1-Patologi Vaskuler

23
BAB 1. PATOLOGI VASKULER 1.1. Tujuan Instruksional Umum 1. Memahami arteriosclerosis. 2. Memahami keterkaitan aterosklerosis dengan masalah klinik. 3. Memahami aneurisma aorta. 4. Memahami keterkaitan aneurisma pembuluh darah dengan masalah klinik. 5. Mengetahui varises vena. 6. Memahami keterkaitan varises vena dengan masalah klinik. 1.2. Tujuan Instruksional Khusus 1. Menyebutkan arteriosklerosis. 2. Menjelaskan patogenesis, komplikasi arteriosklerosis. 3. Melukis gambaran morfologik aterosklerosis. 4. Menunjukkan keterkaitan hubungan aterosklerosis dengan masalah klinik. 5. Menguraikan definisi aneurisma, bentuk dan lokalisasi. 6. Menjelaskan patogenesis dan komplikasi aneurisma. 7. Menunjukkan keterkaitan hubungan aneurisma pembuluh darah dengan masalah klinik. 8. Menyebutkan terminologi dan etiologi varises. 9. Menyebutkan patogenesis dan komplikasi varises. 1

description

1-Patologi Vaskuler

Transcript of 1-Patologi Vaskuler

BAB 1.

PATOLOGI VASKULER

1.1. Tujuan Instruksional Umum

1. Memahami arteriosclerosis.

2. Memahami keterkaitan aterosklerosis dengan masalah klinik.

3. Memahami aneurisma aorta.

4. Memahami keterkaitan aneurisma pembuluh darah dengan masalah klinik.

5. Mengetahui varises vena.

6. Memahami keterkaitan varises vena dengan masalah klinik.

1.2. Tujuan Instruksional Khusus

1. Menyebutkan arteriosklerosis.

2. Menjelaskan patogenesis, komplikasi arteriosklerosis.

3. Melukis gambaran morfologik aterosklerosis.

4. Menunjukkan keterkaitan hubungan aterosklerosis dengan masalah klinik.

5. Menguraikan definisi aneurisma, bentuk dan lokalisasi.

6. Menjelaskan patogenesis dan komplikasi aneurisma.

7. Menunjukkan keterkaitan hubungan aneurisma pembuluh darah dengan masalah klinik.

8. Menyebutkan terminologi dan etiologi varises.

9. Menyebutkan patogenesis dan komplikasi varises.

10. Menunjukkan keterkaitan hubungan varises vena dengan masalah klinik.

1

1.3. Kotak Masalah 1. Nyeri Dada

1.4. Arteriosklerosis

Arteriosklerosis adalah istilah umum untuk penebalan dan inelastisitas arteri yang meliputi tiga jenis, yaitu; 1) aterosklerosis yang ditandai dengan pembentukan intimal fibrofatty plaques (bercak berserat lemak di tunika intima), 2) Monckeberg’s medial calcific sclerosis, yang ditandai oleh kalsifikasi tunika media arteri muskularis, 3) arteriolosklerosis, yang merupakan sklerosis pada arteri kecil dan sering berhubungan dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Aterosklerosis merupakan jenis arteriosklerosis yang paling penting dan sering terjadi.

2

Laki-laki 50 tahun, mengeluh nyeri dada kiri, dan tiba-tiba jatuh sambil memegang dadanya saat bermain tenis. Penderita dilarikan ke Rumah Sakit Telogoredjo Semarang. Belum sampai di RS, penderita meninggal dunia.

Alloanamnesis dengan istri penderita mendapatkan data sebagai berikut; penderita seorang manager perusahaan bahan kimia yang sedang berkembang dan banyak order. Penderita mempunyai kebiasaan makan makanan yang berlemak, merokok dan kadang minum alkohol. Dua hari yang lalu, penderita sedang menyelesaikan pekerjaan di luar kota dan menyopir sendiri mobilnya, baru pulang malam hari sebelum bermain tenis di keesokan paginya. Sekitar 6 bulan yang lalu penderita pernah mengeluh nyeri dada sebelah kiri dan diperiksakan di RS di Jakarta, oleh dokter RS diinformasikan bahwa penderita mengalami penyempitan pada pembuluh koroner jantungnya dan disarankan untuk melakukan kateterisasi jantung.

Pertanyaan:

1. Apakah yang dimaksudkan dengan penyempitan pembuluh koroner jantung?

2. Apa penyebab terjadinya penyempitan pembuluh koroner jantung?

3. Bagaimanakah patogenesis terjadinya aterosklerosis?

4. Sebutkan komplikasi yang mungkin timbul, apabila terjadi aterosklerosis?

5. Bagaimanakah upaya pencegahan terjadinya aterosklerosis?

1.5. Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah penyakit degeneratif arteri besar dan menengah, prinsipnya ditandai oleh bercak pada intima yang menonjol ke lumen arteri (disebut ateroma). Semua arteri bisa mengalami aterosklerosis, namun paling banyak mengenai aorta, arteri koronaria dan arteri serebralis.

Aterosklerosis arteri koronaria menginduksi penyakit jantung iskemik, dan bila terjadi pembentukan trombus, dapat menyebabkan myocardial infarction (MI). Trombosis yang terjadi pada arteri serebralis yang mengalami aterosklerosis, menimbulkan infark serebri, stroke dan penyakit neurologis lainnya (Lihat Kotak Info 1: Sekilas tentang Stroke) Aterosklerosis pada aorta dapat menimbulkan aneurisma aorta. Aneurisma pada aorta abdominalis menimbulkan iskemi intestinum dan ektremitas inferior, bahkan kadang bisa terjadi ruptur aorta abdominalis, sehingga menyebabkan perdarahan hebat dan fatal. (Lihat Kotak Masalah 2).

3

4

Kotak Info 1. Sekilas tentang stroke

Stroke merupakan suatu jejas pada vaskuler otak (cerebro vascular accident) yang menyebabkan kekurangan oksigen pada bagian otak. Jenis kerusakan pembuluh darahnya berupa trombosis atau hemoragi (perdarahan).

Suatu trombus adalah bekuan darah, yang merupakan akibat lanjutan dari aterosklerosis (timbunan lipid abnormal dalam arteri cerebralis). Permukaan endotel arteri yang tidak halus merangsang pembentukan bekuan yang akan menyumbat aliran darah pada bagian otak yang disuplai. Gejala yang ditimbulkan tergantung pada bagian otak yang terkena, dan gejala tersebut secara bertahap bisa meningkat, apabila formasi bekuan yang terbentuk berjalan lambat. Kurang lebih 80 % stroke adalah tipe trombotik (non hemoragik).

Stroke tipe hemorragis, terjadi akibat arteriosklerosis atau aneurisma arteri cerebralis, menyebabkan darah keluar ke jaringan otak. Timbunan darah dalam otak menyebabkan tekanan dan akan merusak neuron otak. Perdarahan itu sendiri akan mengurangi suplai oksigen ke sel neuron. Onset stroke jenis ini biasanya terjadi secara cepat. Misalnya terjadi stroke pada lobus frontal sebelah kiri, akan terjadi paralisis (kelumpuhan) dari sisi kanan tubuh. Apabila mengenai area wicara, maka kemampuan bicara juga akan terpengaruh. Beberapa jenis stroke berakibat fatal karena kerusakan yang terjadi sangat luas atau mempengaruhi pusat vital di medulla atau pons. Stroke tipe trombus dapat ditolong dengan pemberian obat pemecah bekuan, yang memungkinkan darah kembali mengalir. Agar efektif, pemberian obat harus diberikan selama 3 jam dari gejala sesudah onset terjadi.

Perbaikan kondisi stroke tergantung pada lokasi dan luas kerusakan. Pada usia kurang dari 50 tahun, korteks cerebri memiliki kemampuan meningkatkan fungsi neuronnya dengan cara redudansi (repetisi), yang berarti bahwa apabila dalam keadaan normal, sel neuron yang berfungsi hanya sebagian saja, maka dalam keadaan stroke, sel neuron dapat difungsikan secara penuh. Pada saat pasien membaik, maka otak mempunyai jalur baru, dengan memanfaatkan sedikit neuron untuk membawa impuls secara penuh (full time). Beberapa fase perbaikan (recovery) terjadi lama dan mungkin memakan waktu berbulan-bulan. Terapi rehabilitasi bisa dilakukan apabila kondisi pasien memungkinkan.

1.5.1. Faktor Risiko Aterosklerosis

Prevalensi dan tingkat keparahan (berat atau ringan) aterosklerosis tergantung pada umur, jenis kelamin, genetik (yang bersifat menetap), dan interaksi dengan faktor lingkungan. Umur adalah faktor pengaruh dominan, walaupun lesi dini AS

bisa terjadi di masa anak-anak, penyakit yang muncul di usia 40 sampai 60 tahun (atau lebih).

Jenis kelamin. Sebelum usia menopause, wanita lebih jarang mengalami aterosklerosis dibanding pria, sehingga infark miokard jarang terjadi pada wanita berumur premenopause.

Predisposisi familial (genetik), meliputi; hipertensi, diabetes mellitus atau gangguan metabolisme lipoprotein herediter yang menyebabkan peninggian kadar lipid darah (misalnya; hiperkolesterolemia familial dan dislipoproteinemia familial).

Faktor risiko lingkungan yang dapat dikontrol berupa faktor risiko berat dan faktor risiko ringan. Faktor risiko berat adalah; 1) hiperlipidemia, 2) hipertensi, 3) kebiasaan merokok, 4) diabetes. Sedangkan faktor risiko ringan, meliputi; 1) aktivitas fisik, 2) pola hidup penuh stres dan kompetisi, 3) obesitas, 4) penggunaan kontrasepsi oral, 5) hipeurisemia, 6) asupan tinggi karbohidrat, 7) hiperhomosisteinemia.

Aterosklerosis adalah penyakit yang bersifat multifaktor. Interaksi berbagai faktor risiko yang lebih banyak, semakin memberikan pengaruh cepat dan besar terhadap terjadinya aterosklerosis. Misalnya pada seseorang dengan tiga faktor risiko (hiperlipidemia, hipertensi dan merokok), dapat menimbulkan serangan jantung tujuh kali lipat bila dibandingkan orang tanpa faktor risiko. Sedangkan dua faktor risiko saja, akan menyebabkan insiden serangan jantung hanya empat kali lipat.

1.5.2. Patogenesis Aterosklerosis

Berbagai hipotesis tentang penyebab dan patogenesis aterosklerosis telah dikemukakan para ahli, namun teori yang saat ini paling diperhatikan adalah hipotesis respon terhadap jejas (Gambar 1.), yang menyatakan bahwa proses terjadinya aterosklerosis terjadi akibat;

5

Bisa di KLIK kembali ke menu sebelumnya atau ke menu selanjutnya

Pembentukan area jejas kronik pada sel endotelium, biasanya tak kentara, sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas atau tanda-tanda disfungsi endotel.

Meningkatnya insudasi lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah, terutama LDL (low density lipoprotein) atau LDL-oks (LDL teroksidasi) dan VLDL (very low density lipoprotein).

Serangkaian interaksi seluler di tempat jejas yang melibatkan sel endotelium, monosit atau makrofag, limfosit T dan miosit yang berasal dari tunika media atau intima.

Proliferasi sel otot polos (miosit) di tunika intima dan pembentukan matriks ektraseluler.

6

Gambar 1. Perubahan struktur pembuluh darah pada aterogenesis menurut teori respon terhadap jejas. (Diambil dari Basic Pathology Sixth Edition, hal. 285)

7

1.5.2.1. Jejas pada sel endotelium

Jejas berulang atau kronik pada sel endotel merupakan dasar hipotesis respon terhadap jejas. Jejas dapat mengelupas sel endotel (denuding injury) atau hanya melukai sel endotel (nondenuding injury). Pada umumnya jejas yang terjadi pada proses aterosklerosis manusia, akibat nondenuding injury, sehingga aterosklerosis berjalan perlahan dan tidak kentara. Misalnya jejas nondenuding yang diakibatkan oleh endotoksemia, hipoksia akibat asap rokok, virus, toksin spesifik (homosistein), yang disertai oleh gangguan hemodinamik (shear stress dan turbulensi), dan hiperkolesterolemia.

‘Shear stress’ dan turbulensi menyebabkan peningkatan permeabilitas sel endotel dan sel turnover, meningkatkan endositosis yang diperantarai LDL dan meningkatkan adesivitas terhadap lekosit.

Sedangkan hiperkolesterolemia dapat menyebabkan aterosklerosis lewat beberapa cara; yaitu: Hiperkolesterolemia kronik dapat langsung menginisiasi

disfungsi endotel. Pada hiperlipidemia kronik, terjadi akumulasi lipoprotein

dalam tunika intima ditempat terjadinya jejas sel endotel atau disfungsi endotel.

Memungkinkan modifikasi lipid dalam dinding arteri oleh mekanisme oksidatif, sehingga menghasilkan LDL-oks yang berperan dalam proses aterosklerosis, karena; 1) lebih mudah diingesti oleh makrofag melalui reseptor pembersih (scavenger receptor), 2) bersifat kemotaktik terhadap monosit yang bersirkulasi, 3) meningkatkan adesi monosit, 4) menghambat motilitas makrofag yang sudah berada di tempat lesi, sehingga terjadi retensi makrofag di tempat lesi, 5) merangsang pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin, 6) bersifat sitotoksik terhadap sel endotelium dan miosit, 7) bersifat imunogenik.

1.5.3. Tahapan Seluler Aterogenesis

Rangkaian tahapan seluler aterosklerosis serupa dengan radang kronik. Setelah terjadi jejas pada sel endotel, monosit beraderensi dan bermigrasi di celah sel endotel, menuju sub

8

endotel lalu berubah menjadi makrofag dan memfagosit LDL-oks (bersifat kemotaktik terhadap makrofag dan menyebabkan retensi makrofag di tempat jejas), sehingga berubah menjadi sel busa (foam cells) (Gambar 2.)

Gambar 2. ‘Fatty streak’ pada arteri kelinci hiperkolesterole-mik, pada tunika intima tampak sel busa (foam cell) (anak panah hitam). (Diambil dari Robbins; Basic Pathology Sixth Edition, hal. 286)

Selama masih terjadi hiperkolesterolemia, adesi monosit, migrasi miosit subendotel dan akumulasi lipid dalam makrofag dan miosit tetap berlanjut, sehingga menghasilkan garis lemak (fatty streak).

Produk sekresi dan aktivitas biologik makrofag berperan penting terhadap perkembangan aterosklerosis, misalnya makrofag yang memproduksi interleukin–1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF) yang meningkatkan adesi molekul; beberapa kemokin (misalnya, monocyte chemoattractant protein-1 [MCP-1]). Makrofag menghasilkan spesies oksigen toksik yang menyebabkan oksidasi LDL di tempat lesi, sehingga akhirnya makrofag juga memproduksi faktor pertumbuhan yang berperan pada stimulasi dan inhibisi proliferasi miosit dan deposisi matriks ekstraseluler di tempat lesi. Limfosit T (CD4

9

dan CD8+) juga terdapat pada ateroma, namun perannya terhadap pembentukan aterosklerosis belum jelas.

Proliferasi miosit di tumpukan sel busa akan merubah garis lemak menjadi ateroma lemak fibrosa matang (mature fibrofatty atheroma). Miosit arteri bisa mensintesis kolagen, elastin dan glikoprotein, dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor pertumbuhan, misalnya platelet derived growth factors (PDGF). PDGF dilepaskan oleh platelet yang beraderensi dengan sel endotel yang terjejas, namun juga bisa diproduksi oleh makrofag, sel endotel dan miosit. Faktor pertumbuhan lainnya adalah fibroblast growth factors (FGF) dan tranforming growth factor (TGF ). Proliferasi miosit juga diatur oleh inhibitor pertumbuhan, misalnya molekul heparin-like, dari sel endotel dan miosit, atau TGF-β yang berasal dari sel endotel atau makrofag.

Tahapan aterogenesis selanjutnya adalah pembentukan ateroma lemak fibrosa matang, dimana tumpukan sel busa dan miosit yang saling beragregasi dapat mengalami kerusakan dan kematian, sehingga melepaskan lipid ekstrasel dan debris seluler, menghasilkan deposisi kolagen, elastin dan proteoglikan. Beberapa ateroma mengalami proliferasi seluler dan pembentukan bercak/plak fibrosa (‘fibrous plaques’).

Tahapan akhir AS dapat terjadi komplikasi berupa pembentukan trombosis dan organisasi trombi yang menyokong pembentukan plak ateroma. Apabila tidak terjadi kerusakan hebat pada sel endotelium (denudasi endotelium) atau gangguan biokimia berat, platelet tidak akan menempel pada dinding arteri.

Lipoprotein Lp(a) (bentuk lain LDL yang mengandung bagian apolipo-protein B-100 LDL yang berikatan dengan apolipoprotein A (apoA)), merupakan molekul glikoprotein besar yang homolog dengan plasminogen (protein kunci pada fibrinolisis). Lp(a) bisa bersifat aterogenik lewat berbagai mekanisme, termasuk gangguannya terhadap LDL dan metabolisme plasminogen atau promosi proliferasi miosit.

1.5.4. Gambaran Histopatologis Aterosklerosis

Aterosklerosis dini berupa garis lemak yaitu; lesi subendotel setebal 1 mm, lunak, kekuningan, diskolorisasi intimal (bintik

10

lemak) yang menebal progresif dan perlahan menonjol (kira-kira panjang garis lemak 1-3 mm dan lebar 1,5 cm), tetapi juga kadang tidak disertai penonjolan dan hanya bisa nampak dengan pengecatan Oil red O.

Secara histologis, garis lemak merupakan agregasi sel busa di tunika intima dengan sitoplasma bervakuola, yang berasal dari makrofag dan miosit. Di tepi lesi terdapat limfosit T, debris lipid ekstrasel yang berasal dari sel busa yang rusak atau mati, namun hanya sedikit berproliferasi di tepi jejas.

Plak ateroma (bercak ateroma) adalah tanda khas AS, mengandung banyak lipid, dan lesi lemak fibrosa (‘fibrofatty’). Dimensi plak berkisar antara beberapa sentimeter, tergantung kandungan lipidnya dan berwarna kuning keabuan. Secara mikroskopis, plak mempunyai tiga komponen;

1) sel, termasuk miosit, monosit/makrofag yang berasal dari darah dan limfosit

2) serabut dan matriks jaringan ikat3) lipid

Ada 3 (tiga) macam plak, yaitu; 1) plak yang mengandung sedikit lipid, banyak sel jaringan

ikat, serabut kolagen, elastin dan proteoglikan, disebut ‘fibrous plaque’(plak fibrosa/bercak fibrosa)

2) plak yang berbentuk ‘fibrous cap’ (topi fibrosa) menyelubungi campuran proteoglikan, debris seluler, fibrin dan protein plasma lain dan berinti lipid ekstrasel (tersusun atas kolesterol, kristal mirip jarum dan kosleteril ester), disebut ‘classic fibrofatty atheroma’ (ateroma lemak fibrosa). Apabila plak membesar, menyebabkan atrofi dan fibrosis jaringan di bawahnya, merusak elastisitas dan kekuatan dindingnya; menimbulkan infiltrasi limfosit sampai ke tunika adventitia; dan membentuk pembuluh darah baru (‘angiogenesis’). Trombi mural bisa terbentuk pada plak, mengalami organisasi dan menyatu dengan plak; dan bisa terjadi kanalisasi trombi yang merupakan salah satu mekanisme vaskularisasi plak.

3) ateroma bisa mengalami 4 (empat) perubahan sampai menjadi ‘complicated plaques’, berupa;

11

kalsifikasi parsial atau massif, sehingga mengubah struktur arteri menjadi pipa.

pembentukan fisura atau laserasi di permukaan lumen dengan ruptur plak yang melepaskan debris ke dalam aliran darah (emboli kolesterol).

fisura atau laserasi bisa mengalami trombosis berlapis. hemoragi/perdarahan ke dalam plak akibat rusaknya

keutuhan sel endotelium, atau perdarahan perikapiler di pinggiran plak, sehingga bisa menyebabkan ruptur plak.

Gambar 3. Plak ateroma pada arteri koronaria. Tampak kalsifikasi (warna biru-keunguan) dan bekuan darah. (Diambil dari Robbins; Basic Pathology Sixth Edition, hal. 288)

12

kalsifikasi

bekuan darah

1.5.5. Klasifikasi Aterosklerosis

American Heart Asssociation membagi aterosklerosis menjadi 6 (enam) tipe, yaitu (Tabel 1.);

Tabel 1. Klasifikasi Aterosklerosis menurut American Heart Asssociation

Nomenclature and main histology

Sequence in progression

Main growth mechanism

Earliest onset

Clinical correlation

Type I (initial) lesion isolated macrophage foam cells

Growth mainly by

lipid accumulatio

n

From first

decadeClinically

silent

Type II (fatty streak) lesion Mainly intracellular lipid accumulation

Type III (intermediate) lesion Type II changes and small extracellular lipid pools From

third decadeType IV (atheroma) lesion

Type II changes and core of extracellular lipid

Type V (fibroatheroma) lesion Lipid core and fibrotic layer, or multiple lipid cores and fibrotic layers, or mainly calcific, or mainly fibrotic

Accelerated smooth muscle

and collagen increase

From fourth decade

Clinically silent or ovent

Type IV (complicated) lesion Surface defect, hematoma-hemorrhage, thrombus

Thrombosis, hematoma

(Diambil dari Robbins; Basic Pathology Sixth Edition, hal. 289)

1.5.6. Komplikasi dan Pencegahan Aterosklerosis

Komplikasi aterosklerosis bila terjadi pada arteri kecil (misalnya jantung dan otak), ada 4 (empat) yang dapat saling berkombinasi, yaitu;1. ulserasi2. trombosis

I

II

III

IV

V

VI

13

Bisa di KLIK pada tiap bagian yang tercetak tebal dengan garis bawahBisa di KLIK pada tiap bagian yang tercetak tebal dengan garis bawah

3. perdarahan intraplak4. oklusi/sumbatan total pada pembuluh darah

Pada arteri yang besar, misalnya aorta, komplikasi itu menimbulkan kerusakan dinding arteri, sehingga mudah menyebabkan aneurisma aterosklerotik dan ruptur aorta.

Upaya pencegahan terjadinya aterosklerosis meliputi penghambatan pembentukan plak ateroma dan pencegahan rekurensi (kekambuhan) terjadinya aterosklerotik akut (misalnya MI = miokard infark). Upaya pencegahan dilakukan dengan penyuluhan penghentian merokok; pengobatan hipertensi; menurunkan berat badan dengan mengatur asupan kalori total yang dipadukan dengan meningkatkan kegiatan olah raga; menghentikan konsumsi alcohol; dan terpenting adalah menurunkan kadar kolesterol (terutama VLDL dan LDL), dan meningkatkan HDL melalui penggantian konsumsi asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh (misalnya asam lemak omega-3).

14

1.6. Kotak Masalah 2. Mati mendadak

15

Seorang laki-laki 60 tahun ditemukan meninggal mendadak di rumahnya. Orang ini dibawa ke RS Dr. Kariadi untuk dilakukan otopsi, sehingga dapat diketahui penyebab kematiannya. Menurut informasi dari keluarganya, orang ini menderita penyakit tekanan darah tinggi sejak masih muda, perokok berat dan mempunyai riwayat penyakit kencing manis. Hasil pemeriksaan otopsi didapatkan perdarahan hebat retroperitoneal, terdapat robekan pada dinding aorta abdominalis yang mengalami pelebaran, berbentuk kantong mirip balon sepanjang 20 centimeter. Gambaran histopatologi aorta abdominalis terdapat ateroskleoris yang merusak tunika media dan terdapat trombus mural.

Gambar Kotak 2a. Ruptur Aneurisma Aorta Abdominalis

Pertanyaan:1. Apakah penyebab kematian pada kasus ini?2. Sebutkan faktor predisposisi terjadinya ruptur aorta

abdominalis?3. Bagaimanakah patogenesis terjadinya aneurisma aorta?

ANEURISMA

RUPTUR

ANEURISMA

RUPTUR

1.7. Aneurisma Pembuluh Darah

Aneurisma adalah dilatasi (pelebaran) abnormal arteri atau vena yang terjadi lokal dan bersifat menetap. Dibandingkan vena, arteri paling sering mengalami aneurisma, terutama aorta. Ada 2 (dua) penyebab utama aneurisma, yaitu aterosklerosis dan ‘cystic medial necrosis’

Aterosklerosis merupakan penyebab tersering aneurisma aorta, dan di dekade 50-an, aneurisma lebih sering terjadi pada pria (rasio 5:1). Aorta abdominalis (biasanya di bawah percabangan arteri renalis), merupakan tempat predileksi aneurisma yang tersering (lokalisasi lain misalnya aorta thoracica).

1.7.1. Patogenesis aneurisma aorta

Aneurisma terjadi akibat melemahnya dinding pembuluh darah. Setiap pembuluh darah bisa mengalami berbagai kelainan/gangguan yang melemahkan dinding pembuluh darah (faktor predisposisi), misalnya; defek congenital, infeksi local, sifilis, trauma, penyakit sistemik, namun umumnya aneurisma hanya terjadi pada tempat tertentu.

Beberapa jenis aneurisma yang sering terjadi, misalnya;

Aneurisma aterosklerotik aorta

16

Bisa di KLIK pada tiap bagian yang tercetak tebal dengan garis bawah

Pelebaran berbentuk kantong, mirip balon, silindroid atau fusiform, diameternya kadang lebih dari 15 cm dan panjangnya bisa lebih dari 25 sentimeter. Terdapat AS yang merusak tunika media dan melemahkan dinding arteri, dan sering terdapat trombus mural. Banyak terjadi pada usia lanjut dan sering mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan retroperitoneal.

Aneurisma sifilitik

Terjadi pada stadium ketiga infeksi sifilis. Terutama terjadi pada aorta thoracica pars ascendens dan transversum, akibat infeksi sifilis pada arteri yang menimbulkan endarteritis obliteratif, sehingga terjadi penyempitan vasa vasorum yang mensuplai oksigen ke aorta media. Penurunan suplai oksigen tersebut menyebabkan iskemi pada jaringan elastis dan otot polos di tunika media, dan secara bertahap menghasilkan jaringan parut stelat fibrosa di tunika media dan penebalan fibrosa di tunika adventitia. Kerusakan pada tunika media, menurunkan elastisitas aorta dan menyebabkan dilatasi. Aneurisma sifilitik aorta thoracica bisa juga mengalami komplikasi aterosklerotik, dan bila berlanjut bisa mengenai katup aorta, menimbulkan aortic valvular incompentence.

Secara klinis kelainan ini menimbulkan; 1) gangguan pernapasan, 2) gangguan menelan, 3) batuk persisten akibat tekanan pada nervus laryngeus, 4) rasa nyeri akibat erosi tulang (corpus vertebra dan costae), 5) penyakit jantung (gagal jantung akibat aortic valvular incompetence).

Aneurisma diseksi

Terjadi pelebaran lapisan media aorta yang membentuk saluran yang dipenuhi darah, tunika intima aorta sobek. Saluran dapat ruptur dan darah kembali ke ruang perikardial, menimbulkan hemoperikardium. Kadang aliran darah kembali ke arah lumen, sehingga membentuk dua kantung aorta (‘double-barrelled aorta’). Patologi yang mendasari kelainan ini belum jelas, namun dalam aorta terjadi degenerasi ‘cystic medial necrosis’ (degenerasi musinosa dan fragmentasi serabut elastik). Kelainan ini khas ditemukan pada sindroma Marfan, dan segera menyebabkan kematian.

17

1.7.2. Komplikasi aneurisma aorta

Aneurisma aorta hampir semuanya berakhir fatal. Komplikasi yang menyebabkan kematian adalah ruptur pada aorta yang menimbulkan perdarahan hebat. (Lihat Kotak Masalah 2)

1.8. Kotak Masalah 3. Berak Keluar Darah

18

Wanita, 50 tahun datang ke klinik bedah, dengan keluhan sekitar 1 bulan ini, setiap kali buang air besar, feses keras disertai darah segar menetes. Rasa sakit, nyeri yang amat sangat di sekitar anus, badan meriang dan kepala pusing. Penderita memiliki

5 orang anak, tidak suka makan sayur dan buah, serta berkebiasaan buang air besar yang lama, sekitar 3 sampai 4 hari sekali dengan feses yang seringkali keras. Setelah kelahiran anak kedua, penderita sering mengeluh keluar benjolan di anus, hilang timbul, terasa sakit dan panas. Keluhan menghilang apabila diberi obat yang dimasukkan ke dalam anus. Dilakukan pemeriksaan di daerah perianal, tampak gambaran makroskopis seperti

Pertanyaan:1. Apakah penyebab keluhan utama pada kasus ini?2. Bagaimanakah patogenesis terjadinya varises vena?3. Bagaimanakah komplikasi varises vena?

Gambar Kotak 3a. Hemoroid Eksterna

1.9. Varises vena

Varises vena (varikosa) adalah dilatasi abnormal vena yang berkelok-kelok dan tegang, akibat meningkatnya tekanan intraluminal dan berkurangnya penopang dinding pembuluh darah. Semua vena bisa terkena varises, namun yang paling sering adalah vena superfisial di tungkai bawah.

1.9.1. Patogenesis varises vena

Struktur histopatologi vena seperti arteri, yaitu mempunyai lapisan intima, media dan adventitia. Lamina elastik interna tidak jelas ditemukan, dan pada vena kecil dinding muskulernya tipis. Aliran darah vena menuju jantung dipengaruhi oleh; 1) tekanan vena 2) kontraksi normal otot-otot kaki dan katup vena.

Apabila katup pada vena yang rusak menjadi tidak berfungsi, darah akan didesak dari vena sebelah dalam ke arah pleksus vena superfisialis menghasilkan peningkatan tekanan intraluminal vena. Pada vena superfisial yang memiliki lebih sedikit jaringan penopang dibanding vena profunda, aliran darah cenderung melambat (stasis), sehingga meningkatkan tekanan intraluminal dan berakhir dengan pelebaran vena.

19