BELAJAR 2.doc

22
BELAJAR Belajar merupakan bagian dari Psikologi Pendidikan. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup (survived). Secara singkat dan umum, belajar dapat diartikan sebagai “perubahan perilaku yang relative menetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini, tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan. A. Rumusan tentang Belajar Para ahli berusaha merumuskan tentang belajar, diantaranya: 1. Walker, dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967) mengemukakan bahwa belajar adalah “Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman”. Walker menggunakan susunan kata “perubahan perbuatan”, sebab dalam belajar, orang dapat memperoleh kebiasaan-kebiasaan yang buruk maupun kebiasaan kebiasaan yang baik. 2. C.T. Morgan, dalam Introduction to Psychology (1961), merumuskan belajar sebagai “ Suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu”. Menurutnya, terdapat 3 hal yang dapat diamati dari berbagai perubahan tingkah laku pada perkembangan seseorang sejak bayi hingga dewasa, yaitu: (1) Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses fisiologis, misalnya sakit. (2) Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses pematangan (maturation).

Transcript of BELAJAR 2.doc

BELAJAR

BELAJARBelajar merupakan bagian dari Psikologi Pendidikan. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup (survived). Secara singkat dan umum, belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang relative menetap sebagai hasil adanya pengalaman. Disini, tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan.A. Rumusan tentang Belajar

Para ahli berusaha merumuskan tentang belajar, diantaranya:1. Walker, dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967) mengemukakan bahwa belajar adalah Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman. Walker menggunakan susunan kata perubahan perbuatan, sebab dalam belajar, orang dapat memperoleh kebiasaan-kebiasaan yang buruk maupun kebiasaan kebiasaan yang baik.

2. C.T. Morgan, dalam Introduction to Psychology (1961), merumuskan belajar sebagai Suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. Menurutnya, terdapat 3 hal yang dapat diamati dari berbagai perubahan tingkah laku pada perkembangan seseorang sejak bayi hingga dewasa, yaitu:(1) Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses fisiologis, misalnya sakit. (2) Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses pematangan (maturation).

(3) Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses belajar.

3. Hilgard & Bower dalam Theories of Learning, seperti dikutip Purwanto (1998), mengemukakan, Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan atau pengaruh obat).

Beberapa unsur penting yang menjadi ciri atas pengertian mengenai belajar, yaitu:

1. Situasi belajar harus bertujuan, dan tujuan-tujuan tersebut diterima oleh individu maupun masyarakat;

2. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dan perubahan itu bisa mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, akan tetapi juga ada kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.3. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, dalam arti, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar.

4. Untuk bisa disebut belajar, perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari periode waktu yang cukup panjang. Seberapa lama periode waktu itu berlangsung, sulit ditentukan dengan pasti, namun perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.5. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek-aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan, sikap, ataupun kebiasaan.an.B. Hubungan Belajar dan Berpikir

Belajar dan berpikir merupakan dua proses yang tidak dapat dipisahkan, meskipun keduanya merupakan proses-proses yang berbeda. Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku, tetapi berpikir tidak selalu menghasilkan perubahan perilaku. Berpikir merupakan suatu proses mental yang tidak kasat mata, karena proses berpikir hanya dapat disimpulkan dari perilaku yang diperkirakan diarahkan oleh pikiran sebagai perilaku yang terorganisasi, bukan perilaku yang terjadi secara sembarangan. Berpikir juga merupakan suatu representasi simbolis baik dari suatu obyek, peristiwa, ide, atau hubungan-hubungan antar hal-hal tsb. Berpikir tidak selalu memecahkan masalah, tetapi juga untuk membentuk suatu konsep tertentu, atau menimbulkan ide-ide kreatif. Bila pengertian-pengertian yang diperoleh dari proses berpikir dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang relative permanen, maka proses berpikir tsb menimbulkan proses belajar. C. Teori-Teori BelajarDalam psikologi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus respon dan teori-teori tingkah laku yang menjelaskan respon mahluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang didapat dalam lingkungannya. Proses yang menunjukkan hubungan yang terus menerus antara respon yang muncul serta rangsangan yang diberikan dinamakan suatu proses belajar.1. Teori Conditioning

a. Conditioning Klasik (Classical Conditioning)Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespon terhadap stimulus tertentu dapat dipindahkan pada stimulus lain. Ivan Petrovich Pavlov (1849 1936) adalah seorang psikolog yang mengadakan percobaan tentang teori ini. Sebelum eksperimen dimulai Pavlov menaruh daging di mulut anjing, air liurnyapun (saliva) keluar. Menurutnya salivasi yang terjadi adalah suatu respon yang tidak dipelajari yang diberi istilah unconditioned response (UR). Daging yang ia diberikan disebut unconditioned stimulus (US). Kemudian Pavlov membunyikan bel (stimulus yang netral). Anjing tidak mengeluarkan air liur. Sesaat kemudian, daging diberikan. Bunyi bel ini disebut sebagai conditioned stimulus (CS). Bunyi bel yang dipasangkan (paired) dengan datangnya daging ini disebut satu (1) trial. Dengan kata lain, satu trial terdiri dari datangnya CS disertai US yang diikuti oleh UR. Setelah dilakukan kurang lebih 12 trial maka yang terjadi adalah pada saat bel dibunyikan (CS) anjing sudah mengeluarkan air liur (salivasi) padahal makanan belum datang. Salivasi yang terjadi hanya karena suara bel dan ini disebut sebagai conditioned response (CR) atau CS -------- CR. Conditioned response inilah hasil belajar dari anjing dalam percobaan. Ia telah menghubungkan antara bunyi bel dengan datangnya makanan atau antara CS dengan US. Proses ini disebut acquisition of the conditioned response. Bila CS telah menghasilkan CR, maka fungsi dari makanan (US) menjadi lain. Datangnya makanan ini dianggap memperkuat hubungan antara CS dengan R. Oleh karena itu pemberian makanan disebut sebagai penguatan atau reinforcement dan makanannya disebut penguat atau reinforce. CR akan berlangsung terus bila reinforcement selalu diberikan, walau tidak selalu pada saat yang hampir bersamaan dengan CR.b. Operant/Instrumental Conditioning

Operant conditioning banyak dipengaruhi oleh hasil kerja dua psikolog, yaitu B.F. Skinner dan Edward L. Thorndike yang beranggapan bahwa organisme mampu melakukan tindakan-tindakan atas inisiatif sendiri dalam lingkungannya, tidak seperti pada classical conditioning dimana organisme menjadi obyek, relative pasif. Selain itu, dalam operant conditioning, conditioned response (CR) tidak harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh unconditioned stimulus (US). Tindakan atau operasi organisme dalam lingkungan akan menimbulkan berbagai akibat (konsekuensi-konsekuensi) baik yang positif maupun negatif. Operant conditioning beranggapan bahwa perilaku organisme ditentukan oleh akibat-akibat yang ditimbulkannya. Konsekuensi-konsekuensi itulah yang dikendalikan untuk menimbulkan perilaku yang diinginkan. Thorndike mengemukakan tentang prinsip belajar sbb:

(1) The Law of Effect, yaitu tindakan yang memberikan hasil yang memuaskan akan cenderung diulang kembali diwaktu yang akan datang, tetapi yang tidak menghasilkan sesuatu akan ditinggalkan.

(2) The Law of Exercise, yaitu latihan membuat perilaku yang dipelajari menjadi lebih baik.

(3) The Law of Readness, yaitu tingkat kesiapan seseorang untuk mempelajari sesuatu akan sangat mempengaruhi hasil belajarnya.Sedangkan Skinner berpendapat bahwa perilaku manusia selalu dikendalikan oleh faktor luar (lingkungan, rangsangan atau stimulus), dimana dengan memberikan ganjaran positif (positive reinforcement), suatu perilaku akan ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya, jika diberikan ganjaran negative (negative reinforcement), suatu perilaku akan dihambat. Contoh, anak yang buang air di celana, selalu dimarahi ibunya (ganjaran negatif), tetapi jika ia mengatakan terlebih dahulu kepada ibunya bahwa ia akan buang air, sehingga ibu bisa membawanya ke WC, anak itu akan dipuji ibunya (ganjaran positif). Lama kelamaan, anak itu belajar buang air di WC saja, bukan di sembarang tempat.D. Belajar sebagai Suatu Proses

Proses belajar adalah cara-cara atau langkah-langkah yang memungkinkan timbulnya beberapa perubahan serta tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988). Apabila proses belajar berjalan dengan baik, kelak akan memberi hasil, yang kita sebut hasil belajar. Sedangkan jika dalam diri individu tidak pernah terjadi proses belajar, maka individu tsb tidak akan mencapai hasil apa-apa. Jadi, kalau proses itu berlangsung kurang mantap, hasilnyapun tidak akan memuaskan.Soepartinah Pakasi dalam bukunya Anak dan Perkembangan (1981), menguraikan beberapa sifat proses belajar sbb:

(1) Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungan.Dari lingkungan, anak memilih apa yang dibutuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan suatu lingkungan belajar yang kaya dengan stimulus (perangsangan) berarti membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

(2) Belajar berarti berbuatDengan bermain, berbuat, dan bekerja dengan alat-alat, banyak hal menjadi jelas. Sebab, dengan berbuat, anak mengahayati sesuatu dengan seluruh indra dan jiwanya.

(3) Belajar berarti mengalamiDengan mengalami berulang-ulang, perbuatan menjadi makin efektif. Belajar adalah pertumbuhan dan pertumbuhan memerlukan waktu dan pengalaman.

(4) Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuanBelajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan, suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan. Anak akan berusaha untuk memahami lingkungannya, agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan itu.

(5) Belajar memerlukan motivasiPemenuhan kebutuhan merupakan motivasi untuk melakukan suatu kegiatan. Banyak jenis kebutuhan, a.l. kebutuhan untuk mengetahui dan menyelidiki, kebutuhan untuk memperbaiki prestasi, kebutuhan untuk mendapat kepuasan atas hasil pekerjaan. Hal ini berarti, untuk merangsang motivasi, hendaknya kita merencanakan kegiatan belajar dengan memperhitungkan kebutuhan dan minat.(6) Belajar memerlukan kesiapanKesiapan ini merupakan suatu keadaan rohaniah (emosional, intelektual, dan social). Kesiapan berarti telah menguasai tingkat pelajaran yang diperlukan untuk menerima tingkat berikutnya. Kesiapan ini adalah syarat penting untuk kelancaran jalannya proses belajar.

(7) Belajar berarti peningkatanBelajar merupakan aktivitas yang membawa anak dari tingkat berpikir konkret menjadi tingkat berpikir abstrak. Pada suatu saat dalam perkembangannya, anak harus berpikir secara abstrak. Apabila menetap pada tingkat konkret, proses berpikir anak akan terhambat.

(8) Belajar bersifat integratifHasil belajar tidak ditambahkan dengan apa yang telah ada dalam diri seseorang. Pengalaman baru itu dijalinkan dengan pengalaman-pengalaman yang sudah ada padanya, pengertian-pengertiannya, kecakapan-kecakapannya, sikapnya dan tingkah lakunya. Dijalinkan artinya disatukan dengan yang sudah ada, sehingga menjadi bagian yang organis dari kepribadiannya.Bila suatu pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari suatu proses belajar pada waktu tertentu mempengaruhi proses belajar selanjutnya, maka telah terjadi alih belajar atau transfer of learning. Bila pengaruhnya tsb mempermudah mempelajari suatu pengetahuan atau keterampilan yang baru, maka dikatakan terjadi alih belajar positif. Tetapi bila pengaruhnya menghambat, disebut sebagai alih belajar negatif. Proses belajar disebut sebagai alih belajar positif vertikal, jika terdapat dampak langsung antara keterampilan yang satu ternadap keterampilan spesifik lain yang lebih kompleks. Sedangkan jika pelajaran-pelajaran yang bersifat umum seperti logika, IPS dan IPA yang melandasi pola pikir pada umumnya daripada suatu keterampilan atau pengetahuan yang spesifik, maka disebut alih belajar positif lateral.Menurut Udai Pareek, 3 dimensi penting dalam proses belajar adalah:

1. Penemuan

Belajar dapat mengembangkan seseorang secara efektif jika ia menemukan pengetahuan dan lain-lain dimensi penting, dan bukan hanya menerimanya dari guru.

2. Mengadakan Percobaan

Jika belajar harus aktif dan kreatif, maka percobaan diperlukan. Melalui percobaan, pelajar akan mengetahui bahwa ada berbagai cara untuk mengerjakan sesuatu, dan ia menemukan berbagai alterbatif yang membuatnya lebih efektif dalam kemampuannya untuk memilih dari berbagai alternatif yang tersedia.3. Perencanaan Auto Sistem

Belajar harus membantu pelajar untuk mengembangkan sistim pribadi untuk belajar sendiri. Tiap orang menggunakan suatu sistem. Satu orang belajar dengan membuat garis besar yang sistimatis; seseorang lagi mungkin belajar melalui penerapan.Menurut Wittig (1981), dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam 3 tahapan:

(a) Acquisition (tahap penyimpanan informasi)

Seorang pelajar menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dengan perilaku baru. Proses ini merupakan tahapan yang paling mendasar, sehingga kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.(b) Storage (tahap penyimpanan informasi)

Seorang pelajar secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori.

(c) Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)

Seorang pelajar akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.

Dalam bukunya The Guidance of Learning Activities, Burton (1952) menyimpulkan proses belajar ini sbb:(1) Proses belajar adalah mengalami, melakukan, memberikan reaksi, dan melampaui.

(2) Proses belajar mengalami berbagai macam pengalaman serta mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada tujuan tertentu.

(3) Proses dan pengalaman belajar secara maksimum bermakna untuk kehidupan individu.

(4) Proses belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan individu sendiri yang mendorong motivasi secara kontinu.

(5) Proses belajar dan hasil belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dan lingkungan.

(6) Proses belajar secara material dipengaruhi oleh berbagai perbedaan individual di kalangan individu-individu.(7) Proses belajar berjalan secara efektif jika pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diharapkan disesuaikan dengan kematangan individu.(8) Proses yang terbaik ialah jika pelajar mengetahui status serta kemajuannya.

(9) Proses belajar adalah fungsional dari prosedur-prosedur.(10) Proses belajar berjalan secara efektif di bawah bimbingan yang memberikan rangsangan, tanpa ada paksaan atau tekanan.E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar(1) Faktor endogen (internal), yakni semua faktor yang berada dalam diri individu.

(2) Faktor eksogen (eksternal), yakni semua factor yang berada di luar diri individu.

Kedua faktor tsb, dalam banyak hal acap kali saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.

1. Faktor Endogen

Meliputi 2 faktor, yakni

a. Faktor fisik

Antara lain, faktor kesehatan, misalnya anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Keadaan cacat yang dibawa sejak lahir, umpamanya orang yang bisu, tuli sejak lahir, akan menghadapi kesulitan untuk bereaksi dan berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya.

b. Faktor Psikis

Yang paling banyak disoroti pada saat ini adalah:

1. Faktor inteligensi atau kemampuanPada dasarnya, manusia itu berbeda satu dengan yang lain. Salah satu perbedaan itu adalah dalam hal kemampuan atau inteligensi. Kenyataan menunjukkan, ada orang yang dikaruniai kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu. Dan sebaliknya, ada orang yang kemampuannya kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu. Dengan demikian, perbedaan dalam mempelajari sesuatu disebabkan, antara lain oleh perbedaan pada taraf kemampuannya.2. Faktor perhatian dan minatMempelajari suatu hal yang menarik perhatian akan lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian. Juga dalam hal minat, seseorang yang menaruh minat pada suatu bidang akan lebih mudah mempelajari bidang tsb. Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.3. Faktor bakatBakat setiap orang berbeda-beda. Seorang yang berbakat music akan lebih cepat mempelajari musik tsb. Orang tua terkadang kurang memperhatikan faktor bakat ini, sehingga mereka memaksakan kehendak untuk menyekolahkan anaknya pada bidang keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu. Pemaksaan kehendak terhadap anak tentu saja akan berpengaruh buruk terhadap prestasi anak yang bersangkutan.

4. Faktor motivasiMotivasi adalah keadaan internal organism yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor motivasi memegang peranan pula. Kekurangan atau ketiadaan motivasi yang bersifat internal maupun eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya seseorang dalam melakukan proses pembelajaran.

Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan. Oleh karena itu, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu.

5. Faktor kepribadianFaktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar. Orang tua terkadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah mahluk kecil yang memiliki kepribadian sendiri. Jadi, faktor kepribadian anak mempengaruhi keadaan anak. Semakin berkembang kepribadiannya, semakin membantu dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialaminya.2. Faktor EksogenDapat dibagi dalam 3 faktor, yaitu (a) faktor keluarga, (b) faktor sekolah, dan (c) faktor lingkungan.

a. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan kelompok social pertama-tama dalam kehidupan manusia tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia social dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, dapat dibagi menjadi 3 aspek:1) Kondisi ekonomi keluargaPada keluarga yang kondisi ekonominya relative kurang, boleh jadi menjadi penyebab anak kekurangan gizi; dan kebutuhan-kebutuhan anak mungkin tidak terpenuhi. 2) Hubungan emosional orang tua dan anakHubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak. Dalam suasana rumah yang selalu rebut dengan pertengkaran akan mengakibatkan terganggunya ketenangan dan konsentrasi anak, sehingga anak tidak bisa belajar dengan baik. Hubungan orang tua dan anak yang ditandai oleh sikap acuh tak acuh dapat menimbulkan reaksi frustrasi pada anak. Atau, orang tua yang terlalu keras pada anak dapat menyebabkan jauhnya hubungan mereka yang pada gilirannya menghambat proses belajar.3) Cara mendidik anakBiasanya, setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik. Ada keluarga yang menjalankan cara-cara mendidik anaknya secara dictator, militer, ada yang demokratis, pendapat anak diterima oleh orang tua, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga. Ketiga cara mendidik ini, langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh pada proses belajar anak.

b. Faktor Sekolah

Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar misalnya rajin membaca dan rajin berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.c. Faktor Lingkungan Lain

Faktor teman bergaul dan aktivitas dalam masyarakat dapat pula mempengaruhi kegiatan belajar anak. Aktivitas di luar sekolah memang baik untuk membantu perkembangan seorang anak. Namun, tidak semua aktivitas dapat membantu anak. Jika seorang anak terlalu banyak melakukan aktivitas di luar rumah dan di luar sekolah, sementara ia kurang mampu membagi waktu belajar, dengan sendirinya aktivitas tsb akan merugikan anak karena kegiatan belajar menjadi terganggu. F. Metode Belajar

Secara singkat, metode belajar adalah cara yang teratur untuk mencapai maksud belajar. Terdapat banyak metode belajar, diantaranya adalah:

a. Metode SQ3R, yang merupakan kependekan dari:

1) Survey (menyelidiki)Memperhatikan judul dan rangkuman bab (jika ada) untuk menemukan persoalan bab tsb. Dengan mempunyai gambaran mengenai pokok-pokok yang akan dipelajari, maka dalam membaca bab tsb bisa lebih cepat dan juga pokok-pokok itu akan bisa dihubungkan satu sama lain dengan baik.2) Question (bertanya)Lihat kembali judul bab, ubah menjadi pertanyaan. Misalnya, bab judul: Pendiri Psikologi Modern dan subjudul pertamanya adalah Sigmund Freud. Pertanyaannya diharapkan Ide apakah yang disumbangkan Freud pada psikologi?. Dengan merumuskan pertanyaan ini, Anda meningkatkan keingintahuan Anda dan mengubah pembacaan Anda menjadi tugas yang bertujuan tugas untuk menjawab pertanyaan tsb.3) Read (membaca)Bacalah bagian bab di bawah subjudul tsb untuk mencari jawaban pertanyaan Anda. Dengan cara ini, Anda harus menggali bahan, aktif mencari hal-hal yang penting. Kunci tipe pembaca adalah selektif. Membaca hendaknya tidak merupakan suatu perbuatan yang pasif, melainkan berupa perbuatan aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah Anda buat.4) Recite (menceritakan kembali)Setelah menyelesaikan bagian bab tsb, tanpa melihat buku, ceritakan kembali kepada Anda sendiri melalui ingatan jawaban pertanyaan Anda. Gunakan kata sendiri dan beri contoh. Langkag menceritakan kembali ini adalah sangat penting bagi pemasukan bahan tsb ke dalam otak.5) Review (mengulangi)Mengulang ini menolong Anda tidak cepat lupa, yaitu lupa apa yang baru saja dipelajari. Setelah itu ulangi bahan tsb secara berkala (katakanlah, seminggu sekali) agar terhindar dari lupa secara berangsur-angsur.b. Metode PQRST

Metode PQRST, merupakan singkatan dari:

1) Preview (menyelidiki)Penyelidikan ini bisa dilakukan dengan membaca kalimat-kalimat awal atau kalimat-kalimat pokok pada permulaan atau akhir suatu paragraph, ataupun ringkasan pada akhir suatu bab.

2) Question (bertanya)Pada tahapan Question, seperti pada metode SQ3R.

3) Read (membaca)Disini juga dianjurkan membaca secara aktif, yaitu pikiran seseorang harus memberikan reaksi terhadap apa yang dibacanya.

4) State (menyatakan)Ialah mengucapkan dengan kata-kata sendiri apa yang sudah dibaca.

5) Test (menguji)Di sini, seseorang mengulangi pelajarannya itu sambil berusaha mengingat-ingat pokok-pokok dalam pelajaran tsb.

G. Efisiensi BelajarEfisiensi adalah pengertian atau konsepsi yang menggambarkan perbandingan terbaik antara usaha dan hasil yang dicapai. Efisiensi sebagai perbandingan yang paling baik, dapat ditinjau dari 2 segi:

a. Segi Usaha Belajar

b. Segi Hasil Belajar Untuk membuat belajar lebih efektif, Udai Pareek (1996) mengemukakan 6 langkah berikut:1) Pemerolehan masukan baru berkenaan dengan pengetahuan dan pengertian (kognitif), atau suatu kegiatan fisik atau motorik, atau suatu perilaku baru (termasuk sikap dan nilai). Jika proses ini berjalan cepat, belajar adalah efektif.

2) Pengasimilasian masukan baru itu. Masukan tsb tidak saja harus diperoleh dengan cepat, tetapi harus ditahan dalam diri seseorang untuk waktu yang lama. Jika apa yang diperoleh itu tidak lama ditahan dalam diri orang itu, cara belajar tidak efektif.

3) Belajar bukanlah proses pengumpulan berbagai masukan. Jika masukan ini lepas, bergantung bebas satu sama lain, orang hanya bertindak sebagai suatu wadah yang pasif untuk pengetahuan, keterampilan motorik, atau perilaku. Misalnya, seorang sarjana dapat memperoleh berbagai fakta, pengetahuan dan keterampilan ilmiah, namun ia tetap bertakhayul. Belajar efektif mempunyai ciri internisasi dari masukan-masukan baru itu. Setelah masukan itu diasimilasikan, hendaknya tidak tetap menjadi asing, tetapi harus menjadi bagian dari kepribadian, gaya hidup dan dunia psikologinya. Internisasi juga berarti bahwa mengubah masukan-masukan itu sesuai dengan sistem 4) Setelah masukan-masukan yang diperoleh itu diinternisasikan, dapat dipergunakan secara efektif jika diperlukan. Misalnya, belajar berbagai teknik keterampilan manajemen, hendaknya menghasilkan manajemen yang lebih baik atas berbagai kegiatan dan bidang di tempat orang itu bekerja.

5) Penggunaan pelajaran secara efektif juga berarti kreativitas. Belajar harus mempunyai nilai keluwesan. Apa yang telah dipelajari di satu bidang harus dapat diterapkan dan digunakan di bidang lain.6) Belajar hendaknya menambah kemampuan orang itu untuk lebih banyak belajar sendiri. Tanpa belajar sendiri, pertumbuhan orang akan terbatas dan bergantung dari sumber daya dari luar.

Jadi, manajemen belajar digunakan untuk menjamin bahwa belajar terjadi cepat, dipertahankan, diinternkan, dan digunakan secara efektif, menimbulkan kreativitas, dan meningkatkan kemampuan untuk belajar sendiri. MOTIVASI BELAJARUntuk membahas motivasi belajar, tentu harus pula memahami motivasi dan perilaku individu. Manusia tidak hanya bergerak bila ada daya dari luar yang mendorongnya, melainkan mahluk yang mempunyai daya-daya dalam dirinya sendiri untuk bergerak. Dorongan-dorongan atau alasan-alasan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat /bertindak sesuatu disebut motif. Semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif, sehingga motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Tingkah laku yang dilatarbelakangi adanya motif, disebut tingkah laku bermotivasi. Atau bisa dirumuskan sebagai Tingkah laku yang dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan, agar suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan (Dirgagunarsa, 1996). Dalam rumusan ini, ada beberapa unsur pada tingkah laku yang membentuk lingkaran motivasi/daur motivasi seperti, adanya kebutuhan, dimana kebutuhan mendorong perilaku/tingkah laku, sebagai alat untuk mencapai tujuan. Walau motivasi menggerakkan perilaku, tetapi hubungan antara keduanya cukup kompleks. Berikut ini beberapa ciri motivasi dalam perilaku, antara lain:1. Motivasi tidak hanya merangsang suatu perilaku tertentu, tetapi juga merangsang kecenderungan berperilaku.

2. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.

3. Penguatan positif (positive reinforcement) menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulangi kembali.

4. Kekuatan perilaku akan melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak enak.

Manusia terdorong untuk bertindak karena kebutuhannya. Menurut Abraham H. Maslow, kebutuhan manusia dapat dibagi dalam beberapa tingkat (hierarki kebutuhan), dimana setiap kebutuhan akan dipenuhi setelah kebutuhan sebelumnya bisa tercapai. Kebutuhan tsb adalah:1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis dasar (physiological needs), yaitu kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, seperti kebutuhan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen.2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram (safety needs), meliputi kebutuhan perlindungan, keamanan, hukum, kebebasan dari rasa takut, dan kecemasan.

3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (belongingness and love needs), yaitu kebutuhan untuk ikut serta dan diterima oleh orang lain.

4. Kebutuhan untuk dihargai (esteem needs), meliputi penghargaan terhadap kemampuan, kemandirian dan perwujudan diri sendiri juga penghargaan yang didasarkan penilaian orang lain.5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan untuk menjadi apa yang memang sesuai dengan kemampuannya.

Seorang ahli psikologi yang lain, yaitu David Mc. Clelland terkenal dengan pemikirannya mengenai kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement) yang disingkat dengan simbol n-ach. Kebutuhan berprestasi tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standar keunggulan (standard of exellence), maka orang seperti ini menyukai tugas-tugas yang menantang, bertanggung jawab secara pribadi, terbuka terhadap umpan balik untuk memperbaiki prestasinya, kreatif dan inovatif, mau bekerja keras, dan mencari kesempatan serta peluang. N-ach dapat ditingkatkan melalui latihan, seperti Achievement Motivation Training (AMT). Makin kuat motif tsb, makin tetaplah tingkah lakunya yang tampak.

Dalam proses belajar, motivasi belajar sangat berperan. Dengan ditetapkannya tujuan suatu pembelajaran, yaitu mencapai hasil belajar yang optimal, maka semakin meningkat kebutuhan seseorang terhadap pencapaian prestasi tsb. Hal ini menimbulkan dorongan yang semakin kuat untuk melakukan usaha-usaha yang dapat menunjang tercapainya hasil belajar sesuai harapan orang tsb. Sebaliknya, ketiadaan motivasi belajar, tentu akan menurunkan semangat seseorang dalam melakukan pembelajaran. Upaya untuk meningkatkan motivasi belajar, a.l:

Tetapkan tujuan jangka pendek, tentang hasil belajar yang akan dicapai

Buat jadwal belajar harian, sesuai skala prioritas Melakukan kegiatan belajar sesuai jadwal yang sudah disusun dengan disiplin

Membangun rasa percaya diri

Mencari umpan balik terhadap hasil belajar

Beberapa hal yang dapat menurunkan motivasi (demotivasi) dalam belajar:

Kurang memahami tujuan belajar

Menentukan standar yang terlalu tinggi (tidak rasional) Tidak disiplin dalam melakukan kegiatan belajar

Terlalu banyak tekanan

Sarana/kondisi belajar yang tidak memadaiSumber Pustaka

1. Drs, Alex Sobur, M.Si, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, Pustaka Setia Bandung, 2003.2. Maslow, AH., Motivation and Personality, Harper & Row, New York, 1954.

3. Morgan, Clifford T., Introduction to Psychology, Second Edition, McGraw Hill Company, Inc., N.Y., Toronto, London 1961.Usaha

lebih kecil

Usaha

terkecil

Usaha

biasa

Prestasi

tinggi

Hasil/prestasi rendah

rendah

Prestasi

sedang