5. Bab 2.doc

36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm. 2 Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. 3 2.2 Epidemiologi 5

Transcript of 5. Bab 2.doc

Page 1: 5. Bab 2.doc

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik

dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi

dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam

cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim. Kehamilan ektopik

merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak

memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm.2

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul

gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang

menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.3

2.2 Epidemiologi

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya

penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru

memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu.2 Sehingga insidens

kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara

kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan

prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan

berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang

terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.4

5

Page 2: 5. Bab 2.doc

6

Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,

karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan

uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen

dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan

keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang

reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan

frekuensi kehamilan ektopik.5

Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari

pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis

lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam.11 Kehamilan ektopik

banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang

rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada

masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di Negara maju dan

pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.6 Di Amerika Serikat,

kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, kejadian ini

dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada golongan pendapatan rendah

lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat kurang.7

2.3 Anatomi dan Imunologi

2.3.1 Anatomi Alat Reproduksi

a. Tuba Fallopi

Tuba fallopi terdiri atas pars interstitialis, yaitu bagian yang terdapat di

dinding uterus. Pars ismika, merupakan bagian medial yang sempit seluruhnya.

Page 3: 5. Bab 2.doc

7

Pars ampularis yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat

konsepsi terjadi. Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka kea rah

abdomen dan mempunyai fimbriae. Fimbriae penting untuk tuba menangkap telur

dan selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum sebagai

anemone (sejenis bintang laut).1

Gambar 2.3.1 Ovarium, tuba dan uterus.

b. Ovarium

Terdapat dua ovarium kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovarium

dibagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang

lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan

tebal kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan

mesovarium tempat ditemukannya pembuluh darah dan serabut saraf untuk

ovarium. Pinggir bawahnya bebas. 1

Page 4: 5. Bab 2.doc

8

Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang

dekat dengan uterus dan tidak jarang diselubungi oleh beberapa fimbriae dari

infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus

melalui ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan yang menjadi

satu dengan jaringan otot di ligamentum rotundum. 1

c. Serviks uterus

Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dab serviks uteri. Serviks uteri

terdiri atas pars vagina servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars

supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina.

Saluran yang berasal dari serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk seperti

saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar

serviks.

Gambar 2.3.2. Uterus.

Uterus difiksasi oleh ligamentum cardinale (Ligamentum transversum cervicalis)

yang mengelilingi uterus setinggi perbatasan corpus & cerviex, ligamentum teres

Page 5: 5. Bab 2.doc

9

uteri dari sudut antara uterus dan tuba via canalis inguinalis ke labium mayus ,

plica rectouterina dan vesicouterina, dan ligamentum latum. 1

2.3.2 Imunologi

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi retrovirus yang disebut sebagai Humman

Immunodeficiency Virus (HIV). Partikel virus HIV berdiameter 0,1 mikro meter

diselubungi oleh dwilapis fosfolipid seperti halnya membran sel pada umumnya.

Struktur ini memberikan kemudahan terjadinya fusi antara kedua membran.

Selubung virus tersebut juga dilengkapi dengan tonjolan-tonjolan protein pada

seluruh permukaannya seperti jeruji. Terdapat struktur berbentuk bulat telur

seperti tombol pintu dengan sebuah cekungan disetiap ujung luar dari struktur

virus tersebut. Terdapat protein berbentuk batang menembus sampai ke bagian

dalam. Seluruh bangunan protein tersebut disebut gp160 karena berat molekulnya

sebesar 160, dan bagian berbentuk bulat telur disebut gp120 yang melanjutkan

struktur seperti batang dalam selubung menjadi gp41. Disebelah dalam selubung

luar virus dilengkapi dengan selubung protein (kapsid). Dibagian tengah virus

terdapat ‘inti’ yang terdiri atas substansi genetik berbentuk 2 untaian RNA dengan

enzim reverse transcriptase.8

Page 6: 5. Bab 2.doc

10

Gambar 2.3.3 Struktur HIV.

2.4 Faktor Risiko

a. Usia

Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya kehamilan

ektopik. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40

tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.13 Menurut Linardakis (1998) 40% dari

kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29 tahun.9

b. Paritas

Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas.

Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Ada laporan yang menyebutkan

kejadiannya satu dalam 2600 kehamilan. Penelitian di RSUD Arifin Achmad di

Pekan Baru selama periode 1 Januari 2003-31 Desember 2005 melaporkan bahwa

kehamilan ektopik terganggu terbanyak terjadi pada penderita paritas 1 (35,34

%).10

c. Ras/suku

Page 7: 5. Bab 2.doc

11

Menurut Philip Kotler, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang, salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku termasuk

bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam

menggunakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan.11 Kehamilan

ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit

putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak

ditemukan pada golongan wanita kulit hitam.6

d. Agama

Agama merupakan salah satu faktor sosio demografi yang mempengaruhi

penggunaann pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan yang

merupakan salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk

menjamin agar setiap wanita hamil dan menyusui dapat memelihara kesehatannya

sesempurna mungkin, dapat melahirkan bayi yang sehat tanpa gangguan apapun

dan dapat merawatnya dengan baik.11

e. Tingkat pendidikan

Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan

kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat

pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting

dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi

pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin meningkat pengetahuan dan

kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan

persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan

kehamilan secara berkala dan teratur.12

Page 8: 5. Bab 2.doc

12

f. Pekerjaan

Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan

dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan.

Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio

ekonomi keluarga.11 Kehamilan ektopik lebih sering terjadi pada keadaan sosio

ekonomi yang rendah.

g. Riwayat penyakit terdahulu

Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik

adalah infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan

infertil.

h. Riwayat kehamilan jelek

Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik

adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien

pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai

25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami

kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi

lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara

0-14.6%.26 Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan

ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa.13

i. Riwayat infeksi pelvis

Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik

mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya.13 Calon ibu menderita infeksi

Page 9: 5. Bab 2.doc

13

akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang

menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk

memastikan gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan

yang bersifat fisiologis.4

j. Riwayat kontrasepsi

Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan

ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan

kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio

kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar

daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi.13 Kejadian

kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik

per 1000 akseptor AKDR setiap tahun. Akseptor pil yang berisi hanya

progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap kehamilan

ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakaipil mini 4-6% dari

kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi

perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.

k. Riwayat operasi tuba

Page 10: 5. Bab 2.doc

14

Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang

gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai

faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik.14

l. Merokok

Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden

kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan

afinitas reseptor andrenergik dalam tuba.

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Patofisiologi KET

Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering adalah karena sel telur

yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga

embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan

tumbuh diluar rongga rahim. Adanya infeksi menyebabkan penyempitan lumen

yang menyebabkan perjalanan menuju endometrium terhalangi. Apabila

kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan dengan besarnya buah

kehamilan akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik terganggu. Karena

tuba juga bukan tempat yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan

dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut :14

a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.

Page 11: 5. Bab 2.doc

15

Pada implantasi yang kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadinya resorbsi total. Dalam keadaan

ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat beberapa hari. 14

b. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh

vili korealis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah

dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan

ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan

yang timbul. Apabila pelepasan menyeluruh , mudigah dengan selapunta

dikeluarkan ke dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kea rah

ostium tuba pars abdominis. 14

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,

peradarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga

berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menerus

menyebabkan tuba membesar dan kebiruan (hematosalping) dan selanjutnya darah

mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di

akvum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. 14

c. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi apabila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, rupture pada pars interstitialis terjadi

pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan rupture ialah

penembusan vili korialis kedalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan seperti koitus atau

Page 12: 5. Bab 2.doc

16

pemeriksaan vagina. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan ke rongga perut,

kadang-kadang sedikit, kadang-kadang juga banyak, sampai menimbulkan syok

dan kematian. Jika pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan

dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba

abdominal. 14

Beberapa jenis kehamilan ektopik lain :

a. Kehamilan abdominal

Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil

konsepsi di dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal

primer, atau awalnya dari kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang

terlepas selanjutnya melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut

sebagai kehamilan abdominal sekunder. 14

Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah,

malaise, dan nyeri saat janin bergerak. Gambarn klinik yang paling sering

ditemukan adalah nyeri tekan abdomen, presentasi janin abnormal, dan lokasi

serviks uteri yang berubah. 14

b. Kehamilan ovarial

Gejala klinik hamper sama dengan kehamilan tuba. Kenyataannya,

kehamilan ovarial seringkali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat

pembedahan, diagnosis seringkali dibuat setelah pemeriksaaan histopatologi. 14

c. Kehamilan servikal

Page 13: 5. Bab 2.doc

17

Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predisposisi kehamilan serviks.

Gejala yang umum ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri.

Pada umumnya serviks membesar, hiperemis atau sianosis. 14

2.5.2 Patofisiologi HIV

a. Daur hidup HIV

Virus HIV, seperti halnya virus lain hanya dapat bertahan hidup dan

memperbanyak diri dalam sebuah sel. Dengan demikian daur hidup virus

berlangsung dalam sel. Daur hidup virus HIV dapat dibedakan dalam 4 tahap,

yaitu tahap masuknya virus dalam sel, tahap transkripsi mundur dan interaksi

genom, tahap reprikasi, dan tahap perakitan dan pendewasaan virus.8

1. Tahap masuknya virus dalam sel

Proses masuknya virus dalam sel inang berkaitan dengan struktur

permukaan virus dan inang. Sebelum terjadi ikatan spesifik antara partikel virus

dan permukaan sel inang, berlangsung penempelan karena adanya muatan listrik

yang berlawanan. Permukaan gp120 bermuatan positif menempel dengan

proteoglikan dari lektin permukaan yang bermuatan negatif. Setelah terjadi

penempelan dengan mekanisme tersebut, kemudian terjadi ikatan spesifik pertama

anatar gp120 dengan molekul CD4 yang dimiliki sel inang. Dengan demikian

molekul CD4 bertindak sebagai reseptor bagi virus HIV, maka sel-sel yang

memiliki molekul CD4 pada permukaannya (sel CD4+, makrofag, dan sel

dendritik) dapat merupakan sel inang bagi HIV. Molekul CD4 akan terikat dengan

permukaan molekul gp120 dengan afinitas yang sangat tinggi. Ikatan ini akan

memicu berbagai perubahan struktur molekul gp120, diantaranya membentuk

Page 14: 5. Bab 2.doc

18

tempat ikatan untuk molekul ko-reseptor khemokin. Koreseptor tersebut dalam

kondisi normal berfungsi mengikat khemokin yang merupakan faktor atraksi

berkumpulnya sel-sel radang.8

Dalam kasus infeksi HIV ini, koreseptor dibutuhkan untuk menginduksi

perubahan pada gp41 yang berada dalam membran dwilapis virus. Perubahan

truktur tersebut akan memaparkan bagian ‘peptida fusi’ dari molekul gp41 yang

sebelumnya terkubur dalam struktur gp120. Dengan terpaparnya bagian ‘peptida

fusi’ tersebut, akan disusul penyisipan peptida tersebut dalam membran sel

inang.Fusi tersebut meenyebabkan partikel virus tidak berselubung lagi sehingga

inti virus bersama kompleks reverse transcriptas (RT) kini berada dalam

sitoplasma sel inang.8

2. Tahap transkripsi mundur dan integrasi genom

Retrovirus, sebagaimana virus DNA tidak memiliki kelengkapan untuk

replikasi dan biosintesis, maka virus harus hidup dalam sel sebagai parasit karena

memerlukan kelengkapan (organel ribosom) yang dibutuhkan untuk

kehidupannya. Untuk memanfaatkan kelengkapan tersebut, genom virus haru

dibagungkan dengan genom sel inang dengan cara diintergrasikan dengan cara

penyisipan dalam molekul DNA yang dimiliki inti sel inang. Tetapi karena genom

retrovirus dalam bentuk RNA, makan sebelum diintegrasikan dalam genom sel

inang, molekul RNA harus ditranskripsikn mundur menjadi molekul DNA. Itulah

sebabnya retrovirus dilengkapi dengan enzim yang dinamakan reverse

transcriptase yang diperlukan untuk transkripsi mundur.8

Page 15: 5. Bab 2.doc

19

Dua untai RNA virus ditranskripsi mundur menjadi 2 untai cDNA kemudian

pasangan DNA virus pindah dari sitoplasma sel ke dalam intinya dan disisipkan

ke dalam DNA inang dengan bantuan enzim integrase. Genom virus yang telah

menyatu dengan genom inang dapat berada pada fase laten atau aktif. cDNA yang

aktif disebut sebagai provirus. Provirus yang aktif tersebut dapat digunakan

sebagai pola cetak transkripsi menjadi untaian RNA kembali dalam proses

replikasi untuk biosintesis pembentukan partikel virus yang baru. Pada periode

laten, replikasi virus tetap berlangsung walaupun dengan kecepatan lambat hingga

adanya beberapa peristiwa yang dapat memicu untuk replikasi kecepatan penuh

sehingga menimbulkan kematian sel dan infeksi sel inang berikutnya. Sampai saat

ini belum diketahui secara pasti bentuk picuan apa yang dapat merangsang

replikasi virus dengan kecepatan penuh.8

3. Tahap replikasi

Proses sintesis protein dengan kode gena virus sama dengan proses sintesis

protein yang berlangsung dalam sel. Sintesis dimulai dengan transkripsi, splicing

mRNA dalam inti, yang dilanjutkan translasi pada ribosom dari rER (rough

endoplasmic reticulum) menjadi peptida, diselesaikan dalam kompleks Golgi

menuju membran sel inang.8

4. Tahap perakitan dan pendewasaan virus

Perakitan dapat diawali ketika masih berada dalam vesikel sekresi yang

dilepaskan oleh kompleks Golgi. Perakitan komponen virus bergantung pada

protein sel inang yang disebut HBG8 yang akan mengikat protein P55 dan

mendorong pembentukan inti virus yang belum dewasa. Protein struktural lain

Page 16: 5. Bab 2.doc

20

dari virus berkumpul di membran sel bersama 2 untaian genom RNA, reverse

transcriptase, protease, dan integrase yang segera diintegrasikan menjadi virus

yang belum dewasa. Bersamaan dengan pertunasan partikel virus baru dari

membran sel, terjadi proses proteolisis kapsid untuk pengembangan menjadi virus

dewasa.8

Gambar 2.6.1 Proses replikasi virus HIV

b. Imunopatogenesis Penyakit AIDS

Berdasarkan mekanisme perkembangannya, infeksi virus HIV secara klinis

dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase dini atau fase akut, fase kronik, dan fase

krisis.8

1. Fase dini atau fase akut

Awal infeksi terjadi karena adanya paparan cairan tubuh dari orang yang

terinfeksi HIV. Virus HIV ditemukan sebagai partikel virus bebas yang terdapat

Page 17: 5. Bab 2.doc

21

dalam sel yang terinfeksi, dalam semen, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI).

Jalan penularan yang paling diketahui di dunia adalah melalui persetubuhan.

Penggunaan jarum suntik bekas yang tercemar oleh HIV pada orang-orang

yang ,enggunakan obat-obatan melalui intravena, dan penggunaan darah untuk

tujuan pengobatan, juga merupakan cara infeksi yang biasa terjadi. Tetapi dengan

adanya penapisan ketat bagi darah yang akan digunakan untuk transfusi maka

penularan melalui produk darah dapat dicegah. Rute lain yang penting dalam

penularan HIV adalah penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya

ketika melahirkan atau menyusui anaknya.8

Dua sampai delapan minggu setelah mendapatkan infeksi HIV terjadi

viremia akut. Gejala yang timbul seperti penderita influenza, mencakup demam

tinggi, sakit tenggorokan, sakit kepala dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Sindom ini akan mereda dengan sendirinya dalam kurun waktu 1-4 minggu.

Selama fase akut ini, terjadi ‘letupan’ replikasi virus , khususnya berlangsung

dalam sel0sel TCD4+ dalam usus, yang dibarengi dengan penurunan jumlah

TCD4+ dalam peredaran darah. Pada keadaan ini akan terbangkit respons spesifik

oleh sel-sel TCD8+ terhadap HIV. Respons tersebut dimanifestasikan dalam

pembunuhan sel-sel yang terinfeksi virus, kemudian diikuti oleh produksi antibodi

spesifik anti-HIV. Akibatnya kadar virus dalam darah segera menurun dan terjadi

peningkatan jumlah sel TCD4+ tetapi tidak pernah mencapai jumlah normal.8

2. Fase kronik dan fase krisis

Setelah terjadinya infeksi primer, kemudian masuk dalam fase latensi klinik

(tanpa gejala atau gejala ringan) yang tetap disertai berlanjutnya replikasi virus

Page 18: 5. Bab 2.doc

22

HIV sementara secara gradual jumlah sel TCD4+menurun dalam fungsi dan

jumlahnya.8

Seseorang yang terinfeksi virus HIV, dalam waktu bertahun-tahun akan

berkembang menjadi penyakit AIDS. Periode tanpa gejala secara khas

berlangsung dalam kurun waktu antara 2 hingga 15 tahun. Jumlah sel TCD4+ yang

berfungsi, akhirya menurun sampai dibawah garis ambang (sekitar 400sel/mikro

liter sehingga infeksi oportunistik akan mulai muncul. Jika jumlah sel

TCD4+merosot tajam sampai dibawah 200 sel/mikro liter, individu tersebut

dimasukan dalam penyandang AIDS.8

Mikroba oportunistik yang khas pada penderita AIDS yaitu, candida sp.,

dan Mycobacterium tuberculosis. Di kemudian hari sering menderita penyakit

akibat aktivasi virus varicella zoster yang laten berasal dari kasus cacar air

sebelumnya. Penyakit lain yang umum ditemukan pada penderita AIDS yaitu,

limfoma sel B, sarcoma Kaposi, kanker sel endotel, hepatitis C, dan pneumonia

akibat infeksi Pneumositis carinii.8

Jenis patogen yang mencolok pada tahap akhir dari penyakit AIDS adalah

infeksi Mycobacterium ovium dan cytomegalovirus. Infeksi sistem pernapasan

merupakan penyebab kematian utama pada penderita AIDS. Walaupun infeksi

dan kanker yang disebutkan diatas merupakan hal yang khas, namun tidak semua

pasien AIDS akan mengalami perkembangan penyakit tersebut.8

2.6 Diagnosa

2.6.1 Diagnosa KET

Page 19: 5. Bab 2.doc

23

Kehamilan ektopik yang belum teganggu memiliki gejala – gejala

kehamilan muda atau abortus imminens seperti terlambat haid, mual dan muntah,

pembesaran payudara, hiperpigmentasi areola dan linea nigra, peningkatan rasa

ingin berkemih, porsio livide, pelunakan serviks, dan perdarahan bercak berulang.

Pada tahap ini juga terdapat tanda – tanda tidak umum dari hasil pemeriksaan

bimanual yaitu, adanya massa lunak di adneksa ( hati – hati saat melakukan

pemeriksaan karena dapat terjadi ruptur atau salah duga dengan ovarium atau kista

kecil ) dan didapatkan nyeri goyang porsio.1

Kehamilan ektopik terganggu memiliki gejala kehamilan muda dan abortus

imminens dan juga terdapat kondisi gawat darurat dan abdominal akut seperti,

pucat atau anemis, kesadaran menurun dan lemah, syok ( hipovolemik ) sehingga

isi dan tekanan denyut nadi berkurang serta meningkatnya frekuensi nadi, perut

kembung ( adanya cairan bebas intraabdomen) dan nyeri tekan, nyeri perut bawah

yang makin hebat apabila tubuh digerakkan, nyeri goyang porsio.1

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan

jumlah sel darah merah berguna dalam penegakan KET terutama bila ada tanda –

tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit

dilakukan serial dalam jarak satu jam selama 3 kali berturut – turut, pada KET

didapatkan penurunan. Pemeriksaan leukosit yang meningkat juga menunjukkan

ada perdarahan.1

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah ultrasonografi. Keunggulan

cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya tidak perlu

memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau

Page 20: 5. Bab 2.doc

24

berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah

kavum Douglas berisi cairan.1

Gambar 2.6. Ultrasonografi pada KET

Pemeriksaan kuldosentesis sangat membantu dalam menegakkan diagnosis

kehamilan ektopik yang terganggu ( KET ). Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui adanya darah dalam kavum Douglasi. Teknik kuldosentesis dapat

dilakukan dengan urutan berikut :1

1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.

2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.

3. Spekulum dipasang dan bibir belakang posio dijepit dengan cunam serviks

dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.

4. Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglasi dan dengan

semprit 10 ml dilakukan pengisapan.

5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain

kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :

Page 21: 5. Bab 2.doc

25

Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku;

darah berasal dari arteri atau vena yang tertusuk;

Darah tua berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang

berupa bekuan kecil – kecil; darah ini menunjukan adanya hematokel

retrouterina.1

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk

KET apabila hasil penilaian prosedur diagnostik lain meragukan. Secara

sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglasi, dan

ligamentum latum.1

2.6.2 Diagnosa HIV

Page 22: 5. Bab 2.doc

26

Gambar 2.6 Alur diagnosa HIV.

2.7 Terapi

2.7.1 Terapi KET

Penanganan KET pada umumnya laparotomi. Tindakan ini perlu

dipertimbangkan kondisi penderita, keinginan penderita akan fungsi reproduksi,

lokasi KET, kondisi anatomi organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter

operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil

pertimbangan ini menentukan terapi dilakukan salpingektomi pada kehamilan

tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu salpingostomi atau

Page 23: 5. Bab 2.doc

27

reanastomosis tuba. Apabila keadaan buruk lebih baik salpingektomi untuk terapi

yang akan dilakukan saat pembedahan.1

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah

dicoba penanganan dengan kemoterapi untuk menghindari pembedahan. Kriteria

kasus yang diobati dengan cara ini yaitu, kehamilan di pars ampularis tiba belum

pecah, diameter kantong gestasi ≤ 4 cm, perdarahan dalam rongga abdomen ≤ 100

ml, dan tanda vital dan stabil. Obat yang digunakan ialah metotreksat 1 mg/kg I.V

dan faktor sitrovorum 0,1 mg/kg I.M berseling – seling setiap hari selama 8 hari.1

2.7.2 Terapi HIV

Begitu banyak celah kekosongana dalam pengertian kita mengenai infeksi

HIV dan AIDS diverminkan oleh belum tersediannya kemoterapi dan imunoterapi

yang efektif untuk mengobati AIDS dan belum adanya vaksin yang efektif untuk

mencegah AIDS. Namun demikian usaha pengobatan dan pencegahannya telah

dimulai walaupun belum begitu menonjol hasilnya.8

Obat pertama yang diberikan terhadap AIDS adalah azidothymidine (AZT)

yang mula – mula dikembangkan untuk obat anti kanker. AZT yang bekerja

menghambat reverse transcriptase sangat toksik khususnya untuk sumsum tulang.

Untuk mengurangi toksisitasnya, telah dicoba diberikan bersama – sama dengan

obat lain. Obat lain yang kurang toksik, dideoxyinosine (DDI). Kini terdapat

empat kelas obat – obatan yang memiliki sasaran pada 3 tahap dalam daur hidup

retrovirus yaitu, kelas inhibitor transkripsi mundur, kelas inhibitor protease virus,

dan kelas inhibitor fusi pertama.8

Page 24: 5. Bab 2.doc

28

Beberapa vaksin anti-HIV sedang dikembangkan. Usaha-usaha tersebut

mulai dari pembuatan peptida selubung virus, penyediaan subunit virus

rekombinan sampai pembuatan vaksin anti-idiotipe. Pada saat ini belum dapat

diperoleh vaksin yang cukup efektif untuk terapi AIDS dan belum ada yang

dicoba kepada manusia dengan hasil efektif terhadap infeksi HIV.8

2.8 Komplikasi

Keadaan – keadaan yang mungkin terjadi pada KET yang sering disebabkan

yaitu anemia. Keadaan ini terjadi karena perdarahan berada di dalam abdomen

sehingga tidak diketahui jumlah darah yang sudah keluar. Perdarahan yang terjadi

tidak sebanding dengan keadaan umum penderita yang bisa menyebabkan syok

hipovolemik.1

Komplikasi lain yang mungkin terjadi pada pengobatan konservatif, yaitu

bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi

perdarahan ulang, ini merupakan indikasi operasi, infeksi, sterilitas, pecahnya tuba

falopi, komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.1

2.9 Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu tergantung dari diagnosis

dini, semakin cepat didiagnosis semakin turun angka kematian. Pada umumnya

kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Angka

kehamilan ektopik berulang dilaporkan 0 – 14,6 %. Perempuan yang sudah cukup

anak sebaiknya dilakukan salpingektomi bilateralis.1