Benarkah Penerapan Hukum Qishosh Di Arab Saudi

download Benarkah Penerapan Hukum Qishosh Di Arab Saudi

of 4

description

f

Transcript of Benarkah Penerapan Hukum Qishosh Di Arab Saudi

Benarkah Penerapan Hukum Qishosh di Arab Saudi?20 Juni 2011 pukul 1:49Tanya:Baru-baru ini mencuat berita pemancungan atas seorang TKW asal Indonesia di Arab Saudi bernama Ruyati karena terbukti telah membunuh majikan perempuannya. Benarkah yang demikian itu adalah pelaksanaan hukuman qishash yang benar dalam Islam? Jika tidak, seharusnya bagaimana?Jawab:Syariat Islam mengatur hukuman atas kejahatan terhadap fisik yang disebut dengan hukumJinayat. Diantaranya ada kejahatan terhadap fisik yang dihukumqishash(hukuman serupa dengan kejahatan yang dilakukan) seperti kejahatan mematahkan gigi dan pembunuhan (jika keluarga korban tidak memaafkan), dan ada pula yang tidak dihukumqishashmelainkan dengan membayardiyat(tebusan sebesar 100 onta atau 1000 dinar) seperti kejahatan memotong anggota tubuh selain gigi dengan ketentuan-ketentuan yang ada.Hukum Qishash pada pembunuhan ditetapkan oleh Allah swt sebagaihifzh an-nafs(menjaga jiwa), sebagaimana firman-Nya: [/179]dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS. Al-Baqoroh [2]: 179)Artinya, penerapan hukumanqishashbagi siapa-siapa yang melukai dan membunuh orang lain akan berdampak menjaga keamanan setiap jiwa yang berada di bawah naungan hukum Islam ini. Seseorang tidak bisa dengan sesuka-hatinya melukai atau membunuh sesamanya karena berkonsekwensi akan dihukum qishash, sebab hukuman tersebut memiliki aspekzawjir(menimbulkan aspek jera) dimana pelaksanaannya dilakukan di hadapan umum, selain juga memiliki aspekjawbir(mengampuni si pelaku dari hukuman di akhirat), aspek terakhir ini yang tidak dimiliki oleh hukum manapun selain hukum Islam. Berdasarkan sabda Nabi saw: . ( )Dari Ubadah bin Shamit ra, beliau berkata: suatu ketika kami bersama Rasulullah saw dalam sebuah majlis, kemudian Beliau bersabda:berbaiatlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah swt dengan suatu apa pun, tidak berzina, tidak mencuri, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt kecuali dengan (jalan yang) benar. Siapa diantara kalian yang memenuhinya maka pahalanya dari Allah swt, dan siapa yang melanggarnya kemudian dihukum (di dunia) maka hukuman tersebut sebagai tebusan baginya (untuk hukuman di akhirat). Dan siapa yang melanggarnya kemudian Allah tutupi (dari hukuman di dunia), maka keputusannya di tangan Allah swt, jika Dia menghendaki akan mengampuninya, dan jika menghendaki akan menghukumnya.(HR. Al-Bukhori dan Muslim, dengan lafazh milik Muslim)Hukuman qishash ini berperan sebagai pelengkap dari larangan Allah swt untuk membunuh sesama muslim, misalnya di dalam firman-Nya: * * * [/68-71]dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina. kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.(QS. Al-Furqon [25]: 68-71)Hanya saja hukumanqishashtersebut tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut:1. Kepastian pelaku pembunuhanHal ini bisa diperoleh dari persaksian dua orang laki-laki yang meyakinkan dan tidak diingkari oleh terdakwa, atau dengan pengakuan oleh terdakwa sendiri yang tidak dalam kondisi mabuk, gila, atau dibawah tekanan orang lain. Mengingat prinsip penjatuhan sanksi dalam Islam adalah: ( )Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah saw bersabda:hindarkanlah oleh kalian hukuman hudud dari kaum muslimin sebisa mungkin, jika ada suatu peluang baginya (untuk bebas) maka bebaskanlah ia, (karena) sungguh seorang Imam/Khalifah salah dalam memaafkan itu lebih baik daripada salah dalam menghukum.(HR. Turmudzi dan Al-Baihaqi)Adapun jika terdakwa mengingkari kesaksian dua saksi tersebut tadi, maka bagi terdakwa untuk bersumpah atas pengingkarannya tersebut, dan dilakukan pembuktian terbalik. . ( )Dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw pernah berkata dalam sebuah khuthbahnya:atas pendakwa untuk mendatangkan bayyinah (saksi), dan atas terdakwa untuk bersumpah (jika mengingkari dakwaan atas dirinya). (HR. At-Turmudzi)2. Keluarga yang tidak memaafkanJika keluarga memaafkan, maka hukuman qishash tidak boleh dilaksanakan, melainkan diganti dengan pembayaran diyat yang dilakukan oleh pelaku kepada keluarga korban. Namun jika keluarga korban tidak memaafkan, maka hukuman tidak disegerakan akan tetapi diulur untuk beberapa waktu sesuai pendapat hakim/qadhi, jika saja dengan penguluran tersebut keluarga korban berubah pikiran untuk memaafkan, karena mereka memiliki hak untuk itu. Allah swt berfirman: [/178]Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.(QS. Al-Baqoroh [2]: 178)Artinya, qishash tidak dilakukan bila yang membunuh mendapat maaf dari ahli waris yang terbunuh. Yaitu dengan membayar diyat. Pembayaran diyat hendaknya diminta dengan baik (misal tidak memaksa), dan pelaku hendaklah membayarnya juga dengan baik (misal tidak menangguh-nangguhkannya). Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini tetap membunuh si pembunuh setelah menerima diyat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih.3. Keputusan ditetapkan oleh hakim atau qadhi yang syariPenerapan hukuman qishash sebagaimana hudud, harus berdasarkan keputusan peradilan yang syari, tidak boleh dilakukan secara parsial atau sembarangan. Peradilan yang syari adalah jika yang memutuskan hukuman adalah seorang Khalifah atau Imam di mahkamah. Hal ini sudah maklum di kalangan ulama. Imam Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H) menyatakan dalam kitab beliauMafth Al-Ghayb f At-Tafsr: Umat Islam telah bersepakat bahwa tidak ada seorang pun rakyat yang boleh menerapkan Hudud terhadap para penjahat, bahkan mereka juga bersepakat bahwa penerapan Hudud terhadap para penjahat merdeka tidak boleh dilakukan kecuali atas wewenang Imam/Khalifah. Maka, ketika taklif ini (penerapan Hudud) bersifat pasti/harus dan tiada jalan keluar dari taklif tersebut selain dengan keberadaan Imam, mengingat sesuatu yang kewajiban tidak terlaksana tanpanya sedangkan ia dimampui oleh mukallaf hukumnya adalah wajib, maka itu mengharuskan secara pasti wajibnya mengangkat Imam/Khalifah.(Mafth Al-Ghayb f At-Tafsr,vol 11, hlm 181)Atau boleh ditetapkan oleh qodhi (hakim) yang diangkat dan diberi kewenangan oleh Khalifah, pengangkatan ini adalah syarat sah peradilannya. Artinya, tanpa pengangkatan oleh Khalifah seseorang tidak bisa metahbiskan dirinya sebagai qodhi, dan keputusannya tidak sah, tidak ada perbedaan ulama dalam hal ini. Dikatakan oleh Ibn Rusyd dalam kitabBidayah Al-Mujtahidsebagai berikut. dan tidak ada perbedaan ulama terkait bolehnya peradilan (secara langsung) oleh Al-Imam Al-Azham (sebutan lain Khalifah), dan pengangkatannya atas qodhi merupakan syarat bagi sahnya peradilannya. Tidak ada perbedaan pendapat yang aku ketahui di dalamnya.(Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid, vol II, hlm 461)Sampai di sini bisa dipahami bahwa penerapan hukuman qishash hanya bisa dilaksanakan dalam sistem pemerintahan Islam atau Khilafah, karena satu-satunya yang memiliki kewenangan adalah khalifah, baik dilakukan sendiri atau mengangkat qadhi untuk membantunya. Oleh karenanya, qodhi yang diankat oleh selain khalifah pada hakikatnya bukan qodhi yang syari, dan keputusan hukumnya tidak sah untuk dijalankan.Pada point inilah, terbukti bahwa peradilan yang berlangsung di Arab Saudi bukan peradilan yang sah menurut syara. Karena qadhi yang ada bukan qadhi yang syarii yang sah peradilannya, meskipun yang mereka gunakan adalah hukum Islam. Sebagaimana rakyat biasa yang tidak sah hukumnya menerapkan hadud dan jinayat pada sesamanya, meski mereka beralasan menggunakan hukum Islam. Ini semata-mata karena mereka tidak memiliki wewenang untuk itu dan tidak diserahi wewenang untuk itu oleh Khalifah. Jalan satu-satunya untuk menerapkan hukum tersebut sesuai dengan tuntunan syara adalah sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ar-Rozi diatas, yaitu dengan mengangkat seorang Khalifah dan hukumnya wajib. Jadi dalam pandangan Islam, hakim yang diangkat oleh rakyat melalui perwakilannya dalam sistem demokrasi atau hakim yang diangkat oleh raja dalam sistem kerajaan adalah tidak sah, untuk selanjutnya ketetapan hukuman yang dihasilkannya adalah bathil.Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam kasus Ruyati ini adalah, menurut kronologi yang dihimpun olehdetik.com, Minggu (19/6/2011), diungkapkan bahwa Ruyati membunuh majikannya lantaran majikannya telah menganiaya dirinya. Penganiayaan ini seharusnya sudah masuk dalam peradilan jika memang peradilan tersebut adalah peradilan Islam, tanpa mempedulikan apakah yang melakukan majikan atau bukan. Jika hukum Islam yang ini dipenuhi maka tidak perlu lagi bagi Ruyati untuk bertindak sendiri membalas kekejaman majikannya, ini membuktikan bahwa penerapan hukum Islam di Arab Saudi adalah pincang selain sudah terbukti bathil sebagaimana dijelaskan di atas. Semoga dosa yang dilakukan oleh al-marhumah Ruyati diampuni oleh Allah swt, dan hukuman tersebut menjadi penebus bagi hukumannya di akhirat kelak, bukan karena kesyariiyannya tapi karena kezaliman hukum kerajaan Arab Saudi. Jika ingin menambah fakta ketidak syariyyan Negara Saudi Arabia, bisa merujuk pada kitabAl-Adillah Al-Qthiyyah al Adami Syariyyati Ad-Duwailati As-Sudiyyah(bukti-bukti meyakinkan atas ketidak syariyyan negara Arab Saudi), karya Muhammad bin Abdillah Al-Masariy.Wallhu Alam bish-Showb