BELL’S PALSY

download BELL’S PALSY

of 31

Transcript of BELL’S PALSY

BELLS PALSYPembimbing : dr. Ijun Judasah Sp.S Oleh : Andre Azhar (1102007032) Ratu Balqis (1102007225) Jeni Batami (1102006138) Ricke Angelina (1102005219) Reisha Dwi Melissa (1102005210)

DATA PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Agama : Ny. I : 31 tahun : Perempuan : cibitung : ibu rumah tangga : Islam

KASUS

ANAMNESIS (Auto-anamnesis)Keluhan Utama : bibir terasa menyon kesebelah kiri sejak 2 minggu smrs Keluhan Tambahan: sakit kepala dan mata berair

Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan bibir menyon ke sebelah kiri terutama saat berbicara sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengatakan mata kanannya tidak tertutup rapat saat pasien berpejam. Pasien mengatakan saat berkumur-kumur air keluar pada pinggir bibir sebelah kanannya. Mata kanan pasien juga mengeluarkan air mata dengan sendirinya. Pasien membenarkan riwayat menggunakan motor tanpa menggunakan tutup muka sehingga mukanya langsung terkena angin. Selain itu pasien juga mengatakan wajah bagian kanannya terasa kebas. Pasien juga mengatakan kepalanya sakit pada saat ini. Pasien menyangkal memiliki riwayat kencing manis dan darah tinggi.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma wajah maupun kepala disangkal. Gejala serupa disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Gejala serupa yang terjadi pada keluarga disangkal.

STATUS INTERNA

Keadaan umum Tanda Vital

: Baik

Kesadaran(kualitatif) : Compos mentis Tekanan Darah= 110/80 mmHg Nadi Respirasi Suhu Leher Thorax Pulmo = Vesicular breathing sound sama kiri dan kanan, tidak ada bunyi nafas tambahan Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis perifer = 80x/menit = 20x/menit =: Spasme (-), kaku leher (-), pembesaran KGB (-)

STATUS NEUROLOGIS Kesadaran (kuantitatif) Nn. Craniales N. VII > Pada saat istirahat kerutan dahi sebelah kiri hilang, sudut mata kiri turun, tinggi alis kiri lebih rendah, naso-labial fold sebelah kiri menghilang. > Pada saat bergerak pasien tidak dapat menaikkan alis sebelah kiri (M. Frontalis), pasien tidak dapat mengerutkan dahi sebelah kiri, pada waktu penderita diminta menutup kelopak mata kirinya maka bola mata kiri tampak terputar ke atas (Bells sign) karena kelopak mata kiri tidak dapat menutup sempurna, pada saat memperlihatkan gigi/tersenyum (M. Zygomaticus) maka sudut mulut tertarik ke sisi kanan dan nasolabial fold sisi kiri tampak lebih dangkal, bila bersiul sisi kiri bocor. : GCS E4V5M6

N. IX, X = Suara bicara normal, proses menelan baik, kedudukan arcus pharynx/uvula baik N. XII = Kedudukan lidah pada waktu istirahat maupun saat dijulurkan baik, tidak ada deviasi

Pemeriksaan Fungsi Motorik Kekuatan Otot 5 5 5 5

Tonus N N N N

Gerakan B B B B

Pemeriksaan Fungsi Sensorik Rangsang Raba B B B B

Rangsang Nyeri B B B B

Fungsi Susunan Saraf Otonom (SSO)

: BAB normal, BAK normal, Keringat normal

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Parase nervus fasialis dekstra Diagnosis Topis : Canalis fasialis dekstra Diagnosis Etiologis : Idiopatik (Bells Palsy)

TERAPI Medikamentosa Kortikosteroid prednison 1 mg/kgBB per hari (dosis maksimal 60 mg/hari) selama 5 hari Mecobalamin 3 x 1 500 mcg REHABILITATIF Fisioterapi

NERVUS FACIALIS

Terdiri dari 4 macam serabut, yaitu Serabut somatomotorik dari nukleus fasialis Merupakan bagian terbesar dari nervus fasialis yang mempersyarafi otot-otot wajah Serabut viserosensorik dari nukleus salivatorius superior Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis. Serabut viserosensorik dari nukleus solitarius Menghantarkan impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah. Serabut somatosensorik dari nukleus sensoris trigeminus Rasa nyeri dan mungkin suhu dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh n.trigeminus. Daerah overlapping(dipersarafi lebih dari 1 saraf) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksternus dan bagian luar gendang telinga.

Inti motorik n.fasialis terletak di pons, serabutnya mengitari n.abducen dan keluar dari bag.lateral pons. N.intermedius keluar dari permukaan lateral pons diantara n.fasialis dan n.vestibulokoklearis. Kemudian memasuki meatus akustikus internus, disini n.fasialis bersatu dengan n.intermedius berjalan dalam kanalis fasialis dan masuk ke dalam os.mastoid kemudian keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang mensyarafi otot-otot wajah.

Otot dahi mendapat persarafan dari kotikobulbar secara kontralateral dan ipsilateral. Sedangkan otot wajah bagian bawah hanya mendapatkan 1 persarafan kontralateral. Lesi upper motor neuron (sentral) Kontrol otot volunter dari otot ekspresi wajah bawah sisi kontralateral akan hilang sedangkan dahi yang mendapatkan persarafan bilateral akan tetap mendapatkan persarafan dari sisi sebelahnya, sehingga masih bisa menunjukan ekspresi pada wajah. Lesi lower motor neuron (perifer) Paralisis dari semua otot ekspresi pada 1 sisi wajah, yang umumnya disebut dengan bells palsy.

BELLS PALSYSuatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf fasialis, yang menyebabkan paralisis satu sisi wajah, secara mendadak.

ETIOLOGIBanyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu: Teori Iskemik vaskuler Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis. Teori infeksi virus Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1). Teori herediter Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis. Teori imunologi Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

PATOFISIOLOGI Apapun etiologi Bells palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab atas gejala klinik Bells palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom.

GEJALA KLINIKPerasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa : Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus). Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain : gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan gangguan lakrimasi

DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Anamnesa : - Rasa nyeri. - Gangguan atau kehilangan pengecapan. - Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. - Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain. Pemeriksaan : - Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer. - Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 1. Mengerutkan dahi 2. Memejamkan mata 3. Mengembangkan cuping hidung 4. Tersenyum 5. Bersiul 6. Mengencangkan kedua bibir

PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium 1. Pemeriksaan titer serum HSV 2. Pemeriksaan MRI 3. CT-scan (jika pasien ada riwayat trauma) Lainnya 1) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test) Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel. 2) Uji konduksi saraf (nerve conduction test) Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n.fasialis kiri dan kanan.

Lanjutan pemeriksaan penunjang

3) Elektromiografi Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah. 4) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa pahit (pil kina). Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya. 5) Uji Schirmer Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter; berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n.fasialis setinggi ggl. Genikulatum.

Diagnosis Klinis : Hemiparese fascial Diagnosa Topik :Letak lesi Kelainan motorik+ +

Gangguan pengecapan+ +

Gangguan pendengaran+ tuli/hiperakusis + Hiperakusis + Hiperakusis + -

Hiposekresi salivasi+ +

Hiposekresi lakrimalis+ +

Pons-meatus akustikus internus Meatus akustikus internus-ganglion genikulatum Ganglion genikulatum-N. Stapedius N.stapedius-chorda tympani Chorda tympani Infra chorda tympani-sekitar foramen stilomastoideus

+

+

+

-

+ + +

+ + -

+ + -

-

Diagnosis Diagnosa etiologi Sampai saat ini etiologi Bells palsy yang jelas tidak diketahui. Diagnosa banding : 1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis 2. Herpes Zoster Oticus 3. Trauma kapitis 4. Sindroma Guillain Barre 5. Miastenia Gravis 6. Tumor Intrakranialis

PROGNOSIS

Perjalanan penyakit Bells palsy bervariasi. Umumnya pasien akan terbagi menjadi 3 golongan: Golongan I penyembuhan sempurna tanpa sekuele (85%) Golongan II penyembuhan tidak sempurna pada fungsi motorik N. VII tetapi tanpa defek kosmetik (10%) Golongan III pasien dengan sekuele permanen dengan defek klinis dan kosmetik (5%) Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu. 15% sembuh dalam 3-6 bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat awitan merupakan tanda prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan bahwa terjadi degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan yang lebih lama dan tidak sempurna. Pasien berusia 60 th atau lebih, memiliki kemungkinan 40% untuk sembuh dan 60% mengalami sequel. Bells palsy dapat rekuren pada 10-15% pasien. Pulihnya daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan biasanya berkaitan dengan pulihnya paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14 hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk.

KOMPLIKASICrocodile tear phenomenon Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.1 Synkinesis. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

Lanjutan komplikasiHemifacial spasm. Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kontraktur. Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.

TERAPI

PROMOTIF Penderita diberikan pengertian bahwa apa yang dialaminya bukanlah tanda stroke PREVENTIF Sebaiknya menghindari terpaan angin dan udara dingin secara langsung pada bagian tubuh KURATIF 1. Medikamentosa Diberikan sedini mungkin karena proses denervasi terjadi dalam waktu 4 hari pertama.

Kortikosteroid prednison 1 mg/kgBB per hari (dosis maksimal 60 mg/hari) selama 5 hari lalu di tappering off hingga 10 hari (konsensus PERDOSSI). Antiviral acyclovir oral 2000-4000 mg per hari terbagi dalam 5 dosis selama 7-10 hari. Mecobalamin 3 dd 500 mcg untuk memperbaiki peripheral neuropathy. Multivitamin Bio ATP 3 dd 1 tablet (komposisi: ATP 20 mg, vit-B1 disulfida 100 mg, vit-B6 200 mg, vit-B12 200 mg, vit-E 30 mg). Air mata buatan Cendolyteers eye drop 4 dd gtt I OD untuk melindungi kornea dari kekeringan dan mencegah ulserasi dan infeksi pada mata.

Lanjutan terapi2. Non-medikamentosa Gunakan kacamata terutama di siang hari untuk melindungi mata dari cedera dan mengurangi kekeringan dengan meminimalisir kontak langsung udara dengan kornea. REHABILITATIF Fisioterapi (masase otot wajah, diatermi, faradisasi) dapat dikerjakan sedini mungkin. Penderita juga perlu dilatih untuk dapat melakukan masase otot wajah dan senam mulut di rumah.