Bedah Vaskuler
description
Transcript of Bedah Vaskuler
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut laporan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia kecelakaan lalu-lintas di
Indonesia tiap tahun meningkat sebesar 9,1%-15,8% dengan angka kematian 2,2% dan
perbandingan antara pria dengan wanita 2:1. Divisi lalu-lintas dari kepolisian melaporkan
selanjutnya bahwa bentuk kecelakaan lalu-lintas adalah sebagai berikut :
- Trauma kapitis 7,7%
- Lesi intrakranial 59,94%
- Fraktur ekstremitas bawah 18,76%
- Fraktur ekstremitas atas 8,96%
- Lain-lain 1,65%
Trauma vaskuker ditemui sebagian besar pada kecelakaan ekstremitas sebesar 1% - 2%.
Karena jumlah kendaraan bermotor tiap tahun meningkat, maka peningkatan kecelakaan lalu-
lintas tentu akan bertambah pula.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERDARAHAN
A. ARTERI
1. TRAUMA
Trauma vaskuler dapat melibatkan pembuluh arteri dan atau vena. Bentuk lesi
vaskuler tergantung dari penyebab atau mekanisme trauma yang terjadi. Dapat berupa
lobang kecil, robek dengan atau tanpa bagian yang hilang atau terpotong melintang.
Di samping ini bisa pula terjadi trauma dari luar yang hanya menyebabkan robekan
intima yang menutup aliran darah dengan atau tanpa trombosis, atau berupa
hematoma intramural.
a. Trauma pembuluh arteri
Definisi
Kerusakan yang terjadi sering terjadi bersamaan dengan trauma pada organ
lainnya seperti saraf, otot dan jaringan lunak lainnya. Juga sering bersamaan
dengan fraktur dan atau dislokasi pada ekstremitas.
Insiden
Menurut laporan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia kecelakaan
lalu-lintas di Indonesia tiap tahun meningkat sebesar 9,1%-15,8% dengan angka
kematian 2,2% dan perbandingan antara pria dengan wanita 2:1. Divisi lalu-lintas
dari kepolisian melaporkan selanjutnya bahwa bentuk kecelakaan lalu-lintas
adalah sebagai berikut :
- Trauma kapitis 7,7%
- Lesi intrakranial 59,94%
- Fraktur ekstremitas bawah 18,76%
- Fraktur ekstremitas atas 8,96%
- Lain-lain 1,65%
2
Trauma vaskuker ditemui sebagian besar pada kecelakaan ekstremitas sebesar
1% - 2%. Karena jumlah kendaraan bermotor tiap tahun meningkat, maka
peningkatan kecelakaan lalu-lintas tentu akan bertambah pula.
Diagnosis
Diagnosis trauma vaskuler biasanya mudah ditegakkan. Kita harus mencurigai
setiap trauma pada daerah yang anatomis dilalui pembuluh darah besar, apalagi
bila ada gejala yang menyokong adanya trauma pembuluh darah ini seperti
hematoma yang cepat membesar. Bila ada perdarahan yang banyak atau
memancar, diagnosis sudah jelas. Denyut nadi yang melemah atau menghilang,
perabaan kulit yang dingin, pucat atau bercak-bercak sianosis pada kulit dapat
membantu kita dalam menegakkan diagnosis. Pengisian kapiler penting untuk
diagnosis dan menentukan viabilitas jaringan.
Walaupun pada pemeriksaan pertama terdapat denyut nadi tetapi pada kasus
yang dicurigai ada trauma vaskuler harus diperiksa ulang pada waktu tertentu,
karena ada kemungkinan penyumbatan yang terjadi kemudian.
Kegunaan arteriografi sangat jarang dan hanya diperlukan pada kasus tertentu
saja, misalnya bila ada keragu-raguan antara spasme arteri saja atau sumbatan,
pada kasus yang masih diragukan diagnosisnya (untuk diagnosis dini) atau untuk
menentukan lokasi yang tepat dari trauma untuk kita lakukan eksplorasi. Lebih
baik membuka dan memeriksa kerusakan arteri daripada menunggu hasil
arteriografi supaya tindakan tidak terlambat. Sebaliknya yang berguna adalah
arteriografi intra-operatif dengan maksud supaya dapat langsung mengetahui hasil
rekonstruksi, apakah masih ada lesi vaskuler yang ketinggalan.
Penatalaksanaan
Bila adanya trauma vaskuler telah ditentukan, maka prioritas tindakan harus
segera ditentukan. Pada dasarnya, makin cepat tindakan, semakin baik hasilnya.
Bila ada perdarahan yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan
3
jiwa, tentunya pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan ini. Setelah
itu, bila perdarahan telah berhenti kita mengambil tindakan definitif.
Bagaimanapun, setiap keterlambatan dari tindakan bisa menyebabkan
kegagalan tindakan kita, walaupun golden preriod 6-12 jam adalah relatif.
Edwards dan Lyons mendapatkan jarangnya terjadi gangren pada rekonstruksi
vaskuler dalam 6 jam pertama tetapi terdapat lebih dari 50% bila perbaikan
setelah 12 jam.
Bila penderita datang dengan perdarahan yang banyak, maka harus segera
diatasi dengan penekanan di atas daerah yang berdarah, jangan dipasang turniket
dalam waktu yang lama karena merusak sistem kolateral yang ikut terbendung.
Pertama-tama arteri yang proksimal harus dikontrol perdarahannya, biasanya
dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) kalau perlu dengan
klem vaskuler. Ini penting supaya kita dapat bekerja dengan baik (lapangan
operasi bersih). Juga arteri bagian distal harus dijerat.
Kadang-kadang diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus
(thromboresistent plastic tube). Pintasan ini mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu : mencegah iskemia selama operasi; dapat dilakukan perfusi bagian distal
dengan larutan heparin kalau perlu dengan tekanan; dan bisa melakukan
debridement luka dengan leluasa, rekonstruksi vena dan fiksasi dari fraktur
sebelum menyambung arterinya sendiri.
Pemakaian Forgarty ballon catheter penting sekali artinya di sini. Dilakukan
pengeluaran thrombus sebelum memasang tube. Pada waktu anatomis arteri sesaat
sebelum selesainya jahitan, kateter ini diangkat. Pada trauma, pemakaian heparin
secara sistemik berbahaya, tapi dosis kecil dari heparin yang diberikan langsung
terutama ke bagian distal bisa juga mencegah terbentuknya trombus.
Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma. Advensia
harus jelas pada ujung arteri, jahitan harus mengenai seluruh lapisan, terutama
intima harus terbawa dalam jahitan. Bentuk jahitan apakah satu-satu atau jelujur
4
tergantung keadaan. Umumnya : arteri yang kecil sebaiknya satu-satu; dan lebih
disenangi bahan sintetik yang atraumatik dan monofilamen (prolene dan lain-lain)
daripada sutra.
b. Trauma arteri pada fraktur ekstremitas
Selama Perang Dunia Kedua trauma vaskuler merupakan persoalan dalam
usaha untuk menyelamatkan suatu ekstremitas yang terlibat. Waktu itu dilaporkan
angka amputasi sebesar 40% dari 2471 kasus dengan cedera arteri. Angka ini
kemudian turun menjadi 13% selama pertikaian di Korea dengan cara
rekonstruksi langsung pembuluh arteri. Angka yang didapat dari Perang Vietnam
lebih turun lagi menjadi 10% (Rich, 1971).
Diagnosis
Pulsasi arteri distal yang tidak teraba atau melemah sangat menyokong adanya
trauma pada pembuluh arteri, dan bila ada perdarahan pada fraktur terbuka maka
merupakan indikasi untuk melakukan eksplorasi, sedangkan pada hematoma yang
luas sulit dinilai misalnya pada patah tulang tertutup. Yang penting juga untuk
diketahui adalah adanya gangguan neurologik, baik sensorik maupun motorik
bersamaan dengan tidak terabanya pulsasi bagian distal. Pada trauma arteri yang
berat, ekstremitas akan terlihat pucat dan dingin pada perabaan. Pengisian kapiler
tidak menggambarkan keadaan sirkulasi.
Arteriografi tidak merupakan prosedur rutin dalam menegakkan diagnosis,
karena waktu yang dibutuhkan untuk ini akan membiarkan waktu iskemia
ekstremitas yang lebih lama berlangsung. Arteriografi dikerjakan bila terdapat
keragu-raguan diagnosis, pada re-eksplorasi dan pasca operasi. Akhir-akhir ini
arteriografi juga dianjurkan pada trauma luas (crush injures) untuk mengetahui
lesi vaskuler yang multipel dan kondisi kolateral yang ada. Dengan pemeriksaan
cara Doppler, (merekam pantulan gelombang suara sel darah merah) dapat
dipelajari keadaan aliran darah dalam pembuluh arteri. Selain untuk diagnosis alat
ini juga digunakan untuk menilai pasca anastomosis arteri.
5
Penatalaksanaan
Biasanya perbaikan pembuluh darah dilakukan setelah fiksasi tulang,
walaupun beberapa ahli melakukan sebaliknya, tetapi memang pada ekstremitas
yang iskemia perbaikan pembuluh darah didahulukan. Dianjurkan batasan waktu
12 jam setelah kecelakaan. Bila lebih dari 12 jam perbaikan arteri dikerjakan lebih
dahulu.
Fiksasi eksterna merupakan pilihan utama, terutama pada ekstremitas bawah
karena pada ekstremitas bawah sering disertai dengan kerusakan jaringan lunak.
Keuntungan memakai fiksasi eksterna :
1) Stabilisasi tulang dapat segera dicapai;
2) Perawatan luka mudah dilakukan;
3) Pergerakan sendi dapat dijamin;
4) Mobilisasi penderita lebih cepat.
Sebaliknya pemasangan fiksasi interna banyak merusak jaringan lunak dan
mungkin juga merusak arteri kolateral, disamping kemungkinan infeksi yang
tinggi. Karena itu fiksasi interna tidak dianjurkan pada fraktur dengan cedera
arteri.
Tindakan yang sering dikerjakan pada rekonstruksi pembuluh darah ialah
anastomosis ujung ke ujung atau anastomosis dengan graft vena safena magna,
dianjurkan pemakaian graft bila kehilangan arteri lebih dari 1,5 cm. Ligasi
a.Femoralis dan a.Poplitea tidak dibenarkan, karena komplikasi amputasi.
Perbaikan a.Tibialis anterior dan a.Tibilis posterior, tergantung dari keadaan
vaskularisasi distal. Tungkai bawah dapat hidup walaupun kehilangan salah satu
arteri tersebut. Pada semua trauma lutut dengan kelainan sendi harus dicari
apakah ada kelainan vaskuler.
Fisiotomi dipertimbangkan pada keadaan meningginya tekanan kompartemen
pada cedera arteri yang dapat terjadi :
6
- Pada oklusi total (ruptur arteri, trombus) yang terjadi cukup lama, fasiotomi
diharapkan memberikan perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak
karena iskemia. Bila oklusi tidak diperbaiki akan timbul gangren.
- Pada oklusi partial (robekan intima).
Bila sirkulasi kolateral tidak adekuat, maka perfusi yang tidak sempurna dan
iskemia otot-otot kapiler menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.
Fasiotomi dikerjakan pada awal operasi atau setelah perbaikan arteri selesai. Pada
awal operasi fasiotomi dapat memperbaiki sirkulasi kolateral, sehingga bahaya
iskemia dapat dikurangi. Pada sindroma kompartemen tekanan tinggi akan terjadi
dalam ruang yang dibatasi oleh tibia, fibula, membran interosea dam fasia kruris.
Biarpun fasiotomi tidak tampak bagus secara kosmetik tetapi tindakan ini dapat
menyelamatkan tungkai dari iskemia berat dan kematian jaringan.
Lange dkk, mengusulkan protokol untuk diterapkan pada trauma vaskuler
dengan fraktur tibia terbuka :
1) Indikasi absolut amputasi primer :
- Bila saraf tibialis posterior terputus total pada penderita dewasa.
- Bila trauma dengan kerusakan remuk yang mempunyai iskemia panas
lebih dari 6 jam.
2) Indikasi relatif
- Bila trauma berganda pada anggota tubuh lain.
- Bila terdapat trauma berat pada kaki yang sama.
- Bila diperkirakan tidak cukup jaringan untuk menutup luka dan fraktur
tibia.
Indikasi untuk amputasi primer adalah bila terdapat salah satu dari golongan-1
atau 2 atau tiga dari golongan-2.
Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskuler adalah untuk
menurunkan angka amputasi. Dasar dari keberhasilan suatu rekonstruksi arteri
adalah : secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan, arteriografi pre-
operatif dan intra-operatif dipertimbangkan sebaik sebaik mungkin, mengerjakan
7
trombektomi ke bagian proksimal dan distal. Pemakaian heparin yang
sepantasnya, dan lebih mengutamakan pemakaian vena autogen sebagai graft.
c. Trauma arteri di rongga panggul
Trauma panggul sering disertai dengan cedera organ visera dan fraktur tulang
panggul. Usaha untuk mengatasi perdarahan pada trauma panggul sering sulit,
karena daerah retroperitoneal panggul mempunyai banyak sistem kolateral, yang
dapat mempertahankan tekanan darah yang relatif tinggi, sehingga pembentukan
trombus terhambat pada pembuluh yang cedera, dan perdarahan berlangsung
terus.
Trauma vaskuler di daerah panggul sering dijumpai sewaktu laparotomi yaitu
ditemukan hematoma retroperitoneal luas yang tidak disertai dengan adanya
sumber perdarahan dari traktus urogenitalis maupun alat visera lainnya. Tanda
iskemia ekstremitas kiri pada trauma panggul menandai kemungkinan lesi pada a.
Iliaka kiri, sedangkan bila tanda iskemia terdapat pada kedua ekstremitas
mungkin lesi terletak pada aorta abdominalis bagian bawah.
Perhatian pertama pada pasien trauma ganda dengan fraktur panggul adalah
stabilisasi. Pertama-tama harus dimulai dengan homeostasis dan pemberian
antibiotika sebagai pencegahan infeksi sekunder. Gejala klinik biasanya kurang
spesifik, sedangkan pemeriksaan radiologik tanpa persiapan hanya akan
memberikan gambaran fraktur tulang dan sedikit sekali informasi mengenai
kerusakan vaskuler. Bila keadaan pasien sudah stabil dianjurkan melakukan CT-
scan dengan kontras untuk mencari sumber perdarahan atau arteriografi
secepatnya. Rekonstruksi vaskuler dilakukan sesuai indikasi yang didapat.
Stabilisasi panggul dapat menunggu sampai keadaan gawat sudah teratasi.
Eksplorasi trauma vaskuler panggul bisa dilakukan transperitonela melalui
laparotomi atau ekstraperitoneal tergantung dari indikasi operasi. Hal yang
penting pada eksplorasi cedera pembuluh darah adalah mencari bagian proksimal
dan distal dari lesi sehingga perdarahan dapat dihentikan dengan klem vaskuler
8
atau jeratan dengan benang kasar untuk mempermudah tindakan selanjutnya di
daerah lesi.
d. Komplikasi pasca rekonstruksi vaskuler
1) Trombosis
Trombosis langsung pasca-rekonstruksi vaskuler adalah komplikasi yang
paling sering terjadi, tetapi bila dilakukan koreksi segera dapat memberikan
hasil yang memuaskan. Pengalaman menunjukkan bahwa kesalahan teknik
berikut ini dapat menyebabkan terjadinya trombosis :
- Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa
dinding arteri, dimana platelet dan trombin dapat lengket dan
menyebabkan trombosis.
- Kerusakan arteri yang multipel dapat terjadi, misalnya pada kecelakaan
lalu lintas. Intraoperatif angiografi sangat besar artinya dalam kasus
seperti ini untuk melihat adanya daerah anastomosis dan distal.
- Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada
anastomosis yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan
perbandingan 1:500 dapat dipakai untuk membilas daerah anastomosis dan
membersihkan sisa-sisa bekuan darah yang masih lengket, dan dapat pula
dipakai untuk membilas ke arah distal agar arus balik mengalir dengan
lebih lancar.
- Kesalahan teknik operasi dengan membuat jahitan pada anastomosis
seperti jahitan kantong tembakau, karena terlampau ketat menarik jahitan
jelujur yang diterapkan. Stenosis yang terjadi dapat diatasi dengan
memakai jahitan satu-satu atau jahitan matras.
- Stenosis berat juga akan terjadi pada jahitan bila dinding pembuluh arteri
tidak cukup untuk suatu jahitan lateral. Lebih baik melakukan penutupan
lesi arteri itu dengan tambalan (patching) memakai vena autogen.
- Trombosis juga terjadi pada stenosis yang disebabkan oleh tarikan yang
berlebihan pada anastomosis. Ini dapat terjadi bila pembuluh arteri yang
hilang cukup banyak dimana anastomosis ujung ke ujung tetap
dipaksakan.
9
- Pada graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi trombosis. Graft
sintetis biasanya sudah mempunyai garis hitam memanjang yang dapat
dipakai sebagai pegangan agar jangan terpelintir.
2) Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi
trauma vaskuler dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk
diatasi. Diagnosis trauma vaskuler harus cepat ditegakkan, pemberian
antibiotik yang sesuai, debridemen luka yang adekuat, kesinambungan
pembuluh vaskuler harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian nutrisi
secara sistemik, kesemuanya ini membantu pencegahan terhadap infeksi.
Observasi yang ketat selama fase pasca-operasi. Pada kecelakaan dengan luka
terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin dikeluarkan dan
kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.
3) Stenosis
Ada dua penyebab terjadinya stenosis (penyempitan) :
- Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau
ketat atau pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding
pembuluh darah tidak cukup. Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan
pembuluh yang rusak.
- Hiperplasia lapisan intima terjadi di jahitan anastomosis setelah beberapa
minggu atau bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena
autogen.
B. VENA
1. TRAUMA
Kerusakan pada sitem vena saja jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
kerusakan pembuluh arteri. Perdarahan yang terjadi berupa rembesan difus yang
seringkali dapat berhenti sendiri, berbeda dengan perdarahan arteri yang memancar
sesuai irama jantung.
10
Keluhan dan gejala
Perdarahan yang berasal dari kerusakan pembuluh vena tidak banyak memberi
keluhan bila terjadi di perifer, tetapi bila pembuluh vena yang besar mengalami
kerusakan atau melibatkan salah satu pleksus venosus yang ada dalam tubuh kita,
maka secara perlahan akan terlihat tanda-tanda syok. Tidak seperti pada perdarahan
arteri dimana pasien akan segera mengalami syok hipovolemik.
Trauma ekstremitas hampir selalu melibatkan sistem vena perifer atau vena-vena
kecil yang ada di sekitar daerah trauma; tetapi biasanya tidak memberikan gejala yang
mencolok. Yang patut diwaspadai adalah kemungkinan terjadinya komplikasi
trombosis pada kerusakan pembuluh vena, terutama pada sistem vena dalam.
Penatalaksanaan
Karena sistem vena kaya pembuluh dan berupa anyaman yang saling
berhubungan, maka pada kerusakan vena perifer dapat diatasi dengan mengikat vena
ini, berbeda dengan lesi pada sistem vena dalam, apalagi biasanya lesi vaskuler
melibatkan vena dan arteri.
Beberapa ahli menyarankan agar pada kerusakan pembuluh darah vena dilakukan
rekonstruksi tersendiri atau bersamaan dengan perbaikan sistem arteri. Seharusnya
dilakukan penyambungan pembuluh vena lebih dulu setelah yakin bahwa tidak ada
trombus yang terjadi terutama pada vena utama. Vena yang kecil bisa diikat, tetapi
lebih baik menyambung sebanyak mungkin vena yang terputus. Ini dapat menolong
mengurangi edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada penderita dengan
kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat disertai lesi vaskuler. Jaringan
autogen adalah yang terbaik untuk dipakai pada rekonstruksi vena.
Pada kerusakan vena kava atau vena hepatika yang mungkin terjadi pada trauma
hepar, kita akan kesukaran mengatasi perdarahan karena letak anatomis yang sukar
dicapai, lagipula pembuluh vena mempunyai dinding tipis dan sering robek pada
jahitan. Pada trauma panggul dengan perdarahan hebat sebaiknya diobservasi dulu,
sebab kadang perdarahan akan berhenti sendiri karena adanya tamonade oleh jaringan
11
lunak di sekitarnya. Bila tidak berhasil, artinya syok tidak bisa diatasi dengan
pemberian cairan dan atau darah, maka dilakukan eksplorasi secara hati-hati.
Perdarahan dari fraktur tulang, sukar untuk diatasi. Kadang kita terpaksa mengikat
arteri dan vena hipogastrika.
Bila edema mengganggu sirkulasi darah di ekstremitas, maka sebaiknya fasiotomi
dipertimbangkan.
2. VARISES
Varises (varus = bengkok) adalah pelebaran pembuluh darah balik (vena) yang
berkelok-kelok dan ditandai oleh katup di dalamnya yang tidak berfungsi lagi. Bila
hanya melebar saja disebut vanektasi. Terdapat tiga jenis vena pada tungkai, yaitu
vena tepi, vena dalam dan vena penghubung (perforantes). Vena tepi teretak di bawah
kulit dan hanya dilindungi oleh jaringan longgar dan kulit, sedang vena dalam diliputi
otot dan fascia serta berdampingan dengan arterinya. Vena tepi yang utama adalah
vena safena magna (VSM) dan vena safena parva (VSP). Kedua vena ini
berhubungan di beberapa tempat melalui vena-vena kecil. VSM merupakan vena
terpanjang di tubuh, mulai dari kaki sampai ke fossa ovalis dan mengalirkan darah
dari bagian medial kaki serta kulit sisi medial tungkai. Vena ini merupakan vena yang
paling sering menderita varises.
Vena sefana parva terletak di antara tendo achilles dan maleolus lateralis. Pada
pertengahan betis VSP menembus fascia, kemudian bermuara ke v. Poplitea beberapa
sentimeter di bawah lutut. Vena ini mengalirkan darah dari bagian lateral kaki.
Mualai dari maleolus lateralis sampai proksimal betis VSP terletak sangat berdekatan
dengan n.suralis, yaitu saraf sensorik yang mempersarafi kulit sisi lateral kaki.
Vena penghubung (perforantes) adalah vena yang menghubungkan vena tepi ke
vena dalam; yaitu dengan cara langsung menembus fascia (direct communicating
vein). Vena ini mempunyai katup yang mengarahkan aliran darah dari vena tepi ke
vena dalam. Bila katup ini tidak berfungsi (mengalami kegagalan) maka aliran darah
akan terbalik sehingga tekanan vena tepi makin tinggi dan varises dengan mudah
akan terbentuk.
12
Bagian terpenting pada sistem vena ini ialah katup yang terdapat pada tempat-
tempat yang stratergik, demikian rupa hingga dapat menahan aliran kembali darah
vena. Katup yang berfungsi baik akan membiarkan aliran darah ke arah jantung dan
dari vena tepi ke vena dalam. Jumlah katup yang terdapat di vena tungkai tergantung
dari lokasinya; semakin ke proksimal jumlahnya makin sedikit dan vena dalam lebih
banyak daripada vena tepi.
Peranan vena perforantes pada perkembangan varises
Kadar keregangan dinding pembuluh daarah ditentukan antara lain oleh
lingkungan di mana pembuluh itu berada. Pada daerah dengan jaringan subkutan yang
ketat dan kaku, maka dinding pembuluh darah mempunyai daya renggang yang
sangat terbatas. Sebaliknya pembuluh yang terletak dlam jaringan longgar, seperti
lutut dan betis akan mempunyai daya regang yang lebih besar. Sedangkan untuk vena
perforantes kadar regangnya tergantung pada fasia dan serabut otot yang dilewatinya.
Daerah mata kaki merupakan daerah dengan jaringan subkutan yang kuat, karena
di sini terdapat hubungan antara kulit dengan jaringan dibawahnya yang erat. Pada
tempat ini daya regang dan dilatasi dinding vena sangat terbatas. Apabila pada bagian
vena safena magma atau parva terdapat suatu katup yang kompeten sebelah ke
proksimal, dna berada pada daerah subkutis yang longgar, maka konvolutasi vena di
sini akan terjadi dengan mudah.
Perbedaan varises primer dengan varises sekunder
Didapat dua bentuk varises vena safena, yaitu varises primer dan varises
sekunder. Varises primer merupakan jenis terbanyak (85%). Penyebabnya tidak
diketahui secara pasti, hanya diduga karena kelemahan dinding vena sehingga terjadi
pelebaran. Kegagalan katup disebabkan oleh pelebaran yang terjadi, bukan
sebaliknya. Pada varises primer terjadi perubahan struktur dinding vena yang
menyebabkan kelemahannya. Varises primer lebih sering ditemukan pada perempuan
dan sebagian besar pasien mempunyai keluarga yang mempunyai varises.
Progresivitas kegagalan vena bermula dari atas atau lipat paha kemudian berlanjut ke
bawah atau kaki. Varises sekunder disebabkan oleh peninggian tekanan vena tepi
13
akibat suatu kelainan tertentu. Kelainan tersebut berupa sindrom pasca flebitis
(kegagalan vena menahun), fistula arteri vena, sumbatan vena dalam karena tumor
atau trauma serta anomali vena dalam atau vena penghubung. Artinya varises
sekunder diawali oleh kegagalan vena penghubung akibat kelainan-kelainan tersebut
di atas. Progresivitas kegagalan vena bermula dari bawah kemudian berlanjut ke atas.
Jika otot tungkai berkontraksi, darah seolah-olah diperas dari sinusoid vena otot
dan vena sekitarnya, sehingga terjadi peningkatan vena dalam. Kontraksi otot-otot
betis bisa menyebabkan tekanan vena dalam meningkat sampai 200 ml Hg atau lebih.
Bila katup vena penghubung bekerja denga baik, aliran balik ke vena tepi tidak terjadi
dan darah dipercepat mengalir ke arah jantung; akibatnya tekanan vena tepi menjadi
rendah. Fenomen ini disebut mekanisme pompa vena.
Faktr risiko
Penyebab yang sesungguhnya dari pelebaran suatu vena belum diketahui.
Kehamilan merupakan faktor predisposisi pertama. Karena tekanan dalam perut yang
meninggi atau tekanan langsung pada pembuluh balik dalam panggul menyebabkan
aliran vena dari ekstremitas akan terganggu. Tekanan vena akan meninggi, volume
darah akan bertambah, maka pembuluh balik akan melebar, yang sebagian besar akan
mengecil lagi sesudah melahirkan. Pada kehamilan yang berulang-ulang, maka pada
satu waktu tekanan dalam vena itu melebihi kekuatan elastisitas dinding pembuluh
dan terbentuk varises.
Faktor keturunan juga memegang peranan, biasanya karena dinding pembuluh
yang tipis atau tidak terbentuknya katup. Faktor lain adalah berat badan yang
berlebihan dan faktor peradangan. Umur tua dan pekerjaan tertentu yang kurang
gerakan merupakan faktor predisposisi.
Diagnosis
Pada umumnya diagnosis bisa ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja. Keluhan tersering pasien varises tungkai adalah nyeri di tungkai bawah
terutama di betis. Rasa nyeri ini bersifat tumpul, seperti ditumpul, terutama timbul
14
bila duduk atau berdiri lama atau berkurang atau menghilang bila berbaring dengan
tungkai ditinggikan. Sering juga pasien hanya merasa pegal di betis dan kadang-
kadang mengeluh tungkai terasa berat. Bila pasien mengeluh nyeri, harus dicurigai
kemungkinan flebitis pada varises. Keluahan lain yang cukup sering adalah
penampilan kosmetik yang buruk, terutama pada perempuan. Perdarahan spontan,
gatal menahun dan koreng di sekitar pergerlangan kaki kadang-kadang merupakan
keluhan yang menyebabkan pasien berobat.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cahaya yang terang dan pasien dalam posisi
berdiri. Dari lipat paha sampai ke jari kaki harus diperiksa dengan seksama. Biasanya
vena tampak jelas melebar, berkelok-kelok dan berwarna kebiiruan. Varises pada
cabang vena biasanya lebih berkelok-kelok dibanding varises pada vena tepi utama.
Kelainan kulit di sekitar pergelangan kaki biasanya ditemukan pada kasus lanjut
berupa hiperpigmentasi, dermatitis, koreng atau tukak. Kulit di sekitar varises yang
berwarna kemerahan dan terasa nyeri merupakan tanda-tanda flebitis perifer sebagai
komplikasi.
Palpasi dilakukan sepanjang varises untuk menemukan adanya indurasi atau
pengerasan yang merupakan tanda-tanda tromboflebitis perifer atau
lipodermatosklerosis. Dengan palpasi juga bisa ditentukan lokasi vena penghubung
yang mengalami kegagalan, yaitu bila teraba celah pada fasia di bawah vena yang
menonjol.
Ada dua pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan pada penderita varises.
Pertama adalah pemeriksaan Brodie dan Trendelenburg (retrograde filling test) yaitu
salah satu jenis pemeriksaan untuk menilai fungsi katup. Mula-mula penderita
berbaring dengan tungkai yang akan diperiksa ditinggikan 30º-45º selama beberapa
menit untuk mengosongkan vena. Setelah itu dipasang ikatan yang terbuat dari bahan
elastis di paha, tepat di bawah percabangan safeno femoral untuk membendung vena
tepi setinggi mungkin. Kemudian penderita berdiri dan pengisian vena diperhatikan.
Bila katup vena penghubung berfungsi denga baik, vena baru terisi kembali setelah
lebih dari 25-30 detik dan arah pengisian dari bawah. Bila vena terisi kembali dalam
15
waktu kurang dari 20 detik dan arah pengisian dari atas, berarti katup vena
penghubung yang terletak distal mengalami kegagalan.
Pemeriksaan Perthes merupakan jenis pemeriksaan kedua, yaitu pemeriksaan
untuk menilai katup vena penghubung atau vena dalam. Penderita berdiri beberapa
saat lalu dipasang ikatan elastis dibawah lutut untuk membendung vena tepi.
Kemudian penderita melakukan gerakan berjingkat beberapa kali agar otot-otot betis
berkontraksi sehingga darah dipompa dari sinusoid vena otot dan vena sekitarnya.
Bila vena yang terletak distal dari ikatan kempis/kosong ‘berarti katup-katup vena
penghubung dan vena dalam berfungsi baik dan tidak ada sumbatan. Sebaliknya bila
vena tepi bertambah lebar berarti katup-katup tersebut mengalami kegagalan atau
terdapat sumbatan pada vena dalam. Modifikasi pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan balutan elastis mulai dari pangkal jari kaki sampai ke pangkal paha;
kemudian pasien berjalan di tempat beberapa saat. Bila timbul nyeri di tungkai atau
betis, sumbatan vena dalam perlu dicurigai (varises sekunder), terutama bila kelainan
sistem arteri pada pasien dapat disingkirkan.
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan dan mudah mengerjakannya adalah
pemeriksaan dengan alat Doppler. Pemeriksaan ini bisa menentukan lokasi sumbatan,
katup yang mengalami kegagalan atau aliran balik dengan ketepatan diagnostik 94%.
Pemeriksaan penunjang lainnya, yaitu flebografi, perlu dilakukan pada varises
kambuh setelah terapi pembedahan, penderita varises unilateral, pasien yang berumur
< 20 tahun dan pasien yang dicurigai menderita trombosis vena dalam. Tujuannya
untuk menilai vena penghubung dan vena dalam yang dicurigai mempunyai kelainan.
Flebografi juga dapat menunjukkan kekambuhan varises pasca-operasi yang sering
disebabkan oleh kelainan vena penghubung di daerah kanalis Hunter di paha.
Penyulit
Dasar terjadinya penyulit pada pasien varises tungkai adalah gangguan
hemodinamik vena tepi. Bila gangguan tersebut segera diatasi, maka penyulit tidak
akan terjadi. Penyulit yang sering ditemukan adalah pigmentasi di sekitar pergelangan
kaki (akibat endapan pigmen hemosiderin pada kulit), dermatitis dan flebitis perifer
16
berulang. Perdarahan spontan dari varises jarang terjadi tetapi akan menyebabkan
penderita segera berobat. Lipodermatosklerosis yaitu perubahan kulit berupa
pigmentasi dan indurasi jaringan lemak akibat reaksi inflamasi yang diduga
merupakan suatu preulser bisa ditemukan pada varises lanjut atau kegagalan vena
menahun. Lokasinya di sekitar pergelangan kaki, sesuai dengan lokasi tukak vena.
Bila gangguan hemodinamik vean tepi terus berlangsung, akhirnya akan terbentuk
tukak vena di sekitar pergelangan kaki (biasanya di bawah dan belakang dari
maleolus medialis atau laterlais), berbentuk lonjong, biasanya lebih dari satu,
pinggirnya landai, dasarnya rata dan ditutupi keropeng. Sekitar tukak, kulit berwarna
lebih gelap dari sekitarnya (pigmentasi). Emboli merupakan komplikasi varises yang
paling jarang terjadi, tetapi bisa menyebabkan kematian terutama bila memasuki
sirkulasi pulmonal.
Pencegahan
Pertama-tama harus dicegah berdiri lama tanpa bergerak. Berdiri diam akan
mengurangi kemungkinan aliran kembali darah vena. Kecuali itu terjadi peninggian
tekanan dalam vena. Pemakaian kaus kaki yang elastis akan menekan sistem vena
perifer (termasuk varisesnya), yang bersama dengan kontraksi otot kaki akan
mencegah pelebaran dinding vena. Dengan banyak berjalan, otot betis akan akan
bekerja sebagai pompa dan memperbaiki aliran vena ke arah jantung. Juga dengan
berbaring sambil meninggikan kedua kaki akan menurunkan tekanan vena.
Perawatan dan pengobatan varises
Perawatan varises bertujuan untuk menghilangkan akibat dari katup yang tidak
berfungsi lagi. Ada tiga cara yang dapat diterapkan sendiri-sendiri atau bersamaan :
a. Perawatan non pembedahan
Cara ini memakai balutan elastik dari ujung kaki sampai ke paha dengan
maksud memberikan penekanan yang merata untuk membantu aliran darah vena.
Hasilnya akan bertambah baik bila penderita disuruh banyak jalan. Terutama pada
varises sewkatu hamil cara ini paling baik. Pemakaian kaus kaki elastik akan
memberikan penekanan yang lebih merata dan mudah diganti.
17
b. Perawatan dengan pembedahan
pada varises terdiri atas : vena sefana magna pada ekstremitas yang terlihat
diikat pada percabangannya dengan vena femoralis dan dipotong, kemudian
dengan memakai alat khusus dikeluarkan beserta cabang-cabangnya yang
menderita varises (total stripping). Hal ini juga dilakukan pada vena safena parva
bila vena tersebut ada varisesnya. Kemudian semua vena penghubung yang rusak
katupnya diikat. Jahitan kulit diusahakan dengan adaptasi kulit sebaik mungkin.
Mobilisasi dan berjalan tanpa menekuk lutut dimulai sehari setelah operasi. Pada
varises dengan koreng tindakan pembedahan lebih baik daripada perawatan tanpa
operasi. Bengkak yang mungkin terjadi pasca operasi dapat dicegah dengan
memakai kaus kaki elastik selama dua bulan.
Indikasi bedah pada varises primer tungkai adalah kelainan yang bersifat
progresif, adanya komplikasi dan pertimbangan kosmetik. Sebelum tindakan
bedah, komplikasi varises yang terjadi diobati terlebih dahulu. Tujuan metode
pembedahan adalah untuk menghilangkan gejala, mengurangi atau mencegah
komplikasi, memulihkan fisiologi vena dan memperbaiki penampilan (kosmetik).
Komplikasi tindakan pembedahan adalah usia lanjut atau keadaan umum
buruk, berat badan berlebihan, tromboflebitis aktif, tukak vena terinfeksi,
kehamilan, sumbatan arteri menahun pada tungkai bersangkutan dan tumor besar
intra abdomen.
c. Perawatan dengan suntikan sklerotik
Penyuntikan bahan sklerotik dianjurkan bila penderita tidak mau dioperasi
atau bila varises masih sedikit dan dengan diameter kurang dari 1 mm. Bahan
suntikan sklerotik yang dipakai biasanya adalah cairan hipertonik atau cairan
alkali kuat yang dapat menyebabkan obliterasi pembuluh vena yang bersangkutan.
Suntikan pada varises dilakukan tidak lebih dari enam tempat pada sekali
perawatan. Harus diingat bahwa tidak pada semua varises dapat dilakukan
penyuntikan obat sklerosis.
18
Vena teleangiektasi
Kadang-kadang terlihat pelebaran vena halus di dalam kulit ekstremitas atau di
daerah lain : varises teleangiektasi (spider venae). Pada suatu tempat akan terlihat
suatu kebocoran vena kecil yang menyebabkan pelebaran vena halus di dalam kulit
dengan gambaran seperti laba-laba. Bentuk ini lebih jelas terlihat pada orang dengan
kulit berwarna putih atau kuning, dan sering disebut sebagai mini-varises.
Kelainan ini yang kelihatannya tidak mencolok dapat memberikan keluhan yang
menggangu :
1) Rasa setempat seperti terbakar yang bertambah bila lama berdiri;
2) Rasa bengkak di daerah tungkai atau pada benjolan yang terdiri atas kumpulan
varises;
3) Rasa nyeri sepanjang varises teleangiektasi;
4) Rasa berdenyut seluruh tungkai dengan atau tanpa terlihat adanya varises;
5) Rasa lelah, menggambarkan perasaan nyeri tumpul dan berat.
Terapi sklerotik merupakan pilihan satu-satunya pada varises teleangiektasi.
Gejala nyeri pada kelainan ini akan berkurang banyak (lebih dari 85%) dengan terapi
sklerotik. Pemakaian kaus kaki elastik pasca terapi sklerotik lebih menguntungkan
daripada memakai balutan elastik. Terapi sklerotik dengan larutan garam hipertonik
(23,4% NaCl) dengan atau tanpa tambahan heparin (100 Unit/cc) memberikan hasil
yang cukup baik, bila dipakai pada pengobatan varises atau teleangiektasis.
3. HEMOROID
Definisi
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran suatu segmen atau lebih v.
hemoroidalis di daerah anorektal. Kelainan ini yang berbentuk seperti varises yang
sering didapat pada ekstremitas, pada pleksus pampiniformis (varikokel) dan pada
pleksus oesofagus (varises esofagus). Perdarahan yang berasal dari pleksus venosus
19
rektalis atau hemoroidalis ini adalah salah satu dari penyebab perdarahan di daerah
anal.
Faktor resiko
a. Keturunan : dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis.
b. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan pembuluh darah
sekitarnya.
c. Pekerjaan : orang yang harus berdiri dan duduk lama atau harus mengangkat
barang berat, mempunyai resiko untuk hemoroid.
d. Umur : pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot
sfingter menjadi tipis.
e. Endokrin : misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus.
f. Mekanis : semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang meninggi
dalam rongga perut, misalnya penderita hipertrofi prostat.
g. Fisiologis : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita
dekompensasio kordis atau sirosis hepatis.
h. Radang adalah faktor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di daerah itu
berkurang.
Klasifikasi
a) Hemoroid eksternus
Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi oleh kulit biasa, yang
merupakan benjolan karena dilatasi vena hemoroidalis.
Ada 3 bentuk yang sering dijumpai :
- Bentuk hemoroid biasa tetapi letaknya distal linea pectinea;
- Bentuk trombosis atau benjolan hemoroid yang terjepit
- Bentuk skin tags
Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh mengedan,
tetapi dapat dimasukkan kembali dengan cara menekan benjolan dengan jari. Rasa
20
nyeri pada perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai
penyulit seperti infeksi, abses perianal atau koreng. Ini harus dibedakan dengan
hemoroid eksternus yang prolaps dan terjepit, terutama kalau ada edema besar
yang menutupinya. Sedangkan penderita dengan skin tags tidak mempunyai
keluhan, kecuali kalau ada infeksi.
b) Hemoroid internus
Letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi oleh lapisan epitel dari
mukosa, yang merupakan benjolan vena hemoroidalis internus. Pada penderita
dalam posisi litotomi terdapat paling banyak pada jam 3, 7, 11 yang oleh Miles
disebut : three primary haemorrhoidal areas.
Gejala klinik
Keluhan utama pada penyakit hemoroid adalah perdarahan, meskipun kadang
tidak ada. Perdarahan pada umunya timbul pada waktu defekasi atau sesudahnya.
Sering juga didapatkan adanya faktor obstipasi, defekasi yang keras yang
membutuhkan tekanan intra abdominal yang tinggi dan penderita harus duduk
berjam-jam di kakus. Darah yang keluar biasanya merah muda segar dan hanya
menetas saja, kadang juga sampai menyemprot.
Rasa nyeri yang hebat terus-menerus adalah gejala radang. Seringkali
penderita mengeluh tentang adanya perasaan ingin BAB yang palsu atau merasa
seolah defekasi tidak puas.
21
Prolaps adalah gejala lebih lanjut dari hemoroid internus. Pada permulaan
prolaps terjadi pada waktu defekasi, lalu benjolan kembali sendiri setelah defekasi
selesai. Lambat laun prolaps ini tak dapat kemabali sendiri dan harus ditekan
dengan jari. Akhirnya benjolan ini terus-menerus keluar dari anus.
Menurut gejala-gejalanya hemoroid internus dibagi dalam empat tingkatan :
Tingkat I : perdarahan pasca defekasi dan pada anuskopi terlihat permulaan dari
benjolan hemoroid.
Tingkat II : perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi
prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri.
Tingkat III : perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps
hemoroid yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
Tingkat IV : hemoroid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi.
Pemeriksaan colok dubur
Hemoroid internus adalah lunak dan tidak dapat diraba dengan jari, kecuali bila
sangat besar. Kalau sering prolaps selaput lendir akan menebal. Bila ada koreng maka
akan sakit sekali pada perabaan. Trombosis dan fibrosis pada perabaan padat dengan
dasar yang lebar.
Pemeriksaan anuskopi
22
Dengan cara ini dapat melihat hemoroid internus. Pada anuskopi dapat dilihat
warna selaput lendir yang merah meradang atau perdarahan. Banyaknya benjolan,
tingkatnya, letaknya dan besarnya. Dan keadaan lain dalam anus harus diperhatikan
misalnya polip, fisura ani, atau tumor ganas.
Perawatan
Tingkat I
Menghilangkan faktor penyebab, misalnya obstipasi diberi nasihat diet, lebih
banyak sayur yang banyak serat dan buah, sambil mengurangi daging. Semua
makanan yang merangsang seperti cabe dilarang. Anatibiotika per oral diberikan bila
ada peradangan. Bila nyeri diberi suppositoria. Untuk melancarkan defekasi diberi
Paraffin Liquidum atau Laxadin.
Bila pengobatan diatas tidak memberi perbaikan, dicoba dengan sclerosing
therapy yaitu menyuntikkan Sodium Morrhuate 5%, Phenol atau aetoksisklerol 1-3%
antara selaput lendir dan varises.
Tingkat II
Sclerosing therapy dan jika tidak menolong operasi.
Tingkat III
Operasi yang dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Cara Whitehead : yaitu mengupas seluruh v. Hemoroidalis dengan membebaskan
mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah
itu, sambil mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
b) Cara Langenbeck : menjepit radiair hemoroid internus, mengadakan jahitan
jelujur di bawah klem dengan catgut chromic No.00, mengadakan eksisi di atas
klem. Sesudah itu klem dilepas dan jahitan jelujur dibawah klem diikat, diikuti
usaha kontinuitas mukosa.
23
Tingkat IV
Biasanya sudah ada radang dan jepitan, yang biasanya ditenangkan dulu dengan
antibiotika dan zitbaden, baru diambil tindakan operatif. Pengobatan hemoroid
eksternus selalu operatif.
4. PERDARAHAN PADA HIPERTENSI PORTAL
Hipertensi portal sebagian besar terjadi akibat sirosis hati. Dengan meningginya
vena porta, tekanan dalam pembuluh darah kolateral juga akan meninggi, sehingga
pembuluh vena esofagus akan melebar dan berkelok-kelok, yang disebut varises
esofagus. Varises ini dapat pecah dan perdarahan yang terjadi sering berakibat fatal.
Perdarahan ini diatasi dulu secara medik dan pemasangan balon Blakemore dengan
mengganti cairan dan darah yang hilang sesuai prosedur yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bila ini tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka dianjurkan
tindakan bedah.
Tindakan bedah yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan hipertensi portal :
a) Eksisi daerah perdarahan, misalnya oesophago-cardiectomy atau transeksi dari
esofagus dengan memakai kancing Boerema atau alat-alat lain. Indikasinya :
perdarahan yang tidak dapat ditanggulangi secara non-operatif.
b) Operasi pirau porta-sistemik, yaitu mengurangi tekanan sistem portal dengan
membuat suatu porta systemic venous shunt.
2.2 OKLUSI
A. GANGREN DIABETIK
Di klinik kita membedakan dua bentuk peradangan dengan diabetes pada kaki.
Kaki neuropatik Kaki neuro-iskemia
Panas
Pulsasi besar
Sensorik menurun
Dingin
Pulsasi tidak ada
Sensorik biasanya ada
24
Warna kemerahan Pucat bila diangkat
Merah bila digantung
Komplikasi
Kalus
Koreng tidak sakit
Gangren jari
“Charcot’s joint”
Edema neuropatik
Klaudikasio
Koreng sakit
Gangren jari
Rest pain
1. KAKI NEUROPATIK
Koreng neuropatik biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat dengan baik.
Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh
tulang metatarsal. Nekrosis terjadi di bawah kalus yang kemudian membentuk rongga
berisi cairan serous dan bila ini pecah akan terjadi koreng yang sering diikuti oleh
infeksi sekunder. Streptococcus bekerjasama dengan Staphylococcus membentuk
toksin yang dapat menyebabkan trombosis arteri jari dengan akibat nekrosis jari yang
terlihat. Juga peranan organik anaerob besar sekali yang bekerja secara sinergistik
dalam pembentukan gas dan akhirnya gangren
Kaki neuropatik ini memerlukan trauma kecil saja untuk menjadi bengkak, merah,
panas dan menjadi nyeri. Setelah beberapa waktu akan terlihat pada seri foto
radiologik fraktur tulang-tulang kecil, osteolisis, fragmentasi, terbentuknya tulang
baru setempat, subluksasi dan disorganisasi sendi, ini disebut “Charcot’s joint”.
Proses destruksi ini dapat terjad setelah beberapa bulan dan berakhir sebagai suatu
deformitas kaki.
Edema neuropatik jarang terjadi, biasanya tungkai sebelah bawah disertai gejala
neuropatik yang hebat, dan mungkin disebabkan oleh fungsi vasomotor yang
abnormal.
2. KAKI NEURO-ISKEMIA
Ada tiga faktor penyebab nekrosis pada kaki diabetes yaitu neuropati, infeksi dan
iskemia. Terapi tergantung kontrol yang teratur, usahakan perbaikan daerah yang
25
nekrotik yang dirawat dengan kompres air garam dan antibiotik yang terarah.
Biasanya setelah beberapa hari akan terjadi suatu daerah demarkasi, baru kemudian
dilakukan nekrotomi dengan hati-hati sekali.
Rekonstruksi pembuluh arteri dapat dipertimbangkan, bila masih cukup arteri
yang terbuka distal dari sumbatan, misalnya bentuk pintasan femoro-tibial.
Angioplasti dengan balon intraluminal (PTA) dapat dicoba untuk dilatasi arteri yang
menyempit. Hasil terbaik adalah penyempitan segmen pendek.
Amputasi harus diperhitungkan bila gangren pada kaki diabetes tidak berhasil
ditanggulangi secara non-operatif. Secara umum dapat dianjurkan dengan tindakan
berikut : bila lesinya terbatas pada jari kaki saja, maka belum ada indikasi operasi.
Bila ada abses dilakukan insisi, biasanya diperlukan beberapa sayatan dan drainase
yang dapat menjamin keluarnya cairan dan jaringan nekrotik. Sebaiknya ditunggu
sampai ada garis demarkasi dan dimana perlu membuang jaringan yang sudah mati.
Bila nekrosis hanya pada jari kaki saja dan peradangan dapat ditekan, bentuk
amputasi (nekrotomi) kaki dapat direncanakan dengan seksama. Tetapi bila rasa sakit
tidak dapat diatasi dan bila nekrosis menyebar terus tanpa dapat ditekan dan
penyembuhan tidak bisa diharapkan, maka amputasi dibawah lutut harus
dipertimbangkan, apalagi pada usia muda.
Prognosis pada penderita diabetes dengan kelainan vaskuler dapat diperbaiki
dengan kontrol diabetesnya, menjaga kebersihan kaki dan terapi vaskuler yang
teratur.
Tindakan pencegahan :
- Merokok harus dihilangkan, karena selain mengakibatkan vasokontriksi, juga
merangsang kelenjar adrenal yang menyebabkan keluarnya glukosa ke dalam aliran
darah.
- Pengendalian diabetes yang ketat dengan diet rendah lemak atau kolesterol.
- Olahraga yang teratur, dan menjaga berat badan yang ideal.
- Menghindari pemakaian obat vasokonstriktor seperti ergot, adrenalin atau nikotin.
- Menjaga kebersihan kaki, menghindari trauma dan kemungkinan infeksi pada kuku.
26
- Merangsang pembentukan sistem kolateral termasuk simpatektomi.
B. TROMBOANGIITIS OBLITERANS (TAO)
Winiwarter dalam tahun 1879 mempelajari patologi dari penyakit ini, dan kemudian
Buerger (1908) yang melaporkan adanya suatu penyakit pada orang dewasa muda dengan
kegagalan arteri yang dapat mengakibatkan gangren. Pada sediaan patologi anatomi
terlihat trombosis arteri dan vena kecil, fibrosis perivaskuler dan infiltrasi sel radang pada
dinding pembuluh darah. Secara mikroskopis TAO berbeda dengan tromboflebitis. Pada
TAO trombus bersifat seluler yang terdiri dari limfosit dan fibroblas pada lapisan intima,
media dan adventisia. Pada tromboflebitis reaksi seluler sangat sedikit pada dinding
pembuluh vena yaitu ada sedikit fibroblast.
Gejala klinis
a. Rasa nyeri
- Klaudikasio intermiten : bila penderita jalan, pada jarak tertentu akan merasa
nyeri pada ekstremitas, dan setelah beristirahat sebentar dapat jalan lagi. Gejala
ini biasanya progresif.
- Nyeri spontan : rasa nyeri yang hebat pada jari dan daerah sekitarnya, lebih
hebat pada waktu malam. Biasanya merupakan tanda awal akan terjadinya
ulserasi dan gangren. Rasa nyeri ini lebih hebat bila ekstremitas ditinggikan dan
berkurang bila direndahkan.
- Bila terjadi osteoporosis kaki akan sakit bila diinjakkan, dan karena saraf juga
terganggu maka akan ada perasaan hiperestesi.
b. Pulsasi arteri : biasanyaa menghilang pada a. Dorsalis pedis dan a.Tibialis posterior.
c. Perubahan warna : jari-jari yang terkena bisa berwarna merah, normal atau sianotik
tergantung dari lanjutnya penyakit.
d. Suhu kulit yanng terkena akan lebih rendah pada palsasi.
e. Ulserasi dan gangguan : sering terjadi spontan atau karena mikrotrauma.
f. Tromboflebitis superfisial : biasanya mengenai vena kecil dan sedang.
Diagnosis
Hal dibawah ini menjadi dasar untuk diagnosis :
a. Adanya tanda insufisiensi arteri
27
b. Umumnya pria dewasa muda
c. Perokok berat
d. Adanya gangren yang sukar sembuh
e. Riwayat tromboflebitis yang berpindah
f. Tidak ada tanda aterosklerosis di tempat lain
g. Yang terlibat biasanya ekstremitas bawah
h. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan patologi anatomi
Pemeriksaan arteriografi
Ciri khas dari gambaran arteriografi pada TOA adalah bersifat segmental, artinya
sumbatan terdapat pada beberapa tempat, tetapi segmen di antara tempat yang tersumbat
itu normal. Pada kasus lanjut biasanya terjadi kolateral.
Pengobatan terutama ditujukan untuk :
- Mencegah progesivitas penyakit
- Membuat vasodilatasi
- Menghilangkan rasa nyeri
- Mengobati ulkus dan gangren
- Merokok mutlak dihentikan
Simpatektomi lumbal
Hasil dari tindakan simpatektomi adalah kelumpuhan vasomotor, yang dengan
mengurangi tekanan perifer dapat menambah aliran darah. Biarpun sebagian dari fungsi
vasomotor ini kembali lagi, tapi jumlah aliran darah tetap bertahan di atas jumlah
sebelum operasi, kecuali bila terjadi obliterasi.
Simpatektomi lumbal bertujuan untuk :
a. Memperbaiki klaudikasio
b. Menghilangkan nyeri spontan
c. Mempertahankan kehidupan ekstremitas
28
d. Memperbaiki sirkulasi ekstremitas supaya amputasi dapat dilakukan serendah
mungkin
e. Membantu kesuksesan operasi langsung dalam arteri
Komplikasi Simpatektomi lumbal :
a. Neuralgia pasca-simpatektomi, yaitu dirasakan nyeri daerah paha dan panggul 10-12
hari pasca operasi. Biasanya membaik sendiri sesudah beberapa lama (1-2 buah)
b. Reaksi berlawanan. Kadang-kadang malahan terjadi iskemia yang lebih berat pasca
operasi. Ini biasanya disebabkan oleh penurunan tekanan darah selama operasi.
c. Tidak ada ejakulasi. Biasanya terjadi bila dilakukan simpatektomi bilateral.
2.3 TROMBOSIS
A. TROMBOSIS VENA PERIFER
Lesi ini biasanya ditandai oleh trauma setempat, sedangkan reaksi radang pada
dinding pembuluh vena sangat mencolok. Trauma kimia yang paling sering dijumpai
adalah berupa suntikan intravena atau infus. Lesi bahan kimia biasanya tidak menyebar,
hanya kadang dapat melibatkan sebagian pembuluh vena ke arah proksimal dan distal.
Trauma mekanik sering kita temukan bersama frktur tulang atau luka memar. Dapat pula
terjadi akibat mengangkat barang berat seperti pada olahraga angkat besi.
Peradangan langsung pada vena biasanya disebabkan oleh tuberkulosis, eritema
nodosum atau nodular vasculitis. Tromboflebitis supurativa sekarang jarang dijumpai
karena pemberian antibiotika yang efektif.
Tromboflebitis akut sering terjadi pada varises vena safena yang biasanya disebabkan
oleh trauma ringan atau pemberian injeksi bahan sklerotik sebagai terapi. Kemungkinan
terjadinya emboli paru kecil sekali, tetapi penderita sangat gelisah akibat rasa sakit dan
nyeri.
Diagnosis vena perifer yaitu dengan meraba bagian vena perifer yang tersumbat,
seringkali pada beberapa tempat. Disertai tanda peradangan setempat. Bila dengan
perawatan non-operatif trombosis tidak berkurang dalam waktu 1-3 minggu, dilakukan
insisi kecil di atas setiap trombosis yang teraba untuk mengeluarkan bekuan darah yang
ada.
29
B. TROMBOSIS VENA DALAM
Terdapat tiga macam trombus, yaitu yang merah atau koagulasi trombus, yang putih
atau aglutinasi trombus dan trombus bentuk campuran. Trombus merah yang homogen
dimana sel trombosit dan leukosit tersebar rata dalam suatu massa yang terdiri atas
eritrosit dan fibrin, biasanya terdapat dalam vena dengan faktor penting adalah stasis dan
hiperkoagulobilitas. Trombus putih terdiri atas fibrin dan lapisan platelet serta lekosit
dengan sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri dimana faktor terpenting adalah
kelainan dinding pembuluh darah. Bentuk trombus yang paling banyak dijumpai adalah
bentuk campuran.
Gejala
Gejala tromboflebitis akut akan berkembang selama 1-3 minggu. Bila pembuluh vena
utama yang terlibat, maka dapat terjadi gejala sisa yang menetap, biarpun reaksi radang
pada dinding pembuluh sudah menghilang. Ini disebut kegagalan vena menahun (chronic
venous insuffiency), dulu pernah dinamakan sindrom pasca flebitis atau tromboflebitis
menahun. Insufisiensi vena ini menetap karena fibrosis dengan melebarnya lumen
pembuluh vena dan katup yang inkompeten.
Terjadinya trombosis vena tibialis biasanya pada pasca operasi, dan dapat menyebar
ke proksimal atau menyebabkan emboli. Rasa sakit dan nyeri daerah betis akan jelas bila
dilakukan dorsoleksi kaki secara paksa (Homan’s sign). Kadang-kadang betis agak
membesar dan tegang tetapi edema yang jelas biasanya tidak ada. Bila penderita pada
minggu pertama pasca operasi mengeluh sakit di daerah betis, sebaiknya dicurigai adanya
tromboflebitis.
Trombosis vena iliofemoral selalu lebih berat dan akut yang dapat berasal dari distal
atau dari sinus katup sendiri. Daerah lipatan paha akan terasa sakit yang dapat dirasakan
pula pada seluruh ekstremitas. Gejala kedua adalah vena perifer di paha akan terlihat
melebar yang kadang juga terlihat di daerah perut dan ekstremitas sebelah bawah. Suhu
setempat tidak meninggi, tetapi sering terjadi spasme arteri dan pada palpasi pulsasi tidak
30
teraba. Gejala ketiga dari trombosis vena ileofemoral adalah edema yang pada hari-hari
pertama teraba tegang dan kulit berwarna agak kecoklatan. Setelah beberapa hari edema
akan berkurang dan bertahan sampai 1-2 minggu, rasa nyeri menghilang setelah 1
minggu, akhirnya di daerah lipatan paha juga tidak sakit lagi.
Yang disebut phlegmasia cerulia dolens adalah trombosis v. Ileofemoral dengan
gejala yang lebih berat. Kulit akan menjadi sianotik dan kadang melepuh (bullae). Pulsasi
arteri menghilang dan diikuti oleh gangren. Syok mungkin terjadi karena edema yang
hebat.
Trombosis dari vena kava inferior terjadi sebagai penyebaran dari distal. Gejala sama
seperti pada sumbatan v.Ileofemoral tetapi pada kedua ekstremitas. Biasanya ekstremitas
yang satu lebih menderita dari yang lain.
Diagnosis
Trombosis vena ileofemoral biasanya terjadi agak akut dan hampir selalu disertai 3
gejala : ekstremitas yang bengkak, vena perifer yang jelas melebar dan nyeri di daerah
segitiga femoral (m.Sartorius-lig.Inguinale-m.Pectineus). Nyeri yang dirasakan bisa hebat
sekali atau sedkit saja, dan tampak safena daerah maleolus agak melebar bila dibanding
dengan ekstremitas yang satu lagi.
Edema tidak ada pada sumbatan arteri, sedangkan pada sembatan vena akut atau
sumbatan saluran limfe jelas adanya pembekakan ekstremitas. Yang tidak kalah penting
adalah hilangnya pulsasi arteri pada sumbatan arteri, sedangkan pada yang lain tetap
teraba denyut nadi.
Perawatan
1. Pencegahan seperti mobilisasi dini, pemakaian kaus kaki elastik, latihan gerak kaki
dan jarii secara aktif dan pemberian antikoagulan bila ada indikasi.
2. Istirahat samapai rasa nyeri dan suhu yang tinggi serta edema sudah berkurang,
biasanya sampai 2 minggu.
3. Paha ditinggikan sampai membuat sudut 30 derajat dengan permukaan horizontal.
31
4. Seluruh ekstremitas yang terlibat dibungkus dengan bungkusan panas untuk
mempercepat penyembuhan.
5. Analgetik diberikan bila semua tindakan diatas belum menolong. Sedikit sedtiva
memberikan ketenangan pada penderita.
6. Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita
dengan trombosis vena dalam di tungkai untuk mencegah penyebaran proses
trombosis dan terbentuknya emboli.
7. Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan
maksud supaya terjadi lisis pada trombus vena.
8. Kaus kaki atau balutan elastik.
9. Perawatan bedah dapat dipertimbangkan bila terapi antikoagulan dan trombolitik
tidak berhasil serta ada bahaya gangren.
a) Ligasi vena dilakukan untuk mencegah komplikasi emboli paru.
b) Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila
dapat dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama untuk
mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup dan dengan
demikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis pada tungkai
bawah, dan untuk mecegah emboli paru.
C. KEGAGALAN VENA MENAHUN
Perjalanan penyakit trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah biasanya akan
berlanjut sebagai berikut :
1. Akan terjadi penyembuhan, mungki akibat sistem fibrinolitik alamiah.
2. Disertai tanda dan gejala yang khas dari trombosis vena, misalnya edema, nyeri
tekan, gelisah bahkan kadang-kadang terjadi emboli paru.
3. Kedua kemungkinan diatas selanjutnya dapat menjadi suatu kegagalan vena menahun
(chronic venous insufficiency = CVI) sebagai berikut :
a) Edema yang dapat hilang timbul, lebih-lebih setelah olahraga, tetapi tidak
progresif;
32
b) Edema, pelebaran vena perifer, serangan yang berulang kali dari trombosis vena
dalam atau perifer, dan disertai perubahan jaringan ikat dari ekstremitas bawah.
Bersifat progresif bila tidak ditangani dengan baik akan terjadi kerusakan
ekstremitas tersebut.
Tanda yang khas dari ekstremitas dengan kegagalan vena menahun adalah edema.
Tanda lain adalah rasa nyeri yang digambarkan sebagai rasa berat dalam ekstremitas, dan
berkurang bila dipakai berjalan.
Diagnosis tambahan
Diagnosis banding kegagalan vena menahun biasanya mudah dilakukan secara klinis :
Sumbatan arteri menahun Kegagalan vena menahun (CVI)
Koreng iskemia, mulai dari ujung jari ke arah tumit. Dasar koreng pucat
Koreng statis (dermatitis) ke arah maleolus medialis. Dasar koreng merah
Lebih nyeri malam hari bila kaki di tinggikan
Nyeri bila tungkai digantung
Edema jarang ada Edema gejala utama pada siang hari
Denyut nadi kecil atau tidak ada Denyut nadi ada
Perubahan kulit tergantung posisi Perubahan kulit tidak tergantung posisi
Klaudikasio intermitten jelas ada Nyeri bila berdiri lama, berkurang bila berjalan
Insiden koreng menahun pada tungkai di negara maju adalah 1-2% dengan penyebab
vena 60% dan karena kelainan arteri 40%.
Perawatan
Terapi dilakukan secara konservatif dan pembedahan. Terapi konservatif diarahkan
kepada pengurangan tekanan hidrodinamik antar kapiler (elevation), penambahan
tekanan antar sel (compression), penambahan pertukaran cairan transkapiler (intermittent
33
compression), vasoactive drugs, dan penambahan tekanan osmotik antar kapiler
(diuretics). Suatu kombinasi dari dua atau semua cara tersebut merupakan terapi dasar
bagi kaki yang bengkak dalam segala bentuk.
Pembedahan hanya dilakukan pada kaki bengkak yang keadaannya buruk sekali dan
merupakan suatu terapi yang meringankan. Tujuan pembedahan bukan untuk mengganti
terapi konservatif, tetapi untuk membuatnya lebih efisien.
34
BAB III
KESIMPULAN
PERDARAHAN
A. ARTERI
1. TRAUMA
Trauma vaskuler dapat melibatkan pembuluh arteri dan atau vena. Bentuk lesi
vaskuler tergantung dari penyebab atau mekanisme trauma yang terjadi.
B. VENA
1. TRAUMA : Kerusakan pada sitem vena saja jarang terjadi, biasanya bersamaan
dengan kerusakan pembuluh arteri.
2. VARISES : Pelebaran pembuluh darah balik (vena) yang berkelok-kelok dan ditandai
oleh katup di dalamnya yang tidak berfungsi lagi.
3. HEMOROID : Kumpulan dari pelebaran suatu segmen atau lebih v. hemoroidalis di
daerah anorektal.
4. PERDARAHAN PADA HIPERTENSI PORTAL : Hipertensi portal sebagian besar
terjadi akibat sirosis hati. Dengan meningginya vena porta, tekanan dalam pembuluh
darah kolateral juga akan meninggi, sehingga pembuluh vena esofagus akan melebar
dan berkelok-kelok, yang disebut varises esofagus.
OKLUSI
A. GANGREN DIABETIK
Di klinik kita membedakan dua bentuk peradangan dengan diabetes pada kaki.
Kaki neuropatik Kaki neuro-iskemia
Panas
Pulsasi besar
Sensorik menurun
Dingin
Pulsasi tidak ada
Sensorik biasanya ada
35
Warna kemerahan Pucat bila diangkat
Merah bila digantung
Komplikasi
Kalus
Koreng tidak sakit
Gangren jari
“Charcot’s joint”
Edema neuropatik
Klaudikasio
Koreng sakit
Gangren jari
Rest pain
B. TROMBOANGIITIS OBLITERANS (TAO)
Winiwarter dalam tahun 1879 mempelajari patologi dari penyakit ini, dan kemudian
Buerger (1908) yang melaporkan adanya suatu penyakit pada orang dewasa muda dengan
kegagalan arteri yang dapat mengakibatkan gangren.
TROMBOSIS
A. TROMBOSIS VENA PERIFER
Lesi ini biasanya ditandai oleh trauma setempat, sedangkan reaksi radang pada
dinding pembuluh vena sangat mencolok
B. TROMBOSIS VENA DALAM
Terdapat tiga macam trombus, yaitu yang merah atau koagulasi trombus, yang putih
atau aglutinasi trombus dan trombus bentuk campuran.
C. KEGAGALAN VENA MENAHUN
Perjalanan penyakit trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah biasanya akan
berlanjut sebagai berikut :
2. Akan terjadi penyembuhan, mungki akibat sistem fibrinolitik alamiah.
3. Disertai tanda dan gejala yang khas dari trombosis vena, misalnya edema, nyeri
tekan, gelisah bahkan kadang-kadang terjadi emboli paru.
4. Kedua kemungkinan diatas selanjutnya dapat menjadi suatu kegagalan vena menahun
(chronic venous insufficiency = CVI).
36
DAFTAR PUSTAKA
Allen – Barker – Hines : Peripheral Vascular Diseases, Ivth Edition 549: 581, WB Saunders Co,
Philadelphia.
Cranley JJ: Vascular Surgery, Vol.II Herper & Row, Publ. New York.
Jusi, H.D.: Dasar-dasar Ilmu Bedah Vaskuler, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Jusi, H.D.: Varises dan Hemoroid. Simposium Phlebologi, Ujung Pandang.
Kelly GL and Eiseman B: Civilian Vascular Injuries. J Trauma, 15(6), 507-514.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI.
Rich NM and Spencer FC: Vascular Trauma. WB Saunders Co, Philadelphia.
Saudale MS dan Hermansjur K : Sumbatan mendadak arteri mesenteri superior. Makalah Bagian
Ilmu Bedah FKUI/RSCM.
Zollinger RM : Atlas of Surgical Operations, New York, MacMillan Publ Co 289.
37