BGM
description
Transcript of BGM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak,
karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah
terjadi kurang gizi. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia berjalan
sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa
ini. (Soetjiningsih, 1995).
Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah
tumbuh kembang seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari
segi medis maupun segi statistik. Anak yang sehat akan menunjukan tumbuh
kembang yang optimal, apabila diberikan lingkungan bio-fsiko-psikososial
yang adekuat.
Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita
1
kekurangan gizi disebabkan oleh, pertama, kondisi anak balita adalah periode
transisi dari makan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan
adaptasi. Kedua, anak balita sering kali tidak begitu diperhatikan dan
pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain seperti saudara, terlebih
jika ibu mempunyai anak lain yang lebih kecil. Ketiga, anak balita belum
mampu mengurus dirinya sendiri dalam hal makanan sedangkan ia tidak
diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya, akibatnya kebutuhan tidak dapat
terpenuhi. Keempat, anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas dan
mulai bermain di lantai yang keadaannya belum tentu memenuhi syarat
kebersihan, sehingga anak balita sangat besar kemungkinan terkena kotoran
dan dapat menyebabkan anak balita terkena penyakit akibat infeksi (Anonim,
2008)
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi kurang. Menurut
UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi, yaitu: (1)
Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat
terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi
buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan
pengasuhan anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang
2
tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor
penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2)
Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor
penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare (Astaqauliyah, 2006).
Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada
kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena
kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga
masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai
keterbatasan kemampuan dan akses pada sumber daya dan dalam memperoleh
pelayanan serta prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pada saat ini,
Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan
masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas
lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang
dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi. Sebaliknya, masalah gizi lebih
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai
dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan
(Almatsier, 2001).
Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat digunakan untuk memantau
pertumbuhan balita. Pada KMS terdapat garis yang berwarna merah. Apabila
balita tersebut berada di bawah garis merah menunujukkan bahwa anak
tersebut memiliki masalah gizi dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih.
3
Seorang balita yang berada di bawah garis merah (BGM) pada KMS belum
tentu menderita gizi kurang ataupun gizi buruk. KMS tidak dapat dipakai
untuk mengukur status gizi balita.
Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila
pola asuh anak kurang, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Begitu
juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan perhatian
khusus dari keluarga, dapat mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin
menurun.
Kasus Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita mengalami
peningkatan dimana berdasarkan hasil penimbangan anak balita yang
dilakukan di 5 posyandu yang ada di Kelurahan Negeri Olok Gading pada
PMT (pemberian makanan tambahan) tahun 2009 jumlah anak balita yang
mengalami BGM sebanyak 128 anak balita ( 22,30%), sedangkan pada tahun
2010 meningkat menjadi 160 anak balita ( 28,31%). (Puskesmas Kota Karang,
2011).
Berdasarkan uraian di atas, hal inilah yang melatarbelakangi penulis
melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu terhadap
insidens terjadinya BGM pada anak balita di kelurahan Negeri Olok Gading,
Bandar Lampung.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan pola asuh ibu
4
terhadap insidens terjadinya BGM pada anak balita di kelurahan Negeri Olok
Gading Bandar Lampung.
1.3 Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu terhadap insidens terjadinya
BGM pada anak balita di kelurahan Negeri Olok Gading Bandar
Lampung.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui insidens anak balita BGM di Kelurahan Negeri
Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
2. Untuk mengtahui penanggung jawab utama dalam mengasuh anak
di Kelurahan Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung
Bandar Lampung.
3. Untuk mengetahui jenis makanan yang diberikan di Kelurahan
Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar
lampung.
4. Untuk mengetahui waktu pemberian makan di Kelurahan Negeri
Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
5. Untuk mengetahui frekuensi makan dalam sehari di Kelurahan
Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar
lampung.
5
6. Untuk mengetahui cara memberikan makan di Kelurahan Negeri
Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
7. Untuk mengetahui suasana saat memberikan makan di Kelurahan
Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar
lampung.
8. Untuk mengetahui siapa yang memberikan makan di Kelurahan
Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar
lampung.
9. Untuk mengetahui hubungan penanggung jawab utama dalam
mengasuh anak terhadap insidens anak balita BGM di Kelurahan
Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar
lampung.
10. Untuk mengetahui hubungan jenis makan yang diberikan terhadap
insidens anak balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading,
Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
11. Untuk mengetahui hubungan waktu pemberian makan terhadap
insidens anak balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading,
Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
12. Untuk mengetahui hubungan frekuensi makan dalam sehari
terhadap insidens anak balita BGM di Kelurahan Negeri Olok
Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
13. Untuk mengetahui hubungan cara memberikan makan terhadap
insidens anak balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading,
6
Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
14. Untuk mengetahui hubungan suasana memberikan makan terhadap
insidens anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading,
Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
15. Untuk mengetahui hubungan siapa yang memberikan makan
terhadap insidens anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok
Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi puskesmas dan posyandu
Dapat mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu terhadap status gizi anak
balita BGM dan sebagai bahan masukan bagi pengembangan program gizi
dalam menurunkan angka kejadian BGM yang ada diseluruh posyandu di
Kelurahan Negeri Olok Gading Bandar Lampung.
2. Bagi Ibu
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi ibu dalam meningkatkan pola
asuh terhadap status gizi anak balita dalam pencegahan BGM.
3. Bagi penelti
Menambah ilmu wawasan penulis yang dimiliki baik yang didapat dari
materi perkuliahan maupun dari tempat atau sumber lain, seperti literatur
yang dibaca. Bahan informasi bagi Universitas Malahayati khususnya bagi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Umum, untuk dijadikan bahan bacaan
dan juga sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep pola asuh
Secara garis besar ada 3 kebutuhan dasar anak untuk pertumbuhan dan
perkembangan :
1. Kebutuhan akan asah, yaitu kebutuhan akan rangsangan untuk anak
berupa permainan dan latihan-latihan.
2. Kebutuhan akan asih, yaitu kebutuhan emosi seperti kebutuhan rasa
aman dan kasih sayang orang tua
3. Kebutuhan akan asuh
Pola asuh didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktekan oleh pengasuh
(ibu, bapak, nenek, kakek, atau orang lain) dalam memberikan kasih sayang,
pemeliharaan kesehatan, dukungan emosional, pemberian pendidikan,
pemberian makanan, minuman, dan pakaian. Dengan kata lain, pola asuh
adalah memberikan bimbingan kepada anak berkaitan dengan kepentingan
hidupnya (Amal, 2002).
Maccoby (1980) menggunakan istilah pola asuh anak untuk
menggambarkan interaksi orang tuan dan anak yang didalamnya orang tua
mengekspresikan sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat dan harapan-
8
harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anaknya. Menurut
Garbarino dan Benn (1992), pengasuhan atau parenting adalah suatu perilaku
yang pada dasarnya mempunyai kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh
penerimaan, ada pengertian dan respon yang tepat terhadap kebutuhan anak.
Pengasuhan atau parenting merupakan suatu ketrampilan, dengan pola
yang berbeda-beda, pola asuh yang banyak muncul adalah pola asuh yang
didasari oleh kontrol, tuntuntan dan perhatian (Andayani, 2004).
Keluarga sebagai tempat pertama dimana anak lahir, tumbuh dan
berkembang. Selama masa bayi dan balita fungsi dan tanggung jawab
keluarga yang utama adalah mengasuh anak. Orang tua adalah faktor utama
yang memainkan peranan penting dalam pengasuhan anak (Barus, 2003).
Ada beberapa tipe pola asuh orang tua :
1. Authoritative Parenting
Orang tua berperilaku hangat tetapi tegas. Mereka membuat seperangkat
standard untuk mengatur anak-anaknya tetapi membangun harapan-
harapan yang disesuaikan dengan perkembangan, kemampuan dan
kebutuhan anaknya, menunjukkan kasih sayang dan kesabaran,
menanamkan kebiasaan rasional, memegang teguh perilaku disiplin (Rice,
1996).
2. Authoritarian Parenting
Orang tua menuntut kepatuhan dan disiplin yang tinggi dari anak-anaknya.
Mereka cenderung lebih suka menghukum , diktator dan disiplin kaku,
melarang dan memaksa kehendaknya (Rice, 1996).
9
3. Indulgent Parenting
Orang tua berperilaku serba melunak, menerima dan lebih pasif dalam
disiplin. Mengumbar cinta kasih, sedikit tuntutan perilaku anak dan beri
kebebasan tinggi pada anak. Orang tua lebih memanjakan dan tidak
memaksa (Rice, 1996).
4. Indifferent Parenting
Orang tua melakukan apa saja dengan maksud meminimalkan waktu dan
tenaga buat pedulikan anak. Sedikit sekali komitmen dalam mengasuh
anak (Steinberg, 1993).
Secara normal mengasuh anak harus dilakukan oleh kedua orang tua yaitu
bapak dan ibu karena kedua orang tua yang paling mengetahui kebutuhan-
kebutuhan anak, tetapi pada kenyataanya masih banyak orang tua yang belum
menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh
anak sehingga pengasuhan anak dilakukan orang lain yang akan merugikan
pertumbuhan dan perkembangan anak (Rini, 1999).
Anak dapat berkembang secara normal apabila kualitas asuhan ibu baik.
Ciri-ciri kualitas asuhan ibu yang baik diantaranya :
1. Adanya hubungan kasih sayang
2. Adanya kelekatan hubungan
3. Hubungan yang tidak putus
4. Interaksi yang memberikan rangsangan
5. Hubungan dengan satu orang
6. Melakukan dirumah sendiri (Karyadi, 1985).
10
Peran ayah juga tidak kalah penting dalam mengasuh anak. Ayah juga
mempunyai tanggung jawab dalam pengawasan anak terhadap kestabilan
emosi dan menjadi panutan bagi anak (Amal, 2002).
2.2 Konsep pola asuh makan
Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan
oleh ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan.
Yang diperlukan untuk memperoleh kebutuhan gizi yang cukup untuk
kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan setelah sakit, aktivitas,
pertumbuhan dan perkembangan. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan
media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai, dan memilih
makanan yang baik (Santoso dan Ranti, 1995).
Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai
dalam keadaan lingkungan, agama, adat, dan kebiasaan masyarkat. Sampai
saat ini aspek budaya sangat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia (Suharjo, 2003)
Praktek-praktek pengasuhan pemberian makan terhadap anak terdiri dari :
1. Pemberian makanan yang sesuai umur anak :
a. Jenis makanan yang diberikan
b. Frekuensi makan dalam sehari
2. Kepekaan ibu mengetahui saat anak makan :
a. Waktu makan
3. Upaya menumbuhkan nafsu makan anak :
a. Cara memberikan makanan sebaiknya dengan membujuk anak
11
sehingga menumbuhkan nafsu makan anak.
4. Menciptakan situasi makan yang baik, hangat dan nyaman (Engle et.al,
1997).
5. Jenis makanan dan frekuensi makan anak harus sesuai umur anak (Depkes
RI, 2005), yaitu :
a. Umur 12-23 bulan :
- ASI/PASI sesuai keinginan anak.
- Nasi lembik 3x sehari, ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
- Makanan selingan 2x sehari diantara waktu makan seperti bubur
kacang hijau, biskuit, nagasari dsb.
- Sari buah
b. Umur 24-35 bulan :
- Makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3x sehari yang terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur dan buah
- Beri makanan selingan 2x sehari
c. Umur 36-59 bulan :
- Pemberian makanan sama dengan anak umur 24-35 bulan yaitu 3x
sehari terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
Nafsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi (Santoso &
Ranti, 1995). Maka, pemberian makan pada anak sebaiknya pada saat anakn
lapar sehingga ia dapat menikmatinya, tidak perlu dengan membuat jadwal
makan yang terlalu kaku, karena mungkin saja bila kita memaksakan anak
12
makan pada jam yang telah ditentukan, anak belum merasa lapar sehingga
belum nafsu makan (Pudjiaji, 2005).
Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat
membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan
meningkatkan gizi anak (Anwar, 2004). Sebaiknya pola asuh makan yang
tidak memadai dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak (UNICEF,
1999).
2.3 Balita Bawah Garis Merah
Balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita dengan berat
badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS
(Anonim, 2009). Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan
tetapi, itu dapat menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami
masalah gizi.
Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, bukan untuk menilai
status gizi balita. Itulah sebabnya balita BGM dikatakan belum berarti
menderita gizi kurang maupun gizi buruk. Hal ini dikarenakan KMS diisi atas
indikator BB/U, bukan TB/U. Berat badan merupakan ukuran yang sensitif
yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi. Sedangkan tinggi badan
anak tidak dipengaruhi oleh status gizi anak. Seorang anak dikatakan tidak
normal bila diukur berdasarkan BB/U. Namun, apabila diukur berdasarkan
13
TB/U belum tentu anak tersebut tidak normal.itulah sebabnya status gizi
balita tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan pengukuran BB/U.
Seorang balita BGM dapat disebabkan oleh karena pola asuh anak yang
tidak baik dan sosial ekonomi keluarga yang rendah. Apabila balita BGM
diberikan perhatian yang lebih dan diberikan asupan gizi yang baik, balita
tersebut tidak akan mengalami gizi kurang maupun gizi buruk. Namun,
apabila pola asuh pada balita BGM tidak baik, akan menyebabkan anak
menderita gizi kurang atau bahkan gizi buruk. Pola asuh anak sangat
berperan penting dalam menentukan status gizi balita.
2.4 Penyebab Balita BGM
Gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor
pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini
bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi.
Faktor kedua adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis
terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan (Anonim,
2008).
Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan
ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi kurang, yaitu
kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu
mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh
anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering
terkena infeksi penyakit.
14
Kemiskinan juga amat terkait erat pendidikan rendah. Dapat diduga, ibu
yang lahir dari keluarga miskin berisiko tinggi tidak bisa melanjutkan
pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Selain itu, ibu yang besar di keluarga
miskin ini akan mendapatkan seorang suami yang juga memiliki pendidikan
rendah. Dengan pendidikan rendah, umumnya akan mendapat upah rendah.
Ditambah pengaruh budaya, perilaku dan adat istiadat yang kurang sehat,
kemungkinan terjadinya gizi buruk pada keluarga seperti ini amat tinggi.
Menurut Astaqauliyah (2006), terdapat beberapa faktor penyebab gizi
kurang, yakni faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak, faktor kemiskinan,
rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar
sering kali tidak bisa dipenuhi, laju pertumbuhan penduduk yang tidak
diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan, infeksi yang
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik.
2.5 Pengaturan Makan Untuk Anak Balita
Berdasarkan hasil penelitian, anak - anak dalam usia balita sudah dapat
lebih banyak dikenalkan dengan makanan yang disajikan oleh anggota
keluarga lainnya. Terutama protein dan vitamin A, di samping kalori dalam
jumlah yang cukup. Ada hal penting yaitu menanamkan kebiasaan memilih
bahan makanan yang baik pada usia ini. Lazimnya anak-anak kurang
menyukai sayuran dalam makanannya. Dalam hal ini ibu harus bertindak
15
sedemikian rupa untuk mengajak memakan bahan-bahan yang berfaedah itu
(Ramaya, 2006).
Ada beberapa kesukaran dalam menyusun makanan anak-anak, antara
lain :
1. Tidak terdapatnya bahan-bahan makanan yang baik seperti makanan-
makanan yang siap santap yang khusus dibuat untuk anak-anak.
2. Bahan makanan di pedesaan umumnya terbatas sehingga tidak ada
pilihan lain.
3. Jika ibu menyusui, makanannya sesuai dengan syarat-syarat yang
ditentukan, mungkin ibu itu terpaksa harus mengorbankan sebagian
besar uang belanja karena hanya untuk anak itu sendiri.
4. Bahan-bahan makanan seperti susu, daging, umumnya tidak terbeli oleh
sebagian keluarga.
Dalam menentukan makanan yang tepat untuk seseorang anak, maka
perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap zat gizi dengan
menggunakan data tentang kebutuhan gizi.
2. Menentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat
gizi yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi bahan
makanan.
3. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan
hidangan (menu) yang dikehendaki.
4. Menentukan jadwal untuk waktu makan dan menentukan hidangan.
16
5. Mempertimbangkan intake yang terjadi terhadap hidangan tersebut
dengan mempertimbangkan kemungkinan faktor selera terhadap
suatu makanan.
Masalah kekurangan gizi sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak
merupakan golongan yang paling rawan terhadap kekurangan gizi.
Kerawanan kurang gizi pada anak balita disebabkan oleh karena hal-hal
sebagai berikut :
1. Kebutuhan gizi anak balita lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa, karena di samping untuk pemeliharaan kesehatan juga
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
2. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri, memperbesar
kemungkinan terjadinya penularan.
3. Dalam penyajian makanan pada anggota keluarga, biasanya anggota
keluarga yang produktif akan mendapatkan prioritas utama, baru
lebihnya diberikan kepada anggota keluarga yang lain. Biasanya
anak balita yang mendapat prioritas paling sedikit dalam
pendistribusian makanan anggota keluarga.
2.6 Pengukuran status gizi dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju
Sehat)
2.6.1 Definisi
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan
17
anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan
harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan
kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga
untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau
ketidakseimbangan pemberian makan pada anak.
KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan
untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan
dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan
kesehatan- nya.
18
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi
kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI,
pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua
balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
19
2.6.2 Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat)
a) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita
secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi
kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
b) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak.
20
c) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk
menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
(Depkes RI, 2000).
2.7 Alur Tindakan
ALUR TINDAKAN
BERDASARKAN HASIL PENIMBANGAN
21HASIL PENIMBANGAN
GARIS PERTUMBUHAN
NAIK
GARIS PERTUMBUHAN
TIDAK NAIK
GARIS PERTUMBUHAN DI
BAWAH GARIS
- TIMBANGAN /KMS- ANTROPOMETRI
Beri pujian kepada anak & ibunya. Dan dianjurkan agar meneruskan cara pemberian makanan kepada anaknya tapi lebih banyak, agar bulan berikutnya berat badan naik lagi. 1 T 2 T 3 T
Tanyakan riwayat makanan dan penyakit (jika ada) Nasehat Makanan Manajemen Terpadu Balita Sakit Tindakan sesuai temuan Rujuk ke Puskesmas/ Rumah
Sakit+PMT Penuh
10 Langkah Tata laksana Gizi Buruk
Obati penyakit penyertaNasehat Makanan dan penyembuhan penyakit1 T
Kembali ke keluarga :
- Konseling gizi/kunjungan rumah- Tata laksana pemberian makanan
lokal/RT pasca rawat inap
Tanda
Klinis
Tanda
Klinis
ANAK BALITA
2.8 Kerangka Teori
22
Anak balita bawah garis merah
Pola asuh anak tidak memadai :
- Penanggung jawab utama dalam mengasuh anak.
- Pemberian makanan sesuai umur anak
- Kepekaan ibu mengetahui saat anak makan
- Upaya menumbuhkan nafsu makan anak
- Menciptakan situasi makan yang baik, hangat dan nyaman
Konsumsi makanan Status infeksi
Ketersediaan dan pola konsumsi
rumah tangga
Pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan
Daya beli, akses pangan, akses informasi, akses pelayanan
Kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, pendidikan, kesehatan, kependudukan
Pembangunan ekonomi, politik, dan sosial sosial
Status gizi anak
Sumber: UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia
6
2.9.1 Kerangka Konsep
Variabel independen
Variabel
dependen
2.10 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya hubungan antara penanggung jawab utama dalam mengasuh
anak terhadap insidens anak balita BGM.
2. jenis makan yang diberikan terhadap insidens anak balita BGM
3. Adanya hubungan antara waktu pemberian makan terhadap insidens
23
Pola asuh anak :
- Penanggung jawab utama dalam mengasuh anak
- Jenis makanan yang diberikan
- Waktu pemberian makan
- Frekuensi pemberian makan
- Cara memberikan makan
- Suasana saat memberikan makanan
- Siapa yang memberikan makan
Insidens
Balita
BGM
anak balita BGM.
4. Adanya hubungan antara frekuensi makan dalam sehari terhadap
insidens anak balita BGM.
5. Adanya hubungan antara cara memberikan makan terhadap insidens
anak balita BGM.
6. Adany hubungan antara suasana memberikan makan terhadap insidens
anak Balita BGM.
7. Adanya hubungan antara siapa yang memberikan makan terhadap
insidens anak Balita BGM.
8. Ada hubungan antara pola asuh ibu terhadap insidens anak balita BGM.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach). (Notoatmodjo, 2002).
Cross sectional dipilih karena pengambilan data dilakukan satu
kali pada “satu saat” dan bukan dimaksudkan semua objek diamati tepat
pada saat yang sama melainkan setiap objek hanya diobservasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada
saat wawancara pada responden dengan memakai kuisioner.
3.2 Ruang Lingkup
3.2.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di kelurahan Negeri Olok Gading
Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung.
3.2.2 Ruang Lingkup Waktu25
Pembuatan makalah sampai pelaksanaan penelitian mulai dari
tanggal 13 Juni – 26 juni 2011.
3.2.3 Ruang Lingkup Materi
Materi yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah tentang
hubungan pola asuh ibu terhadap insidens terjadinya bawah garis
merah pada anak balita (1-5 tahun) di Kelurahan Negeri Olok
Gading, Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar lampung.
3.3 Populasi penelitian
Populasi adalah subjek yang hendak diteliti dan memiliki sifat-sifat
yang sama (Notoatmodjo, 2002: 79). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang mempunyai anak balita (umur 1 – 5 tahun) yang berada di
lingkungan area Kelurahan Negeri Olok Gading, Kecamatan Teluk Betung
Barat Bandar lampung sebanyak 565 ibu anak balita.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Notoatmodjo, 2002 : 79).
Keterangan :
n = Besar Sampel26
N = Besar Populasi
d = Tingat keparcayaan/ketepatan yang diinginkan
Hasil penghitungan
Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 85 ibu yang memiliki anak
balita (1-5 tahun) di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk
Betung Barat Bandar Lampung.
3.5 Teknik pengambilan sample
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh penyusun yaitu
dengan teknik random sampling, pengambilan secara random atau acak
disebut random sampling dan sampel yang diperoleh disebut sampel
random. Teknik random sampling ini hanya boleh digunakan apabila
setiap unit atau anggota populasi itu bersifat homogen. Hal ini berarti
setiap anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk
27
diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2002)
Salah satu teknik sampel random yang kita gunakan yaitu secara
kelompok atau gugus (cluster sampling). Pengambilan sampel secara
gugus, peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit yang ada di dalam
populasi, melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus
yang ada di dalam populasi itu. Kemudian mengambil sampel berdasarkan
gugus-gugus tersebut (Notoadmojo, 2002).
Adapun cara pengukuran sampel adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pengukuran sampel
Nomor Lokasi N Perhitungan sampel Jumlah
sampel
1 Dahlia 1 111 111/565 x 85= 16,69 17
2 Dahlia 2 107 107/565 x 85= 16,09 16
3 Dahlia 3 115 115/565 x 85= 17,30 17
4 Dahlia 4 112 112/565 x 85= 16,84 17
5 Dahlia 5 120 120/565 x 85= 18,05 18
Jumlah 565 85
3.6 Variabel Penelitian.
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Terikat (dependent ) : Insidens anak balita BGM (Bawah
Garis Merah)
2. Variabel Bebas ( independent ) : Pola asuh ibu ( penanggung jawab
28
dalam mengasuh anak balita, jenis makanan yang diberikan, waktu
makan, frekuensi makan dalam sehari, cara memberikan makan,
suasana saat memberikan makan, siapa yang memberikan makan ).
Status gizi anak balita (berat badan, tinggi badan).
3.7 Definisi Operasional.
Tabel 3.2 Metode Pengukuran
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Skala ukur
1 Insidens Anak Baliata BGM
Banyaknya jumlah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS
Timbangan Menimbang dan Melihat KMS
1. Tidak BGM
2. BGM
Ordinal
2. Pola asuh :1. Penangg
ung jawab utama dalam mengasuh anak
orang yang paling bertanggungjawab dalam memberikan kasih sayang, dukungan emosional, pemberian pendidikan, pemeliharaan kesehatan, pemberian pakaian, makanan dan minuman pada anak
Quisioner Wawancara 1.Baik , bila ≥ mean2.Tidak baik bila < mean
Ordinal
2. jenis makanan yang diberikan
Makanan yang diberikan kepada anak yang memenuhi standar gizi sesuai kebutuhan anak.
Quisioner Wawancara 1.Baik bila ≥ mean2.tidak baik bila < mean
Ordinal
3.waktu makan
Pemberian makan saat pagi, siang dan sore/malam.
Quisioner Wawancara 1.Baik bila ≥ mean2.tidak baik bila < mean
Ordinal
4.frekuensi makan dalam sehari
Banyaknya pemberian makan setidaknya 3 kali sehari
Quisioner Wawancara 1.Baik bila ≥ mean2.tidak baik mean
Ordinal
29
5. cara memberikan maka
Memberikan makan dengan menemani makan / disuapi oleh ibu / ayah / sodara atau makan sendiri.
Quisioner Wawancara 1.Baik bila ≥ mean2.tidak baik bila < mean
Ordinal
6. suasana memberikan makan
suasana pada saat memberikan makan pada anak
Quisioner Wawancara 1.Baik bila ≥ mean2.tidak baik bila < mean.
Ordinal
7. siapa yang memberikan makan
Orang yang biasanya memberi makan pada anak.
Quisioner Wawancara 1.baik bila ≥ mean2.tidak baik bila < mean
Ordinal
3.8 Cara Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dilakukan oleh penyusun dengan
menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari ibu
yang mempunyai balita dengan bertanya langsung pada ibu dan bapak
menggunakan kuesioner mengenai pola asuh anak (penanggung jawab
utama dalam mengasuh anak, jenis makanan yang diberikan, waktu
makan, frekuensi makan, cara memberikan makan, suasana saat
memberikan makan, siapa yang member makan) dan dari Kartu Menuju
Sehat (KMS).
3.9 Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data dilaksanakan
dengan maksud agar data yang dikumpulkan memiliki sifat yang jelas,
ada pun langkah-langkah pengolahan data yaitu: (Arikunto, 2002)
30
1. Editing yaitu proses pengeditan dari jawaban responden pada
quisoner dimana perlengkapan yang dikumpulkan diberi tanda.
2. Scoring yaitu proses penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini
menggunakan skala nominal.
3. Coding yaitu proses pemberian tanda pada jawaban respon dan pada
kuesioner dimana setiap data yang dikumpulkan diberi tanda. Coding
dilakukan dengan memberikan kode pada setiap lembar kuesioner
yang masuk dan pada setiap item pernyataan sesuai dengan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4. Entry yaitu data yang sudah terkumpul dimasukkan dalam komputer
dengan menggunakan program Statistical Program.
5. Cleaning yaitu suatu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas
dari kesalahan sebelum dilakukan analisis data, baik kesalahan dalam
pengkodean maupun dalam membaca kode, kesalahan juga
dimungkinkan terjadi pada saat memasukkan data kekomputer.
Setelah data didapat dilakukan pengecekan lagi apakah data ada salah
atau tidak. Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak
ditemukan kembali data yang tidak sesuai, sehingga data siap
dianalisis.
3.10 Analisis Data
31
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk menggambarkan masing -
masing variabel dependen dan variabel independen dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi meliputi umur balita, jenis
kelamin balita, anak balita BGM, penanggung jawab utama dalam
mengasuh anak, jenis makanan yang diberikan, waktu makan, frekuensi
makan, cara memberikan makan, suasana saat memberikan makan,
siapa yang memberi makan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan
menggunakan uji Chi-Square pada α = 5%. Adapun variabel independen
adalah penanggung jawab utama dalam mengasuh anak, jenis makanan
yang diberikan, waktu makan, frekuensi makan, cara memberikan
makan, suasana saat memberikan makan, siapa yang memberi makan,
sedangkan variable dependen adalah insidens anak balita BGM.
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel tersebut dilakukan uji
statistik. Karena analisis yang dilakukan adalah analisis hubungan antara
varibel kategori dengan variabel kategori maka uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi square, yaitu:
x2 = ∑ ( f0 – fh)2
fh
32
Keterangan:
x2 = Kai kuadrat
f0 = Frekuensi hasil observasi dari sampel penelitian
fh = Frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian dengan α=0,05
Hasil perhitungan x2 hitung dibandingkan dengan x2 tabel. Apabila nilai
x2 hitung lebih besar dari x2 tabel maka H0 ditolak. Apabila nilai x2 hitung
lebih kecil dari x2 tabel maka H0 diterima. Atau bila p value lebih kecil
dari α maka H0 ditolak, bila p value lebih besar dari α maka H0 diterima.
Keputusan uji statistik dengan CI 95% adalah :
a. Bila P-value ≤ 0,05 maka Ho ditolak, maka terhadapat hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
a. Bila P-value > 0,05 maka Ho diterima , maka tidak terdapat hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
33
3.11 Alur Penelitian
PERSIAPAN
PENGUMPULAN DATA (Informed Consent, wawancara, kuesioner, dll)
PENGOLAHAN DATA (Editing, Scoring, Coding, Entering, Cleaning)
ANALISA
PENYUSUNAN LAPORAN
PRESENTASI
REVISI
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum lokasi penelitian
4.1.1 Latar Belakang Kelurahan Negeri Olok Gading
Kelurahan Negeri Olok Gading merupakan salah satu kelurahan
yang terdapat di kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. Yang
merupakan salah satu tempat objek wisata rumah adat lampung. Negeri
Olok Gading Sendiri dekat dengan di pesisir pantai. Di Negeri Olok
Gading terdiri dari 2 lingkungan yaitu ; Lingkungan I dan Lingkungan II
yang terdiri dari berbagai penduduk baik pribumi mau pun penduduk
pendatang. Kehidupan bertoleransi sudah berlangsung sejak lama dan
sampai sekarang. Di Kelurahan Negeri Olok Gading terdapat 1 puskesmas
pembantu dan 5 posyandu sebagai sarana kesehatan penduduknya.
4.1.2 Batas wilayah
Utara :Kali Belau
Selatan : Bakung
Timur : Kuripan
Barat : Sukarame II
4.1.3 Keadaan geografis
Adapun luas wilayah Kelurahan Negeri Olok Gading adalah 109 Ha
35
4.1.4 Keadaan demografis
Jumlah penduduk di Kelurahan Negeri Olok Gading adalah 6392
jiwa dengan jumlah 1070 Kepala Keluarga.
4.1.5 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana baik umum dan kesehatan yang terdapat di
Kelurahan Negeri Olok Gading terdiri dari :
Masjid : 6
SD : 2
SMP : 0
SMA : 0
Posyandu : 5
Puskesmas : 1 (puskesmas pembantu)
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk menggambarkan hubungan
masing-masing variabel dependen dan variabel independen dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi meliputi umur balita, jenis kelamin
balita, balita malnutrisi, penanggung jawab utama dalam mengasuh anak,
jenis makanan yang diberikan, waktu makan, frekuensi makan, cara
36
memberikan makan, suasana saat memberikan makan, siapa yang memberi
makan.
4.2.1.1 Umur Balita
Tabel. 4.1 Distribusi Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Negeri Olok
Gading Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini didapatkan umur balita terbanyak adalah umur 12-23
bulan yaitu 28 orang (32,9%) dan yang paling sedikit umur 36-47
yaitu 15 orang (17,6%).
4.2.1.2 Balita BGM
Tabel. 4.3 Distribusi Balita Berdasarkan Terjadinya BGM di Kelurahan
Negeri Olok Gading Tahun 2011
37
Umur Anak Balita
Frekuensi %
12-2324-3536-4748-60
28231519
32,9%27,1%17,6%22,4%
Total 85 100%
Insidens Anak Balita BGM Frekuensi %BGMTidak BGM
2956
34,1%65,9%
Total 85 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan lebih banyak yang tidak BGM yaitu 56 orang (65,9%)
dibanding dengan yang BGM yaitu 29 orang (34,1%).
4.2.1.3 Penanggung Jawab Utama Dalam Mengasuh Anak
Tabel. 4.2 Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Penanggung Jawab Utama Dalam
Mengasuh Anak di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Kategori Penaggung Jawab Utama Frekuensi %BaikTidak Baik
4639
51,1%45,9%
Total 85 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan lebih banyak balita dengan penanggung jawab utama dalam
mengasuh anak tidak baik yaitu 50 orang (58,8%) dibanding yang baik
yaitu 35 orang (41,2%).
4.2.1.4 Jenis Makanan Yang diberikan
Tabel. 4.4 Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Jenis makanan Yang Diberikan di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
38
Kategori Jenis Makanan Yang Diberikan
Frekuensi %
BaikTidak Baik
5728
67,1%32,9%
Total 85 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan jenis makanan
yang diberikan baik yaitu 57 orang (67,1%) dibanding dengan yang
tidak baik yaitu 28 orang (32,9%).
4.2.1.5 Waktu Pemberian Makan
Tabel. 4.5 Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Waktu Pemberian Makan di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Kategori Waktu Pemberian Makan Frekuensi %BaikTidak Baik
2758
31,8%68,2%
Total 85 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan waktu
pemberian makan tidak baik yaitu 43 orang (50,6%) dibanding
dengan yang baik yaitu 42 orang (49,4%).
4.2.1.6 Frekuensi Pemberian Makan
Tabel. 4.7Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Frekuensi Pemberian Makan di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
39
Kategori Frekuensi Pemberian Makan
Frekuensi %
BaikTidak Baik
5629
65,9%34,1%
Total 85 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan Frekuensi
Pemberian Makann baik yaitu 53 orang (62,4%) dibanding dengan
yang tidak baik yaitu 32 orang (37,6%).
4.2.1.7 Cara Pemberian Makan
Tabel. 4.6 Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Cara Pemberian Makan di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan Cara
Pemberian Makan baik yaitu 51 orang (60%) dibanding dengan
yang tidak baik yaitu 34 orang (40 %).
4.2.1.8 Suasana Memberikan Makan
40
Kategori Cara Pemberian Makan
Frekuensi %
BaikTidak Baik
5421
63,5%36,5%
Total 85 100%
Tabel. 4.8 Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Suasana Memberikan Makan di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan Suasana
Memberikan Makan baik yaitu 46 orang (54,1%) dibanding dengan
yang tidak baik yaitu 39 orang (45,9%).
4.2.1.9 Siapa Yang Memberikan Makan
Tabel. 4.9 Distribusi Balita Berdasarkan Kategori Siapa Yang Memberikan Makan
di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada
41
Kategori Suasana Memberikan Makan Frekuensi %BaikTidak Baik
5431
63,5%36,5%
Total 85 100%
Kategori Siapa Yang Memberikan Makan
Frekuensi %
BaikTidak Baik
3649
42,4%57,6%
Total 85 100%
penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan Siapa Yang
Memberikan Makan tidak baik yaitu 49 orang (57,6%) dibanding
dengan yang baik yaitu 36 orang (42,4%)
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun
variabel independen adalah penanggung jawab utama dalam mengasuh
anak, jenis makanan yang diberikan, waktu makan, frekuensi makan, cara
memberikan makan, suasana saat memberikan makan, siapa yang
memberi makan, sedangkan variabel dependen adalah anak balita BGM.
4.2.2.1 Hubungan Kategori Penanggung Jawab Utama Dalam Mengasuh
Anak Terhadap Insidens Terjadinya Anak Balita BGM
Tabel 4.10Kategori Penanggung Jawab Utama Dalam Mengasuh Anak dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Penanggung jawab Pengasuh Anak
Total P-Value
OR (95% CI)Baik Tidak Baik
n % n % n %Tidak BGM
31 55.4% 25 44.6% 56 100.0% 0.001 7.750
BGM 4 13.8% 25 86.2% 29 100.0%Total 35 41.2% 50 58.8% 85 100.0%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan penanggung jawab utama dalam 42
mengasuh anak yang baik yaitu 4 orang (13,8%), sedangkan yang tidak
baik yaitu 25 orang (86,2%). Balita yang tidak BGM dengan penanggung
jawab utama dalam mengasuh anak baik yaitu 31 orang (55,4%),
sedangkan yang tidak baik yaitu 25 orang (44,6%).
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan probabilitas (p) lebih
kecil dari α (0,001 < 0,05) berarti Ho ditolak. Serta Odds Ratio
menunjukan peluang sebesar 7,750 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan penanggung jawab utama dalam mengasuh anak terhadap
terjadinya anak balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun
2011.
4.2.2.2 Hubungan Kategori Jenis Makanan Yang Diberikan Terhadap
Insidens Terjadinya anak Balita BGM.
Tabel 4.2.2.2 Kategori Jenis Makanan Yang Diberikan dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011
Jenis makanan yang diberikan Total P-value
OR (95% CI)
Baik Tidak Baikn % N % N %
Tidak BGM
43 76.8% 13 23.2% 56 100.0% 0.016 3,544
BGM 14 48.3% 15 51.7% 29 100.0%Total 57 67.1% 28 32.9% 85 100.0%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan jenis makanan yang diberikan yang baik
yaitu 14 orang (48,3%), sedangkan yang tidak baik yaitu 15 orang 43
(51,7%). Balita yang tidak BGM dengan penanggung jawab utama dalam
mengasuh anak baik yaitu 43 orang (76,8%), sedangkan yang tidak baik
yaitu 13 orang (23,2%).
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan probabilitas (p) lebih
Kecil dari α (0,016 < 0,05) berarti Ho ditolak. Serta Odds Ratio
menunjukan peluang sebesar 3,544 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan jenis makanan yang diberikan terhadap terjadinya anak balita
BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
4.2.2.3 Hubungan Kategori Waktu Pemberian Makan Terhadap Insidens
Terjadinya Anak Balita BGM.
Tabel 4.2.2.3 Kategori Waktu Pemberian Makan dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading
Tahun 2011
Waktu pemberian makan Total P-value
OR (95% CI)
Baik Tidak BaikN % N % n %
Tidak BGM
26 46.4% 30 53.6% 56 100.0% 0.592 -
BGM 16 55.2% 13 44.8% 29 100.0%Total 42 49.4% 43 50.6% 85 100.0%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan Waktu pemberian makan yang baik yaitu
16 orang (55,2%), sedangkan yang tidak baik yaitu 13 orang (44,8%). 44
Balita yang tidak BGM dengan penanggung jawab utama dalam mengasuh
anak baik yaitu 26 orang (46,4%), sedangkan yang tidak baik yaitu 30
orang (53,6%).
Hasil uji statistik chi-square dengan menunjukkan probabilitas (p)
lebih kecil dari α (0,592 > 0,05) berarti Ho dterima. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan waktu pemberian makan terhadap terjadinya
anak balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
4.2.2.4 Hubungan Kategori Frekuensi Pemberian Makan Terhadap Insidens
Terjadinya Anak Balita BGM.
Tabel 4.2.2.4 Kategori Frekuensi Pemberian Makan dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading
Tahun 2011
Frekuensi Pemberian Makan Total p-Value
OR (95 % CI)
Baik Tidak Baikn % N % n %
Tidak BGM
42 75.0% 14 35.0% 56 100.0% 0.002 4.909
BGM 11 37.9% 18 62.1% 29 100.0%Total 53 62.4% 32 37.6% 85 100.0%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan frekuensi pemberian makan yang baik
yaitu 11 orang (37,9%), sedangkan yang tidak baik yaitu 18 orang
(62,1%). Balita yang tidak BGM dengan frekuensi pemberian makan baik
45
yaitu 42 orang (75%), sedangkan yang tidak baik yaitu 14 orang (25%).
Hasil uji statistic chi-square menunjukkan probabilitas (p) lebih
Kecil dari α (0,002 < 0,05) berarti Ho ditolak. Serta Odds Ratio
menunjukan peluang sebesar 4,909 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan Frekuensi Pemberian Makan terhadap terjadinya anak balita
BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
4.2.2.5 Hubungan Kategori Cara Pemberian Makan Terhadap Insidens
Terjadinya Anak Balita BGM.
Tabel 4.2.2.5 Kategori Cara Pemberian Makan dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading
Tahun 2011
CaraPemberian Makan Total P-Value
OR (95% CI)
Baik Tidak Baik N % N % n %
Tidak BGM
41 73.2% 15 26.8% 56 100.0% 0.001 5.193
BGM 10 34.5% 19 65.5% 29 100.0%Total 51 60.0% 34 40. 0% 85 100.0%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan cara pemberian makan yang baik yaitu 10
orang (34,5%), sedangkan yang tidak baik yaitu 19 orang (85,5%). Balita
yang tidak BGM dengan cara pemberian makan baik yaitu 41 orang
46
(73,2%), sedangkan yang tidak baik yaitu 15orang (26,8%).
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan probabilitas (p) lebih
Kecil dari α (0,001 < 0,05) berarti Ho ditolak. Serta Odds Ratio
menunjukan peluang sebesar 5,193 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan Cara Pemberian Makan terhadap terjadinya anak balita BGM di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
4.2.2.6 Hubungan Kategori Suasana Memberikan Makan Terhadap Insidens
Terjadinya Anak Balita BGM
Tabel 4.2.2.6 Kategori Suasana Memberikan Makan dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading
Tahun 2011
Suasana Memberikan Makan Total p-Value
OR (95% CI)
Baik Tidak BaikN % N % N %
Tidak BGM
40 71.4 16 28.6 56 100.0 0.000 9.583
BGM 6 20.7 23 79.3 29 100.0Total 46 54.1 39 45.9 85 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan suasana Memberikan Makan yang baik
yaitu 6 orang (20,7%), sedangkan yang tidak baik yaitu 23 orang (79,3%).
Balita yang tidak BGM dengan Suasana Memberikan Makan baik yaitu 40 47
orang (71,4%), sedangkan yang tidak baik yaitu 16 orang (28,6%).
Hasil uji statistik chi square menunjukkan probabilitas (p) lebih
Kecil dari α (0,000 < 0,05) berarti Ho ditolak. Serta Odds Ratio
menunjukan peluang sebesar 9,583 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan Suasana Memberikan Makan terhadap terjadinya anak balita
BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
4.2.2.7 Hubungan Kategori Siapa Yang Memberikan Makan Terhadap
Insidens Terjadinya Anak Balita BGM.
Tabel 4.2.2.7 Kategori Siapa Yang Memberikan Makan dan
Terjadinya anak Balita BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading
Tahun 2011
Siapa Yang memberikan Makan Total P-value
OR (95% CI)
Baik Tadak BaikN % N % n %
Tidak BGM
31 55.4 25 44.6 56 100.0 0.002 5.952
BGM 5 17.2 24 82.8 29 100.0Total 36 42.4 49 57.6 85 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian ini
didapatkan balita BGM dengan Siapa yang Memberikan Makan yang baik
yaitu 5 orang (17,2%), sedangkan yang tidak baik yaitu 24 orang (82,8%).
Balita yang tidak BGM dengan Siapa yang Memberikan Makan baik yaitu
31 orang (55,4%), sedangkan yang tidak baik yaitu 25 orang (44,6%).
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan probabilitas (p) lebih
48
Kecil dari α (0,002 < 0,05) berarti Ho ditolak. Serta Odds Ratio
menunjukan peluang sebesar 5,952 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan Siapa yang Memberikan Makan terhadap terjadinya anak balita
BGM di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
4.3. Pembahasan
4.3.1 Insidens BGM
Balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita dengan
berat badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada
KMS (Anonim, 2009). Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi
buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi indikator awal bahwa balita
tersebut mengalami masalah gizi.
Seorang balita BGM dapat disebabkan oleh karena pola asuh anak
yang tidak baik dan sosial ekonomi keluarga yang rendah. Apabila
balita BGM diberikan perhatian yang lebih dan diberikan asupan gizi
yang baik, balita tersebut tidak akan mengalami gizi kurang maupun
gizi buruk. Namun, apabila pola asuh pada balita BGM tidak baik, akan
menyebabkan anak menderita gizi kurang atau bahkan gizi buruk. Pola
asuh anak sangat berperan penting dalam menentukan status gizi balita.
Salah satu penyebab tidak langsung adalah kesalahan dalam pola
asuh makan anak (Unicef, 1999). Yang termasuk pola asuh makan
terhadap anak adalah pemberian jenis makanan yang diberikan sesuai
umur anak, frekuensi pemberian makan dalam sehari sesuai umur anak,
49
kepekaan untuk mengetahui kapan anak harus makan, bagaimana sikap
pengasuh dalam memberikan makan anak sehingga dapat
menumbuhkan napsu makan anak, dan bagaimana menciptakan situasi
yang menyenangkan yang dapat merangsang keinginan anak untuk
makan (Engle et. al, 1997).
Pada penelitian ini jumlah balita yang tidak BGM lebih banyak
dibanding yang BGM sehingga dari data tersebut dapat diketahui Point
Prevalence Rate yaitu ukuran yang dapat menggambarkan keadaan
permasalahan kesehatan pada suatu tempat berdasarkan jumlah populasi
saat penelitian dilakukan.
4.3.2 Kategori Penanggung Jawab Utama Dalam Mengasuh Anak
Pada penelitian ini didapatkan lebih banyak balita dengan
penanggung jawab utama dalam mengasuh anak baik yaitu 46 orang
(54,1%) dibanding yang tidak baik yaitu 39 orang (45,9%). artinya
sudah banyak orang tua di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun
2011yang menyadari bahwa pengasuhan anak sebaiknya dilakukan
secara bersama-sama oleh ayah dan ibu sehingga dapat menghasilkan
kualitas pengasuhan yang baik yaitu pengasuhan yang memahami
kebutuhan anak.
Hasil uji statistik chi-square dengan menunjukkan bahwa ada
hubungan penanggung jawab utama dalam mengasuh anak terhadap
terjadinya BGM padabalita di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun
50
2011.
Hasil penelitian ini sama dengan teori Miller et. al (1993) yang
menyatakan bahwa pengasuhan anak yang baik adalah pengasuhan
yang dilakukan secara bersama-sama oleh ayah dan ibu sehingga
menghasilkan kualitas pengasuhan yang baik pula ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat tidak menderita BGM
4.3.3 Kategori Jenis Makanan Yang Diberikan
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan jenis makanan
yang diberikan terhadap terjadinya balita BGM di di Kelurahan Negeri
Olok Gading Tahun 2011 dan jenis makanan yang diberikan
merupakan variabel independen yang paling dominan dalam
mempengaruhi terjadinya balita BGM di Kelurahan Negeri Olok
Gading Tahun 2011.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori Engle et. al (1997)
yang menyatakan bahwa jenis makanan adalah salah satu faktor yang
perlu diperhatikan dalam pola asuh makan anak. Sebagaimana diketahui
pada usia balita organ tubuh anak masih dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan termasuk saluran pencernaan, sehingga kemampuan
untuk mencerna makanan masih sangat terbatas, oleh sebab itu menurut
Depkes.RI (2005) pemberian jenis makanan pada anak harus
disesuaikan dengan umur anak, yaitu anak usia 12-23 bulan diberi nasi
lembek yang ditambahkan dengan sayur, daging, hati, telor, ayam dan
51
makanan lain yang bergizi,ditambahkan makanan selingan serta buah-
buahan. Anak usia 24-35 bulan dan usia 36-59 bulan dapat diberikan
makanan seperti makan orang dewasa yang ditambahkan dengan sayur,
daging, telor, ikan dan makanan lain yang bergizi.
Pemberian jenis makanan sesuai umur anak akan memudahkan
makanan tersebut dicerna oleh saluran pencernaan dan diserap dengan
sempurna sehinngga akhirnya dapat didistribusikan ke seluruh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan anak untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Sebaliknya, bila jenis makanan yang diberikan tidak
sesuai umur anak maka makanan tersebut tidak dapat diserap secara
sempurna oleh saluran pencernaan akibatnya makanan yang dimakan
tidak dapat memenuhi kebutuhan anak untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
4.3.4 Kategori Waktu Makan
Hasil penelitian ini menunjukkan waktu makan tidak
mempengaruhi terjadinya balita BGM di Kelurahan Negeri Olok
Gading Tahun 2011. Menurut teori Engle et.al (1997), kapan anak
harus makan adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
pola asuh makan anak, erat kaitannya dengan kepekaan ibu untuk
memahami kapan anak harus makan.
Menurut Pudjiadi (2005), pemberian makan pada anak sebaiknya
pada saat anak lapar jangan membuat jadwal makan yang terlalu kaku,
52
mungkin saja pada jadwal yang telah ditentukan anak belum merasa
lapar atau belum mau makan sehingga jika dipaksakan akan
menimbulkan kemarahan pada anak, akhirnya anak benar-benar tidak
mau makan. Bila hal ini terus terjadi, kemungkinan besar anak dapat
menderita malnutrisi, karena ibu/pengasuh tidak peka terhadap waktu
makan anak.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan kedua teori tersebut, pada
penelitian ini didapatkan waktu makan tidak mempengaruhi terjadinya
balita BGM artinya balita dengan waktu makan baik maupun kurang
baik tidak akan menderita BGM , hal ini mungkin berkaitan dengan tipe
pola asuh yang diterapkan olehpengasuh kepada anak, misalnya tipe
authoritative dimana pengasuh berperilaku hangat tetapi tegas, mereka
membuat aturan-aturan terhadap anak tetapi disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak serta sabar dan tekun, aturan
makanjuga mereka buat dengan jadwal yang kaku (terlalu disiplin) tapi
dengan kehangatan dan kesabaran membuat anak mau mengikuti aturan
tersebut, anak tetap mau makan dan perilaku pengasuhan ini dapat
diterima oleh anak.
4.3.5 Kategori Frekuensi Makan
Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi makan merupakan salah
satu variabel independen yang mempengaruhi terjadinya balita BGM di
di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
53
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Engle et. al (1997) yang
menyatakan bahwa frekuensi makan adalah salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam pola asuh makan anak. Jadi Frekuensi makan anak
yang baik dalam sehari 3x menurut DepkesRI (2005) dapat mencukupi
kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Begitu juga
sebaliknya, anak dengan frekuensi makan tidak baik, maka asupan zat-
zat gizi kurang sehingga anak tersebut lebih besar kemungkinan untuk
menderita BGM seperti yang terlihat dari hasil penelitian ini dimana
balita yang BGM lebih banyak terdapat pada anak dengan frekuensi
makan tidak baik.
4.3.6 Kategori Cara Memberikan Makan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cara pemberian makan
mempengaruhi terjadinya balita BGM di di Kelurahan Negeri Olok
Gading Tahun 2011. Artinya cara memberikan makan pada anak
kategori baik yaitu anak yang diberikan makan dengan kesabaran,
ketekunan, tanpa paksaan maupun anak yang diberikan makan dengan
kategori tidak baik akan mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada
anak tersebut.
4.3.7 Kategori Suasana Saat Memberikan Makan \
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan suasana
saat memberikan makan terhadap terjadinya balita BGM di di
Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011. Menurut Hurlock (1999),
54
suasana saat memberikan makan yang baik adalah suasana yang
hangat, nyaman, mengungkapkan kasih sayang dengan pelukan,
ciuman yang dilakukan oleh pengasuh dapat menumbuhkan nafsu
makan anak. Menurut Pudjiadi (2005), pemberian makan pada anak
dengan kesabaran, ketekunan tanpa paksaan dapat menumbuhkan
nafsu makan anak. Dari kedua teori tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa suasana saat memberikan makan adalah bagian dari pola asuh
makan, jadi pada penelitian ini didapatkan hasil suasana saat
memberikan makan mempengaruhi terjadinya balita BGM.
4.3.8 Kategori Siapa Yang Memberi Makan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siapa yang memberi
makan mempengaruhi terjadinya balita BGM di di Kelurahan Negeri
Olok Gading Tahun 2011. Secara normal mengasuh anak harus
dilakukan oleh kedua orang tua yaitu bapak dan ibu karena kedua
orang tua yang paling mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak, tetapi
pada kenyataanya masih banyak orang tua yang belum menyadari
pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh anak
sehingga pengasuhan anak dilakukan orang lain yang akan merugikan
pertumbuhan dan perkembangan anak (Rini, 1999).
Jadi pada penelitian ini siapa yang memberikan makan baik
( orang tua ) maupun yang tidak baik ( orang lain ) mempengaruhi
terjadinya BGM di di Kelurahan Negeri Olok Gading Tahun 2011.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bahwa dari hasil penelitian ditarik kesimpulan :
1. Anak Balita yang terkena BGM insidensnya 34,1% terjadi dengan pola
asuh yang tidak baik.
2. Anak Balita yang terkena BGM lebih banyak dengan penanggung
jawab yang tidak baik yaitu 86,2 % dibandingkan dengan yang baik
yaitu 13,8 %.
3. Anak Balita yang terkena BGM lebih banyak dengan jenis makanan
yang diberikan yang tidak baik yaitu 51,7% dibandingkan dengan yang
baik yaitu 48,3 %.
56
4. Anak Balita yang terkena BGM lebih banyak dengan waktu pemberian
makan yang baik yaitu 55,2% dibandingkan dengan yang tidak baik
yaitu 44,8 %.
5. Anak Balita yang terkena BGM lebih banyak dengan frekuensi makan
yang tidak baik yaitu 62,1% dibandingkan dengan yang baik yaitu
37,9%.
6. Anak Balita yang terkena BGM dengan cara memberikan makan yang
tidak baik yaitu 65,5% dibandingkan dengan yang baik yaitu 34,5%.
7. Anak Balita yang terkena BGM lebih banyak dengan suasana
pemberian makan tidak baik yaitu 79,3% dibandingkan dengan yang
baik yaitu 20,7%.
8. Anak Balita yang terkena BGM lebih banyak dengan siapa yang
memberikan makan tidak tidak baik yaitu 82,8% dibandingkan dengan
yang baik yaitu 17,2%.
9. Ada hubungan antara penanggung jawab utama dalam mengasuh anak
dengan terhadap insidens BGM dengan p-value 0,001 < 0,05 yang
berarti Ho ditolak.
10. Ada hubungan antara jenis makanan yang diberikan terhadap insidens
BGM dengan p-value 0,016 < 0,05 maka Ho ditolak.
11. Tidak ada hubungan antara waktu pemberian makan terhadap insidens
57
BGM dengan p-value 0,592 > 0,05 maka Ho diterima.
12. Ada hubungan antara frekuensi makan dalam sehari tetrhadap insidens
BGM dengan p-value 0,002 < 0,05 maka Ho ditolak.
13. Ada hubungan antara cara pemberian makan terhadap insidens BGM
dengan p-value 0,001 < 0,05 maka Ho ditolak.
14. Ada hubungan antara suasana memberikan makan terhadap insedens
BGM dengan p-value 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak.
15. Ada hubungan antara siapa yang memberikan makan terhadap insidens
BGM dengan p-value 0,002 < 0,05 maka Ho ditolak.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian hubungan pola asuh
ibu terhadap insidens terjadinya bawah garis merah (BGM) pada anak
balita (1-5tahun) di Kelurahan Negeri Olok Gading Bandar Lampung
tahun 2011, maka kami mengajukan saran kepada :
1. Bagi Puskesmas Kota Karang
Dapat meningkatkan peran serta tenaga kesehatan dalam program-
program kesehatan yang ada di Puskesmas Kota Karang untuk
meningkatkan lagi kegiatan atau penyuluhan-penyuluhan di seluruh
Posyandu yang ada di Kelurahan Negeri Olok Gading sehingga
menambah minat ibu-ibu untuk membawa anaknya ke Posyandu.
2. Bagi Posyandu
58
Memberikan pendekatan kepada ibu-ibu untuk rajin dan aktif
membawa anak balita nya ke Posyandu.
3. Bagi Ibu
Diharapkan untuk ibu-ibu yang mempunyai anak balitanya agar lebih
memperhatikan status gizi anak balitanya sehingga berusaha untuk
selalu meningkatkan status gizi anak balitanya untuk mencegah atau
mengurangi status kurang gizi khususnya BGM.
4. Bagi peneliti berikutnya
Diharapkan agar dapat memberi masukan bagi para peneliti yang akan
melakukan penelitian tentang status gizi dengan variabel penelitian
yang lebih kompleks sehingga bisa menambah pengetahuan, wawasan
dan memberikan informasi untuk peneliti lain yang akan datang.
59