151481841 case-bell-s-palsy

55
Get Homework Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Nn.SL Jenis Kelamin Perempuan Umur 25 tahun 1

Transcript of 151481841 case-bell-s-palsy

Page 1: 151481841 case-bell-s-palsy

Get Homework Done Homeworkping.com

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Nn.SL

Jenis Kelamin Perempuan

Umur 25 tahun

Pendidikan S1

Pekerjaan Guru

Status Pernikahan -

Agama Islam

Alamat Jl. Purbaya Palas RT/RW 17/01 Bendungan1

Page 2: 151481841 case-bell-s-palsy

Tanggal Masuk RS 09 April 2013

No. CM 280625

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 09 April 2013 pukul 09.30 wib di

Poliklinik Saraf RSUD Cilegon.

A. Keluhan utama :

Wajah sebelah kiri kaku sejak 1 minggu SMRS.

B. Keluhan Tambahan :

Wajah tidak simetris, sulit untuk berbicara, tidak bisa menutup mata dengan

sempurna.

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke polikilinik saraf RSUD Cilegon dengan keluhan wajah

sebelah kiri kaku terutama pada pipi dan rahang sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit. Keluhan pasien diakui terjadi setelah bangun tidur. Selain

itu, pasien mengaku indera pengecapnya sulit untuk membedakan rasa dan

kelopak mata sebelah kiri tidak dapat menutup sempurna. Keluhan lainnya

yang memperberat pasien yaitu sulit untuk berbicara karena berhubungan

dengan pekerjaannya sebagai guru sehingga ucapannya sulit untuk di

mengerti.

Karena keluhan tersebut ditakutkan sakit gigi, pasien sebelumnya berobat ke

bidan. Setelah ke bidan, pasien mengaku keluhan ini bukan akibat sakit gigi

kemudian diberikan obat. Beberapa hari setelah minum obat, pasien mengaku

mulai bisa membedakan rasa, namun wajah yang tidak simetris dan sulit

bicara masih dikeluhkan pasien.

Pasien mengaku sebelum keluhan ini muncul sempat batuk dan flu. Dan diakui

pasien saat datang ke rumah sakit pasien masih dalam keadaan flu. Riwayat

seperti badan lemah, nyeri telinga, pusing berputar, dan trauma disangkal

pasien.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga :

2

Page 3: 151481841 case-bell-s-palsy

Dalam keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien.

Riwayat DM, hipertensi, asma dan alergi dalam keluarga disangkal pasien.

F. Riwayat Kebiasaan :

Pasien merupakan guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Cilegon.

Pasien mengaku saat berangkat mengajar menggunakan sepeda motor dan

pulang larut malam dikarenakan mempunyai aktivitas lain selain mengajar di

sekolah tersebut. Pasien mengaku menggunakan kipas angin saat tidur.

Kebiasaan merokok, minum alkohol, kopi disangkal pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada Tanggal 09 April 2013 pada pukul 09.30 WIB.

A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 85x/menit

Frekuensi Nafas : 18x/menit

Suhu : 37 C⁰

3

Page 4: 151481841 case-bell-s-palsy

B. STATUS LOKALIS

Kulit : turgor kulit (normal)

Kepala : normosefali. Rambut hitam, lurus, mudah dicabut (-).

Mata : simetris kanan kiri, kelopak mata cekung, konjungtiva anemis

(-). Sclera ikterik (-). Kornea jernih. Lensa jernih.

Leher : pembesaran KGB (-), trakea ditengah, bentuk simetris

Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-), hiperemis

(-/-)

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung

(-), secret (-/-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, perdarahan (-)

Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah bersih

Thorax : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, iga gambang (-)

A. Jantung

Inspeksi : iktus kordis disela iga ke-V sedikit medial LMCS

Palpasi : iktus kordis teraba pulsasi

Perkusi :

Batas kanan : Jantung ICS IV LSD

Batas kiri atas : Pinggang jantung ICS III LPSS

Batas kiri bawah : Jantung ICS V sedikit medial LMCS

Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I&II reguler. Tidak terdengar

bunyi jantung tambahan, murmur (-), gallop (-)

B. Paru

Kanan Kiri

Inspeksi Pergerakan nafas simetris Pergerakan nafas simetrisPalpasi Tidak ada kelainan dinding

dada. Fremitus taktil kiri=kanan

Tidak ada kelainan dinding dada. Fremitus taktil kiri=kanan

Perkusi Sonor Sonor Auskultasi Suara nafas utama

vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronki (-), mengi (-)

Suara nafas utama vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, ronki (-), mengi (-)

4

Page 5: 151481841 case-bell-s-palsy

Abdomen

Inspeksi : Perut datar simetris, ruam kulit (-), benjolan (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran

Perkusi : Timpani diseluruh abdomen, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas : Atas : Akral hangat +/+, Edema -/- Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-

C. STATUS NEUROLOGIS

GCS : E4 V5 M6 : 15

Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Laseque (-), Kernig (-)

Saraf Kranial

1. N.I (Olfactorius)

Tidak dilakukan

2. N.II (Opticus)

Kanan Kiri Keterangan

Acies visus

Lapang Pandang

Pengenalan Warna

Funduskopi

Baik

Baik

Baik

Baik

Normal

Normal

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

3. N.III (Oculomotorius), N.IV (Trokhlearis), N.VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan

Kedudukan Bola Mata

Pergerakan Bola Mata

Nasal (Medial)

Temporal (Lateral)

Nasal atas

Temporal atas

Temporal bawah

Ptosis

Eksoftalmus

Pupil

Bentuk

Ortoforia

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

(-)

(-)

Bulat

Ortoforia

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

(-)

(-)

Bulat

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

(-)

(-)

Normal

5

Page 6: 151481841 case-bell-s-palsy

Diameter (isokor/anisokor)

RCL

RCTL

Ø 3mm isokor

(+)

(+)

Ø 3mm isokor

(+)

(+)

Normal

Normal

Normal

4. N.V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan

Cabang Motorik

Cabang Sensorik

Oftalmikus

Maxilla

Mandibularis

Refleks Kornea

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Normal

Normal

Normal

Normal

Tidak dilakukan

5. N.VII (Facialis)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Menutup Mata

Mengangkat alis

Mengerutkan dahi

Sudut mulut

Lipatan nasolabial

Sensorik

2/3 pengecapan lidah

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Sulit

Sulit

Sulit

Hilang

Mendatar

Lagophtalmus Mata KiriNormal

Normal

Asimetris

Asimetris

Tidak dilakukan

6. N. VIII ( Akustikus)

Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran Tidak dilakukan

7. N.IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri Keterangan

Arcus Faring

Refleks Muntah

Baik Baik Normal

Tidak dilakukan

6

Page 7: 151481841 case-bell-s-palsy

8. N.X (Vagus)Kanan Kiri Keterangan

Bicara

Menelan

Baik

Baik

Baik

Baik

Normal

Normal

9. N.XI (Accesorius)

Kanan Kiri Keterangan

Mengangkat Bahu

Memalingkan Kepala

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

Normal

10. N.XII (Hipoglossus)

Kanan Kiri Keterangan

Pergerakan lidah

Tremor

Atrofi

Fasikulasi

Baik

(-)

(-)

(-)

Baik

(-)

(-)

(-)

Simetris

Normal

Normal

Normal

Sistem Motorik

Tonus Normal Normal

Kekuatan :

Ekstremitas Atas (Proksimal-Distal) 5555 5555

Ekstremitas Bawah (Proksimal-Distal) 5555 5555

Sistem Sensorik

Kanan Kiri Keterangan

Raba

Nyeri

Suhu

Proprioseptif

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

Normal

Normal

Normal

7

Page 8: 151481841 case-bell-s-palsy

Refleks

Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

KPR

APR

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

Normal

Normal

Normal

Patologis

Hoffman-Tromner

Babinski

Chaddock

Oppenheim

Gordon

Schaefer

Gorda

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Fungsi Koordinasi

Kanan Kiri Keterangan

Tes Telunjuk Hidung

Tes Tumit Lutut

Stepping Gait

Tandem Gait

Rhomberg

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Sistem Otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

8

Page 9: 151481841 case-bell-s-palsy

V. RESUME

Pasien datang ke polikilinik saraf RSUD Cilegon dengan keluhan wajah

sebelah kiri kaku terutama pada pipi dan rahang sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan pasien diakui terjadi setelah bangun tidur. Selain itu, pasien

mengaku indera pengecapnya sulit untuk membedakan rasa dan kelopak mata

sebelah kiri tidak dapat menutup sempurna. Keluhan lainnya yang memperberat

pasien yaitu sulit untuk berbicara karena berhubungan dengan pekerjaannya

sebagai guru sehingga ucapannya sulit untuk di mengerti.

Karena keluhan tersebut ditakutkan sakit gigi, pasien sebelumnya berobat

ke bidan. Setelah ke bidan, pasien mengaku keluhan ini bukan akibat sakit gigi

kemudian diberikan obat. Beberapa hari setelah minum obat, pasien mengaku

mulai bisa membedakan rasa, namun wajah yang tidak simetris dan sulit bicara

masih dikeluhkan pasien.

Pasien mengaku sebelum keluhan ini muncul sempat batuk dan flu. Dan

diakui pasien saat datang ke rumah sakit pasien masih dalam keadaan flu. Riwayat

seperti badan lemah, nyeri telinga, pusing berputar, dan trauma disangkal pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit ringan,

kesadaran composmentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 85x/menit, laju

nafas 18x/menit, suhu 37⁰C. Status generalis pasien dalam batas normal. Pada

status neurologis, ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :

GCS : E4 V5 M6 = 15

Pupil : bulat isokor, Ø3mm/Ø3mm, RCL +/+, RCTL +/+

TRM : Kaku kuduk (-), Laseque (-), Kernig (-)

Nervus cranialis : Parese N.VII perifer sinistra

N.VII (Facialis) Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Menutup Mata

Mengangkat alisMengerutkan dahi

Sudut mulut

Lipatan nasolabial

Sensorik

2/3 pengecapan lidah

Baik

BaikBaik

Baik

Baik

Sulit

SulitSulit

Hilang

Mendatar

Lagophtalmus Mata KiriNormal

Normal

Asimetris

Asimetris

Tidak dilakukan

9

Page 10: 151481841 case-bell-s-palsy

Motorik : 5555 5555

5555 5555

Refleks fisiologis

Ekstremitas atas : biseps +/+

Triseps +/+

Ekstremitas bawah: patella +/+

Achilles +/+

Refleks patologis : Negatif

Sensorik : Baik

SSO : BAB dan BAK Normal

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : Paralisis N.VII perifer sinistra

Diagnosis Topis : LMN : Lesi N.VII perifer sinistra setinggi korda tympani

Diagnosis Etiologis : Bell’s palsy (Idiopatik)

VII. PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa

Dianjurkan untuk latihan fisioterapi otot wajah dirumah dengan handuk yang telah

dibasahi dengan air hangat di basuh daerah wajah sebelah kiri sesering mungkin

Disarankan juga untuk memberi lubrikan dan pelindung mata dalam perawatan mata

karena mata pasien kekurangan cairan sehingga mudah terjadi kekeringan kornea

Medikamentosa

Metil prednisolon 3 x 20 mg

Acyclovir 3 x 500 mg

Lapibal 3 x 500 mg

Ranitidine 2 x 1 tab

Cendo tropin (obat tetes mata)

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad bonamAd Sanactionam : Ad bonamAd Fungsionam : Ad bonam

10

Page 11: 151481841 case-bell-s-palsy

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat

unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh

gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal.1,2 Diagnosis

biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah disingkirkan.3 Sir

Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi2 dan Cawthorne4 adalah orang pertama

yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti

tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk

diagnosis setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.

Insiden Bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf

fasialis perifer akut.2,3 Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000

populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada

penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan

riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini. 2,5,6

Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi

yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari (maksimal 7 hari).

Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah

walaupun tidak ada gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis,

berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan.2,6

Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial atau komplit.

Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit. 2,6

Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral

atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian bawah wajah saja, otot

dahi masih dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan

kontralateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah. Derajat

kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim

House-Brackmann dan metode Freyss. Disamping itu juga dapat dilakukan tes

topografi untuk menentukan letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer, reflek

stapedius dan tes gustometri.5,7

11

Page 12: 151481841 case-bell-s-palsy

ANATOMI

Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri

dari 7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya

membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik

untuk pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis,

submandibula, sublingual dan lakrimal. Saraf fasialis terdiri dari 7 segmen yaitu :8

1. Segmen supranuklear

2. Segmen batang otak

3. Segmen meatal

4. Segmen labirin

5. Segmen timpani

6. Segmen mastoid

7. Segmen ekstra temporal

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator

palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan

stapedius di telinga tengah.

2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius

superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,

rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan

lakrimalis.

3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua

pertiga bagian depan lidah.

4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba

dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot

mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang

mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari

dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan

pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu

masuk ke korda timpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus

fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi

12

Page 13: 151481841 case-bell-s-palsy

kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual

serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.9,10

Gambar 1 : Perjalanan saraf fasialis yang memperlihatkan distribusi motorik, sensorik dan

parasimpatis 8

Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens,

dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian

ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus

kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel

IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi

infiltratif.

Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus

akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior

vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang

disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. Nervus fasialis terus berjalan

melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum untuk memberikan

percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan

di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan

oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen

stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang 13

Page 14: 151481841 case-bell-s-palsy

yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter

posterior.9,10

DEFINISI

Bell’s palsy merupakan kelumpuhan atau paresis unilateral akut wajah dan

idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer, terjadi dengan frekuensi yang sama

di sisi kanan dan kiri wajah. Parese nervus fasialis perifer merupakan kelemahan jenis

lower motor neuron yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis

terganggu, yang menyebabkan kelemahan otot wajah.11 Parese nervus facialis

biasanya mengarah pada suatu lesi nervus fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan

lesi nukleus fasialis ipsilateral pada pons.12

14

Page 15: 151481841 case-bell-s-palsy

Bell palsy adalah kelemahan (kelumpuhan) yang mempengaruhi otot-otot

wajah. Hal ini karena masalah dengan wajah saraf. Kelemahan biasanya

mempengaruhi satu sisi wajah. Jarang, kedua belah pihak akan terpengaruh. Banyak

orang yang memiliki Bell palsy pada awalnya berpikir bahwa mereka telah

mengalami stroke. Hal ini tidak begitu. Bell palsy sangat berbeda dengan stroke dan

pemulihan penuh terjadi dalam banyak kasus. Bell palsy dinamai dokter yang pertama

kali menggambarkannya. Bell’s palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang

bernama Charles Bell. Penyebab lain yang mungkin oleh virus herpes.

Gejala tambahan Bell palsy nyeri ringan di belakang telinga, orofaringeal atau

wajah mati rasa, gangguan toleransi terhadap suara, dan terganggu indera pengecap

bagian anterior lidah. Nyeri berat lebih sugestif pada infeksi virus herpes zoster

(shingles) dan mungkin sindrom Ramsay Hunt. Sebanyak 30% kasus dengan paresis

nervus facial perifer akut tidak disebabkan penyakit lain termasuk stroke, tumor,

trauma, penyakit telinga tengah, dan penyakit Lyme. Kejadian kasus Bells palsy anak

dibawah 10 tahun jarang terjadi (kasus kurang dari 40%).13

EPIDEMIOLOGI

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial

akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan

insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden

Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah

sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Kondisi

ini paling umum di antara wanita hamil dan orang-orang yang memiliki diabetes, flu,

pilek atau penyakit pernapasan lainnya. Meskipun sebagian besar sembuh, Sebanyak

30% kasus cacat wajah, kesulitan psikologis dan kadang-kadang sakit pada wajah.

Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-

diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang

sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena

daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai

semua umur baik pria maupu wanita namun, lebih sering terjadi pada umur 15-50

tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan

kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil,

bahkan bisa mencapai 10 kali lipat (kasus 45/100.000).9,14 Dikarenakan etiologi

15

Page 16: 151481841 case-bell-s-palsy

masih belum diketahui, maka pengobatan harus didasarkan pada patofisiologinya

yaitu pembengkakan dan penjeratan saraf.

Tabel 1 Insidensi kasus Bell’s palsy

ETIOLOGI

Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat

penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai

saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa

dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-

satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai

penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada

beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-

Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy berat yang

menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini

diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel

ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan

menyebabkan kerusakan local pada myelin.9,10

Parese nervus fasialis timbul karena berbagai etiologi dengan proses

patogenesis yang bervariasi, yaitu;

1.Trauma

Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi

fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,

16

Page 17: 151481841 case-bell-s-palsy

luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus

fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akusik atau

neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.

17

Page 18: 151481841 case-bell-s-palsy

2.TumorTumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang

paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan

prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel

schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi

cabang akhir dari nervus fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat

kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis

dapat mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.

3. Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus embriopati

talidomid..Larutan antiseptic kloroseksol yang banyak digunakan dalam pasta

elektroda dan berbagai krim kulit, telah dilaporkan bahwa dapat menyebabkan

paralisis fasialis yang tiba-tiba. Ingesti etilenglikol, baik dalam percobaan bunuh diri

maupun mabuk, dapat mengakibatkan kelemahan fasial tipe perifer, baik permanen

ataupun temporer.

4. Kongenital

Parese nervus fasialis bilateral kadang merupakan kelainan congenital yang

kemungkinan terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan

seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).

5.Bell’s Palsy

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya

atau tidak menyertai penyakit lain. Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk

angin atau dalam bahasa inggris “cold” nerfus facialis bisa sembab. Karena terjepit di

dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang

disebut sebagai Bell’s Palsy.

6.Penyakti-penyakit tertentu

Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya

DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,

sindrom Guillian Barre.

18

Page 19: 151481841 case-bell-s-palsy

Tabel. 2 Etiologi Bell’s Palsy

KLASIFIKASI

Kelumpuhan saraf fasialis pada pasien ini masih dalam fase akut, yaitu terjadi

sejak 2 hari sebelum datang ke rumah sakit. Menurut Yanagihara dkk yang dikutip

dari Singhi2 berdasarkan studi yang dilakukannya terhadap etiologi, derajat, sisi lesi

dan progresivitas inflamasi saraf fasialis, Bell’s palsy dibedakan dalam 3 fase yaitu :

1. Fase akut (0-3 minggu)

Inflamasi saraf fasialis berasal dari ganglion genikulatum, biasanya akibat infeksi

virus Herpes Simpleks (HSV). Inflamasi ini dapat meluas ke bagian proximal dan

distal serta dapat menyebabkan edema saraf.

2. Fase sub akut (4-9 minggu)

Inflamasi dan edema saraf fasialis mulai berkurang.

3. Fase kronik (> 10 minggu)

19

Page 20: 151481841 case-bell-s-palsy

Edema pada saraf menghilang, tetapi pada beberapa individu dengan infeksi berat,

inflamasi pada saraf tetap ada sehingga dapat menyebabkan atrofi dan fibrosis

saraf.

PATOFISIOLOGI

Etiologi Bell palsy belum diketahui, tetapi infeksi virus, iskemia pembuluh

darah, atau penyakit autoimun memunkin menjadi patomekanisme terjadinya. Bell’s

palsy menyerang wanita hamil, pasien diabetes, influenza, dingin, ganggan

pernapasan lainnya, atau pernah ekstraksi akar gigi. Beberapa pasien melaporkan

terpaparnya udara atau jendela yang terbuka sebelum serangan sebagai akibat dari

bell’s palsy. Semakin banyak menunjukkan bahwa Bell palsy disebabkan oleh virus

herpes laten (herpes simpleks, herpes zoster), yang diaktifkan dari ganglia saraf

kranial. Reaktivasi virus ini mungkin menyebabkan infammation dari saraf wajah.

Infeksi virus herpes simplex tipe 1 atau herpes zoster dapat terjadi bersamaan jika

sistem kekebalan tubuh terganggu. Virus Herpes dapat terdeteksi oleh PCR dalam

saraf wajah.

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut

pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.

Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi

salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang

menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari

saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari

tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang

menyempit pada pintu keluar sebagai foramen meatal. Dengan bentukan kanalis yang

unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan

gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa

mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi

supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras

kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah

somatotropik wajah di korteks motorik primer.15

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan

kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy.

Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus

dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di

20

Page 21: 151481841 case-bell-s-palsy

sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus

dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah

sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis

fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau

gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul

bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan

2/3 bagian depan lidah).

21

Page 22: 151481841 case-bell-s-palsy

Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah

reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf

kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel

satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut

terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. 9

Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot

wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat

ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke

atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak

bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar

sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada

karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak

mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus

stapedius. 15

MANIFESTASI KLINIS

Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat

didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.

Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit

akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini

tergantung dari lokalisasi kerusakan.

a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus

Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi

Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat

Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi

Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi

Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur

masih baik.

b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis

fasialis)

Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan

gangguan salivasi

c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum

22

Page 23: 151481841 case-bell-s-palsy

Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis

d. Lesi setinggi ganglion genikulatum

Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan

gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)

e. Lesi di porus akustikus internus

Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.

Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen

stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang

sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media

perforata dan mastoiditis.16

Tabel. 3 Manifestasi Klinis Bell’s Palsy

Komponen nervus fasialis dan defisit khas yang disebabkan oleh lesi pada berbagai

tempat di sepanjang perjalanannya.

1. Kelumpuhan perifer pada otot-otot yang dipersarafi oleh nervus fasialis (otot-otot

ekspresi wajah), gangguan pendengaran/tuli dan penurunan eksitabilitas vestibular

2. Kelumpuhan perifer dan gangguan pengecapan, lakrimasi, dan saliva

3. Kelumpuhan perifer pada otot-otot ekspresi wajah dan gangguan pengecapan serta

saliva, dan gangguan pendengaran

4. Kelumpuhan perifer otot-otot ekspresi wajah dan gangguan pengecapan dan saliva

5. Kelumpuhan otot-otot ekspresi wajah

23

Page 24: 151481841 case-bell-s-palsy

Gambar. 1 Komponen Nervus Fasialis beserta defisit khas

DIAGNOSISDiagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese

dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata

dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.

Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN

A. Pemeriksaaan Fisik

Langkah pertama dalam diagnosis adalah untuk menentukan apakah

kelemahan wajah adalah karena masalah di sistem saraf pusat atau saraf perifer. Hal

ini dilakukan dengan cepat dengan observasi dan beberapa pertanyaan (Gambar 1, 2,

dan 3 dan Tabel 1). Bila lesi berada di supranuklear (pons), kelemahan/paresis daerah

wajah unilateral bagian bawah yang lebih rendah (Gambar 1 A), karena saraf-saraf

24

Page 25: 151481841 case-bell-s-palsy

wajah bagian bawah mendapatkan persarafan dari serat cortocibulbar secara

kontralateral. Sebaliknya, saraf-saraf wajah bagian atas menerima serat corticobulbar

berasal dari kedua belahan otak. Dengan demikian, lesi unilateral di korteks atau serat

corticobulbar biasanya terjadi kelumpuhan wajah dan hemiplegia kontralateral tetapi

tidak mempengaruhi sekresi saliva dan lakrimal atau rasa rasa (Tabel 2).

Paresis nervus fasiais atau kelumpuhan semua otot ekspresi wajah (Gambar 1

B), biasanya lesi pada saraf wajah ipsilateral tetapi juga bisa dari pusat saraf

ipsilateral saraf wajah atau saraf wajah yang berada di pons. Meskipun tampaknya

paradoks bahwa "pusat" lesi di pons menghasilkan kelemahan wajah perifer,

nomenklatur tidak mungkin untuk berubah. Kelemahan nervus fasialis yang terbaik

ditunjukkan oleh respon pasien untuk permintaan "Tutup mata Anda" (untuk

pengujian daerah wajah atas) dan "Tunjukkan gigimu" (untuk menguji area wajah

yang lebih rendah). denervasi dari otot orbicularis oculi akan mengakibatkan

ketidakmampuan dari pasien untuk menutup kelopak mata secara efektif, dan

denervasi dari otot risorius akan hilangnya sudut mulut (Gambar 1B).

25

Page 26: 151481841 case-bell-s-palsy

Hiperacusis disebabkan karena adanya kelumpuhan otot stapedius, yang

meredam getaran dari telinga tulang dan menyebabkan mendengar suara keras

menjadi abnormal (sisi yang terkena), tidak ada kehilangan pendengaran. Karena serat

nervus intermedius membawa parasimpatis sehingga merangsang air liur dan

lakrimasi, pasien dengan lesi di proksimal ganglion geniculate ada gangguan dalam

indera pengecap dan tidak dapat memproduksi air mata (Tabel 2). Anamnesis dan

peeriksaan fisik yang cepat harus segera dilakukan, karena pasien ini membutuhkan

buatan air mata untuk melumasi kornea dan mungkin mata harus diplester untuk

mencegah pengeringan dan infeksi.

Paresis nervus fasialis bisa dibingungkan dengan kejang hemifacial, di mana

sudut mulut jatuh dan kontraksi mata sebagian atau seluruhnya tertutup karena otot

risorius dan orbicularis oculi (Gambar 1C). Setelah terjadi kelumpuhan akut pada

wajah, serat preganglionik parasimpatis pada ganglion submandibula regenerasi dan

saraf utama petrosus superfisial masuk kedalam. Regenerasi menyimpang seperti ini

dapat menyebabkan lakrimasi setelah terjadi stimulus saliva (sindrom air mata buaya).

26

Page 27: 151481841 case-bell-s-palsy

Untuk klinis menilai keparahan kelumpuhan saraf berbagai sistem skoring

wajah perifer tersedia. Yang paling banyak diterapkan adalah Rumah-Brackmann

wajah sistem penilaian saraf (HBS) (Tabel 3). Tingkat kelumpuhan saraf wajah juga

dapat dinilai dengan cara sistem penilaian Yanagihara, timbangan Sunnybrook, skor

Jadad kualitas metodologis, sisik pada sistem dihitung, dan berbagai sistem lain.

Kebanyakan sistem penilaian bergantung pada evaluasi simetri istirahat, tingkat

kunjungan sukarela otot-otot wajah, dan tingkat synkinesis. Kelumpuhan saraf wajah

dapat dikategorikan jika ada ketidakmampuan untuk mengkontraksikan otot-otot

wajah, hyperacusis, atau hilangnya rasa.

27

Page 28: 151481841 case-bell-s-palsy

B. PencitraanComputed tomography (CT) atau MRI diindikasikan dalam kasus berikut:

• Tidak ada perbaikan dalam paresis wajah setelah 1 bulan

• Gangguan pendengaran

• Beberapa defisit saraf kranial

• Tanda-tanda ekstremitas paresis atau kehilangan sensori.

MRI dengan gadolinium adalah tes pilihan untuk menyingkirkan tumor

cerebellopontine angle, stroke, multiple sclerosis, atau struktural lainnya lesi. CT

dianjurkan jika temporal patah tulang dicurigai.

C. Tes Pendengaran

Jika dicurigai gangguan pendengaran, maka tes audiologic dapat dilakukan untuk

mengukur pendengaran dan membantu untuk menyingkirkan neuroma akustik.

28

Page 29: 151481841 case-bell-s-palsy

29

Page 30: 151481841 case-bell-s-palsy

D. Tes Laboratoorium

Pengujian laboratorium diperlukan jika pasien memiliki tanda-tanda

keterlibatan sistemik, seperti demam, penurunan berat badan, ruam, atau progresif

wajah kelemahan tanpa perbaikan yang signifikan selama lebih dari 4 minggu.

Sejumlah tes mungkin berguna :

Hitung darah lengkap dengan diferensial membantu menyingkirkan keganasan

lymphoreticular, manifestasi pertama yang mungkin perifer wajah palsy.

Glukosa darah jika diduga diabetes mellitus.

Serum antibodi terhadap herpes zoster dan B burgdorferi (agen penyakit Lyme)

dapat diperiksa jika pasien memiliki tanda-tanda seperti lesi vesikular pada telinga

luar atau tinggal di daerah di mana penyakit Lyme adalah endemik.

Kalsium serum dan angiotensin-converting tingkat enzim harus diuji jika diudga

sarkoidosis, hasilnya akan meninggi bila sarkoidosis.

E. Pengujian cairan serebrospinal sangat membantu jika infeksi atau keganasan

namun, cairan serebrospinal diambil dari pasien Bell palsy cenderung

menunjukkan tidak konsisten jumlah peningkatan sel dan kadar protein, tetapi

sebaliknya tidak membantu dalam mengidentifikasi penyebabnya.

F. Pengujian Electrodiagnostic tidak rutin dilakukan pada pasien Bell palsy. Hal ini

sangat tidak dapat diandalkan ketika Bell palsy dalam tahap awal, namun setelah 2

minggu, dapat mendeteksi denervasi dan regenerasi saraf

Diagnosa tergantung pada tanda-tanda klinis, gejala, dan eksklusi penyebab lain

dari wajah kelumpuhan

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Bell palsy sangat luas, sementara penyebab umumnya tidak identik dari

kelumpuhan saraf wajah. Bell palsy merupakan diagnosis eksklusi. Berikut ini

adalah beberapa kondisi yang harus dikesampingkan :

Paresis unilateral wajah suprnuklei (otot wajah bagian bawah) karena lesi dari

kontralateral korteks, lesi disubkortikal, atau kapsul internal. Selain kelemahan

wajah, Gejala mungkin termasuk hemiparesis, hemisensory, atau hemineglect

(parah gangguan persepsi spasial).

30

Page 31: 151481841 case-bell-s-palsy

Sindrom Akut Ramsay Hunt : kelumpuhan wajah perifer akibat reaktivasi

varicella-zoster (cacar air) virus dan penyebarannya pada saraf wajah. Lesi

vesikuler biasanya terlihat pada liang telinga

Lyme neuroborreliosis : spirochete seperti Borrelia burgdorferi dapat

mempengaruhi pusat jaringan sistem saraf.

Tumor : melibatkan saraf wajah kurang dari 5% dari semua kasus

kelumpuhan saraf wajah. Tumor harus dicurigai jika terjadi kelemahan selama

beberapa minggu, seperti massa di telinga, leher, atau kelenjar parotis, dan jika

tidak ada perbaikan fungsional terlihat dalam 4 sampai 6 minggu.

Diabetes mellitus dan sarkoidosis dapat menyebabkan neuropati wajah dengan

kelemahan tiba-tiba.

Penurnan Berat badan menunjukkan penyakit sistemik seperti neoplasma,

metastasis, atau infeksi.

Perubahan visual, vertigo, dan kelemahan atau mati rasa mungkin ada lesi di

batang otak seperti demielinasi.

PENATALAKSANAAN

Dalam penatalaksanaan Bell’s palsy pada pasien ini kita berikan

kortikosteroid dan antiviral. Tiemstra dkk mengatakan bahwa, kortikosteroid

sangat bermanfaat dalam mencegah degenerasi saraf, mengurangi sinkinesis,

meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan inflamasi pada saraf fasialis

sedangkan Acyclovir diberikan untuk menghambat replikasi DNA virus.

Pada pasien ini kortikosteroid kita berikan pada hari kedua onset penyakit

dengan dosis 60 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Karena terdapat perbaikan pada

kontrol hari ketiga pengobatan, maka setelah hari kelima dosis kortikosteroid kita

turunkan menjadi 40 mg/hari dibagi dalam 4 dosis selama 5 hari berikutnya.

Setelah 10 hari pemberian kortikosteroid, pada kontrol terdapat perbaikan yang

cukup besar, maka dosis kortikosteroid kita turunkan secara bertahap setiap 3 hari

sampai mencapai dosis minimal (1x5mg). Cara pemberian kortikosteroid ini

berbeda pada masing-masing studi menurut Tiemstra dkk 7 Prednison pada

dewasa dimulai dengan dosis 60 mg/hari selama 5 hari dan diturunkan menjadi 40

mg/hari selama 5 hari berikutnya. Menurut Engstrom dkk15 Prednison dimulai

31

Page 32: 151481841 case-bell-s-palsy

dengan dosis 60 mg/hari selama 5 hari dan diturunkan 10 mg/hari dalam 5 hari

berikutnya (total pemberian prednison 10 hari).

Untuk antiviral dapat digunakan Acyclovir atau obat jenis lainnya seperti

Valaciclovir, Famciclovir dan Sorivudine yang mempunyai bioavailabilitas yang

lebih baik dari Acyclovir. Dosis Acyclovir diberikan 400 mg 5 kali sehari selama

10 hari atau Valaciclovir 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari. Jika penyebabnya

diduga virus herpes zoster, maka dosis Acyclovir di naikan menjadi 800 mg 5 kali

sehari atau Valaciclovir 1 gram 2 kali sehari.17 Kombinasi penggunaan

kortikosteroid dan Antiviral oral memberikan hasil yang lebih baik daripada

penggunaan kortikosteroid oral saja dan akan lebih baik bila terapi diberikan

dalam 72 jam pertama. Studi lain juga mengatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan lama penyembuhan antara pemberian obat-obatan ini secara oral atau

intravena.

Disamping terapi obat-obatan, pada kasus Bell’s palsy juga dilakukan

Perawatan mata dan fisioterapi. Perawatan mata tujuannya adalah untuk mencegah

terjadinya kekeringan pada kornea karena kelopak mata yang tidak dapat menutup

sempurna dan produksi air mata yang berkurang. Perawatan ini dapat dilakukan

dengan menggunakan artificial tear solution pada waktu pagi dan siang hari dan

salep mata pada waktu tidur. Pasien juga dianjurkan menggunakan kacamata bila

keluar rumah. Bila telah terjadi abrasi kornea atau keratitis, maka dibutuhkan

penatalaksanaan bedah untuk melindungi kornea seperti partial tarsorrhaphy.

Menurut Sukardi,17 fisioterapi dapat dilakukan pada stadium akut atau

bersamaan dengan pemberian kortikosteroid. Tujuan fisioterapi adalah untuk

mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Caranya yaitu dengan memberikan

radiasi sinar infra red pada sisi yang lumpuh dengan jarak 2 ft (60 cm) selama 10

menit. Terapi ini diberikan setiap hari sampai terdapat kontraksi aktif dari otot dan

2 kali dalam seminggu sampai tercapainya penyembuhan yang komplit.

Disamping itu juga dapat dilakukan massage pada otot wajah selama 5 menit pagi

dan sore hari atau dengan faradisasi.

Terapi pembedahan pada kasus Bell’s palsy masih kontroversi. Terapi

dekompresi saraf fasialis hanya dilakukan pada kelumpuhan yang komplit atau hasil

pemeriksaan elektroneurography (ENoG) menun jukan penurunan amplitudo lebih

dari 90%. Karena lokasi lesi saraf fasialis ini sering terdapat pada segmen labirin,

32

Page 33: 151481841 case-bell-s-palsy

maka pada pembedahan digunakan pendekatan middle fossa subtemporal craniotomy

sedangkan bila lesi terdapat pada segmen mastoid dan timpani digunakan pendekatan

transmastoid.

PROGNOSIS

Bell’s palsy tergantung pada jenis kelumpuhannya, usia pasien dan derajat

kelumpuhan. kelumpuhan parsial (inkomplit), mempunyai prognosis yang lebih baik.

Anak-anak juga mempunyai prognosis yang baik dibanding orang dewasa dan sekitar

96,3% pasien Bell’s palsy dengan House-Brackmann kurang dari Derajat II dapat

sembuh sempurna, sedangkan pada House-Brackmann lebih dari derajat IV sering

terdapat deformitas wajah yang permanen.

Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak.

Penyembuhan komplit dapat tercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan asimetri

otot wajah yang ringan sekitar 10% dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat.

Bell’s palsy biasanya dapat sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang mengalami

deformitas. Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa :

Regenerasi motorik inkomplit

Ini merupakan deformitas terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat

terjadi akibat penekanan saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah.

Regenerasi saraf yang tidak maksimal dapat menyebabkan kelumpuhan semua atau

beberapa otot wajah. Manifestasi dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi oral,

epifora dan hidung tersumbat.

Regenerasi sensorik inkomplit, Manifestasinya dapat berupa disgeusia, ageusia

atau disesthesia.

Regenerasi Aberrant

Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf yang

tidak menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada

didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan

involunter yang mengikuti gerakan volunter (sinkinesis).17

33

Page 34: 151481841 case-bell-s-palsy

DAFTAR PUSTAKA

34

Page 35: 151481841 case-bell-s-palsy

1

Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralysis of Facial Nerve in: Bailey BJ, Johnson JT, Newland SD,

editors. Head & Neck Surgery-Otolaryngology.4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins; Texas;

2006. P. 2139-542 Singhi P, Jain V. Bell’s Palsy in Children. Seminar in Pediatric Neurotology.2003; 10(4): 289-

97 3 Marsk E,Hammarstedt L,Berg et al. Early Deterioration in Bell’s Palsy : Prognosis and Effect

of Prednisolone. Otology & Neurotology. 2010; 31: 1503-074 Cawthorne T. The Pathology and Surgical Treatment of Bell’s Palsy in: Section of Otology.

Proceeding of the Royal Society of Medicine. 1950;44 : 565-72. 5 Rath B, Linder T, Cornblath D. All That Palsies is not Bell’s – The Need to Define Bell’s Palsy

as an Adverse event following immunization. Elsevier. 2007; 26: 1-14 6 Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell’s Palsy: Diagnosis and Management. American Family

Physician. 2007;76(7): 997-1002 7 Gilden DH. Bell’s Palsy. N Engl J Med. 2004; 351: p 1323-31. 8 Quinn FB. Facial Nerve Paralysis. Deparment of Otolaryngology, UTMB,Grand Rounds. 1996 9 Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed June 1, 2010. 10 Ropper AH, Brown RH. Bell’s Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and Victor’s

Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005. 1181-1184.11 Lumbantobing SM, Neurologi KlinikPemeriksaan Fisik dan Mental: Saraf Otak, FK UI Jakarta

2004, hal 55-5912 . Meritt HH. A. Texbook of Neurogy : Injury to Cranial and Peripheral Nerves, Philadelphia;

1967. p. 378-8113 Julian Holland. Bell's palsy-Neurology Disorder. February 2007. Clinical Evidence

2008;01:120414 Peitersen E. Bell’s palsy: the spontaneous course of 2,500 peripheral facial nerve palsies of

different etiologies. Acta Otolaryngol Suppl 2002; 549:4-30.15 Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5 th ed.

Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-16316 Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003. 17 Lo B. Bell Palsy. [Update Feb 24,2010: cited Dec 21,2010]. Available from:

http://www.emedicine.medscape.com/article/791311-overview

Page 36: 151481841 case-bell-s-palsy