bedah intracranial

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. Meningkatnya teknik pencitraan, pencahayaan dan pembesaran yang telah di buat memungkinkan mendapat gambaran tiga dimensi daerah yang di operasi. Alat-alat bedah mikro diperkenankan digunakan untuk memisahkan jaringan yang sulit tanpa trauma. Sistem diseksi ultrasonik memungkinkan otak tertentu dan tumor medula spinalis diangkat dengan cepat dan tepat. Probe ditempatkan di dalam jaringan otak untuk radiasi interstisial, hipertermia atau kemoterapi. Bahan penjahit lebih kecil dari sehelai rambut, yang digunakan untuk menjahit syaraf-syaraf kecil dan pembuluh darah dan anastomosis. Terdapat beberapa gejala / kumpulan gejala yang karakteristik pada penyakit intrakranial yang sering merupakan masalah utama bagi pasien untuk memperoleh pertolongan medis. Gejala / kumpulan gejala tersebut tidak jarang menimbulkan persepsi atau interpretasi yang berbeda di antara yang mengeluh (Pasien). Dengan yang mendengarkannya dalam hal ini tenaga kesehatan. Tidak jarang pula suatu gejala medis tertentu diekspresikan secara berbeda – beda, bergantung latar belakang pendidikan / 1

description

bedah

Transcript of bedah intracranial

Page 1: bedah intracranial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik

pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi intrakranial

dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. Meningkatnya teknik pencitraan,

pencahayaan dan pembesaran yang telah di buat memungkinkan mendapat gambaran tiga

dimensi daerah yang di operasi. Alat-alat bedah mikro diperkenankan digunakan untuk

memisahkan jaringan yang sulit tanpa trauma. Sistem diseksi ultrasonik memungkinkan

otak tertentu dan tumor medula spinalis diangkat dengan cepat dan tepat. Probe

ditempatkan di dalam jaringan otak untuk radiasi interstisial, hipertermia atau kemoterapi.

Bahan penjahit lebih kecil dari sehelai rambut, yang digunakan untuk menjahit syaraf-

syaraf  kecil dan pembuluh darah dan anastomosis.

Terdapat beberapa gejala / kumpulan gejala yang karakteristik pada penyakit

intrakranial yang sering merupakan masalah utama bagi pasien untuk memperoleh

pertolongan medis. Gejala / kumpulan gejala tersebut tidak jarang menimbulkan persepsi 

atau interpretasi yang berbeda di antara yang mengeluh (Pasien). Dengan yang

mendengarkannya dalam hal ini tenaga kesehatan. Tidak jarang pula suatu gejala medis

tertentu diekspresikan secara berbeda – beda, bergantung latar belakang pendidikan / sosial

budaya pasien sehingga diperlukan teknik anamnesis yang spesifik untuk menyamakan

persepsi. Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu

intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi

dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat

terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan dengan

pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial..

1.2    Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :

1.      Mampu mengetahui pengertian kraniotomi.

2.      Mampu menjelaskan indikasi penggunaan kraniotomi.

3.      Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien

pre, intra dan pasca kraniotomi.

4.      Mengidentifikasi beberapa tindakan pada proses penatalaksanaan pasien bedah.

1

Page 2: bedah intracranial

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    DEFINISI

o   Kraniotomi adalah setiap operasi terhadap cranium. (Dorland,1998 )

o   Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,

mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff,

Sue. 1999).

o   Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk

meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)

Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang

tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan

bekuan darah atau menghentikan perdarahan.

Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu

intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya

kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial

yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga

dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi

intrakranial..

2.2    INDIKASI

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :

o   Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

o   Mengurangi tekanan intrakranial.

o   Mengevakuasi bekuan darah .

o   Mengontrol bekuan darah, dan

o   Pembenahan organ-organ intrakranial.

o   Tumor otak

o   Perdarahan (hemorrage)

o   Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)

o   Peradangan dalam otak

o   Trauma pada tengkorak.

2

Page 3: bedah intracranial

2.3    PATHWAy Terlampir

2.4   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKProsedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :

  Tomografi komputer (pemindaian CT)

Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran

ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.

Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin

tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.

  Pencitraan resonans magnetik (MRI)

Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain.

  Electroencephalogram (EEG)

Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

  Angiografy Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,

perdarahan trauma

  Sinar-X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis

tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang

  Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak

  Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas

metabolisme pada otak

  Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid

  Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang

akan dapat meningkatkan TIK

  Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

meningkatkan TIK/perubahan mental

  Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap

penurunan kesadaran

  Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang

cukup efektif untuk mengatasi kejang.

(Doenges, Marilynn.E, 1999)

3

Page 4: bedah intracranial

2.5    PENATALAKSANAAN MEDIS2.5.1        PRAOPERASI

Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi

antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum

pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral.

Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat

diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien

cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial.

Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk

mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk memungkinkan

haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat

terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.

Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)

sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.

2.5.2        PASCAOPERASI

Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau

tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi dan mendapat

terapi oksigen tambahan.

Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral

meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas

dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan malalui

diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24

sampai 72 jam ;  selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.

Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama

suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala

setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi

selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk

menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan

untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi

setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan

medikasi dalam rentang terapeutik.

4

Page 5: bedah intracranial

Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase,

sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior.

Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan

melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan

sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan

memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang

pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari

drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan

terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil.

Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat.

Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk

mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior

2.6    KOMPLIKASI PASCABEDAH

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau

kraniotomi adalah sebagai berikut :

1.      Peningkatan tekanan intrakranial

2.      Perdarahan dan syok hipovolemik

3.      Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit

4.      Infeksi

5.      Kejang

(Brunner & Suddarth. 2002).

2.7    PENGKAJIAN

a)      Primery survey (ABCDE) meliputi :

1.      Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway

Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi

memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya

hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya

oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut.

Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,

merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan napas) yaitu

membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal

kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan

jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi

5

Page 6: bedah intracranial

yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow

Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak

mencapai 90%.

Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara napas

tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.

Feel (raba)

2.      Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat

Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang

adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap

pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap

sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi. Evaluasi

tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap

kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan

adanya darah atau udara ke dalam paru.

Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau tidak

terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya

cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin

menunjukkan kekurangan oksigen

Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi oksigen

dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat.

3.      Circulation dengan kontrol perdarahan

a.       Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk mempertahankan

cardiac output walaupun stroke volum menurun

b.      Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanan

diastolik)

c.       Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah

hipotensi

d.      Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan pada

daerah tersebut

e.       Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus

Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir

keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)

f.       Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya

koagulopati dan gangguan irama jantung.

6

Page 7: bedah intracranial

4.      Disability.

a.       GCS setelah resusitasi

b.      Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil

c.       Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

5.      Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh

penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.

Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus

menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)

b)      Secondary survey

1.      Kepala dan leher

Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit

kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan,

nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).

Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid),

palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.

2.      Dada dan paru

Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi

serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada

saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan.

Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi,

sifat dan ritme/irama pernapasan.

Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri

tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang

dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang

berbicara)  

Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara

(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.

Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan

untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk

mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.

3.      Kardiovaskuler

Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk

mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi

7

Page 8: bedah intracranial

dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area

pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik 

Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan

adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan karena

gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior. (Priharjo, 1996)

4.      Ekstermitas

Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan, antara

lain yaitu ;

a.       Cedera pembuluh darah

b.      Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku

c.       Crush injury

d.      Sindroma kompartemen

e.       Dislokasi sendi panggul

Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :

a.       Pusasi arteri tidak teraba

b.      Pucat (pallor)

c.       Dingin (coolness)

d.      Hilangnya fungsi sensorik dan motorik

e.       Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”

Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat mungkin

dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat meningkatkan resiko

ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada

fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi

ARDS.

2.8 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan perifer

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO

3. Gangguan rasa nyaman Nyeri

4. Syok hivopolemik berhubungan dengan resiko perdarahan

5. Gangguan pola nafas

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan

8

Page 9: bedah intracranial

2.9INTERVENSI

NO dx

Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional

1   Meningkatkan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, Kognisi dan fungsi motorik-sensori.

   Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tanda-tanda peningkatan TIK

Mandiri1. Tentukan faktor-

faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunana perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

2. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya skala koma Glascow).

3. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh) membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri, atau tetap tertutup (koma).

4. Kaji respon verbal ; catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang, tempat dan waktu baik atau malah bingung; menggunakan kata-kata/ frase yang tidak sesuai.

5. Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana, gerakan yang bertujuan (patuh terhadap perintah, berusaha untuk menghilangkan

Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda dan gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan atau pembedahan.

Mengkaji adanyakecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peninkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Menentukan tingkat kesadaran.

Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan (dari pembedahan/insisi) yang terjadi sangat kecil pada korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan seperti ngantuk berat atau tidak kooperatif. Kerusakan yang lebih luas pada korteks serebral mungkin akan berespon lambat pada perintah atau tetap tertidur ketika tidak ada perintah,

9

Page 10: bedah intracranial

rangsang nyeri yang diberikan) dan gerakan yang tidak bertujuan (kelainan postur tubuh). Catat gerakan anggota tubuh dan catat sisi kiri dan kanan secara terpisah.

6. Pantau TD ; catat adanya hipertensi sistolik secara menerus dan tekanan nadi yang semakin berat.

7. Frekuensi jantung; catat adanya bradikardi, takikardia, atau bentuk disritmia lainnya.

8. Pantau pernafasan meliputi pola dan iramanya, seperti adanya periode apnea setelah hiperventilasi yang disebut pernafasan Cheyne Sroke.

9. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.

10. Catat ada/tidaknya refleks-refleks tertentu seperti menelan, batuk dan babinskidan sebagainya.

11. Pantau suhudan atur lingkungan sesuai indikasi. Batasi penggunaan selimut, berikan kompres hangat saat demam timbul. Tutup ekstremitas dengan selimut jika

mengalami disorientasi dan stupor. Kerusakan pada batang otak, pons dan medulla ditandai dengan adanya respon yang tidak sesuai terhadap rangsang.

o   Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon pada rangsangan eksternal dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada pasien yang metanya tertutup sebagai akibat dari trauma atau pasien yang afasia. Pasien dikatakan sadar apabila paien dapat meremas atau melepaskan tangan pemeriksa ata dapat menggerakkan tangan sesuai dengan perintah. Gerakan yang bertujuan dapat meliputi mimik kesakitan atau gerakan menarik/menjauhi rangsangan nyeri atau gerakan yang disadari paien (seperti duduk, fleksi abnormal dari ekstremitas tubuh). Tidak adanya gerakan spontan pada salah satu sisi tubuh menandakan kerusakan pada jalan motorik pada himisfes otak yang berlawanan.o   Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran. Hipovelemia atau hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan / iskemia serebral.o   Perubahan pada ritme (paling serig bradikardi) dan disritmia dapat timbul yang mencermikan adanya depresi atau trauma pada batang otak pasien (berhubungan dengan luasnya insisi) yang tidak

10

Page 11: bedah intracranial

2 Mempertahankan

nonmotermia, bebas tanda-

tanda infeksi

menggunakan selimut hipotermia (selimut dingin).

12. Pantau pemasukan dan pengeluaran. Ukur berat badan sesuai indikasi. Catat turgor kulit dan keadaan membran mukosa.

13. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang benar, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal pada kepala.

   Mandiri

1. Berikan perawatan

mempunyai kelainan jantung sebelumnya.o   Nafas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral/peningkatan TIK dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan nafas buatan.o   Gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akam mempengaruhi pilihan intervensi.o   Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.o  Demamdapat mencerm inkan kerusakan hipothalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan TIK.

o   Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh terintegrasi dengan pefusi jaringan.

o   Kepala yang miring pada salah satu sisi akan menekan daerah insisi dan menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena, yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.

Cara pertama untuk

11

Page 12: bedah intracranial

Mencapai penyembuhan luka

(craniotomi) tepat pada

waktunya.

aseptik dan antiseptik,

pertahankan teknik

cuci tangan yang

baik.

2. Observasi daerah

kulit yang mengalami

kerusakan (seperti

luka, garis jahitan),

daerah yang terpasang

alat invasi (terpasang

infus dan sebagainya),

catat karakteristik dari

drainase dan adanya

inflamasi.

3. Pantau suhu tubuh

secara teratur. Catat

adanya demam,

menggigil, diaforesis

dan perubahan fungsi

mental (penurunan

kesadaran).

4. Batasi pengunjung

yang dapat

menularkan infeksi

atau cegah

pengunjung yang

mengalami infeksi

saluran napas bagian

atas.

     Kolaborasi

1. Berikan antibiotik

sesuai indikasi.

2. Ambil bahan

menghidari infeksi

nosokomial.

Deteksi dini perkembangan

infeksi memungkinkan untuk

melekukan tindakan dengan

segera dan pencegahan

terhadap komplikasi

selanjutnya.

Dapat mengindikasikan

perkembangan sepsis yang

selanjutnya memerlukan

evaluasi atau tindakan

dengan segera.

Menurunkan pemajanan

terhadap “pembawa kuman

penyebab infeksi”.

Terapi profilaktik dapat

digunakan pada pasien yang

mengalami trauma (luka,

kebocoran CSS atau setelah

dilakukan pembedahan untuk

12

Page 13: bedah intracranial

3 Melaporkan nyeri

hilang/terkontrol

Mengungkapkan metode

yang memberikan

penghilangan.

Mendemontrasikan

penggunaan keterampilan

relaksasi dan aktivias

hiburan.

pemeriksaan

(spesimen) sesuai

indikasi.

Mandiri

1. Kaji intensitas,

gambaran dan

lokasi/penyebaran

nyeri, atau adanya

perubahan sensasi.

2. Kaji kembali

manifestasi yang

timbul/perubahan

dalam intensitas

nyeri.

3. Izinkan pasien untuk

mendapatkan posis

yang nyaman jika

diperlukan.

Gunakan rogroll

selama melakukan

perubahan posisi.

4. Demonstrasikan

menurunkan risiko

terjasdinya infeksi

nasokomial).

Kultur/sensivitas. Pewarnaan

Gram dapat dilakukan untuk

memastikan adanya infeksi

dan mengidentifikasi

organisme penyebab dan

untuk menentukan obat

pilihan yang sesuai.

Mungkin sedang sampai

berat dengan penyebaran ke

daerah seluruh kepala atau

intrakranial, daerah

oksipital. Kesemutan yang

tidak nyaman mungkin

merupakan cerminan

kembalinya sensasi setelah

dekompresi saraf atau

sebagai akibat dari

perkembangan edema dari

penekanan saraf/daerah

operasi.

Perkembangan/resolusi

edema dan inflamasi pada

fase awal pascaoperasi

dapat mempengaruhi

penekanan pada berbagai

saraf dan menyebabkan

perubahan pada derajat

13

Page 14: bedah intracranial

penggunaan

keterampilan

relaksasi, seperti

bernapas dalam atau

visualisasi.

5. Berikan diet

makanan lunak,

pelembab ruangan,

anjurkan untuk tdak

berbicara setelah

dilakukan bedah.

6. Teliti keluhan

pasien mengenai

munculnya kembali

nyeri.

     Kolaborasi

1.  Berikan obat

analgesik, sesuai

nyeri (terutama 3 hari

setelah operasi), ketika

spasme otot/perbaikan

sensasi saraf

mengintesifkan nyeri.

Posisi disesuaikan dengan

kebutuhan fisiologis tipe

operasinya. Posisi yang

sesuai membantu dalam

menghilangkan

menurunkan kelemahan

otot dan rasa tidak nyaman

(nyeri).

Dengan menfokuskan

kepala perhatian tertentu,

menurunkan ketegangan

otot, meningkatkan rasa

memiliki dan kontrol /

menurunkan rasa kurang 

nyaman.

Menurunkan rasa tidak

nyaman yang berhubungan

dengan sakit pada daerah

kranial dan kesulitan

menelan.

Sebagai tanda adanya

komplikasi kolaps

intrakranial.

Diberikan untuk

menghilangkan /

menurunkan nyeri.

Narkotik digunakan selama

14

Page 15: bedah intracranial

4

Setelah dilakukan tindakan

asuhan keperawatan selama ..

X 24 jam diharapkan tidak

terjadi syok

kebutuhan.

Narkotik, seperti

morfin, kodein,

meperidin

(demerol) :oksikodo

m

(Tylox :hidrokondon

(vieodine):

asetamenofen

(tylenol) dengan

kodein.

Relaksan otot, seperti

siklobenzaprin

(flexeril): diazepam

(valium).

2. Bantu dengan ADP.

1. Auskultasi nadi

apical. Awasi

kecepatan jantung

atau irama bila EKG

kontinue ada.

2. Kaji kulit terhadap

dingin, pucat,

berkeringat, pengisian

kapiler lambat dan

nadi perifer lemah.

3. Catat keluaran urin

beberapa hari pertama

pascaoperasi, kemudian

diberikan obat bukan dari

jenis narkotik sesuai dengan

penurunan intensitas nyeri.

Dapat digunakan untuk

menghilangkan spasme otot

sebagai akibat iritasi saraf

intraoperasi.

Memberikan kontrol

terhadap pengobatan

(biasanya narkotik) untuk

mendapatkan tingkat

kenyamanan yang lebih

konstan yang selanjutnya

dapat meningkatkan proses

penyembuhan.

Perubahan disritmia dan

iskemia dapat terjadi sbagai

akibat hipotensi, hipoksia,

asidosis,

ketidakseimbangan

elektrolit atau pendinginan

dekat area jantung bila laase

air dingin digunakan untuk

mengontrol perdarahan.

Asokonstriksi adalah respon

simpatis terhadap

penurunan volume sirkulasi

15

Page 16: bedah intracranial

dan berat jenis.

4. Catat laporan nyeri

abdomen khususnya

tiba-tiba, nyeri hebat

menyebar ke bahu.

5. Observasi kulit untuk

pucat, kemerahan.

Pijat dengan minyak,

ubah posisi dengan

sering.

6. Beri oksigen

tambahan sesuai

indikasi.

7. Awasi GDA atau nadi

oksimetri.

8. Berikan cairan IV

sesuai indikasi.

dan atau dapat terjadi

sebagai efek vasopressin.

Penurunan perfusi sistemik

dapat menyebabkan iskemia

atau gagal ginjal

dimanifestasikan dengan

penurunan keluaran urin,

ATN dapat terjadi jika

hipovolemik memanjang.

Nyeri disebabkan ulkus

gaster sering hilang setelah

perdarahan akut karena efek

buffer darah. Nyeri berat

berlanjut atau tiba-tiba

dapat menunjukkan iskemia

sehubungan dengan terapi

asokonstriksi, perdarahan

kedalam traktus bilier

(hematobilia), atau perforasi

atau timbulnya peritonitis.

Gangguan pada sirkulasi

perifer meningkatkan resiko

kerusakan kulit.

Mengobati hipoksia dan

asidosis laktat selama

perdarahan akut.

Mengidentifikasi

hipoksemia, keefektifan

atau kebutuhan untuk

terapi.

Mempertahankan volume

sirkulasi dan perfusi.

16

Page 17: bedah intracranial

5

Menunjukan perbaikan ventilasi

dan oksigenasi jaringan adekuat

dengan GDA dalam rentang

normal dan bebas gejala distres

pernafasan.

Mandiri

1. Pantau frekuensi,

irama, kedalaman

pernafasan. Catat

napas sesuai indikasi.

2. Catat kompetensi

refleks gangguan

menelan dan

kemampuan pasien

untuk melindungi

jalan napas sendiri.

Pasang jalan napas

sesuai indikasi.

3. Angkat kepala

tempat tidur sesuai

aturannya, posisi

miring sesuai

indikasi.

4. Anjurkan pasien

untuk melakuakan

napas dalam yang

efektif jika pasien

sadar.

5. Lakukan perhisapan

dengan ekstra hati-

hati, jangan lebih

dari 10-15 detik.

Catat karakter, warna

dan kekeruhan dari

sekret.

6. Auskultasi suara

napas, perhatikan

daerah hipoventilasi

dan adanya suara-

Perubahan dapat

menandakan awitan

komplikasi pulmunal

(umumnya mengikuti

cedera otak postoperasi)

atau menandakan

lokasi/luasna keterlibatan

otak. Pernapasan lambat,

periode apnea dapat

menandakan perlunya

ventilasi mekanis.

Kemampuan memobilisasi

atau membersihkan sekresi

penting untuk pemeliharaan

jalan nafas. Kehilangan

refleks menelan atau batuk

menandakan perlunya jalan

napas buatan atau intubasi.

Untuk memudahkan

ekspansi paru/ventilasi paru

dan menurunkan adanya

kemungkinan lidah jatuh

yang menyumbat jalan

napas.

Mencegah dan menurunkan

atelektasis.

Penghisapan biasanya

dibutuhkan jika pasien

koma atau dalam keadaan

imobilisasi dan tidak dapat

membersihkan jalan

napasnya sendiri.

Penghisapan pada trakea

yang lebih dalam harus

17

Page 18: bedah intracranial

suara tambahan yang

tidak normal (seperti

adanya suara

tambahan yang tidak

normal seperti

krekels, ronki dan

mengi).

7. Pantau penggunaan

obat-obat depresan

pernapasn, seperti

sedatif.

Kolaborasi

1. Pantau atau

gambarkan analisan

gas darah, tekanan

oksimetri.

2. Lakukan rotgen

toraks ulang.

3. Berikan oksigen.

4. Lakukan fisioterapi

dilakukan dengan ekstra

hati-hati karena hal tersebut

dapat menyebabkan atau

meningkatkan hipoksia

yang menimbulkan

vasokonstriksi yang padda

akhirnya akan berpengaruh

cukup besar pada perfusi

serebral.

Untuk mengidentifikasi

adanya masalah paru seperti

atelektasis kongesti atau

obstruksi jalan napas yang

membahayakan oksigenasi

serebral dan menandakan

terjadinya infeksi paru

(umumnya merupakan

koplikasi dari craniotomi

postoperasi).

Dapat meningkatkan

gangguan/  komplikasi

pernapasan.

Menentukan kecukupan

pernapasan, keseimbangan

asam-basa dan kebutuhan

akan terapi.

Melihat kembali keadaan

ventilasi dan tanda-tanda

komplikasi yang

berkembang (seperti

atelektasis atau

18

Page 19: bedah intracranial

6

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama .. x 24 jam

diharapakan klien dapat

mempertahankan integritas

kulit dengan kriteria hasil :

1.      kulit klien tidak menunjukkan

dada jika ada

indikasi.

1. Inspeksi seluruh area

kulit, catat pengisian

kapiler, adanya

kemerahan,

pembengkakan.

2.      Lakukan massase

dan lubrikasi pada kulit

dengan losion/minyak

bronkopneumonia)

Memaksimalkan oksigen

pada darah arteri dan

membantu dalam

pencegahan hipoksia. Jika

pusat pernapasan tertekan

mungkin diperlukan

ventilasi mekanik.

Walaupun merupakan

kontraindikasi pada pasien

dengan peningkatan TIK

fase akut namun tindakan

ini seringkali berguna pada

fase akut rehabilisasi untuk

memobilisasi dan

membersihkan jalan napas

dan menurunkan risiko

atelektasis atau komplikasi

paru lainnya.

Kulit biasanya cenderung

rusak karena perubahan

sirkulasi perifer,

ketidakmampuan untuk

merasakan tekanan.

Meningkatkan sirkulasi dan

melindungi permukaan kulit,

19

Page 20: bedah intracranial

kemerahan atau iritasi.

2.      Mengidentifikasi faktor resiko

individual

3.      Mengungkapkan pemahaman

tentang kebutuhan tindakan.

4.      Berpartisipasi pada tingkat

kemampuan untuk mencegah

kerusakan kulit

5.      Menunjukkan perilaku

peningkatan penyembuhan.

3.      Hindari pakaian ketat

4.      Bersihkan dan bedaki

permukaan kulit

beberapa kali per hari

5.      Pisahkan permukaan

kulit dengan kapas halus

6

6. Beri salep seperti seng

oksida

7.Hindari menggunakan

tissue basah yang dijual

bebas yang mengandung

alkohol.

o   Karena dapat menyebabkan

area tertekan

o   Untuk mencegah kerusakan

kulit

o   Untuk mencegah kerusakan

kulit

o   Untuk melindungi kulit dari

iritasi (tipe salep dapat

bervariasi untuk setiap klien

dan memerlukan periode

percobaan.

o   Karena akan menyebabkan

rasa menyengat.

2.10 Implementasi

Untuk Implementasi sesuaikan dengan intervensi yang ada

2.11Evaluasi

Dix 1: Meningkatkan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, Kognisi dan fungsi motorik-sensori.

20

Page 21: bedah intracranial

Dix2: Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.

Dix 3: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol

Dix 4: diharapkan tidak terjadi syok

Dix 5: Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA

dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.

Dix 6: .      kulit klien tidak menunjukkan kemerahan atau iritasi.

BAB III

PENUTUP

            Kesimpulan

Kraniotomi adalah setiap operasi terhadap kranium. Kraniotomi mencakup operasi

atau pembukaan tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK,

21

Page 22: bedah intracranial

mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan dan serta untuk meningkatkan

akses pada struktur intrakranial.

Proses keperawatan sebagai kerangka kerja pada pasien kraniotomi meliputi

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi. Adapun Indikasi penggunaan

kraniotomi yaitu : Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker,

mengurangi tekanan intrakranial, mengevakuasi bekuan darah, mengontrol bekuan darah,

dan pembenahan organ-organ intrakranial.

Beberapa  tujuan perawatan  postoperasi pasien  kraniotomi, yaitu diantaranya

menghindari komplikasi insisi kranial, menghilangkan nyeri akibat proses pembedahan,

mempertahankan fungsi fisiologis dan neorologik.

Kraniotomi atau sering lebih disebut sebagai bedah kranial merupakan salah satu

tindakan operasi untuk penanganan pengambilan jaringan abnormal (kanker, tumor dan

lain sejenisnya), memperbarui struktur anatomi atau fisiologis pada intrakranial.

Pembedahan  dilakukan untuk menghilangkan gejala atau manifestasi tersebut yang tidak

mungkin diatasi dengan obat-obatan biasa. Selain itu hal yang perlu dilakukan sebelum

dilakukannya bedah kranial ini tentunya pelaksanaan pemeriksaan penunjang yaitu foto

roentgen, angiografi serebral, brain auditory evoked respons (BAER) CT-scan serta gas

darah arteri, untuk mengetahui masalah intrakranial perlu dilakukan pembedahan atau

tidak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.

EGC : Jakarta.

2. Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999.

Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.

22

Page 23: bedah intracranial

3. Poppy Kumala dkk. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Copy editor,  edisi

Bahasa Indonesia; Dyah Nuswantari. Ed.25. EGC: Jakarta

4. http://en.wikipedia.org/wiki/Craniotomy

5. http://compbak.blogspot.com/2011/03/askep-kraniotomi.html

23