Cr Skabies Bismilah(1)

47
I. PENDAHULUAN Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akandilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang bergandengan tangan dengan teman- temannya. Secara tidak langsung misalnya melalui tempa tidur, handuk, pakaian dan lain-lain. Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni : 1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih tinggi pada malam hari

description

case report

Transcript of Cr Skabies Bismilah(1)

I. PENDAHULUAN

Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akandilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat.

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang bergandengan tangan dengan teman-temannya. Secara tidak langsung misalnya melalui tempa tidur, handuk, pakaian dan lain-lain. Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni :

1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih tinggi pada malam hari2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel.4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.

Predileksi dari skabies ialah biasanya pada daerah tubuh yang memiliki lapisan stratum korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae, sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian volair, sela-sela jari tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak kaki. Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini populer dikalangan masyarakat padat. Banyak faktor yang menunjang perkembangan dari penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS).1

II. LAPORAN KASUS

A. Identitas PasienNama: Nn. YUmur: 13 tahunJenis kelamin: PermpuanAlamat : Punduk Pidada, PesawaranPekerjaan : Pelajar Pendidikan : SMPAgama : IslamSuku Bangsa : LampungStatus : Belum Menikah

B. AnamnesisAutoanamnesis dilakukan tanggal 08 Juni 2015 pukul 10.30 WIB di Poliklinik Kulit RSUD Hi.Abdul Muluk Bandar Lampung.

1. Keluhan Utamabintik-bintik kemerahan yang disertai rasa gatal pada pergelangan kaki, sela jari tangan sampai pergelangan tangan dan kedua siku tangan sejak 3 bulan SMRS

1. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSAM dengan keluhan timbul bintik-bintik kemerahan yang disertai rasa gatal pada pergelangan kaki, kedua sela jari tangan sampai pergelangan tangan dan kedua siku tangan sejak 3 bulan SMRS. Gatal yang dirasakan pasien lebih terasa gatal terjadi pada malam hari sehingga mengganggu tidur pasien, serta apabila digaruk pasien merasa gatalnya berkurang. Pada 3 bulan yang lalu muncul bintik-bintik kemerahan pada pergelangan kaki bagian belakang yang disertai rasa gatal, akibat digaruk maka bintik-bintik pecah mengeluarkan darah dan cairan namun tidak mengeluarkan nanah kemudian bintik-bintik tersebut menyebar ke bagian lain yaitu siku kanan dan kiri, sela jari tangan dan pergelangan tangan kanan dan kiri. Sebelum keluhan gatal-gatal tidak ada demam. Keluhan ini pertama kali di alami oleh pasien.Pasien mengatakan dua minggu sebelum berobat ke poliklinik RSAM sudah melakukan pengobatan ke RS Bhayangkara. Saat berobat ke RS Bhayangkara pasien diberikan obat minum dan salep tetapi pasien tidak mengetahui nama obatnya. Beberapa hari setelah berobat dari RS Bhayangkara bintik merah pada daerah pergelangan kaki dan tangan, kedua siku tangan, kedua pergelangan tangan dan kedua punggung kaki tidak ada perbaikan bahkan bintik merah semakin banyak, gatal dan semakin basah.Pasien merupakan anak santri di daerah pesawaran, pasien mengatakan bahwa beberapa teman sekolah pasien mengalami hal serupa. Sehari-hari pasien tinggal sekamar bersama dengan teman-temannya, sehingga pasien sering bergaul bersama teman-teman pasien yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien, dimana pasien juga mengatakan sering bersentuhan dengan beberapa temannya tersebut. Namun di keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa seperti pasien. Pasien mandi dua kali sehari menggunakan sabun anti septik. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi. Pasien mengatakan selama ini apabila pasien mencuci baju tidak pernah menderita gatal-gatal atau penyakit kulit. R/ asma (-), R/ bersin- bersin pada cuaca dingin (-).1. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit kulit seperti ini sebelumnya tidak pernahRiwayat asma tidak adaRiwayat rhinitis alergika tidak adaRiwayat alergi makanan tidak adaC. Pemeriksaan Fisik1. Status GeneralisKeadaan umum : tampak sakit ringanKesadaran : compos mentis1. Tanda Vital:Tekanan darah : 110/70 mmHgNadi : 89x/mSuhu : 36,7o CPernapasan : 20x/mTinggi badan : 150 cmBerat badan : 45 Kg

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak ada kelainan kulitMata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata hitam, tidak ada madarosisTelinga : Normotia, tidak ada kelainan kulitHidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulitMulut : bibir tidak kering, caries dentis (-), faring hiperemis (-)Thoraks : bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat kelainan kulit (lihat Status dermatologikus) Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus)Ekstremitas atas : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus).Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus).

1. Status Dematologi Pada regio calcaneus dextra, regio dorsum plantar pedis dextra, regio cubiti dekstra et sinistra, terdapat krusta dengan 1,5cm x 1 cm dan disertai dengan papul dan vesikel eritomatous, multiple, bulat-ireguler, batas sirkumskripta, diskret konfluens disertai erosi dan eksoriasi dan di beberapa tempat terdapat kanalikuli berwarna putih keabuan berbentuk berkelok-kelok 1cm. Pada regio palmar manus dextra et sinistra tidak terdapat gambaran krusta, hanya terdapat gambaran papul dan eksoriasi.

Gambar 1. Efloresensi pada regio calcaneus dextra

Gambar 2. Efloresensi pada regio cubiti dextra dan sinistra

Gambar 3. Efloresensi pada regio palmar manus

D. Pemeriksaan PenunjangTidak dilakukan pemeriksaan penunjang

E. ResumePasien Nn. Y, perempuan usia 13 tahun datang ke poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSAM dengan keluhan timbul bintik-bintik kemerahan yang disertai rasa gatal pada pergelangan kaki, kedua sela jari tangan sampai pergelangan tangan dan kedua siku tangan sejak 3 bulan SMRS. Gatal yang dirasakan pasien lebih terasa gatal terjadi pada malam hari sehingga mengganggu tidur pasien, serta apabila digaruk pasien merasa gatalnya berkurang. Pada 3 bulan yang lalu muncul bintik-bintik kemerahan pada pergelangan kaki bagian belakang yang disertai rasa gatal, akibat digaruk maka bintik-bintik pecah mengeluarkan darah dan cairan namun tidak mengeluarkan nanah kemudian bintik-bintik tersebut menyebar ke bagian lain yaitu siku kanan dan kiri, sela jari tangan dan pergelangan tangan kanan dan kiri. Sebelum keluhan gatal-gatal tidak ada demam. Keluhan ini pertama kali di alami oleh pasien. Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit yang sama, namun beberapa teman sekolah pasien memiliki penyakit yang sama dengan pasien. R/ asma (-), R/ rhinitis alergi (-), R/ alergi makanan (-).

Status Generalis: Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentisTanda Vital: Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 89x/m Suhu: 36,7o C Pernapasan : 20x/m Tinggi badan: 150 cm Berat badan : 45 Kg Kepala : Dalam Batas Normal KGB: Dalam Batas Normal Thoraks : Dalam Batas Normal Abdomen : Dalam Batas Normal

Status dermatologis : Pada regio calcaneus dextra, regio dorsum plantar pedis dextra, regio cubiti dekstra et sinistra, terdapat krusta dengan 1,5cm x 1 cm dan disertai dengan papul dan vesikel eritomatous, multiple, bulat-ireguler, batas sirkumskripta, diskret konfluens disertai erosi dan eksoriasi dan di beberapa tempat terdapat kanalikuli berwarna putih keabuan berbentuk berkelok-kelok 1cm.

Pada regio palmar manus dextra et sinistra tidak terdapat gambaran krusta, hanya terdapat gambaran papul dan eksoriasi.

F. Diagnosis Banding1. Scabies1. Pedikulosis korporis1. Dermatitis atopik

G. Diagnosis KerjaScabiesH. PENATALAKSANAANUmum1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya1. Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular1. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan tempat tinggal1. Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan menggunakan air panas1. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin1. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan resiko infeksi1. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga dan orang sekitar yang menderita keluhan yang sama1. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air harus diulang kembali.1. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 10 jam hingga keesokan harinya. Obat digunakan 1 x seminggu dan dapat diulang seminggu kemudian. Khusus22. Topikal Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu22. Sistemik Anti histamin : Klorfeniramin maleat 1x1 tablet

I. PROGNOSIS Quo Ad vitam : ad bonam Quo Ad functionam : ad bonam Quo Ad cosmeticam : ad bonam Quo Ad sanationam : ad bonam

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiPenyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap Sarcoptes scabiei var homonis dan produksnya. Kelainan ditandai dengan pruritus dan erupsi kulit yang bervariasi tergantung beratnya penyakit. Awalnya dari gejala klinik bertepatan dengan munculnya respon imun terhadap tungau dan produknya pada epidermis. Snonim scabies adalah the itch, pamaan itch, snebelza, gudik, gatal agogo, penyakit ampere, budukan dan kerek.1

B. EtiologiPenyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes scabiei varian hominis.2 Sarcoptes scabiei termasuk kedalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.1 Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei yang lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis menyerang hewan seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik, kambing, macan, beruang dan monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut diatas, misalnya peternak, gembala, dll. Gejalanya ringan, sementara, gatal kurang, tidak timbul terowongan-terowongan, tidak ada infestasi besar dan lama serta biasanya akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.2

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar berikut.1

Gambar 5. Tungau Scabies Betina

Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan kecepatan 2,5 cm 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada studi mengenai waktu kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies namun dikatakan jika ada riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi peningkatan resiko tertular penyakit skabies.4

Yang menjadi penyebab utama gejala gejala pada skabies ini ialah Sarcoptes scabiei betina. Bila tungau betina telah mengandung (hamil), ia membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya.2 Untuk lebih memahaminya, berikut siklus hidup tungau ini. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi ada juga yang menyebutkan selama 8-17 hari.1 Studi lain menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup dari telur sampai dewasa untuk tungau jantan biasanya sekitar 10 hari dan untuk tungau betina bisa sampai 30 hari.4 Berikut dipaparkan gambar siklus hidup skabies.

Gambar 6. Siklus Hidup Tungau Skabies

Tungau betina ini dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu hingga lebih dari 30 hari.4 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu yang lembab dan pada suhu kamar (210C dengan kelembapan relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.5

Sarcoptes scabiei varian hominis betina, melakukan seleksi bagian-bagian tubuh mana yang akan diserang, yaitu bagian-bagian yang kulitnya tipis dan lembab, seperti di lipatan-lipatan kulit pada orang dewasa, sekitar payudara, area sekitar pusar dan penis. Pada bayi-bayi karena seluruh kulitnya tipis, telapak tangan, kaki. Wajah dan kulit kepala juga dapat diserang.2 Tungau biasanya memakan jaringan dan kelenjar limfe yang disekresi dibawah kulit. Selama makan, mereka menggali terowongan pada stratum korneum dengan arah horizontal.4 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli memperlihatkan bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa secara selektif menarik beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia. lipid tersebut diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-chain-length (misalnya pentanoic dan lauric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic) serta kolesterol dan tipalmitin. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia dan beberapa mamalia dapat mempengaruhi baik insiden infeksi maupun distribusi terowongan tungau di tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka tungau dapat meletakkan telur setiap hari. Tungau dewasa meletakkan baik telur maupun kotoran pada terowongan dan analog dengan tungau debu, tampaknya enzim pencernaan pada kotoran adalah antigen yang penting untuk menimbulkan respons imun terhadap tungau skabies.5

a. PatogenesisSarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai perasan gatal.2 Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit. Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast.5,15

Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2 Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.1

b. EpidemiologiBeberapa sumber menuliskan bahwa skabies merupakan penyakit yang terdapat diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya.3 Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti, penyakit skabies ternyata sering menyebabkan epidemi yang diperkirakan setiap 30 tahun sekali. Sekitar tahun 1940-1970 pernah terjadi pandemi terbesar di seluruh dunia. Penyakit ini sering terjadi terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis.5

Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia sekolah serta remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-12,9% dan menduduki urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr. Soetomo selama 6 tahun (1996 sampai 2001) skabies menduduki urutan ke-3 diantara 10 penyakit kulit terbanyak (10,5-12,3%). Jumlah penderita skabies anak usia 1-14 tahun di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan RSU Dr. Soetomo tahun 2003 sebanyak 80 penderita.6

Insiden penyakit skabies di Negara berkembang memperlihatkan siklus berfluktuasi yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin berhubungan dengan teori herd immunity. Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin; akan tetapi lebih serin ditemukan pada anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di beberapa Negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada beberapa negara.5 Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai. Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di suatu pesantren yang padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dimana prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan pada kelompok yang higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%.3 Penelitian lain yang dilakukan di Pondok Pesantren di kabupaten lamongan menunjukkan bahwa dari 338 santri, 64,20 % menderita skabies yang dimana angka ini lebih tinggi dari prevalensi pada Negara sedang berkembang yang hanya 6-27% atau bahkan prevalensi di Indonesia yang hanya 4,60-12,75% saja. Dari penelitian tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karena higiene yang buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang tidak menjaga kesehatan.7

Di kelompok usia dewasa muda, cara penularan yang paling sering terjadi adalah melalui kontak seksual. Meskipun demikian rute infeksi agak sulit ditentukan karena periode inkubasi yang lama dan asimptomatis. Apabila dalam satu keluarga terdapat beberapa anggota mengeluh adanya gatal-gatal, maka penegakan diagnosis menjadi lebih mudah. Dan tidak seperti penyakit menular seksual lainnya, skabies dapat menular melalui kontak non seksual di dalam satu keluarga. Kontak kulit dengan orang yang tidak serumah dan transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian sepertinya tidak menular, kecuali pada skabies yang berkrusta/skabies Norwegia. Sebagai contoh, meskipun skabies sering dijumpai pada anak-anak usia sekolah, penularan yang terjadi di sekolah jarang didapatkan. Penularan di pegawai rumah sakit juga jarang, tetapi beberapa kasus pernah dilaporkan terutama yang bentuk krusta/skabies Norwegia.5,8 C. Beberapa Bentuk SkabiesTerkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa bermacam-macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus skabies antara lain :a. Skabies NodulaBentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah cokelat, terdapat biasanya pada genitalis laki-laki, inguinal dan ketiak yang dapat menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan dengan limfoma kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang mirip dengan beberapa dermatitis atopik kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau pun biopsi tidak jelas, maka penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat kontak dengan penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan khusus untuk skabies.5b. Skabies IncognitoSeperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga memberi respons terhadap pengobatan steroid baik topikal maupun sistemik. Pada kebanyakan kasus, skabies menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi lebih mudah ditegakkan. Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid membuat diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema generalisata. Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya anggota keluarga lainnya.2,5c. Skabies Pada BayiSkabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali timbul vesikel yang menyebar dengan gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang menyulitkan penemuan terowongan.2,5,8

Gambar 3. Skabies pada Bayi (regio Pedis)

Gambar 4. Skabies Pada masa kanak-kanak (regio palmaris)

d. Skabies NorwegiaSkabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies) yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau. Istilah skabies Norwegia merujuk pada Negara yang pertama mendeskripsikan kelainan ini yang kemudian diganti dengan istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku dan kepala. Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis misalnya usia tua, debilitas, disabilitas pertumbuhan, contohnya seperti sindrom Down, juga pada penderita yang mendapat terapi imunosupresan. Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat menular melalui kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan jumlah tungau yang sangat banyak atau karena galur tungau yang berbeda. Studi lain menunjukkan pula bahwa transmisi tidak langsung seperti lewat handuk dan pakaian paling sering menyebabkan skabies berkrusta. Terapi yang dapat diberikan selain skabisid adalah terapi suportif dan antibiotik. 5 Berikut dipaparkan gambaran skabies berkrusta.

Gambar 5. Skabies berkrusta pada regio abdomen

e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDSGejala skabies pada umumnya tergantung pada respons imun, karena itu tidak mengherankan bahwa spektrum klinis skabies penderita HIV berbeda dengan penderita yang memiliki status imun yang normal. Meskipun data yang ada masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan pada penderita status imunologi yang normal.5

Gambaran klinis yang tidak khas ini kadang membingungkan dengan diagnosis penyakit Darier White atau keratosis folikularis yaitu suatu penyakit dengan lesi popular yang berskuama pada area seboroik termasuk badan, wajah, kulit kepala dan daerah lipatan. Skabies juga harus dipikirkan sebagai diagnosis banding penderita AIDS dengan lesi psoriasiform, yang terkadang didiagnosis sebagai ekzema. Pada penderita dengan status imunologi yang normal, pruritus merupakan tanda khas, sedangkan pada beberapa penderita AIDS, pruritus tidak terlalu dirasakan. Hal ini mungkin disebabkan status imun yang berkurang dan kondisi ini berhubungan dengan konversi penyakit menjadi bentuk lesi berkrusta.5

Seperti pada penderita umumnya, lesi skabies berkrusta pada penderita AIDS mengandung tungau dalam jumlah besar dan sangat menular. Beberapa kasus penularan nosokomial kepada penderita lain dan juga petugas kesehatan pernah dilaporkan. Pada penderita AIDS, skabies berkrusta juga berhubungan dengan bakteremia, yang biasanya disebabkan oleh S. aureus, dan Streptococcus grup A, Streptococcus grup lain bakteri gram negatif seperti Enterobacter cloacae dan Pseudomonas aeroginosa. Sebagian ahli menyarankan pemberian antibiotika profilaksis pada penderita AIDS dengan skabies untuk mencegah sepsis sedangkan sebagian lain menganjurkan tindakan yang tepat ada dengan pengawasan ketat.5

Pengobatan skabies berkrusta pada penderita AIDS memerlukan waktu yang lebih lama. Pada beberapa aplikasi lindane selama 6 minggu dengan dosis seminggu sekali berhasil dengan baik, seperti halnya aplikasi 2 atau 3 kali dengan interval 48 atau 72 jam. Permetrin juga pernah dipakai pada beberapa kasus. Selain itu, secara bersamaan dianjurkan penggunaaan keratolitik seperti asam salisilat 6%. Akibat tebalnya krusta, penetrasi topikal skabisid pada penderita AIDS terkadang tidak begitu baik. Selain itu, jumlah tungau yang banyak juga membuat obat topikal kurang efektif. Sehingga dianjurkan untuk penggunaan terapi skabisid orang yaitu ivermektin.5

D. Gejala KlinisAda 4 tanda kardinal :1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.1 Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa jam.5 Namun studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.92. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1 Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.33. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1 Berikut dipaparkan gambaran kelainan kulit pada skabies. Gambar 6. Kelainan kulit pada sela-sela jari dan penis Gambar 7. Kelainan kulit pada bagian punggung

Gambar 8. Kelainan kulit pada mammaeTempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Skabies jarang ditemukan di telapak tangan, telapak kaki, dibawah kepala dan leher namun pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.1 Berikut dipaparkan gambaran tempat predileksi skabies.

Gambar 9. Tempat Predileksi Skabies4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut merupakan gambaran mikroskopik tungau skabies.1

Gambar 10. Tungau Skabies pada Stratum Korneum

Gambar 11. Tungau Skabies Dewasa

Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk yang tidak khas pada orang-orang yang tingkat kebersihannya tinggi, berupa papul-papul saja pada tempat predileksi. Tidak jarang terjadi infeksi sekunder akibat garukan dengan kebersihan kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis, dan furunkulosis.2

E. Penegakan DiagnosisBeberapa sumber menyebutkan bahwa penegakan diagnosis skabies masih menjadi persoalan dalam dermatologi. Disebutkan bahwa jika gejala klinisnya khas, diagnosis skabies mudah ditetapkan, tetapi gejala klinis skabies sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga dapat menimbulkan salah diagnosis dan selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.3

Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.3 Terowongan terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Diagnosis definitif bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal pellet.5 Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat gatal-gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang telah lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian besar penderita skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap penderita.5 Hal ini yang terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain itu, kesalahan diagnosis juga disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak adekuat.3 Infestasi skabies sering disertai infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan. Karena sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan gatal yang menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya.3,15 Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:5,151. Kerokan kulitKerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.3,52. Mengambil tungau dengan jarumJarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.3,53. Epidermal shave biopsyMenemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.54. Kuretase terowonganKuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.3,55. Tes tinta BurowiPapul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-kooperatif.56. Tetrasiklin topikalLarutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.3,57. Apusan kulitKulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.5 8. Biopsi plong (punch biopsy)Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.5

Selain itu, alat lain yang dapat dipakai untuk diagnostik adalah dermoskopi. Argenziano melaporkan bahwa alat ini cukup efektif. Pembesaran gambar menunjukkan struktur triangular kecil berwarna gelap yang berhubungan dengan bagian anterior tungau yang berpigmen, dan suatu segmen linier haus di belakang segitiga yang mengandung gelembung udara kecil, dimana kedua gambaran ini menyerupai jet with contraildan dianggap sebagai bentuk terowongan beserta telur dan fecal pellet. Dilaporkan juga oleh Bezold bahwa penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk membuktikan adanya skabies pada penderita yang secara klinis menunjukkan eczema atipikal. Skuama epidermal positif untuk DNA Sarcoptes scabiei sebelum terapi dan menjadi negatif 2 minggu setelah terapi.5

Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan. Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari 1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau salep.3

F. Diagnosis BandingSkabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga The great imitator.1,3 Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular, pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3,15

G. Terapi Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan kemungkinan peningkatan keparahan gejala.9 Terapi skabies ini juga harus tuntas bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama karena skabies yang tidak terobati biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.10 Terdapat sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya tergantung pada biaya dan potensi toksiknya. Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu yang dianjurkan, sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130oC. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan perorangan.5

Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual. Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.5,15 Terapi topikal untuk skabies yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20 tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.5,10 Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh.12 Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.11 Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya resistensi permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan pemberian permethrin 5%.5,11 Permetrin sebaiknnya tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice untuk wanita hamil.5,13 Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan permethrin. Efek samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan yang jarang adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai sedang.142. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.12 Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding permetrin.5 Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.10 Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg.14 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang luas. Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan keluhan utama kejang.10 Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian lindane.5,103. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum. Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi, membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau menyusui.5,10 4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru dan telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan yang sama dengan lindane.1,5,105. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl benzoat atau sulfur.5

Selain itu juga terdapat terapi sistemik, khususnya untuk penderita AIDS. Ivermektin adalah suatu antiparasit yang disahkan oleh FDA untuk onchocerciasis dan strongilodiasis pada manusia.5 Ivermectin dikatakan merupakan pilihan terapi lini ketiga rekomendasi dari CDC.12 Ivermectin memiliki aktivitas spectrum luas pada nematoda dan arthropoda yang dapat digunakan pada hewan dan manusia serta obat ini dapat digunakan pada terapi filariasis.10 Jika dibandingkan dengan permethrin, angka kesembuhan dengan penggunaan ivermectin masih lebih rendah dibandingkan permethrin tetapi jika dibandingkan dengan lindane, pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 80% pasien mengalami perbaikan gejala klinis lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan lindane yang hanya 44%.14 Sejak tahun 1993 dilaporkan bahwa ivermektin yang diberikan 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB menjadi terapi skabies yang efektif pada penderita AIDS. Diperlukan studi control lebih lanjut dengan menentukan dosis dan cara pemberian obat yang paling efektif, baik bagi penderita dengan status imun normal ataupun pada penderita yang mengalami imunosupresi, serta keefektifan kombinasi terapi oral dan topikal ivermektin.5,12 Penggunaan Ivermectin ini tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui.12 Sediaan ivermektin topikal, yaitu larutan ivermektin 1% dalam propilen-glikol juga sedang diteliti penggunaannya sebagai terapi alternatif.5 Walaupun demikian, ivermectin topikal dilarang penggunaannya di UK.11 Pada beberapa sumber dikatakan bahwa sediaan crotamiton, benzyl benzoate, malathion, sulfur, dan ivermectin masih belum disetujui penggunaannya oleh FDA untuk indikasi terapi skabies namun sumber lainnya mengatakan penggunaan telah dapat ditolerir dan mulai banyak beredar namun di Negara tertentu penggunaan dibatasi bahkan dilarang.14

Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada bayi dan penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang ditimbulkan dapat menjadi masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi dengan fecal pellet terkadang memberi rasa gatal untuk beberapa saat setelah tungau mati. Hal ini memerlukan pemberian antihistamin dan bila gatal tetap mengganggu dapat diberikan steroid oral dalam waktu yang singkat. Bila didapatkan superinfeksi oleh bakteri, antibiotic harus diberikan. Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita dengan delusi. Penderita mulai merasa bahwa pada kulit mereka masih terdapat tungau meskipun telah diobati. Bila gangguan ini berkelanjutan maka diperlukan pertolongan psikiater.5

H. Gejala PersistenSemua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi, kegagalan terapi, re-infeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan antigen dari penderita skabies lainnya.14 Respon yang buruk dan dugaan resistensi terhadap lindane pernah dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan terapi yang tidak berhubungan dengan resistensi terapi bisa disebabkan karena kegagalan penggunaan terapi skabisid topikal. Pasien dengan skabies berkrusta mungkin memiliki penetrasi obat skabisid yang buruk kedalam lapisannya yang bersisik tersebut dan mungkin karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di penetrasi.14

Yang pasti, untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi. Seluruh kain, selimur, pakaian harus dicuci jika memungkinkan selama penggunaan skabisid topikal. Bahkan setelah terapi berhasil dan infeksi berulang telah dicegah, gejala mungkin dapat memburuk karena terjadi dermatitis alergi. Komplikasi ini telah terlihat pada penggunaan beberapa jenis skabisid topikal. Dan pada akhirnya, tungau rumah tangga biasa mungkin masih dapat menyebabkan gejala yang menetap sebagai akibat dari reaktivitas silang antara antigennya.14

I. PrognosisDengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.1,2

IV. PEMBAHASANA. Permasalahan1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?2. Bagaimana cara menyingkirkan diagnosis banding3. Apakah tata laksana pada kasus ini sudah tepat?

a. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemerksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan timbul bintik-bintik kemerahan yang disertai rasa gatal pada kedua sela jari tangan sampai pergelangan tangan dan kedua punggung kaki Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari. Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah dan riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ayah pasien, yakni teman yang sering melakukan kontak langsung. Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari tanda 4 tanda kardinal skabies makadiagnosis klinis dapat ditegakkan.1 Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni : Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih tinggi pada malam hari Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.

Dimana tanda kardinal yang ditemukan adalah pruritus nokturna, adanya orang di sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama dan kanalikulus pada tempat predileksi. Menurut teori untuk lebih memperkuat diagnosis yaitu dengan cara mencari tungau.1,3

Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi . Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi regional pada region Pada regio interdigitalis manus sinistra et detra sampai seluruh dorsum dan palmar manus sinistra et detra terdapat papul dan vesikel eritomatous, multiple, ukuran terbesar 1,5 cm x 1 cm dan terkecil diameter 0,2 cm, bulat-ireguler, batas sirkumskripta, diskret konfluens disertai erosi dan eksoriasi dan di beberapa tempat terdapat kanalikuli berwarna putih keabuan berbentuk berkelok-kelok 1 cm dan pada ujung terdapat vesikel. Pada regio dorsum pedis sinsitra et dextra terdapat papul dan vesikel eritomatous multiple, ukuran terbesar 1 cm x 0,7 cm dan terkecil diameter 0,2 cm, bulat-ireguler, batas sirkumskripta, diskret konfluens disertai erosi dan eksoriasi. Efloresensi papul eritematosa, pustule. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di dalam teori dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis, hal ini sesuai dengan predileksi efloresensi pada kasus ini, yaitu pada sela jari tangan, pergelangan tangan, depan ketiak serta punggung kaki. Karena Sarcoptes scabiei hidup di stratum korneum manusia, dan membuat terowongan ditempat tersebut. 5,3

b. Bagaimana cara menyingkirkan diagnosis banding pada kasus ini ?Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo hebra yaitu penyakit kulit kronis dimulai sejak bayi atau anak, sering terdapat pada anak dengan tingkat social ekonomi dan hygiene rendah. Penyebab pasti belum diketahui, diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap gigitan serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien baru mengalami keluhan 3 minggu yang lalu dan tidak peka tehadap gigitan nyamuk. Sedangkan pada pedikulosis korporis kelainan kulitnya berupa papul milier disertai bekas garukan yang menyeluruh pada tubuh pasien. Pada dermatitis atopik, meskipun memberikan kelainan kulit yang hampir sama namun pada dermatitis tidak akan ditemukan kanalikuli, adanya pada anamnesa tidak didapatkan adanya anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama, serta pada dermatitis allergic khususnya biasanya pasien juga memiliki riwayat alergi seperti asma, rhinitis alergika atau alergi makanan. 3

c. Apakah tatalaksana pada kasus ini sudah tepat ?Penatalaksanaan pada kasus scabies dapat dilakukan baik dengan non- medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu dengan memberikan eduksai seperti Rajin melakukan pengobatan dan seluruh keluarga harus diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh pakaian di rumah dicuci dengan menggunakan air hangat, kasur, bantal, dan benda-benda lain yang tidak bisa dicuci dapat dijemur, kontrol seminggu lagi untuk melihat hasil terapi dan perkembangan penyakit .5

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan cepat serta efektif pada semua stadium skabies dan toksisitasnya yang rendah1. Serta penggunannya yang mudah dan dapat diperoleh dengan mudah di apotek. Selain itu untuk mengurangi gatal yang dialami pasien terutama pada malam hari juga diberikan obat antihistamin yaitu Klorfeniramin maleat 2 x1/2 tablet. Obat ini murah dan mudah didapat namun memiliki efek mengantuk karena efek sedatif.12, 14

Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes scabiei akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host definitive dari Sarcoptes scabiei.1,2

KESIMPULAN

Kesimpulan dari presentasi kasus tentang skabies adalah 1. Skabies merupakan suatu penyakit akibat infestasi dari kuman sarcoptes skabies yang mana menyerang pada kulit.2. Terdapat beberapa predileksi yang pada penyakit skabies seperti pada sela jari, pergelangan tangan, punggung kaki, depan ketiak, umbilikal, dan alat genitalia yaitu tempat-tempat yang mempunyai stratum korneum yang tipis.3. Gejala klini pada skabies berupa rasa gatal terutama pada malam hari yang disertai bintik bintik berisi air bewarna merah, yang mana bisa terjadi pada sekelompok orang yang berhubungan dengan penderita. Prinsip penegakan diagnosis harus memenuhi minimal 2 dari 4 gejala yaitu pruritus nokturnal, terjadi pada sekelompok orang, ditemukan kanalikuli, dan ditemukan tungau pada pemeriksaan.4. Pengobatan skabies bersifat menyeluruh dan diberikan obat yang bersifat skabisid seperti permetrin 5% dan dapat diberikan antihistamin sebagai antipruritus.5. Prognosis pada penderita skabies baik apabila dalam penetalaksanaannya sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 : 119-122

1. Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M. Penyakit Kulit. Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104

1. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. 1995 : 1-25

1. Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan Department Of Community Health. 2005 : 4-6, 10

1. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press. 2005 : 202-208

1. Setyaningrum, T. Listiawan, M. Zulkarnain, I. Kadar Imunoglobulin E-Spesifik Terhadap Tungau Debu Rumah Pada Penderita Skabies Nonatopi Anak. Berkala Ilmu Kesehatan Dan Kelamin 2007 : 19 : 100

1. Marufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005 : 2 : 11-17

1. Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 : 1718-1727

1. Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public Health Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3

1. McCarthy, J. Kemp, D. Walton, S. Currie, B. Review Scabies : More Than Just An Irritation. Postgrad Medical Journal 2004 : 80 : 382-386

1. Cox, N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion : Important Of Correct Formulation. British Medical Journals 2000 : 320 : 37-38

1. Fox, G. Itching And Rash In A Boy And His Grandmother. The Journal Of Family Practice 2006 : 55 : para. 26-27, 30

1. Johnston, G. Sladden, M. Scabies : Diagnosis And Treatment. British Medical Journal 2005 : 331 : 619-622

1. Leone, P. Scabies And Pediculosis : An Update Of Treatment Regiments And General Review. Oxford Journals 2007 : 44 : 154-159

1. Freedbreg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., et al. Microbiological Agent Infestation Bites and Stings : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Edition 6th. Mc Graw-Hill. 2003.

9