sindrom uremi bismilah

24

Click here to load reader

description

k.Q

Transcript of sindrom uremi bismilah

Page 1: sindrom uremi bismilah

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Sindrom uremik adalah suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan

denganretensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Pada uremia lanjut sebagian

fungsi dari semuasystem organ tubuh dapat menjadi abnormal.

Menurut Doenges (1999 : 626), Chronic Kidney Disease biasanya berakibat akhir dari

kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi

kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus

sistemik), agen nefrotik (aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom

ini melalui tahap dan menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.002 hal

1448).

Sindrom uremik merupakan suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan

dengan retensi metabolik nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom ini ditandai dengan

peningkatan limbah nitrogen di dalam darah, perubahan fungsi pengaturan yang

menyebabkan gangguan keseimbangan cairan,elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang

pada keadaan lanjut akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ tubuh

(Brunner & Suddarth, 2001; Price & Wilson, 2005).

Dari beberapa pengertian sindrom uremik di atas dapat dismpulkan bahwa sindrom

uremik merupakan suatu tanda komplikasi dari gagal ginjal kronis stadium akhir yang

berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen, cairan elektrolit, dan ketidak seimbangan

hormon akibat adanya penurunan fungsi ginjal yang kompleks.

2.2 EpidemiologiDi Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%

setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru

gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan

sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. Sindrom uremik merupakan stadium akhir

gagal ginjal kronis, sehingga sindrom kronis sering disebut sebagai kelanjutan dari stadium

gagal ginjal kronik.Angka kejadian gagal ginjal kronik sulit ditentukan secara pasti. Pada

Page 2: sindrom uremi bismilah

tahun 1999, di United Kingdom diperoleh data 53,4 per 1 juta anak mengalami terapi

pengganti ginjal karena sindroma uremikdimana 2,4% terjadi pada umur kurang dari 2 tahun,

6,4% pada umur 2-5 tahun, 20,5% pada umur 5-10 tahun, 41,2% pada umur 10-15 tahun dan

29,5% pada umur 15-18 tahun.

2.3 Etiologi

2.4 Tanda dan Gejala

2.4.1 Tanda dan Gejala secara umum

Tanda dan gejala sindrom uremia secara umum diantaranya yaitu pengaturan fungsi

regulasi dan ekskresi yang kacau, misalnya ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit,

asam basa, retensi nitrogen, metabolisme, dan gangguan hormonal.

2.4.2 Tanda dan Gejala secara khusus

Sistem Tubuh Manifestasi Klinis

Biokimia a. Asidosis metabolik berupa pernapasan Kussmaul (HCO3-

serum 18-20 Meq/L)

b. zotemia (penurunan GFR, menyebabkan peningkatan

BUN, kreatinin)

c. Hiperkalemia

d. Retensi atau pembuangan natrium

e. Hipermagnesemia

f. Hiperurisemia

Genitourinaria a. Poliuria, berlanjut menjadi oliguria, lalu anuria

b. Nokturia, pembalikan irama diurnal

c. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010

d. Proteinuria, silinder

e. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular a. Hipertensi

b. Retinopati dan ensefelopati hipertensif

c. Beban sirkulasi berlebihan

d. Edema

e. Gagal jantung kongestif

f. Perikarditis

g. Disritmia

Page 3: sindrom uremi bismilah

Pernafasan a. Pernafasan kussmaul, dispnea

b. Edema paru

c. Pneumonitis

Hematologik a. Anemia menyebabkan kelelahan

b. Hemolisis

c. Kecenderungan perdarahan

d. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (infeksi saluran

kemih, pneumonia, septicemia)

Kulit a. Pucat, pigmentasi

b. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,

bergerigi, ada garis-garis merah-biru yang berkaitan

dengan kehilangan protein)

c. Pruritus

d. “Kristal” uremik

e. Kulit kering

f. Memar

Saluran cerna a. Anoreksia, mual, muntah, menyebabkan penurunan berat

badan

b. Napas berbau amoniak

c. Rasa kecap logam, mulut kering

d. Stomatitis, parotitis

e. Gastritis, enteritis

f. Perdarahan saluran cerna

g. Diare

Metabolisme

intermedier

a. Protein – intoleransi, sintesis abnormal

b. Karbohidrat – hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun

c. Lemak – peningkatan kadar trigliserida

d. Mudah lelah

Neuromuskular a. Otot mengecil dan lemah

b. Penurunan ketajaman mental

c. Konsentrasi buruk

d. Apatis

e. Letargi/gelisah, insomnia

Page 4: sindrom uremi bismilah

f. Kekacauan mental

g. Otot berkedut, asteriksis

h. Neuropati perifer

i. Konduksi saraf lambat, sindrom “restless leg”

j. Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi

k. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi

paraplegia

Gangguan kalsium

dan rangka

a. Hiperfosfatemia, hipokalsemia

b. Hiperparatiroidisme sekunder

c. Osteodistrofi ginjal

d. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

e. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar

sendi, pembuluh darah, jantung, paru)

f. Konjungtivitis (mata merah uremik)

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Gangguan Biokimiawi

a. Asidosis Metabolik

Gangguan ginjal ditandai dengan berbagai gangguan biokimiawi. Salah satu yang

tampak adalah asidosis metabolic. Pada diet normal, ginjal harus mengeluarkan 40-

60 mEq ion hydrogen setiap harinya untuk mencegah asidosis. Pada gagal ginjal,

gangguan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion hydrogen mengakibatkan

asidosis sistemik disertai penurunan kadar bikarbonat dan pH plasma. Kadar

bikarbonat menurun karena digunakan untuk mendapatkan H+. Eksresi ion amonium

(NH4+) merupakan mekanisme utama ginjal dalam usahanya mengeluarkan H+ dan

pembentukan kembali HCO3-. Pada gagal ginjal, eksresi NH4

+ total berkurang karena

berkurangnya jumlah nefron. Eksresi fosfat merupakan mekanisme lain untuk

mengeksresi hydrogen dalam bentuk asam yang dititrasi (yaitu, H+ yang didapat

fosfat). Namun, kecepatan eksresi fosfat ditentukan oleh kebutuhan untuk

mempertahankan keseimbangan fosfat, dan bukan untuk mempertahankan

keseimbangan asam-basa. Pada gagal ginjal, fosfat cenderung tertahan dalam tubuh

karena berkurangnya masa nefron dan karena faktor-faktor yang berkaitan dengan

metabolism kalsium. Retensi sulfat dan anion organic lainnya juga berperan dalam

penurunan jumlah HCO3-. Kadar bikarbonat serum biasanya stabil sekitar 18-20

Page 5: sindrom uremi bismilah

mEq/L (asidosis sedang). Gejala-gejala seperti anoreksia, mual, dan lelah sering

ditemukan pada pasien uremia, yang disebabkan oleh asidosis. Salah satu gejala

yang disebabkan oleh asidosis adalah pernapasan kusmaul. Pernapasan kusmaul

adalah pernapasan yang dalam dan berat, yang timbul karena kebutuhan untuk

meningkatkan eksresi karbon dioksida, sehingga mengurangi keparahan asidosis.

b. Ketidakseimbangan Kalium

Ketidakseimbangan kalium merupakan salah satu gangguan serius yang dapat terjadi

pada gagal ginjal, karena kehidupan hanya dapat berjalan dalam rentang kadar

kalium plsma yang sempit (normal=3,5-5,5 mEq/L). sekitar 90% asupan normal

yaitu sebesar 50-150 mEq/L dieksresikan dalam urine.hipokalemia dapat menyertai

poliuria pada gagal ginjal kronik dini, terutama pada penyakit-penyakit tubulus

seperti pielonefritis kronik. Akan tetapi hiperkalemia akan selalu timbul bila pasien

mengalami oliguria pada gagal ginjal kronik. Disamping itu, asidosis sistemik juga

dapat menimbulkan hiperkalemia melalui pergeseran K+ dari dalam sel ke cairan

ekstraseluler. Efek hiperkalemia yang sangat mengancam kehidupan adalah

pengaruhnya pada hantaran listrik jantung. Bila kadar K+ serum mencapai 7-8

mEq/L, akan timbul distritmia yang fatal atau terhentinya denyut jantung.

c. Ketidakseimbangan Natrium

Pada insufiensi ginjal dini (bila terjadi poliuria), terjadi kehilangan natrium karena

peningkatan beban zat terlarut pada nefron yang utuh. Dieresis osmotic

mengakibatkan kehilangan natrium secara obligat. Keadaan ini lebih sering dijumpai

pada pielonefritis kronik dan ginjal polikistik yang terutama menyerang tubulus.

Apabila gagal ginjal terminal diikuti oleh oliguria, maka pasien cenderung

mempertahankan natrium. Retensi natrium dan air dapat mengakibatkan beban

sirkulasi berlebihan, edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung

kongestif terjadi akibat hipertensi.

d. Hipermagnesemia

Seperti halnya kalium, magnesium terutama merupakan kation intrasel dan

dieksresikan oleh ginjal. Kadar serum normal adalah 1,5-2,3 mEq/L. penderita

uremia akan mengalami penurunan kemampuan untuk mengeksresi magnesium.

Page 6: sindrom uremi bismilah

e. Azotemia

Peningkatan kadar urea dan kreatinin plasma biasanya merupakan tanda timbulnya

gagal ginjal dan menyertai gejala uremik. Beberapa zat yang ditemukan dalam darah

pasien uremia yang bertindak sebagai racun adalah guanidine, fenol, amin, urat,

kreatinin, asam hidroksi aromatic, dan indikan. Senyawa ini bertindak sebagai

penghambat enzim yang kuat. Kombinasi faktor-faktor seperti asidosis dan

gangguan elektrolit lainnya, gangguan hormonal, dan retensi racun dapat

mengakibatkan gangguan metabolism dan terserangnya banyak sistem organ.

f. Hiperurisemia

Peningkatan kadar asam urat dan pembentukan Kristal-kristal yang menyumbat

ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal akut dan kronik. Pada stadium dini gagal

ginjal kronik, dapat timbul gangguan eksresi ginjal sehingga kadar asam urat serum

biasanya meningkat. Biasanya sekitar 75% dari total asam urat dieksresikan oleh

ginjal. Peningkatan kadar asam urat serum di atas normal yaitu 4-6 mg/100 ml dapat

atau tidak disertai gejala-gejala. Namun, penderita uremia tidak jarang pula

mengalami serangan arthritis gout akibat endapan garam urat pada sendi dan

jaringan lunak.

2.5.2 Gangguan Kemih- Kelamin

Gejala – gejala saluran kemih pada uremia erat sekali hubungannyadengan

metabolisme air; temuan – temuan ini telah dibahas pada bab – bab sebelumnya. Poliuria

akibat diuresis osmotik lambat laun akan menjurus pada oliguria, bahkan juga anuria karena

kerusakan massa nefron yang berlangsung bertahap. Selain itu, diuresis osmotik juga

menimbulkan gejala penting lain berupa nokturia dan pembalikan ppola diurnal eksresi urine

normal, yang menyebabkan kecepatan pembentukan urine yang relatif konstan pada siang

dan malam. Berat jenis urine yang relatif konstan sekitar 1,010 (285 mOsm) pada penderita

uremia menunjukkan hilangnya kemampuan pemekatan atau pengenceran urine dari kadar

plasma. Perubahan – perubahan tersebut mengakibatkan penderita uremia mudah mengalami

perubahan keseimbangan air yang akut. Diare atau muntah dapat menyebabkan dehidrasi

secara cepat (dan mengakibatkan hipovolemia, penurunan GFR dan memburuknya fungsi

ginjal), sementara asupan air yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi,

edema dan gagal jantung kongestif.

Page 7: sindrom uremi bismilah

Perempuan muda yang menderita uremia mungkin berhenti menstruasi sedangkan laki

– laki umumnya menjadi impoten dan steril bila GFR turun hingga 5ml/ menit. Baik

perempuan maupun laki – laki akan kehilangan libido bila uremia semakin berat. Sesudah

menjalani transplantasi ginjal atau hemodialisis yang teratur, fungsi seksual dan reproduksi

mungkin akan normal kembali. Tetapi, sebagian besar dokter menganjurkan agar perempuan

jangan hamil apabila menderita insufisiensi ginjal lanjut.

2.5.3 Kelainan Cardivaskuler

Sindrom uremik sering disertai hipertensi dan gagal jantung kongestif. Sekitar 90%

hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara

kurang dari 10% yang bergantung pada renin. Kombinasi hipertensi, anemia dan kelebihan

beban sirkulasi yang disebabkan oleh retensi natrium dan air semuanya berperan dalam

meningginya kecendrungan kasus gagal jantung kongestif. Efek samping lain dari hipertensi

yang berat adalah retinopati dan ensefalopati. Gejala – gejala dari gangguan ini sama dengan

pada pasien – pasien yang tidak menderita umeria.

Perikarditis, yang dahulu sering sebagai komplikasi gagal ginjal kronik, sekarang

sudah jarang terjadi karena dimulainya dialisis sejak dini. Toksin metabolik yang menetap

diyakini merupakan penyebab perikarditis. Manifestasi klinis pasien perikarditis uremik

serupa dengan yang disebabkan oleh penyebab lain. Pasien dapat mengeluh nyeri pada

inspirasi dalam atau pada waktu berbaring , tetapi sekitar dua pertiga pasien asimtomatik.

Pada waktu auskultasi, pada daerah di atas prekordium akan terdengar friction rub bolak –

balik. Foto toraks memperlihatkan gambaran jantung yang membesar bila terjadi efusi

perikardial. Kadang – kadang penderita perikarditis uremik dapat mengalami efusi hemoragik

masif dan tamponade jantung, khususunya bila digunakan antikoagulansia selama

hemodialisis. Dalam keadaan darurat ini, aspirasi cairan secara tepat oleh dokter dapat

menolong nyawa pasien tersebut.

Akhirnya, harus diingat bahwa aritmia jantung yang seringkali menyertai

ketidakseimbangan K+ pada gagal ginjal juga dipengaruhi oleh ketidakseimbangan Na+, Ca++,

H+, dan Mg++.

2.5.4 Perubahan Pernapasan

Pernapasan yang berat dan dalam (Kussmaul) pada pasien yang menderita asidosis

berat telah dibahas sebelumnya. Namun, penderita asidosis sedang akibat insufisiensi ginjal

kronik cederung mengeluhkan dispnea pada waktu melakukan kegiatan fisik, dan perubahan

Page 8: sindrom uremi bismilah

pernapasan yang makin dalam tersebut seringkali terluputkan oleh pengamat yang kurang

ahli.

Komplikasi lain pada pernapasan akibat gagal ginjal adalah “paru uremik” dan

pneumonitis. Foto toraks pada paru uremik memperlihatkan infiltrasi bilateral berbentuk

kupu – kupu pada paru. Sebenarnya keadaan ini merupakan suatu edema paru yang tentunya

disertai kelebihan beban cairan akibat retensi natrium dan air dan/atau gagal ventrikel kiri.

Konfiguras kupu – kupu pada edema paru terjadi akibat peningkatan permeabilitas membran

kapiler alveolar di sekitar hilus paru. Infeksi bilateral penyebab pneumonitis dapat

menunggangi paru basah kronik. Kongesti paru menghilang dengan menurunnya cairan tubuh

melalui pembatasan garam dan hemodialisa.

2.5.5 Kelainan Hematologi

Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom uremik.

Biasanya hematokrit menurun hingga 20-30 % sesuai derajat azotemia. Penyebab utama

anemia adalah berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah (SDM). Penurunan

pembentukan SDM ini diakibatkan defisiensi pembentukan eritropoetin oleh ginjal. Juga

terdapat bukti bahwa racun uremik dapat mengin-aktifkan eritropoetin atau menekan respon

sumsum tulang terhadap eritropoetin. Faktor kedua yang ikut berperanpada anemia adalah

masa hidup SDM pppada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari massa hidup SDM

normal. Peningkatan hemolisis SDM ini agaknya disebabkan oleh kelainan lingkungan kimia

plasma dan bukan karena cacat pada sel itu sendiri. Disamping itu, defisiensi eritropoesis dan

kecenderungan hemolitik, kehilangan darah melalui saluran cerna juga dapat menyebabkan

anemia. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan anemia antara lain, kehilangan darah

iatrogenik dan defisiensi besi dan asam follat. Kehilangan darah akibat darah sering diambil

untuk pemeriksaan labotatorium dan kehilangan daraah pada proses hemodialisis cukup

banyak(pada suatu penelitian, kehilangan darah rata-rata adalah sekitar 4,6 L/tahun).

Kekurangan besi dapat disebabkan oleh kehilangan darah dan absorpsi saluran cerna yang

buruk (antasida yang diberikan pada hiperfosfatemia juga mengidap besi dalam usus).

Kekurangan asam follat juga menyertai uremia, dan bila pasien mendapatkan pengobatan

hemodialisis, maka vitamin yang larut dalam air akan hilang melalui membran dialisis.

Kecenderungan untuk mengalami pendarahan pada uremia agaknya disebabkan oleh

gangguan kualitatif trombosit dan dengan demikian mengakibatkan gangguan adhesi.

Hambatan pada faktor pada pembekuan tertentu juga ikut berperan.

Page 9: sindrom uremi bismilah

Pucat akibat anemia yangmenetap merupakan ciri khas uremia. Anemia jelas akan

mengakibatkan kelelahan. Bila kadar Hb 8 g/100 ml atau kurang , dapat timbul dipsnea

sewaktu pasien melakukan kegiatan fisik. Memar, pendarahan hidung, dan saluran cerna

dapat merupakan manifestasi gangguan pembekuan.

Infeksi merupakansuatu infeksi yang cukup sering ditemukan pada penderita

insufisiensi ginjal lanjut. Hitung leukosit biasanya normal pada penyakit ginjal stadium akhir,

tetapi terdapat bukti adanya gangguan granulosit, limfosit, dan fungsi monosit makrofag.

Penurunan kemotaksis menyebabkan gangguan responperadangan kronis dan penurunan

hipersensitifitas lambat. Pasien uremik juga cenderung mengalami demam ringan sebagai

repon suatu infeksi. Penyebab hipotermia diyakini sebagian disebakan oleh inhibisi pompa

Na-k yang terletak didalam membran sel, olehtoksin uremik (Bailey, Mitch, 2000). Nutrisi

yang buruk, edema paru, serta penggunaan kanula dan kateter menetap mungkin merupakan

faktor predisposisi dalam meningkatnya kerentanan terhadap infeksi. Penggunaan

kortikosteroid dosis tinggi dan obat-obat imunosupresif lainnya setelah transplantasi ginjal

untuk menekan penolakan jaringan menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap

infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian.

2.5.6 Perubahan Kulit

Penimbunan pigmen urin (terutama urokrom) bersama anemia pada insufisiensi ginjal

lanjut akan menyebabkan kulit pasien menjadi putih seakan-akan berlilin dan kekuning-

kuningan. Pada orang berkulit cokelat, kulit akan berwarna cokelat kekuning-kuningan,

sedangkan pada orang kulit hitam akan berwarna abu-abu bersemu kuning, terutama di

daerah telapak tangan dan kaki. Kulit mungkin menjadi kering dan bersisik, sedangkan

rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Kuku menjadi tipis dan rapuh, bergerigi dan

memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan berselang seling. Perubahan-perubahan

pada kuku ini merupakan ciri khas kehilangan protein kronik (garis Muehrcke). Penderita

uremia sering mengalami pruritus dan ini dianggap sebagai manifestasi peningkatan fungsi

kalenjar paratiroid dan pengendapan kalsium dalam kulit. Jika kadar BUN sangat tinggi,

maka pada bagian-bagian kulit yang banyak berkeringat akan timbul kristal-kristal ureayang

halus dan berwarna putih. Ini dikenal sebagai kristal uremik. Memar-memar akibat trauma

ringan sering terlihat pada kulit penderita uremia karena peningkatan fragilitas kapiler.

2.5.7 Gejala Dan Tanda Saluran Cerna

Page 10: sindrom uremi bismilah

Manifestasi saluran cerna dari uremia dapat menyebabkan pasien sangat terganggu.

Anorexia, mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan pada uremia dan

seringkali menjadi gejala-gejala awal penyakit. Gejala-gejala ini ikut bertanggungjawab atas

penurunan berat badan yang cukup besar pada gagal ginjal kronik. Seluruh saluran cerna itu

sendiri iku terserang pada uremia. Pasien sering mengeluh rasa kecap logam pada mulutnya,

dan atasnya mungkin berbau ammonia. Mulut dapat mengalami peradangan dan ulserasi

(stomatitis), dan lidah dapat menjadi kering dan berselaput. Terkadang timbul parotitis

(peradangan kalenjar parotis). Flora normal mulut terdiri dari organisme-organisme (bakteri

karang gigi) yang dapat memecah urea dalam saliva sehinga membentuk ammonia. Inilah

yang menyebabkan timbulnya bau seperti urin pada nafas, dan dapat mengubah cita rasa,

serta merupakan predisposisi peradangan atau infeksi jaringan. Dapat terbentuk tukak pada

mukosalambung dan usus besar dan kecil, dan dapat menyebabkan perdarahan yang cukup

berat. Efek perdarahan saluran cerna sangat serius, karena penurunan tekanan darah akan

semakin menurunkan GFR. Sedangkan darah yang dicerna akan menyebabkan peningkatan

tajam kadar BUN. Kadang-kadang terjadi diare yang dapat menimbulkan dehidrasi yang

serius.

2.5.8 Kelainan Metabolisme Intermedia

Kelainan metabolism intermedia merupakan cirri khas dari sindrom uremik, meskipun

mekanisme fisiologisnya belum diketahui dengan jelas.

a. Protein

Hasil pemecahan protein merupakan unsure penting yang menyebabkan gejala-gejala

uremik. Diet pembatasan protein dapat sedikit mengurangi letih, lesu, mual dan

anoreksia serta diet ini dapat menghambat kerusakan ginjal lebih lanjut. Pasien

cenderung mengurangi asupan protein tanpa disadari, karena terjadi azotemia

menyebabkan hilangnya nafsu makan terhadap makan yang salah satunya

mengandung protein. Alasan lain untuk melakukan oembatasan diet protein pada

uremia adalah H+, K+, dan fosfat terutama dihasilkan dari makanan yang megandung

protein, sehingga harus dibatasi dengan ketat agar tidak terjadi penimbunan dalam

darah. Sintesis abnormal dalam darah nyata dari meningkat atau menurunnya asam

amino tertentu.

Page 11: sindrom uremi bismilah

b. Karbohidrat dan Lemak

Gangguan metabolism karbohidrat seringkali disebabkan oleh uremia. Kadar gula

darah puasa meningkat pada lenih dari 50% pasien uremia, tetapi tidak melebihi 200

mg/100 ml. disebabkan oleh jaringan perifer yang tidak peka terhadap insulin.

Sebaliknya, pada penderita diabetes bergantung insulin yang menderita uremia,

metabolism karbohidrat membaik dan kebutuhan insulin menjadi rendah. Kenyataan

ini bertentangan dengan intoleransi glukosa pada orang yang tidak menderita dabetes.

Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: peningkatan kadar insulin serum karena

perpanjangan waktu paruh insulin (ginjal akan menonaktifkan sekitar 20% dari

insulin) pada uremia. Metabolism karbohidrat biasanya menjadi normal dengan

hemodialisis tertaur.

Metabolism lemak abnormal ditandai dnegan kadar trigliserida serum yang tinggi

pada penderita uremia, bahkan pada pasien-pasien yang telah menjalani dialysis

teratur. Faktor-faktor lain yang dapat berperan dalam peningkatan kadar trigliserida

antara lain adalah peningkatan kadar glukosa dan insulin serta penggunaan asetat pada

dialisat. Kelainan metabolism karbohidrat dan lemak jelas ikut berperan dalam proses

peningkatan aterosklerosis pada pasien-pasien yang menjalani dialysis kronik.

2.5.9 Kelainan Neuromuskular

Terlibatnya sistem neuromuscular merupakan komplikasi uremia yang universal. Baik sistem

saraf pusat maupun perifer ikut terserang. Otot-otot dapat pula terserang, sebagian akibat dari

neuropati perifer dan sebagian akibat pengecilan otot-otot.

a. Sistem Saraf Pusat

Derajat gangguan serebral secara kasar parallel dengan azotemia yang dialami.

Gejala-gejala dini antara lain adalah penurunan ketajaman serta kemampuan mental

untuk berpikir, apatis, dan kelelahan. Pasien mengeluh merasa letih, lesu, dan tidak

dapat beraktivitas. Kelelahan juga ditambah dnegan insomnia. Pasien yang tidak cepat

ditangani akan mengalami gelisah dan akhirnya koma. Jika timbul kejang, maka

biasanya menyertai enselopati hipertensif. Iritabilitas neuromuscular dinyatakan

dengan kedutan involuntary pada otot-otot. Kadang-kadang timbul asteriksis yag

merupakan manifestasi dari keracunan serebral. Tanda fisik diinduksi dnegan

memerintahkan pasien untuk mengangkat kedua lengan dengan lengan bawah

difiksasi dan jari-jari diekstensikan; hal ini menyebabkan perubahan fleksi dan

ekstensi pada pergelangan tangan (flapping tremor).

Page 12: sindrom uremi bismilah

Sindrom disekuilibrium dialisis merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

gejala-gejala neurologik yang tidak terlokalisasi, seperti nyeri kepala, mual muntah,

kedutan, hipertensi dan penglihatan kabur. Kondisi ini juga dapat berlanjut sampai

konfusi atau kejang. Disekuilibrium dialisis paling sering terjadi selama atau dalam

waktu 12 jam pertama setelah pengobatan dialisis awal, yang diyakini disebabkan

oleh edema serebral. Patogenesis ditandai dengan perubahanpH dan osmolalitas yang

diinduksi dialisiscepat antara cairan ekstraselular dan intraselular. Demensia dialisis

merupakan gangguan neurologik yang berkembang progresif dan seringkali fatal yang

seringkali yang terjadi pada pasien-pasien yang menjalani dialisis bertahun-tahun.

Gejala awal adalah gangguan bicara, kejang dan kadang-kadang demensia atau

kematian. Walaupun patogenesisnya tidaktentu, faktor utamanya diyakini adalah

toksisitas aluminium pada otak, yang disebabkan oleh ingesti antasid yang

mengandung aluminium atau kadar aluminium yang tinggi dalam cairan dialisis.

b. Neuropati perifer

Gangguan sistem saraf perifer mengikuti pola perjalanan penyakit yang khas. Tanda-

tanda paling dini dari neuropati perifer adalah keterlambatan konduksi saraf. Tes ini

biasanya dilakukan pada saraf peroneus pada tungkai bawah. Penurunan kecepatan

konduksi saraf dapat timbul sebelum awitan gejala klinis. “Retlessleg syndrome”

kadang-kadang merupakan gejala awal. Pasien menjelaskan gejala tersebut sebagai

suatu perasaan aneh yang dapat diredakan dengan berjalan-jalan atau menggerakan

kaki. Stadium kedua dari perkembangan neuropati perifer adalah timbulnya

perubahan-perubahan sensorik pada ekstremitas. Pasien mengalami nyeri seperti

terbakar, perasaan baal atau parestesia padajari-jari kaki, yang kemudian menjalar ke

tungkai seperti kaos kaki panjang. Pada stadium selanjutnya, gejala parestesia

terjadipada jari-jari tangan dan tangan. Akhirnya, saraf motorik terserang. Gangguan

motorik biasanya dimulai dengan footdropdan berkembang menjadi paraplegia.

Gambaran patologi berupa kehilangan mielin dan kerusakan saraf-saraf perifer yang

mungkin disebabkan oleh racun uremik dan ketidakseimbangan elektrolit.

Hemodialisis dapat menghentikan perkembangan neuropati perifer, tetapi bila perubahan-perubahanitu sudah terjadi maka sulit pulih kembali (sensorik) atau ireversibel (motorik). Oleh karena itu hemodialisis atau transplantasi harus mulai dilakukan sebelum timbulnya gejala-gejala atau tanda klinis.

2.6 Komplikasi dan Prognosis

Page 13: sindrom uremi bismilah

a. Asidosis metabolik: ginjal tidak mampu mengsekresi asam (H+)

b. Hiperkalemia: kegagalan mengsekresi K, dan kegagalan pertukaran cairan CIS ke

CES akibat asidosis

c. Gangguan ekskresi Na → hipertensi

d. Hiperuresimia → artritis gout

e. Anemia → akibat penurunan eritropoitin

f. Gangguan perdarahan → akibat gangguan agregasi trombosit

g. Perikarditis uremia → akibat toksin uremia

h. Pneumonitis uremik → akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar

i. Kulit: seperti lilin, akibat uremia dan anemia, pruritus akibat deposit Ca

j. Saluran cerna: mual, muntah, anoreksia, penurunan BB

Prognosis :_________________

2.7 Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah meminimalkan atau menghilamngkan faktor

resiko dari etiologi sindrom uremik yaitu gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) yang

dapat berupa menerapkan hidup sehat. Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) dapat

disebabkan penyakit sistemik (diabetes militus, glomerulonefritis, hipertensi yang tidak dapat

dikontrol sehingga meminimalkan terjadinya penyakit tersebut.

2.9 Penatalaksanaan

Hemodialisis adalah suatu proses pembersihan darah dengan menggunakan ginjal

buatan (dialyzer), dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat

tersebut dapat berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium, atau zat

pelarutnya, yaitu air atau serum darah (Suwitra, 2006). Proses pembersihan ini hanya bisa

dilakukan diluar tubuh, sehingga memerlukan suatu jalan masuk ke dalam aliran darah, yang

disebut sebagai vascular access point (Novicky, 2007).

Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme

berupa larutan (ureum dan kreatinin) dan air yang ada pada darah melalui membran

semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas, 2002). Hemodialisa didefinisikan

sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (alat

dialisa) kedalam dialisat. Alat dialisa juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian

besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan

hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit

larutan) membran (Tisher & Wilcox, 1995).

Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisa

Page 14: sindrom uremi bismilah

Pada hemodialisa aliran darah yang mengandung limbah metabolik dialirkan dari

tubuh pasien ke dialiser untuk dibersihkan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran

semipermeabel tubulus. Pada proses kerja mesin dialisa ada tiga prinsip yang mendasarinya

yaitu osmosis, difusi, dan ultrafiltrasi.

Toksin dan zat limbah dikeluarkan dari dalam darah melalui proses difusi dengan cara

bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi

yang lebih rendah. Selanjutnya air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui

proses osmosis yang dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan. Gradien ini

dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi

pada mesin dialisa. Tekanan negatif ini diterapkan untuk memfasilitasi pengeluaran air

sehingga tercapai isovolemia (Brunner & Suddarth, 2001). Hemodialisa bagi penderita gagal

ginjal kronis akan mencegah kematian yang lebih cepat. Namun hemodialisa tidak

menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya

aktivitas metabolik yang dilaksanakan oleh ginjal.

Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi yang bisa terjadi saat pasien melakukan hemodialisa antara lain hipotensi, emboli

udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis, kram otot yang nyeri, mual,

muntah, perembesan darah, sakit kepala, sakit punggung, demam, menggigil, sindrom

disekuilibrium, aritmia temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis,

hiperlipidemia, gangguan tidur dimana pasien selalu bangun lebih cepat di pagi hari, dan

hipoksemia. (Brunner & Suddarth, 2005; Stone & Rabin, 1983; Suhardjono dkk, 2001).

Page 15: sindrom uremi bismilah

Daftar pustaka

Price & Wilson. 2005. Buku Ajar Patofisiologi.Vol.2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 2. Jakarta: EGC.