Bimbingan Dan Konseling

95
BIMBINGAN DAN KONSELING Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling dengan Dosen Drs. Dudi Gunawan, M.Pd. Oleh: Rahna Hardiana ( 044129 ) REFRIGERASI DAN TATA UDARA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

Transcript of Bimbingan Dan Konseling

Page 1: Bimbingan Dan Konseling

1

BIMBINGAN DAN KONSELING

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling dengan

Dosen Drs. Dudi Gunawan, M.Pd.

Oleh:

Rahna Hardiana

( 044129 )

REFRIGERASI DAN TATA UDARA

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2009

Page 2: Bimbingan Dan Konseling

2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala Puji bagi Allah yang telah menerangi hati kita dengan cahaya AlQuran, menghiasi

akhlak kita dengannya, dan mengindahkan amalan-amalan kita dengan amalan AlQuran.

Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta

umatnya sepanjang zaman yang senantiasa mempelajari dan mengajarkan AlQuran.

Atas rahmat yang telah Allah berikan pula, sehingga penyusun dapat dapat

menyelesaikan makalah resume perkuliahan mata kuliah Bimbingan dan Konseling semester

genap 2008-2009.

Penyusun ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan makalah ini. Penyusun berharap pada makalah ini dapat sesuai yang diharapkan

pembaca dan memohon saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penyusun dapat

lebih baik lagi kedepannya. Mohon maaf jika dalam penyusunan rangkuman ini jika masih

terdapat kekurangan. Akhir kata sebelum dan sesudahnya penysun ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Bandung, Oktober 2009

Penyusun

Page 3: Bimbingan Dan Konseling

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Tujuan............................................................................................................................... 6

1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................................................ 6

1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI BIMBINGAN KONSELING......................................................... 7

2.1 Hakikat Manusia. ............................................................................................................. 7

2.2 Definisi Bimbingan Konseling......................................................................................... 9

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................. 11

3.1 Orientasi Bimbingan Dan Konseling ............................................................................. 11

3.2 Konsep Bimbingan Dan Konseling................................................................................ 21

3.3 Fungsi Pendekatan Bimbingan Dan Konseling.............................................................. 26

3.4 Landasan Bimbingan Dan Konseling............................................................................. 40

3.5 Strategi Bimbingan Dan Konseling................................................................................ 50

3.6 Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Dan Konseling............................................................ 54

3.7 Pembelajaran Berbasis Bimbingan Konseling ............................................................... 58

3.8 Paradigma Bimbingan dan Konseling............................................................................ 61

3.9 Dasar-dasar Pemahaman Peserta Didik.......................................................................... 72

BAB IV STUDI KASUS ............................................................................................................. 74

4.1 Diagnostik Dan Remedial Teaching (Kasus) ................................................................. 74

4.2 Bimbingan Pada Siswa Dengan Hambatan Berpikir Dan Fisik Motorik....................... 89

BAB V PENUTUP ....................................................................................................................... 94

5.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 94

5.2 Saran............................................................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 95

Page 4: Bimbingan Dan Konseling

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara

perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan

pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis

layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Dalam pengertian tersebut tersimpul hal-hal pokok bahwa :

Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bantuan

Pelayanan Bimbingan dan konseling dilakukan melalui kegiatan secara perorangan dan

kelompok

Arah kegiatan Bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik untuk dapat

melaksanakan kehidupan sehari-hari secara mandiri dan berkembang secara optimal

Ada empat bidang bimbingan yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

Pelayanan Bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui jenis-jenis layanan tertentu,

ditunjang sejumlah kegiatan pendukung

Pelayanan Bimbingan dan konseling harus didasarkan pada norma-norma yang berlaku

B. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan umum Bimbingan dan konseling adalah memandirikan peserta didik dan

mengembangkan potensi mereka secara optimal.

Tujuan umum tersebut dijabarkan ke dalam tujuan yang mengarah keefektifan hidup

sehari-hari dengan memperhatikan potensi peserta didik

Lebih khusus lagi, tujuan-tujuan tersebut dirumuskan dalam bentuk kompetensi

Page 5: Bimbingan Dan Konseling

5

C. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Pelayanan Bimbingan dan konseling mengemban 4 fungsi, yaitu :

Fungsi pemahaman

Fungsi pencegahan

Fungsi pengentasan, termasuk ke dalamnya fungsi advokasi

Fungsi pemeliharaan dan pengembangan

D. Prinsip Bimbingan dan Konseling

Prinsip-prinsip Bimbingan dan konseling berkenaan dengan :

Sasaran layanan

Permasalahan yang dialami individu

Program pelayanan

Tujuan dan pelaksanaan pelayanan

E. Azas Bimbingan dan Konseling

Asas-asas Bimbingan dan konseling meliputi :

Asas kerahasiaan

Asas kesukarelaan

Asas keterbukaan

Asas kegiatan

Asas kemandirian

Asas kedinamisan

Asas keterpaduan

Asas kenormatifan

Asas keahlian

Asas alih tangan kasus

Asas tut wuri handayani

F. Paradigma

Paradigma Bimbingan dan konseling mengacu kepada pelayanan yang bersifat piko

paedagogis dalam bingkai budaya dan religius.

Page 6: Bimbingan Dan Konseling

6

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan laporan ini sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling

2. Mengidentifikasi berbagai permasalahan kesulitan pembelajaran.

3. Mengkaji berbagai persoalan tentang permasalahan belajar.

4. Alternatif mengatasi permasalahan pembelajaran.

5. Setelah memahami tentang Remedial Teaching mahasiswa diharapkan bisa

menciptakan cara mengajar yang lebih efektif dikelak nanti.

1.3 Pembatasan Masalah

Ruang lingkup pembahasan masalah dalam makalah ini difokuskan pada kesulitan

belajar, bimbingan belajar, model pembelajaran yang bisa diterapkan dan bagaimana mengatasi

masalah kesulitan belajar.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan tentang Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Pembatasan Masalah, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Berisikan tentang penjelasan Landasan-landasan teori dialik pembuatan laporan ini.

BAB III PEMBAHASAN

Berisikan tentang pembahasan dari berbagai sub teori tentang Bimbingan Konseling.

BAB IV CONTOH KASUS

Berisikan tentang contoh-contoh mengenai kasus-kasus yang terjadi disekolah saat ini

disertai dengan berbagai penjelasan dan pemecahannya.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dari pembuatan laporan ini disertai dengan saran

Page 7: Bimbingan Dan Konseling

7

BAB II

LANDASAN TEORI BIMBINGAN KONSELING

2.1 Hakikat Manusia.

Manusia adalah mahluk sosial. Artinya adalah manusia tidak dapat hidup sendiri.

Sehingga manusia tersebut mau tak mau harus dapat hidup berkelompok dan menyesuaikan

dengan lingkungan sekitar. Menurut berbagai ahli filsafat, (Victor Frankl, Patterson, Alblaster &

Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat

manusia sebagai berikut :

Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk

meningkatkan perkembangan dirinya.

Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia

berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri

khususnya melalui pendidikan.

Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya

untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol

keburukan.

Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara

mendalam.

Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud

melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.

Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.

Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-

pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan

manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi

apa manusia itu.

Page 8: Bimbingan Dan Konseling

8

Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,

manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk

melakukan sesuatu. Untuk menciptakan berkesinambungannya peradaban manusia, maka peran

pendidikan sangatlah penting. Perhatian yang penuh terhadap peningkatan mutu pendidikan akan

berefek pula terhadap semakin tingginya peradaban manusia. artikel pendidikan yang disajikan

dibawah ini ingin sedikit mengupas beberapa sisi pendidikan, karakter pendidikan, metode

pendidikan, tujuan pendidikan, pengembangan pendidikan, kurikulum pendidikan serta beberapa

kejadian seputar pendidikan.

Salah satu unsur pendidikan yang sangat mempengaruhi peradaban manusia adalah

penyelenggaraan bimbingan konseling, dimana bimbingan konseling sangat penting untuk

menciptakan hubungan manusia yang harmonis antara manusia dan lingkungan, manusia dan

manusia ataupun manusia dengan Tuhannya.

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling bukan semata-mata terletak

pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas,

namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang

selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-

tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau

menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk

mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang

memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam

menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses

perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan

kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah

dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun

sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam

lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan

Page 9: Bimbingan Dan Konseling

9

yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan

kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan)

perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan

yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya:

pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial

ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan

perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

2.2 Definisi Bimbingan Konseling

Untuk lebih memahami apakah ‘bimbingan’ itu, maka alangkah lebih baiknya jika kita

mengulas tentang pengertian bimbingan dari berbagai sisi yaitu dilihat dari segi bahasa serta

dilihat dari segi istilah (pendapat para ahli). Bimbingan secara bahasa dapat berarti sebagai

berikut :

menunjukkan

menentukan

mengatur

mengemudikan

memimpin

mengadakan

mengistruksikan

memberi saran

mengatur

Sedangkan pengertian bimbingan menurut para ahli diantaranya adalah:

Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses

bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk

melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah

dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta

Page 10: Bimbingan Dan Konseling

10

didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa

depan”.

Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses

pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat

memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self

acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan

untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya

dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan

masyarakat.

Dari tiga pendapat tersebut di atas dapat diambil beberapa kata kunci yang berkaitan

dengan pengertian bimbingan, diantaranya:

Proses bantuan agar tercipta pemahaman diri untuk menyesuaikan diri di mana saja

berada

Bantuan untuk mengenal diri dan lingkungan sehingga ia dapat menggunakan potensinya

Kegitan yang terorganisir dan sistematis sehingga menyadari tentang dirinya sebagai

individu dan anggota masyarakat

Bantuan untuk membuat keputusan, pengaturan dan pemecahan masalah

Kegiatan yang berkesinambungan agar tercipta self understanding, self acceptance, self

direction, dan self realization

Pelayanan secara personal atau kelompok agar dapat mencapai kemandirian dan

perkembangan yang optimal.

Berdasarkan uraian tersebut diatas mengenai pengetian bimbingan secara bahasan dan

secara istilah menurut pemikiran para ahli serta beberapa kata kunci yang didapat, maka dapat

disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu proses bantuan secara sistematis, terorganisir,

dan berkesinambungan yang diberikan kepada seseorang, kelompok atau masyarakat agar bisa

membuat keputusan, memecahkan masalah, dan bisa memahami diri dan lingkungannya

sehingga dapat menyesuaikan diri dimana pun ia berada serta dapat mengoptimalkan segala

potensi yang dimilikinya.

Page 11: Bimbingan Dan Konseling

11

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Orientasi Bimbingan Dan Konseling

Secara naluriah, kodrati, fitrohnya manusia adalah makhluk social memerlukan orang lain

dalam kehidupannya tanpa sesamanya manusia tidak akan bisa hidup. Pada mulanya manusia

berada dalam satu lingkungan social yang kecil Adam dan Hawa, semakin berkembangnya umat

manusia menyebar kemana-mana dengan kondisi fisik yang berbeda pula. Dari uraian diatas

diketahui memberikan diskripsi manusia secara sistematis bahwa manusia berada dan

berhubungan dengan sesamanya dalam pola- pola tertentu sebagai individu yang berhubungan

dengan individu melalui keluarga, masyarakat. sebagai individu yang berhubungan dengan

kelompok; masyarakat,politik,social. sebagai kelompok yng berhubungan dengan kelompok;

SARA.

Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain.

Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik

dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan

pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah

yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

Pengertian Bimbingan dan Konseling sosial islam Adalah proses bantuan kepada

individu agar kembali ke kehidupan masyarakat yang selaras dengan ketentuan dan petunjukNYA

sehingga mencapai kebahagiaan dunia akhirat / kembali kefitrah seperti orang yang berbuka

puasa.

Perjalanan bimbingan dan konseling menuju sebuah profesi yang handal hingga saat ini

tampaknya masih harus dilalui secara tertatih-tatih. Dalam hal ini, Prayitno (2003) telah

mengidentifikasi 15 kekeliruan pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik

dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan

dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan

orang-orang yang berada di luar Bimbingan dan Konseling, tetapi juga banyak ditemukan di

kalangan orang-orang yang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Kelimabelas

kekeliruan pemahaman itu adalah :

Page 12: Bimbingan Dan Konseling

12

1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.

Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik

dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan

pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu

sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka

sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga

yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari

pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik

pendidikan sehari-hari.

Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukan

kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa

masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat

dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam

hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan

responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.

Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah

dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan

yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau

manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang

optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing

memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).

2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan

psikiater.

Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan

konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien

terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai

dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien,

mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.

Page 13: Bimbingan Dan Konseling

13

Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan

dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor

bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara

penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta

teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan

masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis,

modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas

bimbingan dan konseling.

3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang

bersifat insidental.

Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak

dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini

bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas

masalah-masalah yang muncul pada saat itu.

Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan

terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling

yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan

maupun penyembuhan (pengentasan)

4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.

Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau

siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat

melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat

kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling

yang tersedia.

Page 14: Bimbingan Dan Konseling

14

5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.

Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami

masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat

terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang

akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya,

tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam

mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun

langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).

6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.

Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan

atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan

mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan

siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan

konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih

dalam dibalik tidak masuk kelasnya.

7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.

Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah

seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat

kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah

dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling

penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika

segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka

konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten

Page 15: Bimbingan Dan Konseling

15

8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.

Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang

harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah.Tidak jarang

konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi

siswa yang bersalah.

Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor

justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan

kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring,

penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif

yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan

memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.

9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.

Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat.

Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan

konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam

rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.

10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau

petugas lain

Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses

yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan

bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-

orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh

klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri

sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain;

terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh

sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam

hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat

Page 16: Bimbingan Dan Konseling

16

menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling

mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di

samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan

dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan

mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.

Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan

bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus

mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah

siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”,

artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur

tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri yang

tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.

11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif

Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat

penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif

terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan

konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif,

bersikap “jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan

kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha

pelayanan itu.

Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban

kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada

dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor,

maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

Page 17: Bimbingan Dan Konseling

17

12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja

Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya

bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling

dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan

jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip

keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan

kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan

konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang

bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup

lama di Perguruan Tinggi.

13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien

Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan

pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh

untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun

cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara

mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk

mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan

sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan

sarana yang tersedia.

14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaaninstrumentasi

Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri

konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya

instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan

alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali

usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan

ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak

melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling

Page 18: Bimbingan Dan Konseling

18

yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha

mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan

15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.

Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat

diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali

tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik

atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut

akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari

kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan

tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan

dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.

Sedangka orientasi bimbingan konseling yang dimaksud disini ialah pusat perhatian

misalnya : seorang berorientasi terhadap ekonomi dalam pergaulan, maka ia akan menghitung

untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh interaksi dengan orang lain. Disini yang menjadi pusat

perhatian konselor kepada klien :

1. Orientasi perorangan

Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan

konselingsosial adalah sebagai berikut :

a. Semua kegiatan diselenggarakan dalam rangka pelayanan BK diarahkan pada peningkatan

perwujudan diri sendiri.

b. Kegiatan disini berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan- kebutuhan

pemanfaatan bagi diri sendiri dan lingkungannya.

c. Setiap individu harus diterima sebagai individu yang harus ditangani secara individual.

d. Tanggung jawab konselor untuk memahami minat,kemampuan yang terelakkan bagi

berfungsinya individu.

2. Orientasi perkembangan

Orientasi ini lebih menekankan pentingnya peranan yang terjadi pada individu dan

sekaligus bertujuan mendorong konselor dan klien menghilangkan problem yang menjadkan laju

perkembangan klien. Adapun hambatan ( Thomson & Rudolph ) yang dimaksudkan adalah :

Page 19: Bimbingan Dan Konseling

19

a. Hambatan Egosentrisme ketidakmampuan melihat kemungkinan lain diluar apa yang

dipahaminya.

b. Hambatan Konsentrasi ketidakmampuan memusatkan perhatian pada lebih dari satu aspek

tentang suatu hal.

c. Hambatan Reversibilitas ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur yang

dipppahami semula.

d. Hambatan Transformasi ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada suasana urutan yang

ditetapkan.

3. Orientasi permasalahan

Ada yang mengatakan bahwa kehidupan berkembang itu resiko, agar tujuan tercapai

dengan baik maka resiko yang mungkin menimpa kehidupan harus diwaspadai, nah

kewaspadaan yang menimbulkan hambatan dan rintangan itu melahirkan kosep orientasi

permasalahan dalam bimbingan konseling.

Dalam kaitannya dengan fungsinya Orientasi ini mengarah kepencegahan pengentasan

permasalahan agar individu terhindar dari beban didalam dirinya, pemahaman memungkinkan

individu memahami informasi dan aspek lingkungan yang berguna mencegah timbulnya masalah

pada diri klien.

Berdasarkan rumusan konseling social islami yang dikemukakan diatas, maka tujuan

bimbingan konseling social islami adalah untuk :

Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan

kehidupan masyarakat melalui: kepercayaan yang diyakini, memahami manfaat hidup

bermasyarakat.

Membantu individu memelihara situasi, kondisi kehidupan agar tetap baik dan jauh lebih

baik melalui :

1) problem yang semula dihadapi telah teratasi agar tidak menjadi masalah kembali.

2) mengembangkan situasi yang mulanya baik itu agar bertambah baik.

Adapun methode bimbingan dan konseling social islami melalui :

(1) Metode langsung : dimana pembimbing melakukan secara tatap muka melalui : a) metode

individual percakapan pribadi, kunjungan kerumah, observasi kerja. b) Metode kelompok

dengan diskusi kelompok, karyawisata, dramagroup teaching.

Page 20: Bimbingan Dan Konseling

20

Metode tidak langsung : dilakukan melalui komunikasi media masa hal ini dapat dilakukan

secara. a)individual melalui surat, telepon. b) Kelompok dengan surat kabar, brosur, media

audio, TV.

(2) Metode tidak langsung : disamping itu metode yang kita dalam melaksaanakan bimbingan

dan konseling social islami tergantung pada; a) masalah yang sedang dihadapi. b) tujuan

penggarapan masalah. c) keadaan klien. d) sarana prasarana yang tersedia e) administrasi

dan biaya yang tersedia.

4. Pembinaan hubungan kelompok intern/ individu

Telah di ketahui secara agamis,umat islam terikat keagamaannya sebagai suatu kelompok

besar yang berbeda dengan kelompok lain.kelompok ini bisa terdiri dari berbagai kelompok

organisasi yang lebih kecil. Kesatuan umat islam itu di ikat oleh kesatu agamaan, emosional,

yang di gariskan oleh-Nya untuk senantiasa menjadi satu kesatuan.

Dalam keluarga : mengenai bagaimana kehidupan

Masyarakat : bagaimana proses hubungan yang dapat menimbulkan kebahagiaan dunia dan

akhirat yang dilandaskan islam yaitu melalui kemanfaatan, kasih sayang, toleransi,

menghargai, menumbuhkan rasa aman dll.

Selain pembinaan rasa persatuan antar kelompok umat islam baik karena latar belakang

budaya dan nilai-nilai islam sekaligus melestarikan keberadaan umat islam itu sendiri.

5. Pembinaan hubungan dengan kelompok / intern sosial

Disini baik Muslim non Muslim, islam mengajarkan hidup untuk berdampingan dengan

Saling memberi manfaat tidak saling merugikan, dalam bimbingan konseling islam manusia

diakui dengan memperhatikan hak individu ,hak individu dalam batas tanggung jawab social.

Pola pembinaan umat islam masa Rosul melalui : 1) mandirikan masjid. 2) mempersaudarakan

kaum muhajirin dan Anshar. 3) membuat perjanjian dengan umat non muslim. 4) meletakkan

dasar-dasar sistem budaya nilai. Jadi bukan pula liberalisme. Bagi non muslim menghormati,

toleransi/ menghargai sesuai dengan firman NYA yang artinya : “Hai Ahli kitab marilah

berpegang teguh kepada suatu kalimat ( ketetapan ) yang tidak ada perselisihan antara kami dan

kamu bahwa tidak kita sembah kacuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu

pun dan tidak ( pula ) menjadikan kita sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. “Jika

mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka; saksikanlah bahwa kami adalah orang-

Page 21: Bimbingan Dan Konseling

21

orang yang menyerahkan diri kepada Allah”. ( Q.S. Ali imran ) dan masih pula ada hak alam (

prinsip ekosistem ) begitu pula hak manusia kepada Tuhan.

Pada dasarnya kehidupan sosial islam memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang

lain/semua pihak, nah sasarannya mengacu pada pusat perhatian pandangan konselor dan seperti

halnya bimbingan konseling ini lainnya bertujuan terlepas dari problem, yang semula sudah

membaik berubah kearah yang lebih baik dan selanjutnya mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat

3.2 Konsep Bimbingan Dan Konseling

Konsep bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat

pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-

1900), diantaranya : (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti urbanisasi; (3) kondisi

ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran

tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan

(4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi

eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang

dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka

muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh negara

(Crites, 1981 dalam Bahrul Falah, 1987). Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan

oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan

untuk membantu anakanak muda dalam memperoleh pekerjaan.

Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu

individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya

mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan. Namun sejak

tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational)

ke model karier (career). Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama

dalam landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada

kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model

karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba

pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh

Page 22: Bimbingan Dan Konseling

22

sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut

dipertimbangkan.

Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang

muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan

dan sebatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983)

menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan

jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan

karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang dengan

mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang

lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam

masyarakat. Perubahan isitilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan

karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam memberikan layanan

bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar membimbing

siswa dalam menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula untuk membimbing siswa

agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka perencanaan karier dan penetapan

karier pada kehidupan masa mendatang. Dalam perkembangannya, sejalan dengan kemajuan

dalam bidang teknologi informasi dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang

bimbingan yang telah berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk

cyber counseling.

Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah

mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada

pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA pada waktu itu.

Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan

karier cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun

1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan

konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang

bimbingan. Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu

bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya

Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum sekolah, maka peranan

bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa

Page 23: Bimbingan Dan Konseling

23

dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis

kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Terkait dengan

penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA, bidang

bimbingan karier diarahkan untuk :

1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang

hendak dikembangkan.

2. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak

dikembangkan pada khususnya.

3. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh

penghasilanuntuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA

5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih

tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.

6. Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan

kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai

denganprogram kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan.

(Muslihudin, dkk, 2004)

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah,bukan

semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundangundangan) atau

ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta

didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau

mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan

moral-spiritual). Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang

atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk

mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih

kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga

pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan

bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari

masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus,

atau searah dengan potensi, harapan dan nilainilai yang dianut.

Page 24: Bimbingan Dan Konseling

24

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun

sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam

lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan

yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan

kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan)

perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan

yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya:

pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial

ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan

perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang

sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat

kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak

harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat

mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang

cenderung menyimpang dari kaidahkaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata

tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy,

putau, dan sabusabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai

dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan

pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki

kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6)

memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai

implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa

memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan

tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti

disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik

dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah

garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang

Page 25: Bimbingan Dan Konseling

25

perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian,

pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan

utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau

kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang

administrative dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya

akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang

memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian. Pada saat ini telah terjadi

perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang

berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang

berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan

(Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif

(Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif

didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan

pengentasan asalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar

kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan

konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah

standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan

para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf

administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi

pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan

proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli

agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut

aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan

konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan

potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan

pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual

(biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

Page 26: Bimbingan Dan Konseling

26

3.3 Fungsi Pendekatan Bimbingan Dan Konseling

A. FUNGSI, PRINSIP, DAN ASAS BIMBINGAN KONSELING

Fungsi Pemahaman Bimbingan dan Konseling adalah :

1. Yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman

terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma

agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan

potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara

dinamis dan konstruktif.

2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa

mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk

mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor

memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan

atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah

pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu

diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang

tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan

obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif

dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan

belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel

Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau

bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan

berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan

informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room,

dan karyawisata.

4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif.

Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah

mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.

Page 27: Bimbingan Dan Konseling

27

5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli

memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan

penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri

kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan

pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.

6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala

Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan

terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan

menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat

membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan

menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun

menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.

7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar

dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli

sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak

(berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli

supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat

sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan

normatif.

9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan

dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri

konseli.

10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli

supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta

dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang

akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan

melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan

minat konseli.

Page 28: Bimbingan Dan Konseling

28

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan

bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang

menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah

maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:

1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa

bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah

maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun

dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat

preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan

teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).

2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik

(berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk

memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang

menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya

menggunakan teknik kelompok.

3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang

memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai

satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan

sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan,

karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap

diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas

atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah

sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.

5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling.

Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan

mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan

nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil

keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi

konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan

melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara

Page 29: Bimbingan Dan Konseling

29

tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan

utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan

masalahnya dan mengambil keputusan.

6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.

Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi

juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta,

dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek,

yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh

diwujudkannya asas-asas berikut.

1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya

segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan,

yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.

Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua

data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.

2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya

kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang

diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan

mengembangkan kesukarelaan tersebut.

3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli

(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-

pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam

menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan

dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan

konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan

dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan.

Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan

tidak berpura-pura.

Page 30: Bimbingan Dan Konseling

30

4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli

(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam

penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu

mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling

yang diperuntukan baginya.

5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan

umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan

bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-

ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil

keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya

mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang

diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.

6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek

sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam

kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa

lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang

diperbuat sekarang.

7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi

pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak

maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan

dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai

pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru

pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini

kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam

penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.

Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya.

9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar

segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak

boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,

Page 31: Bimbingan Dan Konseling

31

hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.

Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat

dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan

norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan

konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami,

menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.

10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan

dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah

profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan

konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan

konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam

penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam

penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar

pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling

secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan

permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih

tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru

pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan

lain-lain.

B. PENDEKATAN BIMBINGAN KONSELING

Pendekatan Konseling Behavioral

a. Konsep Dasar

Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.

Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan

interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah

laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi

hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melali hokum-

hukum belajar :

Page 32: Bimbingan Dan Konseling

32

(a) pembiasaan klasik;

(b) pembiasaan operan;

(c) peniruan.

Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang

diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil

belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi

pembentukan tingkah laku. Karakteristik konseling behavioral adalah :

a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik,

b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling,

c) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan

d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.

b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau

tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan

lingkungan.

2. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang

salah.

3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari

lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam

menanggapi lingkungan dengan tepat.

4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut

dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

c. Tujuan Konseling

Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah

laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Tujuan yang sifatnya umum harus

dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :

1. diinginkan oleh klien;

2. konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;

3. klien dapat mencapai tujuan tersebut;

4. dirumuskan secara spesifik

Page 33: Bimbingan Dan Konseling

33

Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan

khusus konseling.

d. Deskripsi Proses Konseling

Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.

Konselor aktif :

1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat

membantu pemecahannya atu tidak

2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya

tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling

3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.

e. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral

1. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk

merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup

kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku

klien.

2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.

3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya

kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.

4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film,

tape recorder, atau contoh nyata langsung).

5. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan

dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi

maupun keuntungan sosial.

Pendekatan Konseling Gestalt

a. Konsep Dasar

Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif

sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari

bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan

suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan

integrasi pemikiran, pera-saan, dan tingkah lakunya Setiap individu memiliki kemampuan untuk

Page 34: Bimbingan Dan Konseling

34

menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang

akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia

menurut pendekatan konseling ini adalah :

(1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya,

(2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan

lingkungannya itu,

(3) aktor bukan reaktor,

(4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,

(5) dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab,

(6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.

Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini memandang

bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum

dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang. Dalam

pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”.

Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan,

maka mereka mengalami kecemasan. Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan

yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak

terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa

berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan

dengan ingataningatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam

kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan

sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan

orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani

perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.

b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

Individu bermasalah kaena terjadi pertentangan antara kekuatan “top dog” dan

keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam.

Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.

Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus

(self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self). Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial

dan biologis Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya

Page 35: Bimbingan Dan Konseling

35

Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan dating Melarikan diri dari kenyataan yang

harus dihadapi Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :

1. Kepribadian kaku (rigid)

2. Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung

3. Menolak berhubungan dengan lingkungan

4. Memeliharan unfinished bussiness

5. Menolak kebutuhan diri sendiri

c. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi

berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung

makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain

menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan

hidupnya. Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara

penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui

konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini

dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.

Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.

1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau

realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.

2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya

3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke

mengatur diri sendiri (to be true to himself)

4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-

prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu

akan muncul dapat diatasi dengan baik.

d. Deskripsi Proses Konseling

Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang

serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor

adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau

mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan

perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan

Page 36: Bimbingan Dan Konseling

36

menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya

terjadi pada dirinya sekarang.

Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,

keinginankeinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.

Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan

mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri.

Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari

ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini

dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.

Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap

lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila,

maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi

ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.

Pendekatan Konseling Rasional Emotif

a. Konsep Dasar

Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional

dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan

kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi

emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang

disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara

berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh

prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak

logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan

tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara

berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan

dan pikiran negative serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan

logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep konsep

kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent

event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C).

Page 37: Bimbingan Dan Konseling

37

b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah

merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Ciri-ciri berpikir

irasional :

1. Tidak dapat dibuktikan;

2. Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang

sebenarnya tidak perlu;

3. Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.

Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional :

1. Individu tidak berpikir jelas tentangg saat ini dan yang akan dating, antara kenyatan dan

imajinasi;

2. Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain;

3. Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan

kepada individu melalui berbagai media.

Indikator keyakinan irasional :

1. Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang

lain dari segala sesuatu yang dikerjakan;

2. Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan

kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum;

3. Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana

yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh

manusia dalam hidupnya;

4. Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada

berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya;

5. Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa

individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan

penderitaan emosional tersebut;

6. Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan

individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang;

7. Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu

yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan

Page 38: Bimbingan Dan Konseling

38

8. Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung

dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain

terhadap individu.

c. Tujuan Konseling

Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-

pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar

klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui

tingkah laku kognitif dan afektif yang positif. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional

yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-

was, rasa marah. Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan

pendekatan rasional-emotif :

Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang

dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya

tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.

Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang

menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari

yang diperoleh sebelumnya.

Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga,

yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan

melawan keyakinan yang irasional.

Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :

1. Minat kepada diri sendiri,

2. Minat sosial,

3. Pengarahan diri,

4. Toleransi terhadap pihak lain,

5. Fleksibel,

6. Menerima ketidakpastian,

7. Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,

8. Berani mengambil risiko, dan

9. Menerima kenyataan.

Page 39: Bimbingan Dan Konseling

39

Pendekatan Konseling Psikoanalisis

a. Konsep Dasar

Hakikat manusia, Freud berpendapat bahwa manusia berdasar pada sifat-sifat:

Anti rasionalisme

Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.

Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif,

sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan tadi. Libido atau

eros mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai lawan lawan dari

Thanatos

Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.

Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental

yang berciri biasa.

Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga

unsur, yaitu id, ego, dan super ego

b. Tujuan Konseling

Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme

penyesuaian diri mereka sendiri

Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal

yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan

pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk

ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa

direkonstruksi lagi.

c. Deskripsi Proses Konseling

1. Fungsi konselor

Konselor berfungsi sebagai penafsir dan penganalisis

Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan

bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya, sehingga

klien dengan mudah dapat memantulkan perasaannya untuk dijadikan sebagai

bahan analisis.

Page 40: Bimbingan Dan Konseling

40

2. Langkah-langkah yang ditempuh :

Menciptakan hubungan kerja dengan klien

Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan

melakukan transferensi.

Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya

Pengembangan reesitensi untuk pemahaman diri

Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.

Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.

Menutup wawancara konseling

3.4 Landasan Bimbingan Dan Konseling

A. Pendahuluan

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di

Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak

bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan

yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan

adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan

konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa

dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya

bagi para penerima jasa layanan (klien).

Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai

bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa

layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling

khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak

adanya.

Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan

dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi

sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,-

sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan

konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan

Page 41: Bimbingan Dan Konseling

41

bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang

seharusnya.

Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan

konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa

landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.

B. Landasan Bimbingan dan Konseling

Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak

jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti

landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan

pendidikan secara umum.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor

yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama

dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat

berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila

bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah

atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak

didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap

layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang

dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum

terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling,

yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu

pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-

masing landasan bimbingan dan konseling tersebut:

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman

khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang

lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam

bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas

pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan

filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai

dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai

Page 42: Bimbingan Dan Konseling

42

aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes,

Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia

sebagai berikut :

Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk

meningkatkan perkembangan dirinya.

Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia

berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri

khususnya melalui pendidikan.

Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya

untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol

keburukan.

Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara

mendalam.

Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud

melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.

Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.

Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-

pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan

manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi

apa manusia itu.

Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,

manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk

melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling

diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam

berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok

utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

Page 43: Bimbingan Dan Konseling

43

2. Landasan Psikologis

Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi

konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan

bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah

tentang :

a. Motif dan Motivasi

Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang

berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh

individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder

yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan

tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,–

baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi

ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada

suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan

mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan

merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna

kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada

dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan

mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan

lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang

tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang

sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian

pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan

sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat

berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan

yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi

bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.

Page 44: Bimbingan Dan Konseling

44

c. Perkembangan Individu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu

yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi

aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori

tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori

dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan

individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang

perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari

Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7)

Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-

tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek

perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu

itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.

d. Belajar

Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar

untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan

dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat

kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan

memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar

dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif,

afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat

belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar

sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori

belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2)

Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa

ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.

Page 45: Bimbingan Dan Konseling

45

e. Kepribadian

Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang

kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan

oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50

definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,

akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.

Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai

sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider

dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons

individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-

kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara

keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat

dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan

struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif

dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas

tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian

yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik

dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori

Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport,

Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan

sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek

kepribadian, yang mencakup :

Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya

dalam memegang pendirian atau pendapat.

Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap

rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.

Page 46: Bimbingan Dan Konseling

46

Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari

lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.

Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau

perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau

melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.

Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan

orang lain.

Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan

mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami

dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang

dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek

potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan

kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan

lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan

upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek

dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya

pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan

keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai

landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan

baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi

pendidikan dan psikologi kepribadian.

3. Landasan Sosial-Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman

kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang

mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk

lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan

untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di

sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir

dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu

berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan

Page 47: Bimbingan Dan Konseling

47

kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak

“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada

akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang

besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan

klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda.

Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin

timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa;

(b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan.

Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat

menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang

berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan

sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice)

yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian

positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika

seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing.

Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke

culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus

berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis,

maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)

mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan

konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural

seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka

tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya

lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan

kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

Page 48: Bimbingan Dan Konseling

48

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-

dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang

bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai

metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis

laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan

ilmiah lainnya.

awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah

menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara

ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa

disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan

dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi,

antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin

ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik

dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan

dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui

berbagai bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer,

sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan

konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa

komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006)

mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara

konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap

muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam

bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi

komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam

melaksanakan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya

mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003)

bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu

Page 49: Bimbingan Dan Konseling

49

mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil

pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.

Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno

(2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan

paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,

yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah

satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling;

dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.

Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal

pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan

dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c)

upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan

perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai

dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan

masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan

konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern

dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami

bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak

memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang

berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual.

Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang

berlandaskan spiritual atau religi.

Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang

berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari

Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta

berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan

konseling di Indonesia.

Page 50: Bimbingan Dan Konseling

50

3.5 Strategi Bimbingan Dan Konseling

Layanan bimbingan dan konseling merupakan layanan yang diperuntukkan untuk semua

individu (baik yang mempunyai masalah maupun tidak) yang sedang berkembang. Pada

dasarnya layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk mengenal, memahami dirinya dan

mengembangkan potensi yang ada dan pada akhirnya dapat mengaktualisasi-kan dirinya secara

utuh.

ini masih berkembang bahwa layanan bimbingan dan konseling hanya diperuntukkan

pada individu yang sedang mempunyai masalah, sehingga citra (image) seorang konselor adalah

tempat mengadunya individu yang bermasalah saja. Dan, jika konselor di sekolah sebutannya

adalah “polisi sekolah”, padahal tugas dan wewenang konselor di sekolah bukan hanya

mengurusi secara administrasi saja melainkan segala aspek dan seharusnya konselor dapat

menangani. Pertanyaan berikut, jika konselor di sekolah hanya diperuntukkan untuk individu

bermasalah, bagaimana individu yang sedang berkembang, apakah tidak membutuhkan bantuan

atau bimbingan dari seorang konselor ?

Untuk menjawab tantangan tersebut, maka para ahli dalam bidang bimbingan dan

konseling telah mengusahakan agar tugas dan wewenang konselor dapat dirasakan dan dinikmati

oleh banyak orang bukan hanya orang yang membutuhkan saja. Organisasi bimbingan dan

konseling di Indonesia yaitu ABKIN telah mencoba untuk menjawab hal tersebut. Sehingga

eksistensi seorang konselor dapat dilihat dan disejajarkan dengan profesi-profesi pada bidang

yang lain.

Pada masa sekarang bidang bimbingan dan konseling sudah mulai berkembang baik dari

mulai memahami konsep bimbingan dan konseling, materi layanan yang akan diberikan, subyek

layanan yang masih menjadi wewenang seorang konselor, strategi bimbingan dan konseling,

kompetensi seorang konselor berdasarkan pada Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI)

yang dibuat oleh ABKIN, dan evaluasi dari program bimbingan dan konseling maupun evaluasi

untuk seorang konselor. Pada makalah ini kelompok kami mencoba untuk membahas strategi

layanan bimbingan dan konseling.

Page 51: Bimbingan Dan Konseling

51

A. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling

Muro & Kottman (1995) mengemukakan bahwa struktur program bimbingan dan

konseling komprehensif dikategorikan ke dalam 4 jenis layanan, yaitu layanan dasar bimbingan,

layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem.

Untuk strategi layanan bimbingan dan konseling terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Strategi layanan bimbingan yang meliputi tentang layanan dasar, layanan perencanaan

individual, dan dukungan sistem.

2. Strategi layanan konseling yang meliputi tentang layanan responsif.

Berikut akan dibahas tentang strategi layanan bimbingan dan konseling.

B. Strategi Layanan Bimbingan

1. Layanan dasar

Layanan dasar bimbingan (Yusuf, 2005) merupakan layanan bantuan bagi individu

melalui kegiatan-kegiatan yang disajikan sistematis, dalam rangka membantu individu

mengembangkan potensinya secara optimal. Strategi yang dapat digunakan pada layanan dasar

adalah melalui strategi klasikal dan dinamika kelompok (Juntika & Sudianto, 2005). Pada

dasarnya layanan dasar ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar pada individu yang

bersangkutan, sehingga nantinya jelas akan memenuhi tugas-tugas perkembangan setiap

individu.

Strategi klasikal dalam memberikan layanan dasar, seorang konselor perlu mempersiapkan apa

saja yang hendak disampaikan karena diberikan secara klasikal. Hal-hal yang perlu dipersiapkan

antara lain :

a) Materi yang akan disampaikan disesuaikan dengan subyek yang akan diberikan

layanan (TK, SD, SMP, SMA/K, PT, dan atau masyarakat umum).

b) Metode atau strategi dalam menyampaikan materi layanan.

c) Waktu dalam memberikan layanan.

d) Jumlah peserta atau subyek yang akan diberikan layanan.

e) Lokasi atau tempat berlangsungnya pemberian layanan.

Sedangkan strategi yang berikut adalah dengan dinamika kelompok, dalam strategi ini hal

yang harus diperhatikan adanya kohesivitas kelompok. Tugas dari konselor dalam strategi ini

adalah memperhatikan aktivitas kelompk, apakah dalam kelompok tersebut ada anggota yang

Page 52: Bimbingan Dan Konseling

52

tidak mau untuk diajak kerjasama antar anggota kelompok atau ada dominansi pada kelompok.

Sedangkan materi layanan dalam dinamika kelompok tidak terlalu mengikat, materi bisa

ditentukan oleh konselor, salah satu anggota dalam kelompok, ataupun ditentukan bersama-sama

antara konselor dan semua anggota kelompok.

2. Layanan perencanaan individual

Menurut Yusuf (2005) layanan perencanaan individual dapat diartikan sebagai layanan bantuan

kepada individu agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya,

berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Perencanaan inidividual ini

meliputi rencana pendidikan, karir, dan sosial pribadi sehingga rencana tersbut diharapkan dapat

diimplementasikan oleh individu bersangkutan sesuai dengan kemampuan.

Strategi yang digunakan dalam layanan perencanaan individual adalah konsultasi dan konseling

(Juntika & Sudianto, 2005). Sedangkan isi dari layanan ini meliputi bidang pendidikan, bidang

karir, dan bidang sosial pribadi. Menurut Gysbers (2006), strategi dalam layanan perencanaan

individual, meliputi :

a. Individual appraisal, individu diminta oleh konselor untuk menginterpretasi

tentang bakat, minat, keterampilan, dan prestasi yang ada dalam dirinya sendiri.

b. Individual advisement, konselor meminta individu yang bersangkutan untuk

mempertimbangkan tentang pendidikan, karir, sosial dan pribadi. Dan, kemudian

bagaimana individu tersebut untuk merealisasikan.

c. Transition planning, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain

membantu individu untuk membuat rencana apakah akan melanjutkan sekolah,

bekerja, atau mengikuti training/kursus.

d. Follow up, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain menindaklanjuti

dari data yang diperoleh untuk kemudian dievaluasi.

3. Dukungan system

Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan,

memelihara, dan meningkjatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan

profesional, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat,

masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis,

1990, Yusuf, 2005).

Page 53: Bimbingan Dan Konseling

53

Dukungan sistem ini merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen yang secara

tidak langsung memberikan bantuan kepada individu, atau memfasilitasi kelancaran

perkembangan individu. Strategi yang dapat digunakan dalam dukungan sistem ini dapat berupa,

antara lain :

a. Penelitian dan pengembangan, mengevaluasi dari program bimbingan dan konseling,

menindaklanjuti setiap siswa, perbaikan dari tujuan program bimbingan dan konseling.

b. Pengembangan profesional, meningkatkan keterampilan dan wawasan/pengetahuan dari

seorang konselor. Misalnya dengan mengikuti seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, dan

pertemuan dalam organisasi profesi.

c. Pengelolaan program, meliputi rencana dan mengelola kegiatan program bimbingan dan

konseling yang komprehensif.

C. Strategi Layanan Konseling

Pada strategi layanan konseling hanya menyangkut tentang layanan responsif. Layanan

responsif merupakan layanan bantuan untuk individu yang memiliki kebutuhan atau masalah

yang memerlukan bantuan dengan segera (Yusuf, 2005). Layanan responsif lebih bersifat

preventif atau mungkin dapat juga kuratif. Strategi yang dapat digunakan adalah konseling

individual, konseling kelompok, konsultasi, dan referal. Sedangkan isi dari layanan ini meliputi

bidang karir, bidang pendidikan, bidang sosial dan pribadi.

Jadi secara garis besar secara keseluruhan dalam strategi layanan bimbingan dan konseling,

menurut Gysbers (2006) dapat dilihat dalam tabel berikut.

Program components & Sample activities/strategies

1. Guidance curriculum

a. Classroom activities

b. Schoolwide activities

2. Individual student planning

a. Appraisal

b. Advisement

c. Transition planning

d. Follow up

Page 54: Bimbingan Dan Konseling

54

3. Responsive services

a. Individual counseling

b. Small-group counseling

c. Consultationd. Referral

4. System support

a. Research & development

b. Professional development

c. Staff/community public relations

d. Committee/advisory boards

e. Community outreach

f. Program management

g. Fair share responsibilit

3.6 Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Dan Konseling

Ketika membuka kegiatan pelatihan, Prof. Dr. Sunaryo, M.Pd. selaku ketua PB- ABKIN,

dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam satu tahun terakhir ini, ABKIN telah bekerja

secara intensif untuk mencari formulasi terbaik tentang bagaimana seharusnya penyelenggaraan

Bimbingan dan Konseling di sekolah, yang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan belum

terakomodir dengan baik.

Hasil kerja keras ABKIN dalam satu tahun terakhir ini telah menghasilkan draft Naskah

Akademik berupa “Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan Formal“, yang sekarang sedang dikaji oleh pihak yang kompeten untuk dijadikan

sebagai kebijakan resmi penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah

Model bimbingan dan konseling yang komprehensif dan berorientasi pada

perkembangan, yang didalamnya terdiri dari empat komponen utama program bimbingan dan

konseling, yaitu :

1. Layanan Dasar; yakni layanan bantuan kepada peserta didik melalui kegiatan-kegiatan

kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu peserta

didik untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Tujuan layanan ini

adalah untuk membantu peserta didik agar memperoleh perkembangan yang normal,

Page 55: Bimbingan Dan Konseling

55

memiliki mental yang sehat, memperoleh keterampilan hidup, yang dapat dilakukan

melalui strategi layanan klasikal dan strategi layanan kelompok.

2. Layanan Responsif; yaitu layanan bantuan bagi peserta yang memiliki kebutuhan atau

masalah yang memerlukan bantuan dengan segera”. Tujuan layanan ini adalah membantu

peserta didik agar dapat mengatasi masalah yang dialaminya yang dapat dilakukan

melalui strategi layanan konsultasi, konseling individual, konseling kelompok, referal dan

bimbingan teman sebaya.

3. Layanan Perencanaan Individual; yaitu bantuan kepada peserta didik agar mampu

membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahaman akan

kekuatan dan kelemahannya. Tujuan layanan ini adalah agar peserta didik dapat memiliki

kemampuan untuk merumuskan tujuan, merencanakan, atau mengelola pengembangan

dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier, dapat melakukan

kegiatan atau aktivitas berdasarkan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan

mengevaluasi kegiatan yang dilakukannya, yang dapat dilakukan melalui strategi

penilaian individual, penasihatan individual atau kelompok.

4. Layanan dukungan sistem; yaitu kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan

memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan dan konseling di

sekolah secara menyeluruh melalui pengembangan profesional; hubungan masyarakat

dan staf; konsultasi dengan guru lain, staf ahli, dan masyarakat yang lebih luas;

manajemen program; dan penelitian dan pengembangan.

Dalam rangka pencapaian tujuan Bimbingan dan Konseling di sekolah, terdapat

beberapa jenis layanan yang diberikan kepada siswa, diantaranya:

1. Layanan Orientasi; layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan

baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk

mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu,

sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester.

Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan

diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan

dan pemahaman.

Page 56: Bimbingan Dan Konseling

56

2. Layanan Informasi; layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami

berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan).

Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil

keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun

karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun

berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

3. Layanan Konten; layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan

kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan

dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya,

dengantujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang

baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.

4. Layanan Penempatan dan Penyaluran; layanan yang memungkinan peserta didik

memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar,

jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan

tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap

potensi lainnya.

5. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan. Layanan

Konseling Perorangan; layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan

langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang

dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah

agar peserta didik apat mengentaskan masalah yang dihadapinya.

6. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi. Layanan

Bimbingan Kelompok; layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara

bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok

bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan

sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika

kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas

pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahama dan pengembangan

kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui

dinamikakelompok.

Page 57: Bimbingan Dan Konseling

57

7. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahamandan Pengembangan Layanan

Konseling Kelompok; layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota

kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan

pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh

kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika

kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

8. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam

memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam

menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

9. Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan

memperbaiki hubungan antarmereka.

Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan

di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung, mencakup :

1. Aplikasi Instrumentasi Data; merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan

keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan

lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun

non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan

memahami karakteristik lingkungan.

2. Himpunan Data; merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan

yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data

diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya

tertutup.

3. Konferensi Kasus; merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik

dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan

keterangan, kemudahan dan komitmen bagiterentaskannya permasalahan klien.

Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus

adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait

dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan

klien.

4. Kunjungan Rumah; merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan,

kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui

Page 58: Bimbingan Dan Konseling

58

kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan

untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga

untuk mengentaskan permasalahan klien.

5. Alih Tangan Kasus; merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang

lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan

penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran

atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat

memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya

melalui pihak yang lebih kompeten

3.7 Pembelajaran Berbasis Bimbingan Konseling

A. Pengantar Bimbingan Konseling

Pendidikan adalah kunci berkesinambungannya peradaban manusia. Perhatian yang

penuh terhadap peningkatan mutu pendidikan akan berefek pula terhadap semakin tingginya

peradaban manusia.

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling bukan semata-mata terletak

pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas,

namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang

selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-

tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau

menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk

mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang

memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam

menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses

perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan

kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah

dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial.

Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan

dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi

Page 59: Bimbingan Dan Konseling

59

itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan

perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan,

masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga

mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan

jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi

masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan

perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi

di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat

terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan

dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli

(terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang

mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras,

menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya,

seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free

sex).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai

dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan

pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu:

(1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

(2) berakhlak mulia,

(3) memiliki pengetahuan dan keterampilan,

(4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani,

(5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta

(6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat

satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah

pencapaian tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti

disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik

dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah

Page 60: Bimbingan Dan Konseling

60

garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang

perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang

mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan

kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling.

Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan

mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar

dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam

aspek kepribadian.

B. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara

perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam

bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir, melalui berbagai

jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Dalam pengertian tersebut tersimpul hal-hal pokok sebagai berikut.

a. Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bantuan.

b. Pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan melalui kegiatan secara perorangan dan

kelompok.

c. Arah kegiatan bimbingan dan konseling ialah membantu peserta didik untuk dapat

melaksanakan kehidupan sehari- hari secara mandiri dan berkembang secara optimal.

d. Ada empat bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

e. Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui jenis-jenis layanan tertentu,

ditunjang sejumlah kegiatan pendukung.

f. Pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada norma-norma yang berlaku.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling,

yaitu dari pendekatan yang bersifat paedagogis,psikologis, dan religius yang terpusat pada

konselor, dan berkembang kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif

Page 61: Bimbingan Dan Konseling

61

3.8 Paradigma Bimbingan dan Konseling

Profesi Bimbingan dan Konseling merupakan keahlian pelayanan dengan

paradigma layanan bantuan yang dapat bersifat paedagogies, psikiologis dan religius/spiritual.

Dengan paradigma/contoh perubahan pelayanan Bimbingan dan Konseling mengacu

pada upaya pendidikan dengan memperhatikan faktorfaktor psikologis, dan religius/spiritual

individu yang dilayani dan unsur budaya/etnis yang melatar belakangi individu sebagai peserta

didik/siswa.

a. Pelayanan Bimbingan dan Konseling bersifat Paedagogis

Materi pelayanan BK dikemas dengan memperhatikan perkembangan ilmu,

pengetahuan, teknologi dan seni. Dari sudut pandang paedagogis atau pendidikan, bimbingan

dan konseling adalah bagian integral dari pendidikan, yaitu tujuan pendidikan adalah juga

menjadi tujuan BK. Landasan, fungsi, prinsip-prinsip BK harus sejalan dengan konsep

pendidikan. Dari pendekatan paedagogis, siswa tidak hanya belajar melakukan melalui latihan

dan belajar melalui pengajaran, juga belajar menjadi (learning to be), mengembangkan potensi

diri seoptimal mungkin, dan mengembangkan diri menjadi manusia seutuhnya serta

menyentuh hal-hal yang berurusan dengan

(a) pengembangan hubungan interpersonal,

(b) intrapersonal,

(c) pengembangan motivasi,

(d) komitmen,

(e) daya juang,

(f) kematangan/ketahanlamaan (adversity),

(g) mengembangkan karir.

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu khusus, sehingga tugas dan tanggung jawab

yang diemban oleh para Guru Pembimbing/Konselor dan Guru Mata Pelajaran yang alih fungsi

pada BK , perlu dievaluasi kembali.

Sebutan predikat Konselor secara eksplisit di dalam Undang-Undang No.

20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan pengakuan formal terhadap

eksistensi profesi Konselor sebagai tenaga pendidik lainnya seperti guru (Sunaryo Kartadinata,

1996;5).

Page 62: Bimbingan Dan Konseling

62

b. Pelayanan Bimbingan dan Konseling bersifat Psikologis

Pendekatan Psikologis pada bimbingan dan konseling ialah pada bimbingan, yang dilakukan

pada awal memasuk SMA/ MA, melibatkan orang tua dan seluruh guru, dan bentuk

bimbingan berupa pelatihan dengan materi pengembangan dinamika kelompok, berpikir kritis

dan kreatif, sedangkan pada konseling; dapat dilakukan kapan saja dengan bekerja sama

dengan guru mata pelajaran, bila diperlukan kerja sama dengan pihak terkait.

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan bagi siswa dengan

memperhatikan kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan siswa untuk mencapai

perkembangan yang optimal,sehingga Guru Pembimbing/Konselor perlu memberikan bantuan

kepada siswa hingga mampu memahami diri, mengarahkan diri, bertindak dan bersikap di

dalam pengambilan keputusan dari pemecahan masalahnya.

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada siswa agar dapat memahami dirinya,

memahami lingkungannya dalam tata kehidupan dan mengembangkan rencana dan

kemampuannya untuk mengambil keputusan tentang masa depannya.

c. Pelayanan Bimbingan dan Konseling bersifat Spiritual/ Religius

Adanya counseling spiritual yang diprogramkan secara formal dengan dasar-dasar ilmiah

pada program bimbingan dan konseling bidang kesehatan mental dan penyembuhan penyakit

jiwa, pelaksanaannya didasari dengan berbagai disiplin ilmu seprti kesehatan mental,

psychotherapy, faith healing (penyembuhan melalui keimanan) dan prinsip- prinsip religio

psychotherapy dijadikan pegangan dalam pendekatan keimanan. Fungsi bimbingan dan

konseling sebagai fasilitator dan motivator klien dengan kemampuan yang ada pada dirinya

sendiri; fungsi pencegahan terhadap gangguan mental spiritual dan lingkungan yang

menghambat proses perkembangan hidup klien, repressif/kuratif terhadap penyakit

mental dan spiritual klien dengan merujuk kepada ahli (psikiater, psikolog,dsb). Kehebatan

ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami kini, berdampak

terpisahnya nilai- nilai spiritual, Charlene E. Westgate (1996) menyebutkan kondisi seperti

ini sebagai “spiritual wellness” suatu keadaan yang tercermin dalam keterbukaan

terhadap dimensi spiritual. Pada kondisi ini telah mendorong kecenderungan

berkembangnya konseling yang berfundasikan spiritual atau religi. Dalam kaitan ini

Stanard dkk (2000) mengusulkan agar spiritualitas ini dijadikan sebagai angkatan kelima

dalam konseling dan psikoterapi. Karakteristik manusia mempunyai hubungan yang baik dengan

Page 63: Bimbingan Dan Konseling

63

tuhan, sesama manusia dan alam, bilamana hubungan tersebut terputus dipeerlukan bimbingan

konseling. Dalam proses konseling, guru pembimbing/konselor memperbaiki hubungannya

dengan klien dan klien memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam

semesta. Pada dekade 2000 ini dipandang perlu adanya pendekatan kecerdasan emosi (ESQ)

atau disebut pendekatan spiritual/religi dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

Arah Kegiatan Bimbingan dan Konseling

1) Kegiatan bimbingan dan konseling diarahkan kepada:

a. Terpenuhinya tugas-tugas perkembangan peserta didik dalam setiap tahap usia

perkembangan;

b. Dalam upaya mewujudkan tugas-tugas perkembangan itu, kegiatan bimbingan dan

konseling mendorong peserta didik mengenal diri dan lingkungan, mengembangkan

diri dan sikap positif, mengembangkan arah karir, dan masa depan; dan

c. Kegiatan bimbingan dan konseling meliputi bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan

karir.

2) Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah secara konkrit diarahkan kepada

pengembangan berbagai kompetensi peserta didik. Kompetensi yang akan

dikembangkan itu dirumuskan melalui langkah-langkah sebagaimana tergambar dalam

diagram berikut.

Page 64: Bimbingan Dan Konseling

64

A. KESULITAN BELAJAR

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik

siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar

dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru

dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya

hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis,

sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang

dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya :

a. Learning disorder

b. Learning disfunction

c. Underachiever

d. Slow learner

e. Learning diasbilities.

Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.

1. Learning Disorder/ atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar

seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang

mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya

terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga

hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.

Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan

sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut

gerakan lemah-gemulai.

2. Learning Disfunction /merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa

tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan

adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.

Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok

menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka

dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

Page 65: Bimbingan Dan Konseling

65

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi

intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.

Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan

tergolong sangat unggul (IQ = 130 s/d 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja

atau malah sangat rendah.

4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,

sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain

yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa

tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi

intelektualnya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan

tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik,

kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala

kesulitan belajar, antara lain :

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh

kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.

2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada

siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.

3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari

kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.

4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-

pura, dusta dan sebagainya.

5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak

mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau

mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.

6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah

tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.

Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau

menyesal, dan sebagainya.

Page 66: Bimbingan Dan Konseling

66

Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga

mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai

tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :

1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat

keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran

tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).

2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran

tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat

digolongkan ke dalam under achiever.

3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai

prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke

dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang

(repeater).

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami

kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria

ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar.

Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan

pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan

dengan potensi; dan (4) kepribadian.

1. Tujuan pendidikan Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan

salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses

kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran

diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target

tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila

siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami

kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan

pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara

jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat

pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang

dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari

seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran

Page 67: Bimbingan Dan Konseling

67

tuntas (/mastery learning/) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang

dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal

ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria

minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik

yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai

hasil belajar.

2. Kedudukan dalam Kelompok Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan

menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami

kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata

kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa

yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar.

Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas

setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini,

guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar,

yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.

Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang

menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan /lower group./

Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari

yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut

prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan

mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar

setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah

rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

3. Perbandingan antara potensi dan prestasi Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan

tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa

yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar

yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk

memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi

dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana

dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan

Page 68: Bimbingan Dan Konseling

68

belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki

tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon &

Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya

dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka

8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut

dengan istilah underachiever.

4. Kepribadian Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh

kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola

kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola

perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh,

melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang

tidak seimbang dan sebagainya.

B. BIMBINGAN BELAJAR

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami

kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan

layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003)

memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang

diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :

a. Call them approach : melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara

bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar

membutuhkan layanan bimbingan.

b. Maintain good relationship : menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban

sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat

dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan

Page 69: Bimbingan Dan Konseling

69

belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-

situasi informal lainnya.

c. Developing a desire for counseling : menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah

penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan

dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes

bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai

tindak lanjutnya.

d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat

dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.

e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga

mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik

kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar,

permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial material; (b)

struktural fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality.

Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu

instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM).

Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar

aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan

keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h)

hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3. Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang

melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar

faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses,

ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor-faktor

yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu :

a. Faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi

jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-

kondisi psikis lainnya; dan

b. Faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya

faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

Page 70: Bimbingan Dan Konseling

70

4. Prognosis Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih

mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini

dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah

kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih

dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten

untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.

5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus) Jika jenis dan sifat serta sumber

permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada

dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan

bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.

Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih

mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas

hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

6. Evaluasi dan Follow Up Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan

masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa

pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah

yang dihadapi siswa. Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah

memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :

Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah

yang dibahas

Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui

layanan,

Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan

dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan

beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:

1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.

2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.

3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan

masalahnya secara obyektif (self acceptance).

4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).

Page 71: Bimbingan Dan Konseling

71

5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya

6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan

pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.

7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha-usaha perbaikan dan

penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan

keputusan yang telah diambilnya.

C. Penilaian Hasil Dan Layanan Bimbingan Konseling

Penilaian ini dilakukan melalui kegiatan pengungkapan. Hasil pengungkapan itu dipakai

untuk memperkirakan sejauh mana usaha tersebut mancapai tujuan yang diharapkan atau

menimbulkan dampak terhadap objek yang menjadi fokus usaha yang dimaksud. Dengan

penilaian ini akan diketahui apakah proses bimbingan konseling tersebut efektif dan membawa

dampak positif terhadap siswa-siswa yang mendapatkan layanan bimbingan konseling. Upaya

penilaian dilakukan segera di awal semester ( laiseg), ditidak lanjuti pada minggu berikutnya

(laijapen), dan ditutup pada akhir semester ( laijapang ).

Hasil-hasil penilaian digunakan untuk :

1. Memperkirakan upaya keberhasilan pengentasan masalahh siswa ( klien ).

2. Memperkirakan perolehan siswa ( klien ) dalam keberlanjutan perkembangannya.

3. Penyusunan laporan kepada pihak-pihak yang memerlukannya.

4. Bahan pertimbangan untuk pemberian dan pengembangan kegiatan-kegiatan bimbingan

konseling dan kemampuan guru pembimbing.

5. Memperkuat akontabilitas bimbnagn konseling.

Page 72: Bimbingan Dan Konseling

72

3.9 Dasar-dasar Pemahaman Peserta Didik

Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik

dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta

kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.

Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam

memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan social yang sehat dan

efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta

didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan

sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang

membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil

keputusan karir.

A. Fungsi Bimbingan dan Konseling bagi peserta didik

Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan

lingkungannya. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau

menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.

Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan

menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya Advokasi, yaitu

fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya

yang kurang mendapat perhatian.

B. Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling bagi peserta didik

Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling berkenaan dengan sasaran layanan,

permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan

pelayanan. Asas-asas Bimbingan dan Konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan,

keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,

keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.

C. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling pada peserta didik

Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru,

terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan

diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.

Page 73: Bimbingan Dan Konseling

73

Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai

informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. Penempatan dan

Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan

penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan,

magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.

Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten

tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah,

keluarga, dan masyarakat.

Bimbingan dan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik

dalam mengentaskan masalah pribadinya. Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu

peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar,

karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika

kelompok.

Bimbingan dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam

pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam

memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani

kondisi dan atau masalah peserta didik.

Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan

memperbaiki hubungan antarmereka.

Page 74: Bimbingan Dan Konseling

74

BAB IV

STUDI KASUS

4.1 Diagnostik Dan Remedial Teaching (Kasus)

Setiap anak didik pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai

kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari

tampak jelas bahwa anak didik itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual,

kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang

sangat mencolok antara seorang anak didik dengan anak didik lainnya.

Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya

hanya ditujukan kepada anak didik yang berkemampuan rata-rata, sehingga anak didik yang

berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, anak didik

yang berkategori "di luar rata-rata" itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat

kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian

timbulah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa

berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh anak didik yang berkemampuan tinggi.

Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh anak didik yang berkemampuan rata-

rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja

akademik yang sesuai dengan harapan. Fenomena kesulitan belajar seorang anak didik biasanya

tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan

belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) anak didik

seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk

sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua

macam, yakni: Faktor intern anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik

anak didik, yakni: (a) yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas

intelektual/inteligensi siswa; (b) yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya

emosi dan sikap; (c) yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya

alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga). Faktor ekstern anak didik meliputi

semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa.

Page 75: Bimbingan Dan Konseling

75

Faktor lingkungan ini meliputi:(a) lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan

hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga; (b) lingkungan

perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman

sepermainan (peer group) yang nakal; (c) lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak

gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang

berkualitas rendah.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga

menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Di antara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai

faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar).

Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya

keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:

(a) disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca;

(b) disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis;

(c) diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.

4.1.1 Diagnosis Kasus

Diagnosis kasus merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau faktor

yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar faktor-

faktor yang menyebabkan kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun

output belajarnya.

W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat

menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu :

(a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi

jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi

psikis lainnya; dan

(b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor

guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-

langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang

dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai "diagnostik" kesulitan belajar.

Page 76: Bimbingan Dan Konseling

76

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup

terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991)

sebagai berikut:

Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti

pelajaran;

Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan

belajar;

Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang

mungkin menimbulkan kesulitan belajar;

Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan

belajar yang dialami siswa;

Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga

mengalami kesulitan belajar.

Secara umum, langkah-langkah tersebut dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali

langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orangtua anak didik dapat berhubungan

dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang perlu dicatat ialah apabila anak didik yang

mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh di bawah normal (tuna grahita), orang tua hendaknya

mengirimkan anak didik tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah

luar biasa), karena lembaga/sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan

belajar khusus untuk anak-anak abnormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata

menunjukkan misbehavior berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau

kecanduan narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umpa-manya dimasukkan ke

lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke "pesantren" khusus pecandu narkotika.

4.1.2 Remedial Teaching (Pengajaran Perbaikan)

Remedial teaching atau pengajaran perbaikan adalah suatu bentuk pengajaran yang

bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau dengan kata lain pengajaran yang membuat

menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dapat dikatakan pula bahwa pengajaran perbaikan itu

berfungsi terapis untuk penyembuhan. Yang disembuhkan adalah beberapa hambatan / gangguan

kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik dalam arti

perbaikan belajar atau perbaikan pribadi. Remedial teaching berasal dari kata remedy (Bahasa

Page 77: Bimbingan Dan Konseling

77

Inggris) yang artinya menyembuhkan. Istilah pengajaran remedial pada mulanya adalah kegiatan

mengajar untuk anak luar biasa yang mengalami berbagai hambatan dalam belajar. Tapi dewasa

ini pengertian itu sudah mengalami berkembang. Sehingga anak yang normal pun memerlukan

pelayanan pengajaran remedial.

4.1.3 Perlunya Pengajaran Perbaikan

Seperti pada uraian sebelumnya, dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan

proses belajar mengajar maka pengajaran perbaikan ini merupakan pelengkap dari proses

pengajaran secara keseluruhan. Dengan demikian pengajaran perbaikan ini perlu dapat dilihat

dari segi :

Siswa

Kenyataan menunjukkan bahwa setiap siswa mempunyai hasil yang berbeda-beda

dalam proses belajar mengajar. Atas dasar perbedaan individual siswa inilah, guru harus

menggunakan berbagai pendekatan dengan anggapan bahwa bila siswa mendapat

kesempatan belajar sesuai kemampuan pribadinya diharapkan dapat mencapai prestasi

belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Dan untuk membantu setiap pribadi

siswa dalam mencapai hasil prestasi yang optimal, maka sebaiknya digunakan pendekatan

pengajaran perbaikan.

Guru

Guru yang mempunyai fungsi ganda sebagai instruktur, konselor, petugas psikologi,

dan sebagainya bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pengajaran khususnya

peningkatan prestasi belajar siswa. Maka dalam rangka ini, pengajaran perbaikan

merupakan peluang yang besar bagi setiap siswa untuk dapat mencapai hasil prestasi

belajar secara optimal.

Page 78: Bimbingan Dan Konseling

78

Proses Pendidikan

Dalam proses pendidikan, bimbingan dan penyuluhan merupakan pelengkap dari

keseluruhan proses pelaksanaan program belajar. Melalui bimbingan dan penyuluhan ini

diharapkan siswa dapat mencapai perkembangan pribadi yang integral. Untuk

melaksanakan pelayanan bimbingan yang sebaik-baiknya dalam proses belajar-mengajar

diperlukan pelayanan khusus yaitu pengajaran perbaikan.

4.1.4 Perbandingan Pengajaran Biasa dengan Pengajaran Perbaikan

- Kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar di kelas dan semua

siswa ikut berpartisipasi. Pengajaran perbaikan diadakan setelah diketahui kesulitan

belajar, kemudian diadakan pelayanan khusus.

- Tujuan pengajaran biasa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan

sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sama untuk semua siswa. Pengajaran

perbaikan tujuannnya disesuaikan dengan kesulitan belajar siswa walaupun tujuan

akhirnya sama.

- Metode dalam pengajaran biasa sama buat semua siswa, sedangkan metode dalam

pengajaran perbaikan berdiferensial (sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang

kesulitan).

- Pengajaran biasa dilakukan oleh guru, sedangkan pengajaran perbaikan oleh team

(kerjasama).

- Alat pengajaran perbaikan lebih bervariasi, yaitu dengan penggunaan tes diagnostik,

sosiometri, dsb.

- Pengajaran perbaikan lebih diferensial dengan pendekayan individual.

- Pengajaran perbaikan evaluasinya disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami

oleh siswa.

4.1.5 Tujuan Pengajaran Perbaikan

Secara umum tujuan pengajaran perbaikan tidak berbeda dengan pengajaran biasa

yaitu dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara khusus

Page 79: Bimbingan Dan Konseling

79

pengajaran perbaikan bertujuan agar siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai

prestasi belajar yang diharapkan oleh phak sekolah melalui proses perbaikan.

Secara terperinci tujuan pengajaran perbaikan, yaitu :

- Agar siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya.

- Dapat memperbaiki / mengubah cara belajar siswa ke arah yang lebih baik.

- Dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.

- Dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil

belajar yang jauh lebih baik.

- Dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa.

4.1.6 Fungsi Pengajaran Perbaikan

Dalam keseluruhan proses belajar-mengajar, pengajaran perbaikan mempunyai fungsi :

a. Korektif , artinya dalam fungsi ini pengajaran remedial dapat diadakan pembetulan atau

perbaikan.

b. Pemahaman, artinya dari pihak guru, siswa atau pihak lain dapat memahami siswa.

c. Penyesuaian, penyesuaian pengajaran perbaikan terjadi antara siswa dengan tuntutan

dalam proses belajarnya. Artinya siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya

sehingga peluang untuk mencapai hasil terbaik lebih besar. Tuntutan disesuaikan

dengan sifat, jenis, dan latar belakan kesulitan sehingga mendorong siswa untuk lebih

giat belajar.

d. Pengayaan, maksudnya pengajaran perbaikan itu dapat memperkaya proses belajar

mengajar melalui metode pengajaran yang bervariasi.

e. Akselerasi, maksudnya pengajaran perbaikan dapat mempercepat proses belajar, baik

dari segi waktu maupun materi.

f. Terapsutik, maksudnya secara lagsung atau tidak langsung pengajaran perbaikan dapat

memperbaiki atau menyembuhkan kondisi pribadi yang menyimpang.

Page 80: Bimbingan Dan Konseling

80

Dalam Bab ini penyusun akan mencoba membahas tentang kasus atau masalah yang

sering muncul dalam dunia pendidikan dan membahas juga tentang bagaimana solusi atau

alternatif untuk masalah tersebut.

Beberapa contoh kasus yang akan dibahas :

Masalah siswa malas belajar di sekolah

“Sering dijumpai di sekolah guru mengatakan “siswa di sini banyak yang malas

belajar” tanpa dijelaskan maksud yang sebenarnya dari pernyataan itu. Umumnya guru

menambahkan “siswa di sini senang bermain, bergurau sesama temannya”, “siswa

bergerombol di luar kelas sesaat setelah bel ganti pelajaran”, “siswa tidak segera masuk ke

kelas setelah bel istirahat telah dibunyikan”, “diberi tugas banyak yang tidak mengerjakan”,

“nilainya kurang, diberi her malah tidak mau her”, “maunya dia diberi nilai baik walau pun

nilai hasil belajarnya sebenarnya tidak baik”. Sekolah mana? Sekolah di luar kota

Tulungagung”.

Karakteristik belajar bagi setiap siswa tidak sama, kecenderungan umumnya ada 3

yaitu auditif, visual dan kinestitik. Auditif bersifat mendengarkan, siswa baru bisa belajar

dengan mendalam apabila disertai mendengarkan musik, radio maupun suara alami. Visual

bersifat melihat, siswa baru bisa belajar dengan penuh perhatian apabila disertai melihat apa

yang dipelajari, melihat tanaman bunga, pohon besar, pemandangan yang tak dibatasi tembok

dan sebagainya. Kinestitik bersifat memegang ataupun meraba, siswa baru bisa belajar

dengan penuh kesungguhan apabila disertai meraba ataupun memegang apa yang dipelajari,

memegang alat dapur, alat pertukangan, alat perang dan sebagainya.

Dari 3 tipe belajar ini memang sulit dipertegas peruntukannya bagi seorang siswa,

setiap siswa memiliki ketiga tipe itu. Jika diurutkan prosentase kecenderungannya maka akan

terjadi paling dominan, dominan dan paling tidak dominan. Jika guru mengetahui tingkat

dominansi paling dominan seorang siswa belajar dengan tipe “kinestetik” misalnya, atau

yang lainnya maka guru dapat menentukan strategi pembelajaran dan menciptakan media

serta alat pembelajarannya yang sesuai. Guru dengan mengetahui kecenderungan tipe belajar

siswa yang paling dominan kemudian memilih strategi, media, alat dan sumber belajar yang

Page 81: Bimbingan Dan Konseling

81

sesuai akan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga ketercapaian kompetensi

siswa yang diharapkan akan dapat cepat tercapai.

Siswa malas belajar tergolong perilaku manusiawi, semua mengalaminya. Tetapi

malas belajar itu jika sudah terbiasa dilakukan siswa apalagi terkait dengan proses

pembelajaran, akan menjadi hal yang menarik untuk diantisipasi. Manajemen sekolah pun

ikut bicara dalam mengantisipasi siswa malas belajar. Guru BK menyinsingkan lengan baju

membimbing siswa agar tidak malas belajar. Penyebab siswa malas belajar bisa karena intern

dan eksten sekolah pada umumnya karena : waktu / jam istirahat di sekolah terlalu singkat,

kurang tersedia tempat atau waktu untuk bermain, sedang punya masalah di rumah, "kacau"

misal tambah warga baru, tidak suka/phobia sekolah karena mungkin saja perpustakaan

sekolahnya belum menyediakan buku-buku yang memadai, sedang sakit, sedih mungkin

karena baru bertengkar dengan teman baik, kehilangan buku kesayangannya dan atau

memang hobbinya malas.

Solusi untuk mengantisipasi siswa malas belajar dapat dilakukan oleh guru antara lain

dengan:

(1) menempatkan jam istirahat bagi siswa untuk keperluan siswa membuang kepenatan,

masuk ruang perpustakaan untuk baca atau pinjam buku atau rekreasi sesaat 30 menit?

Cukup.

(2). memberikan insentif jika siswa belajar dengan baik berupa materi atau berupa

penghargaan dan perhatian guru.

(3) menjelaskan dengan bahasa yang dimengerti siswa, bahwa belajar itu berguna buat anak,

belajar bukan sekedar supaya raportnya baik tidak merah, tapi mendorong rajin belajar,

jadi pintar, bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan guru di dalam kelas bisa tambah

percaya diri dalam proses belajar di dalam kelas.

(4). mengajukan pertanyaan tentang mata pelajaran bukan test jika anak bisa menjawab guru

menyebut kepintarannya itu sebagai “hasil belajar” sebaliknya jika anak tidak bisa,

tunjukkan rasa kecewa dengan mengajak siswa membuka buku pelajaran mecari

jawabannya bersama-sama.

Masalah siswa dari segi Psikis dan kesulitan belajar

“Seorang siswa SMK kelas 12 sering terlambat datang ke sekolah. Nilai rapor

semester yang lalu kebanyakan berada di bawah nilai rata-rata kelas dan sebentar lagi akan

Page 82: Bimbingan Dan Konseling

82

mengikuti UAN. Dia sering berlaku kasar bila ditegur oleh teman-temannya. Oleh sebab itu,

kebanyakan teman-teman sekelasnya kurang mau bergaul dengannya. Di samping kasar, dia

juga sering mengucapkan kata-kata yang tidak selayaknya di ucapkan untuk anak yang

berpendidikan dan menyinggung perasaan orang lain. Di rumah, siswa ini merupakan anak

yang paling bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya sering tidak ada di rumah karena terlalu

sibuk dengan pekerjaannya. Demikian pula ibunya sering berpergian. Segala urusan rumah

tangga diserahkan kepada pembantu”.

Solusinya :

Dengan mengadakan Tes diagnostikPada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan belajar yang

kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui letak kelemahan

seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya

mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.

Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama

terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-

kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal

aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata,

melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.

Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan

rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka

membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila

guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau

meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan

belajar. Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data

tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan

terarah.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya ujian akhir nasional

(UAN) dengan standar nilai 5,5, boleh jadi bagi sebagian siswa sangat berat. Pihak sekolah

dalam menghadapi Salah satu antisipasinya pihak sekolah atau guru, harus memberi

perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa tersebut. Perhatian yang

dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu dilaksanakan dengan

Page 83: Bimbingan Dan Konseling

83

efektif dan efesien, penulis yakin permasalah perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan

dengan baik.

Bimbingan BelajarBimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami

kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Identifikasi kasusIdentifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga

memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003)

memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga

mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :

1. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara

bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar

membutuhkan layanan bimbingan.

2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban

sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat

dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan

belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-

situasi informal lainnya.

3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah

penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan

dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes

bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai

tindak lanjutnya.

4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat

dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.

5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga

mengalami kesulitan penyesuaian sosial

Page 84: Bimbingan Dan Konseling

84

1. Identifikasi MasalahLangkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau

masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa

dapat berkenaan dengan aspek :

Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu

instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah

(AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi

siswa, seputar aspek :

(a) jasmani dan kesehatan (f) pendidikan dan pelajaran

(b) diri pribadi; (g) agama, nilai dan moral

(c) hubungan sosial; (h) hubungan muda-mudi;

(d) ekonomi dan keuangan; (i) keadaan dan hubungan keluarga

(e) karier dan pekerjaan (j) waktu senggang

1. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem

pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru

pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru

pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian

yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing

sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

2. Evaluasi dan Follow UpCara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya

dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan

(treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.

Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria

keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :

Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang

dibahas;

Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan,

dan

Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam

Page 85: Bimbingan Dan Konseling

85

rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan

beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu

apabila:

1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.

2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.

3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan

masalahnya secara obyektif (self acceptance).

4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).

5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya

6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan

pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.

7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan

penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan

keputusan yang telah diambilnya

Masalah siswa dalam penerimaan pelajaran

“Dalam suatu kelas ,banyak dari siswa kesulitan belajar merasa jadi malas karena

pembelajaran yang dilakukan dirasakan monoton, tidak cepat memahami apa yang di

jelaskan oleh seorang guru. Contoh di suatu STM dalam pelajaran pompa dan kompresor

siswa agak kurang cepat memahami apabila hanya dijelaskan dalam papantulis saja ,sehingga

memerlukan media yang dapat membantu siswa-siswa ini untuk dapat mengatasi kesulitanya

dalam belajar”.

Contoh penyelesaian masalah : konselor bertanya kepada siswa apa yang menjadi

kesulitanya, lalu melakukan diagnosis terhadap siswa , bk memberikan pengarahan tentang

bagaimana menumbuhkan semangat belajarnya, lalu kemudian bk bekerja sama dengan

berbagai pihak seperti guru dan pembimbing untuk mencari solusinya ,misalnya dengan

Page 86: Bimbingan Dan Konseling

86

membuat metode belajar yang lebih bisa dicerna oleh siswa seperti membuat penjelasan

materi pompa dan kompresor dengan menambahkan media tambahan seperti animasi pompa

,video cara kerja pompa, ataupun praktek langsung. Kemudian adakan evaluasi apakah

perubahan cara belajar dan metode yang belajar memberikan dampak yang positif bagi siswa

atau tidak.

Penyelesaian masalah berdasarkan kepada konsep dari remedial teaching,

1. Menelaah kembali siswa yang akan diberikan bantuan. Kegiatan ini dimaksudkan agar

kita memperoleh gambaran berapa lama bantuan harus diberikan, kapan oleh siapa dan

sebagainya.

2. Alternatif tindakan. Jika sudah mendapat gambaran lengkap. Lalu tentukan alternatif

tindakan dapat berupa :

a. Disuruh mengulangi bahan yang telah diberikan dengan memberikan arahan terlebih

dulu.

b. Disuruh mencoba alternatif kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar

mengajar yang sudah ditempuhnya dan mempunyai tujuan yang sama.

c. Bila kesulitan belajar bukan karena kesulitan belajar, tapi karena faktor lain seperti

sikap negatif terhadap guru, situasi belajar dan sebagainya maka siswa perlu

dibimbing oleh konselor. Jika sudah mampu mengatasi masalah maka dapat diberi

pengajaran remedial.

3. Evaluasi Pengajaran Remedial

4. Pada akhir kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 75%

taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum berhasil maka dilakukan

diagnosis dan memperoleh pengajaran remedial kembali.

5. Pendekatan Pengajaran Remedial

a. Pendekatan pencegahan (preventif), dari hasil Pre-test sebelum memulai pengajaran,

seorang guru sudah dapat mendeteksi bahwa seorang siswa mungkin akan mengalami

hambatan dalam proses belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan upaya mengetahui

secara tepat perilaku awal siswa, menggunakan pendekatan multi media dan multi

metode dalam proses belajar mengajar.

Page 87: Bimbingan Dan Konseling

87

b. Pendekatan penyembuhan (curative), pendekatan ini diberikan kepada siswa yang

sudah nyata mengalami hambatan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Gejala

yang terlihat yaitu prestasinya sangat rendah dibandingkan dengan kriteria tingkat

keberhasilan yang ditetapkan.

c. Pendekatan perkembangan (development), pendekatan ini menuntut guru untuk

memonitor terus-menerus kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar berlangsung.

Setiap ada hambatan segera dan secara terus-menerus. Sehingga dengan demikian

guru senantiasa mengikuti perkembangan pada siswanya secara sistematis.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pengajaran

remedial itu dimulai dari penelaahan kembali siswa yang mengalami kesulitan belajar,

selanjutnya diberikan tindakan alternatif seperti mengulang belajar kembali atau alternatif

lainnya sambil dicari penyebab kesulitan belajar siswa, selanjutnya diberikan evaluasi (ulangan)

dengan target 75% penguasaan materi. Jika berhasil siswa kembali ke kelasnya untuk mengikuti

pengajaran biasa secara klasikal, jika belum berhasil baru diadakan pengajaran remedial.

Dalam pengajaran remedial seorang guru dapat menggunakan tiga cara pendekatan yaitu

pencegahan (preventif), penyembuhan (curative) dan perkembangan (development). Hal ini

memerlukan kesabaran dan ketekunan guru dalam melaksanakan pengajaran remedial,

mengingat dalam pengajaran ini guru dituntut untuk memperhatikan perkembangan belajar siswa

secara individual. Guru harus mampu mendeteksi siapa-siap sajaa siswa yang perlu mendapat

perhatian dan perlu memperoleh pengajaran remedial.

Pengajaran remedial merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses

bimibingan belajar, dan merupakan rangkaian kegiatan lanjutan dari usaha diagnostik kesulitan

belajar – mengajar.

Quantum Teaching Menjadikan Kelas Menggairahkan

Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi

Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan

unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam

kelas. Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita,

Page 88: Bimbingan Dan Konseling

88

dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan

Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari

itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan

ketika belajar.

Dengan Quantum teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan

otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian di Universitas California

mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut mengendalikan aktivitas intelektual yang

berbeda. Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang memerlukan

pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif dan analitis. Bgian otak ini

yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat

memfokuskan diri pada garis dan rumus, dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan

irama. Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya

warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya

cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah

dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan

kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.

Prinsip dari Quantum Teaching itu sendiri adalah, yaitu:

1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya

menyampaikan pesan tentang belajar.

2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita

ajarkan.

3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.

4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.

5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang

terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata:

bagus!, baik!, dll.

Kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR

TUMBUHKAN : Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU

“(AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar

ALAMI : Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar

Page 89: Bimbingan Dan Konseling

89

NAMAI : Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”

DEMONSTRASIKAN :Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka

tahu”

ULANGI : Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan

memang tahu ini”.

RAYAKAN : Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan

ilmu pengetahuan

4.2 Bimbingan Pada Siswa Dengan Hambatan Berpikir Dan Fisik Motorik

A. Konsep Dasar Siswa Dengan Hambatan Kecerdasan dan Fisik Motorik.

Individu dengan hambatan perkembangan motorik adalah mereka yang mengalami

keterbatasan dalam 10 wilayah sfesifik dalam perilaku adaptifnya seperti : berkomunikasi,

merawat diri, kehidupan di rumah, kemampuan sosial, bermasyarakat, pengendalian diri,

kesehatan dan rasa aman, fungsi akademik, menentukan waktu bekerja. Mereka ini sering mudah

di kenali di bandingkan dengan individu yang mengalami hambatan-hambatan lain nya.

B. Identifikasi Dini Hambatan Penginderaan (sensori) dan Motorik

1) Hambatan Pada Fungsi Pengideraan (sensori)

Penginderaan (sensori) adalah salah satu kemampuan untuk merasakan, mendengar, dan

melihat. Sedangkan apa yang telah di rasakan, di dengar, atau di lihat melalui indera itu masuk

ke dalam otak (sensori input), terintegrasi dan di olah di dalam pusat interprestasi menjadi

presepsi. Apabila kita amat di sekolah, maka di temukan, pada umunya anak tunagrahita itu

mengalami hambatan pada fungsi indera penglihatan (visual), meskipun anak ini pada kenyataan

nya mampu melihat, sehingga berakibat mereka mangalami kesulitan untuk membedakan suatu

objek dari lain nya, misal antara bentuk bulat dan oval serta bentuk-bentuk geometri lain nya

yang mirip, juga kesulitan dalam mengenali abjad dari susunan huruf, suku kata, dan kata serta

tidak mampu mengingat isi bacaan yang tertulis atau meaknai kata/kalimat yang telah di baca.

Di samping itu juga ada yang mengalami kesulitan membaca atau dikte yang bukan di

sebabkan karena mereka tidak mampu mendengar, melainkan di sebabkan karena mengalami

hambatan fungsi persepsi pendengara (auditory perception).

Page 90: Bimbingan Dan Konseling

90

2) Hambatan Pada Fungsi Gerakan (Motorik)

Anak-anak tunagrahita pada umumnya a hambatan fungsi motorik, biasanya mereka

mengalami kesulitan untuk megontrol gerakan dengan sempurna. Walaupun anak tunagrahita ini

dapat berjalan, berlari, meloncat, dan mengerjakan aktivitas motorik lainnya, tetapi gerakan-

gerakannya kurang terampil di bandingkan dengan anak lainnya yang seusia. Justru disinilah

dapat dilihat bila seseorang anak tunagrahita mengalami hambatan pada getaran motorik halus,

maka ia menjadi kurang terampil mengerakkan tangan dan jari-jarinya, misal nya ketika

mengancingkan baju, menalikan sepatu, menggunting gambar, dan menulis. Demikian pula

apabila seorang anak tunagrahita mengalami disfungsi pada gerakan otot-otot di sekitar mulut

dan wajah, maka amak ini mangalami hambatan artikulasi yang dapat menhambat perkembangan

bahasanya.

3) Hambatan Belajar Pada Anak Tunagrahita

Apakah Anda ingat seorang anak tunagrahita di dalam kelas Anda yang biasanya pemalu,

tidak suka berpartisipasi, tidakpernah menganggkat tangan di kelas, atau mungkin tidak bisa

konsentrasi dan duduk dengan tenang dan juga tidak belajar dengan baik ? salah satu alasan

untuk perilaku anak tersebut mungkin karena dia rendah diri. Anak tidak percaya diri dengan

kemampuan nya. Penelitian menunjukan hubugan erat antara bagaimana anak memendang

dirinya dan prestasi belajarnya. Penelitaian tersebut menemukan bahwa seorang anak yang

rendah diri karena umpan balik negatif (kritikan) akhirnya tidak pernah mau mencoba lagi.

Selanjutnya gagal, anak lebih baik menghindar dari tugas tersebut.

C. Bimbingan Yang Efektif Pada Anak Tunagrahita

Proses belajar yang terbaik untuk semua orang adalah “Learning By Doing” yaitu belajar

melalui kegiatan nyata untuk memperoleh pengalaman, inilah sebenarnya yang kita maksud

dengan “ belajar aktif “ atau “pembelajaran pastisipatori “. Artinya anak mempelajari

pengetahuan/keterampilan melalui berbagai kegitan dan metode pembelajaran.

1) Bimbingan Melalui Pembelajran Sensorimotor : Penglihatan (Visual). Pendengaran

(auditif), Taktile (Perabaan), dan Gerak-kinestik (Motorik-kinestik)

Apa yang dilakukan anak-anak ketika pertama kali masuk kelas pada pagi hari ? Mudah-

mudahan mereka melihat kepada Anda (proses visual), mendengarkan Anda (suara verbal,

proses auditori), dan memperhatikan apa yang Anda dan orang lain lakukan (proses taktile).

Page 91: Bimbingan Dan Konseling

91

Berarti mereka belajar melalui optimalisasi fungsi sensori (indera). Semua sensori tersebut

sangat penting untuk membantu anak belajar. Bagi anak yang tunagrahita (mentall retarted),

mereka belajar dengan cara yang sama dengan anak lain. Namun anak ini mengalami hambatan

pemaknaan apa yang mereka dengar/lihat/rasakan/lakukan (presepsi sensori), sehingga mereka

belajar pada kecepatan yang lebih lambat daripada teman lain sebaya nya.

Selama bertahun-tahun, kita tahu bahwa 30% anak belajar dengan sukses melalui

mendengar, 33% dengan melihat, dan 37% melalui gerakan. Ada pepatah, “Apila saya

mendengar, maka saya lupa, saya melihat dan saya ingat, saya melakukan dan saya paham”

beberapa anak tunagrahita mungkin mempunyai kesulitan mempresepsi ap yang dia lihat atau dia

dengar dan mengalami hambatan dalam menerima input sensori yang sama seperti anak lain.

2) Bimbingan Melalui Tahapan Sensorimotor

Untuk tercapai nya tujuan dari bimbingan sensorimotor dengan efektif dan efisien, maka dapat di

lakukan melalui tiga tahapan bimbingan seperti berikut ini :

Tahap Pertama : Nama Benda (Definisi)

Pada tahao ini guru menempatkan hubungan antara benda dengan namanya, dengan cara guru

menghilangkan benda-benda dengan perlahan-lahan, tetapi tetap jelas menyebutkan nama benda

tersebut. Sehingga semakin jelas hubungan anatara benda, pengertian dan namanya satu sama

lain. Dengan demikian nama benda akan tetap berhubungan dengan benda konkrit nya. Misalnya

: ini adalah silider, ini adlah sebuah kelereng, ini adalah yang besar, ini yang kecil, ini yang

berat, dan ini yang ringan.

Tahap Kedua : Asosiasi, reproduksi (tahap mencamkan konsep dalam ingatan). Pada

tahap kedua ini merupakan tahp latihan, dimana anak posif menggukan kata-kata. Tetapi aktif

bertindak atau melakukan sesuatu. Guru menyebut nama sebuah benda dan anak meghubungkan

bendanya yanga sesuai, lalu benda yang di maksud du beri kepada guru, lalu meletakakannya di

tempat tertentu atau membawanya ke tempat semula. Pada tahap ini anak harus dilatih dengan

intensif melalui beberapa dialog seperti dengan permitaan yang bervariasi. Misalnya : membawa

benda itu, letakakan kembalii pada tempatnya, tunjukkan, carikan, ambilkan saya dan

sebagainya. Supaya anak mengerti konsep benda dengan meyakinkan, maka penyajian banda

membutuhkan waktu yang cukup lama.

Page 92: Bimbingan Dan Konseling

92

Tahap Ketiga : Abstraksi (anak aktif menggunakan kata-kata)

Pada tahap ini, dimulai dengan guru menunjukan suatu benda dengan menanyakan nama benda

tesebut. Kemudian anak menjawab dengan menyebut nama bendanya. Dengan demikian dapt

dibuktikan, bahwa anak yang semula pasif dalam bebicara menjadi lebih aktif berbicara

misalnya:

Guru : “Apakah ini?” (menunjukan benda berbentuk kubus)

Anak : menjawab “kubus”

Guru : “bagaimana ukurannya?” (besar atau kecil, yang ditunjukan besar)

Anak : menjawab “kubus” itu besar

Jadi pada tahap ketiga anak harus mampu menyebutkan sendiri nama benda dan

menunjukan bendanya. Apabila pada tahap ini anak tunagrahita masih mengalami kessulitan,

maka dapat dikembalikan pada tahap kedua atau kesatu.

3) Materi Bimbingan Pembelajaran Sensorimotor

Materi bimbingan pembelajaran sensorimotor dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

a. Bimbingan Pembelajaran Sensori Penglihatan

Materi pembelajaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita

dalam mengenal ukuran benda dua dimensi dan tiga dimensi (panjang, lebar, dan isi atau

volume). Di samping itu juga meningkatkan pemahaman anak terhadap warna dasar, campuran,

dan urutan tingkatan warna.

b. Bimbingan Pembelajaran Sensori Perabaan

Dengan melatih perabaan anak tunagrahita, maka keterampiilan dan kepekaan anak dalam

mengenal dan membedakan permukaan benda yang kasar dan halus, tingkatan kualitas perabaan

serta bermacam-macam sruktur permukaan benda akan meningkat.

c. Bimbingan Pembelajaran Sensori Pendengaran

Latihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam membedakan

bunyi dan nada serta kualitas nada atau bunyi.

d. Bimbingan Pembelajaran Sensori Terhadap Berat

Dengan latihan ini, maka keterampilan anak tunagrahita meningkatakan dalam membedakan

berat benda padat, cair dan gas.

Page 93: Bimbingan Dan Konseling

93

e. Bimbingan Pembelajaran Sensori Terhadap panas

Dengan latihan ini, maka keterampilan dan kepekaan anak tunagrahita akan meningkat, terutama

dalam membedakan temperature atau suhu benda dalam lingkungan alam.

f. Bimbingan Pembelajaran Sensori Penciuman

Pembelajaran sensori penciuman ini di maksudkan untuk meningkatkan kepekaan anak terhadap

perbedaan baud an kualitas bau dari suatu benda.

g. Bimbingan Pembelajaran Sensori Rasa

Materi ini dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan anak dalam membedakan jenis-jenis

rasa dan kualitas dari suatu benda. Semua materi pelajaran tersebut dapat di pelajari oleh anak

tunagrahita dengan menggunakan bahan atau materi yang ada di sekitar anak atau yang di buat

dan di rancang oleh guru sendiri.

4) Berbagai Cara Bimbingan Sensorimotor Pada Anak Tunagrahita

Kita tahu cara bekajar yang baik antara lain melalui membaca dan mencatat, visualisasi, gerakan

tubuh (tari, olahraga atau bermain musik). Sebagian anak senang berkerja atau memecahkan soal

secara individual, sedangkan anak yang lain nya, beriteraksi dengan yang lain untuk menemukan

jalan keluar, jadi anak belajar dengan berbagai cara, belajar aktif dan partisipasi bias

menggunakan banyak cara untuk membantu anak belajar.

Page 94: Bimbingan Dan Konseling

94

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik,

baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara

optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan

karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma

yang berlaku.

Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini

berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak

bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja,

maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat

preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan

teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).

Fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki

pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan

norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan

potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara

dinamis dan konstruktif.

5.2 Saran

Bimbingan Konseling adalah pelayanan bantuan yang diperuntukan bagi

semua kalangan baik tua, muda, wanita ataupun pria. Bahkan baik bagi yang mempunyai

masalah ataupun tidak. Semua ini diperlukan oleh manusia agar peradaban manusia itu

sendiri dapat diwariskan pada penerusnya sehingga peradaban manusia dapat terus terjaga.

Page 95: Bimbingan Dan Konseling

95

DAFTAR PUSTAKA

AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor.

http://aace.ncat.edu

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia.

Bandung: ABKIN

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional

Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).

Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge

University Press.

BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri:

Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan

PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.

Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey,

Merrill Prentice Hall

Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi.

(2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan

Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.