
Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
4. Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Warrell, D.A., 2010. Guidelines for the Clinical Management of Snake Bite in the
South-East Asia Region. World Health Organization. Regional Centre for Tropical
Medicine, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Thailand.
6. Warrell,D.A., 2005. Treatment of bites by adders and exotic venomous snakes. BMJ
2005; 331:1244-1247 (26 November),
doi:10.1136/bmj.331.7527.1244. www.bmj.com.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi snake bite
2. Diagnosis snake bite
3. Penanganan snake bite
1. Subyektif :
Pasien datang dengan keluhan digigit ular. Keluhan juga disertai bengkak dan lebam
pada bagian luka gigitan dan juga rasa mual. Tidak ada keluhan baal ataupun perdarahan
pada luka gigitan. Pasien tidak mengeluh adanya muntah, penglihatan menurun, sulit
menelan, sulit bernapas atau penurunan kesadaran.
2. Obyektif :
Hasil pemeriksaan fisik :
a. GCS : 15
b. Tanda vital : dbn
c. Status lokalis :
- Terdapat 2 vulnus punctum masing-masing diameter ± 0,5 cm
- Edema (+) diameter ± 8 cm
- Nyeri tekan (+) pada luka dan sekitarnya
- Ecchymosis (+) pada sekitar luka
d. Lain-lain dalam batas normal
3. Assessment :
Definisi
Luka gigitan adalah cidera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau manusia.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus
untuk mencari makanan. Gigitan dan cakaran hewan yang sampai merusak kulit kadang
kala dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan,
sedang beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Luka
gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran.
Luka ini dapat menyebabkan:
a. Kerusakan jaringan secara umum,
b. Perdarahan serius bila pembuluh darah besar terluka,
c. Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies,
d. Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular,
e. Awal dari peradangan
Ular berbisa yang bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring,
pada bagian depan dari rahang atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa
(seperti jarum hipodermik) atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam
jaringan dari mangsa alamiahnya. Bila manusia tergigit, bisa biasanya disuntikkan secara
subkutan atau intramuskuler.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran
ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua
taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.
Bisa Ular
Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga pengaruhnya tidak
dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin saja. Venom yang sebagian
besar (90%) adalah protein, terdiri dari berbagai macam enzim, polipeptida non-
enzimatik dan protein non-toksik. Berbagai logam seperti zink berhubungan dengan
beberapa enzim seperti ecarin (suatu enzim prokoagulan dari E.carinatusvenom yang
mengaktivasi protombin). Karbohidrat dalam bentuk glikoprotein sepertiserine protease
ancord merupakan prokoagulan dari C.rhodostoma venom (menekan fibrinopeptida-A
dari fibrinogen dan dipakai untuk mengobati kelainan trombosis). Amin biogenik seperti
histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan dalam jumlah dan variasi yang besar
pada Viperidae, mungkin bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri pada gigitan
ular. Sebagian besar bisa ular mengandung fosfolipase A yang bertanggung jawab pada
aktivitas neurotoksik presinaptik, rabdomiolisis dan kerusakan endotel vaskular. Enzim
venom lain seperti fosfoesterase, hialuronidase, ATP-ase, 5-nuklotidase, kolinesterase,
protease, RNA-ase, dan DNA-ase perannya belum jelas.
Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-
ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf,
menyebabkan hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.
Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun.
Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbul
kannya seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin,
antikoagulan, kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain itu
ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat – zat peradangan lain seperti
kinin, histamin dan substansi cepat lambat.
Jenis Ular Berbisa
Perbedaan Ular Berbisa Ular Tidak Berbisa
Bentuk kepala Segitiga Segiempat
Gigi Gigi taring di rahang atas Gigi kecil, tidak ada taring
Mata dan
pupil
Pupil elips
dan tajam
Pupil bulat
Lubang di
dekat nostrilTerdapat
lubang
Tidak
terdapat
lubang
Pola sisik ekor Pola sisik 1 baris Pola sisik 2 baris
Luka bekas
gigitan
Luka utama akibat gigi taring
Luka halus sepanjang gigitan
berbentuk melengkung
Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang banyak dijumpai di
Indonesia adalah jenis ular :
Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon rhodostoma (ular
tanah), aktivitas hemoragik pada bisa ular Viperidaemenyebabkan perdarahan spontan
dan kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu kaskade pembekuan)
Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular sendok), ular kobra,
ular laut. Neurotoksin pascasinaps seperti α-bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada
reseptor asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti β-
bungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah
pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction. Beberapa spesies Viperidae,
hydrophiidae memproduksi rabdomiolisin sistemik sementara spesies yang lain
menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.
Patofisiologi
Racun/bisa diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Racun ini
disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapat bertambah sampai 20 mm
pada ular berbisa yang besar. Dosis racun pergigitan bergantung pada waktu yang yang
terlewati setelah gigitan yang terakhir, derajat ancaman dan ukuran mangsa. Respon
lubang hidung untuk pancaran panas dari mangsa memungkinkan ular untuk mengubah
ubah jumlah racun yang dikeluarkan.
Racun kebanyakan berupa air. Protein enzim pada racun mempunyai sifat merusak.
Protease, colagenase dan hidrolase ester arginin telah teridentifikasi pada racun ular
berbisa. Neurotoksin terdapat pada sebagian besar racun ular berbisa. Diketahui beberapa
enzim diantaranya adalah (1) hialuronidase, bagian dari racun diamana merusak jaringan
subcutan dengan menghancurkan mukopolisakarida; (2) fosfolipase A2 memainkan
peran penting pada hemolisis sekunder untuk efek eritrolisis pada membran sel darah
merah dan menyebabkan nekrosis otot; dan (3)enzim trobogenik menyebabkan
pembentukan clot fibrin, yang akan mengaktivasi plasmin dan menghasilkan koagulopati
yang merupakan konsekuensi hemoragik.
Gejala Klinis
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang
terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut:
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit – 24
jam)
Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual,
hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
Gejala khusus gigitan ular berbisa :
o Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum,
otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis),
hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID)
o Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis
oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma
o Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
o Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P (pain, pallor,
paresthesia, paralysis pulselesness)
Menurut Parrish, terdapat klasifikasi derajat gigitan ular:
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik dalam 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter kurang dari 1 cm
2. Derajat I
- Terdapat bekas gigitan 2 taring
- Pembengkakan diameter 1 – 5 cm
- Tidak ada gejala sistemik dalam 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Terdapat ptechiae atau ecchymosis
- Terdapat nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Terdapat syok dan distress pernapasan
- Terdapat ecchymosis di seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk
Sedangkan menurut Schwartz klasifikasi derajat gigit ular sebagai berikut:
Derajat Venerasi Luka Gigit Nyeri Edema Gejala
Sistemik
0 - + -/+ < 3 cm/
12 jam
0
I +/- + + 3-12 cm/
12 jam
0
II + + +++ >12 – 25
cm/
12 jam
+
Neurotoksik,
mual, pusing
III ++ + +++ >25 cm/
12 jam
+
Syok,
ptekiae,
ekimosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah:
o Leukositosis neutrofil
o Hematokrit awalnya meningkat kemudian menurun
o Trombositopenia
o Meningkatnya serum CK dan aspartase transferase
Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)
EKG: terjadi abnormalitas
Foto dada
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk snakebite antara lain :
Anafilaksis
Trombosis vena bagian dalam
Trauma vaskular ekstrimitas
Scorpion Sting
Syok septik
Luka infeksi
Penanganan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah:
Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik
Tindakan Pelaksanaan
1. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah
Tenangkan pasien
Immobilisasi bagian yang tergigit
Segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat, hindari kontraksi otot pada bagian
yang tergigit
Hindari penatalaksanaan yang dapat membahayakan luka: insisi, dipijat, dibalur
bahan kimia atau herbal, dan lain-lain
Jika memungkinkan identifikasi ular
2. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:
Penatalaksanaan jalan napas
Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: bersihkan luka dengan cairan faal
atau air steril serta imobilisasi ekstremitas yang terkena luka gigitan dengan bidai
dan perban ketat.
Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K),
CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan
adanya koagulopati
Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid
maka diberikan satu dosis toksoid tetanus
Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular
Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml
berisi:
o 10-50 LD50 bisa Agkistrodon rhodostoma
o 25-50 LD50 bisa Bungarus fasciatus
o 25-50 LD50 bisa Naja sputarix
o Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau
Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan. Indikasi SABU adalah adanya
gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi
SABU mengacu pada Schwartz dan Way:
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam,
jika derajat meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Pedoman terapi SABU menurut Luck
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
o Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat,
waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU.
Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.
o Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu
pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi
pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya. Monitor
dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati
berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk
tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
o Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen (dan
antivenin)
o Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,
fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
o Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
o Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
o Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau
anggota badan
o Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
o Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),
diawali dengan sulfas atropin
o Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
o Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein,
hindari penggunaan obat – obatan narkotik depresan
Terapi profilaksis
o Pemberian antibiotika spektrum luas. Kuman terbanyak yang
dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
o Beri toksoid tetanus
o Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi
4. Plan :
Diagnosis klinis :
Snake Bite derajat II
Penatalaksanaan :
Umum
- Observasi kesadaran dan tanda-tanda vital
- Observasi gejala lokal dan sistemik
Khusus
- Wound toilet dan cross insisi
- Infus D5% + SABU Polivalen drip dalam 6 jam
- Parasetamol 3 x 500 mg tab (PO)
- ATS/TTblablablablabla