Bismilah Progrees 1 ,65 %

31
KARYA TULIS ILMIAH PEMUDA SEBAGAI SOLUSI PANGAN DI INDONESIA DENGAN MENJADI GENERUS (PETANI) YANG KOMPETEN,UNGGUL SERTA BERBASIS TEKNLOGI YANG BERDAYA SAING GLOBAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2015

description

paper kwu unsoed

Transcript of Bismilah Progrees 1 ,65 %

Page 1: Bismilah Progrees 1 ,65 %

KARYA TULIS ILMIAH

PEMUDA SEBAGAI SOLUSI PANGAN DI INDONESIA DENGAN

MENJADI GENERUS (PETANI) YANG KOMPETEN,UNGGUL SERTA

BERBASIS TEKNLOGI YANG BERDAYA SAING GLOBAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015

Page 2: Bismilah Progrees 1 ,65 %

LEMBAR PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH

1. Judul Kegiatan : Pemuda sebagai solusi pangan di Indonesia dengan menjadi generus (Petani) yang kompeten,unggul serta berbasis teknlogi yang berdaya saing global

2. Sub-Tema : Pangan (Menciptakan pemerataan dan ketahanan pangan)

3. Ketua Pelaksana Kegiatana. Nama Lengkap : Fajar Musafakb. NIM : D0A013017c. Jurusan : Peternakand. Universitas : Universitas Jenderal Soedirmane. Alamat Rumah dan No.Telp : Karangturi RT11/RW05 Mrebet

Purbalingga 0857761648824. Alamat email : [email protected]

Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang5. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr.Ir. Krismiwati Muatip,MSib. NIP : 19640219 198903 2 002c. Alamat Rumah dan No. Telp : Perum Puri Indah E-34

Karangklesem Purwokerto (0281) 6843805

Purwokerto, 29 September 2015

Menyetujui

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Ketua Penulis

Dr.Drh.Muhamad Samsi,M.P Fajar Musafak

NIP. 19571007 198703 1 001 NIM. D0A013017

Wakil Rektor

Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dosen Pendamping

Dr.Ir. Krismiwati Muatip,M.Si

NIP. 19640219 198903 2 002

Dr.Ir.V.Prihananto,M.Si

NIP. 19640529 198901 1 001

Page 3: Bismilah Progrees 1 ,65 %

DAFTAR ISI

Page 4: Bismilah Progrees 1 ,65 %

DAFTAR TABEL

Page 5: Bismilah Progrees 1 ,65 %

DAFTAR GAMBAR

Page 6: Bismilah Progrees 1 ,65 %

DAFTAR LAMPIRAN

Page 7: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Abstraksi

Page 8: Bismilah Progrees 1 ,65 %

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan informasi telah membuat dunia pertanian menjadi salah satu aspek kehidupan yang penting dan menjadi sorotan utama dalam mengawali sebuah pembangunan perekonomian suatu negara, khususnya negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Dunia pertanian tidak lagi dipandang sebelah mata, sejarah telah membuktikan bahwa sebelum terlaksananya revolusi industri, revolusi hijau terjadi lebih dahulu. Akan tetapi, setelah revolusi industry hadir ke permukaan, semua stake holders (penyedia barang)beralih dari segala aktivitas industri atau aktivitas hilir dan perlahan meninggalkan lahan-lahan pertanian. Alhasil, lahan-lahan pertanian pun menjadi terbengkalai, berdampak pada produksi pertanian yang mengalami penurunan serta melahirkan sebuah paradigma baru. Paradigma baru yang mulai tertancap di benak para generasi muda dan masyarakat umum lainnya. Paradigma ini berkata bahwa dunia industri lebih berperan penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara dan dunia ini lebih bergengsi daripada dunia pertanian.

Tidak salah jika kebanyakan generasi muda dan mahasiswa mempunyai paradigma bahwa profesi petani adalah profesi yang rendahan dan tidak memiliki prospek yang cerah untuk masa depan mereka. Mereka beranggapan bahwa petani itu adalah orang-orang miskin yang setiap hari pergi ke sawah membawa cangkul, memakai caping, kemudian membajak sawah dengan bantuan dua ekor kerbau yang kotor dan bau, lalu menanami sawahnya dengan benih-benih padi, menunggu, dan merawatnya hingga waktu panen tiba. Namun, kenyataannya memang seperti itu. Banyak masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani masih hidup miskin dari dulu sampai sekarang, tidak ada yang berubah dari mereka. Di lingkungan tempat mereka hidupnya Fakta inilah yang membuat generasi muda khususnya mahasiswa enggan terjun ke dunia pertanian.

Bagaimana tidak? Mahasiswa pertanian saja yang seharusnya berkiprah pada dunia pertanian dengan perbekalan ilmu pertanian yang mereka dapatkan di perguruan tinggi/universitasnya justru malah lebih suka berkiprah di dunia non-pertanian seperti perbankan, perindustrian, dan sebagainya. Terbukti. Contohnya saja mahasiswa lulusan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) lebih banyak yang bekerja di dunia non-pertanian dari pada pertanian.

Page 9: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Bagai kacang lupa dengan kulitnya. Mahasiswa yang kini selalu dibantu dan dibiayai oleh rakyat dengan harapan mereka mampu memperbaiki pertanian yang ada dan memajukannya, tetapi justru menghianati rakyat dengan enggan bekerja pada bidang pertanian.

I.2. Rumusan Masalah

1. Kurangnya minat generasi muda dalam bidang pertanian

2. Kesejahteraan petani masih rendah, 3. Pemanfaatan teknologi yang masih minim, tradisional4. Penggunaan sumber daya lokal yang belum optimal

I.3. Tujuan

Berfokus pada pemikiran tersebut maka tujuan dari penulisan

karya tulis ini adalah: (a) Menguraikan kondisi tantangan

global terhadap peran pemuda dalam ketersediaan pangan dan

dinamikanya,

(b) menguraikan karakteristik SDM pertanian saat ini,

(c) meningkatkan peran generasi muda yang inovatif dalam

pembangunan pertanian

(d) membantu pemecahan permasalahan dalam krisis pangan di

Indonesia

I.4. Manfaat Penulisan

Memberikan solusi, kesadaran dan langkah menuju ketahanan dan

pemerataan pangan

Page 10: Bismilah Progrees 1 ,65 %

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Badan Pusat Statistik menjelaskan bahwa

jumlah pengangguran terbuka juga mengalami peningkatan dari 380

ribu pada Agustus 2012 menjadi 412 ribu pada Agustus 2013 atau

bertambah sebanyak 32 ribu orang. Perkembangan ketenagakerjaan

di Indonesia pada Agustus 2013 menunjukkan adanya peningkatan

jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk bekerja, jumlah

pengangguran terbuka maupun tingkat penganguran terbuka.

(http://data-jumlah-pengganguran-bps.com2014/10.html).

Pemuda, sebagai kelompok usia produktif merupakan

bagian masyarakat yang paling dinamis dalam mengejar akan

tujuannya dalam memecahkan persoalan ekonomi keluarga.

Kesadaran akan tujuan yang ingin diraih membangun

representasi dan orientasi kerja yang termotivasi. Hal ini sekaligus

memacu penggunaan cara dan alat yang paling sesuai dengan situasi

yang ada (Parsons, 1937).

Apabila dilihat dari perspektif kepentingannya pada jumlah

tenaga kerja, maka pertanian menyerap sekitar 33,32% total

tenaga kerja. Kondisi lainnya adalah bahwa pada rumah tangga

pedesaan bergantung sekitar 70% dari sektor pertanian sebagai

sumber utama pendapatan. Dalam konteks ketenagakerjaan, maka

pertanian memiliki peran vital dalam mengurangi pengangguran

yang semakin besar. Kondisi tersebut memberikan klarifikasi bahwa

pertanian menjadi faktor penutup bagi potensi pengangguran yang

besar. Terdapat fakta bahwa pertanian adalah suatu keniscayaan

bagi keberlanjutan kehidupan manusia, dalam konteks

penyediaan pangan(Luckey, et al: 2013).

Daya saing yang lemah tentu akan merugikan

Indonesia mengingat pasar terpadu ASEAN sudah

terealisasikan. Sebagaimana yang diketahui bahwa implementasi

The ASEAN Economic Community (AEC) sudah berlaku pada

Page 11: Bismilah Progrees 1 ,65 %

tahun ini. Integrasi pasar dan pintu masuk pasar global yang tidak

diantisipasi, tentu akan sangat merugikan bangsa Indonesia.

Salah satu faktor penting bagi upaya melakukan proses produksi

yang tepat, adalah dengan menyiapkan SDM yang memenuhi

standar kebutuhan sektor pertanian. SDM yang tepat yang

dibutuhkan adalah sesuai dengan kebutuhan dalam rangka

memenuhi upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam memenuhi

ekspektasi daya saing yang tepat. Dalam konteks ini para pelaku atau

SDM yang tepat sangat diharapkan dapat melaksanakan kegiatan

pertanian yang sesuai (Wibowo, 2014).

Indonesia sampai saat ini adalah Negara pengimpor bahan

pangan pokok antaralain gandum, beras, dan kedelai dan beberapa

komoditas lainnya. Jumlah impor tersebut memiliki konsekuensi

ketergantungan Indonesia terhadap beberapa Negara untuk

memenuhi kebutuhan akan pangan. Semakin besar jumlah

kebutuhan pangan, semakin besar ketergantungan Indonesia

terhadap Negara-negara penyedia pangan. Bila kondisi tersebut

berlanjut maka krisis pangan akan benar-benar terjadi.

Kecenderungan semakin meningkatnya impor beberapa komoditas

oleh Indonesia, dinilai sebagai kondisi yang membahayakan.

Indonesia dinilai sudah masuk dalam jebakan pangan (food trap)

(Wibowo, 2014).

Regenerasi terhadap generasi muda akan diharapkan

memberikan “energi’ baru baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

Bersifat fisik terkait dengan kebutuhan umur produktif yang

secara jasmaniah mampu menopang kerja-kerja fisik dalam

usahatani. Bersifat non fisik terkait dengan kemampua belajar untuk

selanjutnya melakukan adopsi inovasi dala menjalankan usaha

tani. Kemampuan belajar terus menerus dan penguasaan

terhadap teknologi khususnya dalam pemanfaatan teknologi

informasi akan berdampak positif bagai peningkatan daya saing

petani (Muksin, 2007).

Page 12: Bismilah Progrees 1 ,65 %
Page 13: Bismilah Progrees 1 ,65 %

III. Metodologi Penulisan atau Metode Penelitian

Metode pengkajian terhadap relevansi regenerasi SDM untuk

pencapaian kedaulatan pangan menggunakan penelusuran pustaka

(studi pustaka) khususnya yang terkait dengan SDM pertanian

terkini. Penelusuran sumber pustaka memanfaatkan hasil

penelitian terdahulu baik dari publikasi online maupun referensi

dalam bentuk buku, berkala maupun sumber ilmiah lainnya. Kajian

terhadap hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi

terkini yang relevan dengan kondisi SDM petani. Untuk

menghasilkan analisis yang relevan, maka pengamatan terhadap

data utama dilakukan terhadap hasil data yang dikeluarkan oleh

Badan Pusat Statis (BPS) dan data bersumber dari peneli tian

lainnya atau penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang

dimaksud adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti maupun

karya penelilainnya. Peneliti berupaya untuk melakukan proses

pembandingan terhadap data langsung dari hasil penelusuran

pustaka, dan melakukan analisi untuk keperluan menjawab

pertanyaan penelitian.

Selanjutnya dari hasil komparasi dan analisis data tersebut

tersebut peneliti melakukan review terhadap kajian-kajian yang

memiliki substansi dan ruang lingkup masalah yang relevan.

Berdasarkan review tersebut peneli melakukan sintesa untuk

memberikan pemahaman dan pemaknaan atas informasi yang

diperoleh. Berdasarkan keseluruhan aktivitas tersebut peneliti

melakukan sintesa untuk melakukan pemaknaan dan menyusun

implikasi maupun penarikan kesimpulan dari kajian tersebut.

Sintesa memberikan gambaran terhadap informasi faktual di

lapangan khususnya dalam kehidupan dan dinamika SDM

pertanian.

Page 14: Bismilah Progrees 1 ,65 %

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

Salah satu ukuran produktivitas pertanian dapat dikaitkan dengan kondisi ketersediaan pangan nasional dan dinamika untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut. Kebutuhan dari pangan nasional cukuop besar dapat diama dari nilai rupiah yang dibelanjakan dari APBN untuk kebutuhan pangan tersebut. Sebagaimana hasil kajian beberapa penelitian bahwa pada tahun 2009 sekitar 5 persen dari APBN atau sekitar 50 triliun digelontorkan untuk menyediakan atau membeli enam komoditas pangan, yaitu kedelai, gandum, daging, sapi, susu dan gula, termasuk garam. Kondisi ini menunjukkan betapa besarnya ketergantungan pangan kita kepada negara lain.

Bersamaan dengan hal tersebut di banyak belahan dunia yang lain kondisi kekurangan ketersediaan pangan juga terjadi. Selain persoalan iklim yang dak menentu sebagai akibat kehidupan modern yang “tidak terkendali” dan tidak ramah terhadap lingkungan, maka pesoalan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat menjadi penyebab utama akan ketersediaan pangan yang terus menurun. Data beberapa penelitian menyebutkan bahwa secara ideal angka pasokan pangan atas kebutuhan jumlah penduduk, saat ini dinilai berada pada angka ketersediaan 30-40persen dari jumlah keseluruhan. Kondisi tersebut secara factual tentu memprihatinkan dan banyak memunculkan banyak kekhawatiran (Suswono, 2014) .

Produksi pangan berasal dari proses produksi pertanian. Sementara produksi dan perdagangan yang terkait langsung dengan sarana produksi hanya dikuasai atau dikontrol oleh tengkulak, sehingga petani hanya memiliki peran kecil dalam kontribusi terhadap perdagangan. Dengan demikian krisis pangan dan ancaman terhadap ketersediaan pangan disejajarkan dengan konsepsi ancaman tradisional dan non tradisional pada keamanan nasional. Krisis terhadap keberlanjutan pertanian adalah konsekuensi logis dari kondisi saat ini. Sebagaimana tela diuraikan bahwa produktivitas pertanian terus mengalami penurunan. Produktivitas yang menurun memberikan ancaman serius terhadap kedaulatan pangan. Bahkan ancaman terhadap krisis pangan dimasukkan sebagai ancaman serius terhadap ketahanan dan kemanan Negara (Bappenas, 2009).

Page 15: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Strategi pembangunan pertanian dengan bekerja sama generus petani

Menghadapi tantangan ketahanan pangan yang saat ini dirasakan oleh Indonesia, diperlukan beberapa strategi Mulai dari peningkatan ketahanan pangan baik dalam ketersediaan, stabilitas, aksesabilitas, konsumsi sehingga dapat dilihat kemajuan pertumbuhan ekonomi, dan suatu individu dapat memiliki daya saing individu dan bangsa. Misalnya dengan melaksanakan tujuh gema revitalisasi yang terdiri dari pengembangan teknologi dan industry hilir, revitalisasi lahan, revitalisasi perbenihan dan pembibitan, perbaikan infrastruktur dan sarana, pengembangan sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan petani, penguatan kelembagaan petani. Sebagai contoh dalam permasalahan konversi lahan, kepemilikan lahan yang sempit, sulitnya akses petani ke lahan terlantar, strategi yang cocok adalah revitalisasi lahan (Anonim, 2011).

Kesiapan lahan pertanian

Kesiapan lahan pertanian yang ada untuk pangan sebaiknya lebih ditingkatkan produktivitasnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan di Indonesia antara lain disebabkan oleh penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah, tingkat kesuburan lahan yang terus menurun, dan eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal Di sisi lain pemerintah juga harus tegas dalam memberikan ijin dalam alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Pembagian kawasan pertanian di Indonesia sangat penting untuk meningkakan hasil pangan. Melihat kondisi daerah topografi wilayah tertentu terutama dalam skala nasional. Pertambahan penduduk menuntut penggunahan lahan semakin besar, baik sector industri maupun sarana infrastruktur. Hal ini tentu akan mengancam lahan pertanian akan semakin sempit. Perencanaan lahan pertanian berbasis SIG (Sistem Informasi Geospasial) bidang pertanian merupakan metode yang efektif dalam pengambilan keputusan pengelolaan lahan pertanian. Tetapi penyediaan data berbasis SIG (Sistem Informasi Geospasial) di Indonesia belum diterapkan secara penuh khususnya skala nasional. Teknologi penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra satelit sangat mendukung penyediaan data berbasis SIG dalam menentukan kawasan-kawasan yang menjadi lokasi penyediaan lahan pertanian. Karena SIG sendiri mencakup dasar-dasar lahan, kondisi topografi, serta informasi pendukung lahan tersebut. Metode ini menjadi sangat mudah dalam mengevaluasi produktivitas lahan. Sehingga

Page 16: Bismilah Progrees 1 ,65 %

kekurangan hasil produksi serta pengelolaan lahan pertanian tersebut bisa direncanakan dan bias menargetkan hasil produksi sesuai jangka waktu tertentu. Evaluasi lahan pertanian sangat penting untuk melihat perkembangan lahan pertanian. Demi tercapainya keseimbangan lahan pertanian di Indonesia (Mulyani , 2013).

Kebijakan pemerintah dalam ketahanan pangan nasional

Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu yang strategis bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan memiliki dimensi yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik. Dengan demikian diperlukan penyelarasan peningkatan produksi disatu pihak. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem, subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut (Anonim, 2012).

1)Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu.

2) Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia disemua lokasi yang membutuhkan tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimasl dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk.

3) Subsistem pangan menyangkut upaya peningktan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik. Sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Ketahanan pangan merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014. Kebijakan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 berkaitan dengan pembangunan ketahanan

Page 17: Bismilah Progrees 1 ,65 %

pangan yaitu :1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT); 2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan;3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor; 6)Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; 7) Jaminan penguasaan lahan produktif;8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organic berbasis kelompok tani;9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan, dll. Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian selama periode 2010-2014, strategi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian dilakukan melalui penerapan Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir. Ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian tersebut, menjadi acuan pada strategi Badan Ketahanan Pangan dalam memfasilitasi program pembangunan ketahanan pangan tahun 2010-2014.

Menghadapi pasar global di kawasan ASEAN

Pemerintah harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi pasar liberal komoditas pangan, di antaranya dengan menyiapkan hambatan nontarif seperti Standar Nasional Indonesia, pembatasan pintu masuk impor, serta persyaratan terkait penyakit. Dengan demikian, komoditas pangan yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat benar-benar berkualitas dan aman. Sudah waktunya pemerintah memperkuat daya saing produk pangan sehingga komoditas pertanian tersebut siap bersaing dan memiliki keunggulan komparatif.

Page 18: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Sejauh ini, untuk komoditas beras, Indonesia masih tertinggal dari Thailand dan Vietnam yang sudah mampu menjadikan beras berada dalam sistem yang terintegrasi, mulai penanaman, panen, pengeringan, hingga pengolahan. Sistem tersebut mampu menekan angka kehilangan panen yang selama ini masih menjadi momok bagi tanaman padi di Indonesia. Persiapan Sektor Pertanian menghadapi AEC 2015. Dalam menghadapi AEC 2015 seluruh lini termasuk produk pertanian harus memperhatikan 3 hal penting yaitu : 1. Peningkatan Daya Saing (peningkatan produktifitas, distribusi, infrastruktur, perbankan, efisiensi regulasi dll) 2. Pengamanan Pasar Domestik (mis: lebih mencintai produk lokal), dan 3. Penguatan Ekspor dengan memperhatikan 3 K (kualitas, kuantitas dan kontinyuitas).

Ketahanan Pangan dan Kepentingan Politik

Keamanan Pangan & Tata Kelola Pangan harus dikawal dengan politik pangan yang memihak kepentingan dalam negeri. Pemerintah harus menggerakkan semua komponen kekuatan nasional untuk melaksanakan kebijakan keamanan pangan .Pemerintah harus mewujudkan akuntabiltas dan pengendalian untuk memastikan kepatuhan semua komponen kekuatan nasional dalam mengimnplementasikan kebijakan keamanan pangan. Pemerintah harus mampu dan mau mengambil langkah korektif bila sasaran kebijakan tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu. Pemerintah harus membuat kerangka regulasi dan langkah administrative untuk meningkatkan ketersediaan pangan, akses, dan kualitas (Usman, 2013).

Ketahanan pangan harus kokoh dalam era masyarakat ekonomi ASEAN 2015

Menghadapi pasar global ASEAN, perlu disiapkan komoditi pertanian yang menjadi andalan dalam perdagangan regional. Kita harus memilah dari sekian banyak produk dan komoditi pertanian tersebut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu, kita juga harus menyiapkan produk pertanian andalan yang mampu bertahan dalam pasar domestik, dan juga produk yang mampu menyerang di pasar regional dan global. Selain itu pembangunan jangka menengah yaitu bersama – sama memberikan penguatan kelembagaan dan usaha pada sector input maupun produksi dalam skala sedang, sedangkan untuk skala kecil perlu diperbaiki kelembagaan dan organisasi skala kecil sehingga mampu memberikan efisiensi ekonomi dalam produksinya.

Page 19: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Pemanfaatan teknologi dalam pembangunan ketahanan pangan saat ini

Rapuhnya ketahanan pangan merupakan sebuah ironi mengingat besarnya potensi pertanian. Sayangnya, potensi tersebut belum mampu mendukung sistem ketahanan pangan nasional. Upaya mewujudkan ketahanan pangan berkaitan erat secara langsung dengan keberhasilan penerapan teknologi dalam pembangunan pertanian di Indonesia, baik untuk kepentingan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, peningkatan produktivitas, pengolahan hasil pertanian, maupun diversifikasi pangan. Dalam teori pembangunan, teknologi tepat sasaran dengan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dikenal sebagai energizer of development. Kedua faktor tersebut merupakan penentu utama daya saing ekonomi suatu negara. Peranan teknologi cukup menonjol untuk memberikan driving force bagi pertumbuhan pembangunan pertanian. Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada pihak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Peranan teknologi pertanian antara lain dalam usaha peningkatan produktivitas, penjaminan mutu (gizi dan fisik), kemasan dan penampilan produk secara keseluruhan. Pemilihan teknologi juga berpeluang untuk menekan biaya produksi, menekan harga jual serta akan berpengaruh dalam meningkatkan daya saing. Salah satu solusinya dengan menggunakan teknologi tepat guna yang dapat digunakan oleh petani ( Hanani, 2012).

Ketahanan pangan bisa membawa bangsa yang lebih sejahtera

Sistem pangan nasional harus dibangun menuju ketahanan pangan nasional yang berbasis pada penyediaan pangan di tingkat individu. Paradigma baru dalam pembangunan sistem pangan nasional ini akan menjamin ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, lokal, regional, dan nasional. Meskipun demikian, mengingat kompleks permasalahan yang tercakup, ketahanan pangan di kelima jenjang itu hendaknya dibangun secara bersamaan. Ketahanan pangan nasional bermakna pengadaan pangan nasional, dan distribusi pangan nasional. Kedua makna ini

Page 20: Bismilah Progrees 1 ,65 %

menuntut adanya kebijakan pangan secara nasional yang dipegang wewenangnya oleh pemerintah pusat dan kebijakan pangan secara regional, lokal, rumah tangga, dan individu yang dipegang wewenangnya oleh pemerintah daerah otonom (kabupaten/kota, yang berfungsi rowing).

Ketergantungan impor harus dikurangi

Impor bahan baku dan penolong untuk industri dan usaha lainnya di dalam negeri mencapai 92 persen dari total impor Indonesia, sehingga pemerintah sebaiknya mengurangi ketergantungan bahan baku dan penolong impor, salah satunya dengan cara mempermudah aturan untuk mendirikan industri bahan baku atau penolong di dalam negeri.

Upaya pemerintah menggenjot daya saing

Usaha pemerintah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam menggenjot upaya peningkatan daya saing untuk industri, melalui peningkatan daya saing ini untuk meningkatkan komoditi ekspor guna memperkuat perekonomian nasional. Hingga saat ini perekonomian daerah masih terkendala pada persoalan-persoalan klasik. Misalnya UKM yang selalu tersendat dalam masalah permodalan. Akses yang terbatas terhadap bank, serta penerapan sistem kehati-hatian perbankan yang masih dirasakan berlebihan sering kali menjadi kendala untuk mengembangkan usaha. Di sisi lain, Kadin merekomendasikan kepada para pelaku usaha untuk bisa mengakses permodalan melalui lembaga non perbankan, sehingga tidak terpaku hanya pada lembaga perbankan.

Benahi sektor hulu

Pemerintah harus membenahi sektor hulu untuk memudahkan penambahan nilai. Hal ini dapat dilakukan dengan peranan strategis stakeholder termasuk Civil Society Organization (CSO) dalam ketahanan pangan sektor hulu. Misalnya Kementerian Dalam Negeri membagi urusan kewenangan, “mengeksekusi” perda yang berkaitan dengan pangan di daerah, Kementerian Pertanian berperan dalam kebijakan operasional dan progam peningkatan produksi pangan, Kementerian Keuangan berperan dalam kebijakan perkreditan bagi petani, dll (Hanani, 2012).

Page 21: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Kebijakan pemerintah memudahkan kalangan usaha untuk ketahanan pangan

Perlu kebijakan pemerintah yang lebih memudahkan kalangan pelaku usaha untuk ketahanan pangan dengan cara mendorong perdagangan yang antara lain dengan pemberian subsidi atau bantuan finansial bagi produsen domestik dalam bentuk pembayaran tunai, pinjaman berbunga rendah, keringanan pajak, atau bentuk lainnya. Bertujuan membantu perusahaan-perusahaan domestik mengimbangi pesaing internasional.

Pangan bisa tersedia dan tercukupi

Indonesia memiliki daratan seluas 188,20 juta ha, yang terdiri atas 144 juta ha lahan kering dan 44,20 juta ha lahan basah. Pemanfaatan lahan potensial untuk perluasan areal pertanian harus sesuai dengan peruntukannya. Kawasan untuk pertanian lahan basah dan lahan kering tanaman pangan semusim harus dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan hortikultura. Komoditas penghasil bioenergi nonpangan dan perkebunan diarahkan pada lahan kering potensial untuk tanaman tahunan. Pemanfaatan lahan terlantar perlu diiringi dengan pengembangan varietas yang mempunyai daya adaptasi tinggi pada lahan suboptimal.

Page 22: Bismilah Progrees 1 ,65 %

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan

Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian

http://setkab.go.id/en/artikel-6833-.html.

Anonim, 2012. Kebijakan Pemerintah Dalam Pencapaian

Swasembada Beras Pada Program Peningkatan Ketahanan

Panganhttp://jdih.bpk.go.id/?p=17177

Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah data pengangguran terbuka di

Indonesia. Agustus. BPS Pusat : Jakarta

Bappenas, 2009. Grand Strategi Keamanan Nasional.

Bappenas, Jakarta.

Hanani, N. dan Zakaria W.A., 2012. Industri Hulu Ketahanan

Pangan.

Luckey, AN., TP. Murphrey, RL. Cummins. 2013. Assessing Youth

Perceptions and Knowledge of Agriculture: The Impact of

Parcipating intaneAgVenture Program. Journal of Extention

(JoE). Volume 51, Number 3: 2. Diakses pada 2 Maret 2014) dari

www.joe.org

Mulyani,A., S. Ritung, dan I. Las., 2013. Potensi dan ketersediaan

sumberdaya lahan untuk mendukung ketahanan pangan.

Muksin. 2007. Kompetensi Pemuda Tani yang Perlu dikembangkan di

Jawa Timur. IPB, Bogor, Hal 154-161.

Parsons, Talcott. 1937. The Structure of Social Action. The Free

Press. New York. Collier-Macmillan Limited. London.

Suswono. 2014. Kebijakan Pembangunan Pertanian Untuk

Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Energi dalam

Menyongsong Era Asia. Makalah disampaikan pada Seminar

Nasional UNS, 24 April 2014

Usman, S., 2013.Ketahanan Pangan dan Politik Pangan

Nasional, Politik dan Ketahanan Pangan Memulai Dari

Daerah .

Page 23: Bismilah Progrees 1 ,65 %

Wibowo, R., 2014. Masalah Tantangan Indonesia dalam

Meningkatkan Ketahanan Pangan. Seminar Nasional

Ketahanan Pangan (15 Maret 2014). Polije, Jember, Hal 5-6.