Bell Palsy p.wahid

16
PENATALAKSANAAN PADA KONDISI BELL’S PALSY Oleh : Herni Palupi 109109005 Lia Maftuhah 109109008 Oktaviolita Pancasakti Citra M. 109109012 Riski Aldila Oktavia Putri 109109013

Transcript of Bell Palsy p.wahid

Page 1: Bell Palsy p.wahid

PENATALAKSANAAN PADA

KONDISI BELL’S PALSY

Oleh :

Herni Palupi 109109005

Lia Maftuhah 109109008

Oktaviolita Pancasakti Citra M. 109109012

Riski Aldila Oktavia Putri 109109013

D-3 FISIOTERAPI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

2009-2010

Page 2: Bell Palsy p.wahid

1. Definisi

Bell’s Palsy adalah suatu istilah untuk menyatakan jenis kelumpuhan nervus perifer

yang timbul secara akut yang penyebabnya belum diketahui tanpa adanya neurologiklain.

Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan menyembuh, namun pada

beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala

sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan (Lumbantobing 2001).

Menurut Priguna Sidharta (1999), Bell’s Palsy adalah suatu Paresis Facialis karena

oedema pada bagian nervus facialis disekitar foramen stylomastoideus yang dapat sembuh

sendiri dalam 5 hari sampai 2 bulan.

Gambar 1 : Wajah penderita Bell’s Palsy dan area persarafan yang terkena

2. Patologi

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut

pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s

palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu

minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau

kambuh.

Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya

proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus

fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.

Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang

Page 3: Bell Palsy p.wahid

mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen

mental.

Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi

atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang

dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,

nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik

primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan

daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.

Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau

dalam bahasa inggris “cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau

mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab

terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam

foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN

bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di

foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang

terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.

Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus

rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN

akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa

mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa

penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes

zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini

menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum,

nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah

seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan

pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut

mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa

digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar

sehingga tertimbun disitu, (Irwanashari,2009).

Page 4: Bell Palsy p.wahid

Gambar 2: Merosotnya bagian wajah akibat Bell’s Palsy

3. Alat Ukur

Manual muscle testing otot-otot wajah

Menggunakan penilaian derajat kekuatan otot wajah menurut Daniel worthingham’s

dengan memakai 4 tingkatan (Hislop Helen J, Montgemery J, 1995) yaitu :

- Nilai 0 (zero) : tidak ada kontraksi yang nampak.

- Nilai 1 (trace) : kontraksi minimal

- Nilai 3 (fair) : kontraksi sampai dengan simetris sisi normal

Dengan usaha maksimal

- Nilai 5 (normal) : kontraksi penuh, terkontrol dan simetris

Gambar 3 : Otot yang digunakan untuk mencibir

Page 5: Bell Palsy p.wahid

Gambar 4 : Fungsi Otot-otot pada wajah

Ugo Vist

Untuk mengetahui atau mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s Palsy,

ugo fisch menilai simetris-asimetris antara sisi yang sakit dengan sisi yang sehat pada 5

Page 6: Bell Palsy p.wahid

posisi berbeda, yaitu: saat istirahat atau diam, mengerutkan dahi, menutup mata,

tersenyum dan bersiul (widowati, 1993).

Ada 4 penilaian terhadap kondisi tersebut 0% = asimetris komplit, tidak ada

gerakan volunter; 30% = simetris ringan, kesembuhan cenderung asimetris, ada gerakan

volunter; 70% = simetris sedang, kesembuhan cenderung normal; 100% = simetris komplit

(normal).

Kemudian angka prosentase masing-masing posisi wajah harus diubah menjadi

score dengan kriteria sebagai berikut:

- saat diam atau istirahat = 20 point

- mengerutkan dahi = 10 point

- menutup mata = 30 point

- tersenyum = 30 point

- Bersiul = 10 point

Misal mengerutkan dahi 70% maka didapat 70% x 10 = 7 pada saat keadaan

normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point ( widowati, 1993 ).

4. Modalitas

a. Infra Red

Sinar Infra Red atau sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetis

dengan panjang gelombang 7.700 A - 4.000.000 A ( Scoot, 1977).

Efek fisiologis pemberian IR pada kondisi Bell’s Palsy :

1). Meningkatkan proses metabolisme

Seperti telah dikemukakan oleh hukum Vant’t Hoff bahwa suatu reaksi kimia dapat

dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur akibat pemanasan sehingga

proses metabolisme menjadi lebih baik.

Page 7: Bell Palsy p.wahid

2). Vasodilatasi pembuluh darah

Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka sirkulasi darah menjadi meningkat,

sehingga pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan, dengan

demikian kadar sel darah putih dan antibodi didalam jaringan tersebut akan meningkat.

Dengan demikian pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen

penyebab proses radang pada nervus fascialis juga semakin baik.

3). Mempengaruhi jaringan otot

Adanya kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya rileksasi juga akan

meningkatkan kemampuan otot-otot wajah untuk berkontraksi.

4). Menaikkan temperatur tubuh

Penyinaran yang luas yang berlangsung dalam waktu cukup lama dapat mengakibatkan

kenaikan temperatur tubuh.

c. Efek terapeutik

Efek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian IR antara lain (1) mengurangi atau

menghilangkan nyeri, (2) rileksasi otot, (3) meningkatkan suplai darah dan, (4)

menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme. (Sujatno, dkk, 2002)

b. Arus Faradik

Arus faradic adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simitris yang mempunyai

durasi 0,01ms dengan frekuensi 50-100 cy/detik. (sumber fisis, 1993).

Efek terapeutik yang dihasilkan dan pengaruhnya pada kondisi Bell’s Palsy :

1. Memberikan fasilitasi kontraksi otot

Pada kondisi kelainan saraf tepi sering menimbulkan gejala klinis berupa atrofi otot yang

disertai kelayuhan atau parese pada otot-otot wajah, maka untuk membantu menimbulkan

Page 8: Bell Palsy p.wahid

kontraksi maka diberikan stimulasi elektris agar memfasilitasi sel-sel motoris, sehingga

kontrasi terjadi.

2. Mendidik kerja otot

Pada otot yang kerjanya secara individual, apabila terjadi kelainan harus distimulasi secara

individual pula, supaya berkontraksi secara fungsional berdasarkan kerja otot tersebut.

3. Mendidik fungsi atau kerja otot baru

Pada kondisi tendon transverse pelaksanaan ES arus faradik sering dilakukan untuk

mensubtitusi otot yang paralysis (Widowati, 1993).

c. Exercise Therapi dengan Mirror exercise

Balelet dkk menganjurkan stategi latihan efektif dengan metode “biofeedback” di

depan kaca yang telah berhasil memberikan keuntungan bagi panderita maupun terapis

(Trilastiti, 1993).

Yang dimaksud biofeedback adalah mekanisme kontrol suatu sistem biologis dengan

memasukan kembali keluaran yang dihasilkan dari sistem biologis itu, dengan tujuan akhir

untuk memperoleh keluaran baru yang lebih menguntungkan sistem tersebut. Pada kondisi

Bell’s Palsy latihan biofeedback dengan menggunakan cermin dan diperlukan partisipasi

aktif baik dari penderita maupun terapis (Trilastiti, 1993)

Latihan biofeedback pada penderita Bell’s Palsy adalah dengan melakukan gerakan

aktif otot wajah dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan otot wajah mencegah

pontensial kontraktur otot wajah. Dengan kontraksi yang berulang-ulang, maka secara

bertahap kekuatan otot wajah akan meningkat dan sifat fisiologis otot wajah akan

terpelihara elastisitasnya sehingga kemampuan fungsional wajah akan kembali (Trilastiti,

1993)

Adapun jenis-jenis latihannya yaitu melatih gerakan-gerakan, antara lain :

Page 9: Bell Palsy p.wahid

a) Mengangkat alis dan mengerutkan dahi

b) Menutup mata

c) Tersenyum

d) Bersiul

e) Menutup mulut dengan rapat

f) Menarik sudut mulut kesamping

g) Memperlihatkan gigi dan mengagkat alis keatas

h) Mengembang-kempiskan cuping hidung

i) Mengucapkan kata-kata labial dengan konsonan L , M, N.

Dalam melakukan mirror exercise, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai

berikut:

1. Saat melakukan, gerakan simetris dari wajah harus diperhatikan

2. Gerakan yang dilakukan tidak boleh berlebihan

3. Tidak mengosentrasikan otot-otot yang bukan disarafi oleh nervus facialis, seperti:

a. Membuka mulut lebar-lebar

b. Mengerakan bibor bawah kekanan dan kekiri

c. Mengerakan bola mata keatas,kebawah dan kemedial

d. tertawa lebar

e. Mengembungkan pipi dengan mulut tertutup

f. Menekan bibir dengan gigi seri atas

g. Menutup mata dengan keras

Tidak dilakukan karena pada gerakan a dan b dilakukan oleh otot masseter. Gerakan c

melatih otot mata. Gerakan d sampai g memang peran otot facisalis tetapi semuanya

sangat pontensial untuk menimbulkan kontrol motorik “mappropriate“ dan

“syrkunosis” (Rahma,1993).

Page 10: Bell Palsy p.wahid

Gambar 5 : Aktivitas otot-otot wajah

5. Edukasi

Melihat situasi dan kondisi yng terjadi dilahan praktek, maka perlu upaya yang dilakukan

dirumah, sebagai upaya penunjang terapi di rumah sakit yang dapat diberikan dalam

bentuk edukasi. Adapun edukasi yang diberikan pada pasien yaitu:

Page 11: Bell Palsy p.wahid

a. Pasien diupayakan menghindari angin atau menutup daerah belakang telinga jika

berpergian, menghindari tidur dilantai tanpa alas tempat tidur.

b. Latihan otot-otot wajah untuk semua gerakan yang dapat dilakukan didepan cermin.

Adapun gerakan yang hendak dilakukan, mengerutkan dahi, tersenyum, bersiul,

menarik sudut mulut kesamping, mengangkat bibir keatas, mengembang kempiskan

cuping hidung, menarik bibir kebawah, mengangkat alis, menutup mata. Latihan

selama 5 menit dilakukan pagi dan sore. Hindari gerakan yabg tidak berhubungan

dengan terapi misalnya membuka mulut lebar-lebar, mengerakan bibir bawah atau

rahang kekanan dan kekiri, mengerakan bola mata keatas, kemedial, tertawa lebar,

mengembungkan pipi, menutup mata dengan keras.

c. Lindungi mata dari debu, bila perlu mata lindungi mata dengan kassa steril atau

memakai kaca mata.

6. Kerangka berfikir proses terjadinya Bell’s Palsy

Keterangan :Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam

bahasa inggris “cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi

dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s

palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus

akibat proses inflamasi nervus fasialis sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum

Penyebab :Angin kencangAC,dll

Timbul kelumpuhan fasialis LMN

Parese otot-otot wajah

n.fasialis terjepit

Page 12: Bell Palsy p.wahid

timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di

pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis

medialis.

Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus

rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN

akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa

mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).