Bipolar

6
I.1 EPIDEMIOLOGI Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras. 3 I.2 Etiopatofisiologi Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini.Dianggap serangan virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50% 3 . Sekarang, penyebab gangguan bipolar diketahui multifaktor.Mencakup aspek bio-psikososial.Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak.Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya 4 .

description

nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

Transcript of Bipolar

1.1 EPIDEMIOLOGIGangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras.31.2 EtiopatofisiologiDahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini.Dianggap serangan virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%3. Sekarang, penyebab gangguan bipolar diketahui multifaktor.Mencakup aspek bio-psikososial.Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak.Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya4.Faktor BiologiHerediterDidapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik.50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja).Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan.Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan.Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali.Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%2.GenetikBeberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat.Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar2.Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak.BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif2.

Kelainan otakKelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual.Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek)2.Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf.Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar2.Faktor PsikososialPeristiwa kehidupan dan stress lingkunganSatu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I5.Faktor psikoanalitik dan psikodinamikaDalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan suatu objek dan melankolia.Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan satu-satunya cara bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian5.Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi depresif.Ia mengerti siklus manik-depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan bahwa mereka mungkin memilki objek cinta yang dihancurkan melalui destruktivitas dan ketamakan mereka sendiri.Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka berguna yang karakteristik untuk pasien depresi melebihi perasaan bahwa orang tua internal mereka yang baik telah ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan impuls destruktif pasien5.Klien memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang disusun untuk mengidealisasikan orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain, dan mengembalikan objek cinta yang hilang5.Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang dihadapkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka putus asa dan sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.Pada intinya, depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau lengkap dari harga diri di dalam ego5.Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri.Jika objek diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan.Di dalam pengertian tersebut, respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan5.Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya.Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip.Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut5.Teori kognitifMenurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan.Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi.Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien5.