bedah anak2 HIPOSPADI
-
Upload
yulianti-p-marzuqi -
Category
Documents
-
view
22 -
download
5
Transcript of bedah anak2 HIPOSPADI
LAPORAN KASUS BEDAH ANAK
SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 14 TAHUN DENGAN
HIPOSPADIA SUBCORONA
Oleh:
Melisa Esti Wahyuni G0007209
Pembimbing:
dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2012
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Umur : 14 tahun
Berat badan : 56 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Bp. D
Pekerjaan Ayah : Swasta
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kemasan RT 01/02 Tipes Serengan, Surakarta
Tanggal masuk : 24 Desember 2011
Tanggal pemeriksaan : 3 Januari 2012
No. CM : 0105594
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Lubang (muara) kencing di bagian belakang bawah penis
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan muara saluran kemih tidak berada di ujung kepala
penis. Lubang berada di bagian belakang bawah penis. Buang air kecil
lancar 5-7 kali sehari, tidak ada nyeri (-), dan tidak panas saat buang air kecil
(-). Kelainan tersebut sudah ada sejak lahir dan 3 bulan yang lalu pernah
diperiksakan ke rumah sakit. Namun pasien dan keluarganya baru mau
untuk dilakukan operasi pada bulan Desember 2011.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
- Riwayat mondok : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
- Riwayat keluarga sakit serupa : (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)
E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)
- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)
- Pneumonia : (-) - Disentri amuba: (-)
- Morbili : (-) - Thypus : (-)
- Pertusis : (-) - Cacing : (-)
- Difteri : (-) - Operasi : (-)
- Varicella : (-) - Gegar Otak : (-)
- Malaria : (-) - Fraktur : (-)
F. Riwayat Imunisasi
- Hepatitis B : 3x (usia 0,1,6 bulan)
- BCG : 1x (usia 0 bulan)
- DPT : 3x (usia 2,3,4 bulan)
- Polio : 4x (usia 0,2,3,4 bulan)
- Campak : 1 x (usia 9 bulan)
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
- Sikap/keadaan umum : baik
- Derajat kesehatan : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan baik
B. Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Laju Jantung : 88 x/menit
- Laju Nadi : 88 x/menit, regular, isi tegangan cukup, simetris
- Laju Pernafasan : 20 x/ menit, kedalaman cukup, tipe
thorakoabdominal.
- Suhu : 36,6 0C
C. Status Gizi
- Umur : 14 tahun
- Berat badan : 56 kg
- Tinggi badan : 157 cm
D. Kulit
Kulit sawo matang, kering, ujud kelainan kulit (-)
E. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, sukar dicabut.
F. Wajah
Odema (-), moon face (-)
G. Mata
Odema periorbita (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
H. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
I. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-).
J. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-).
K. Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1,
pseudomembran (-)
L. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-)
M. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC IV 2 jari medial LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
N. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, undulasi (-), pekak beralih (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
O. Ekstremitas
Akral dingin Oedem
P. Genital
I : Tampak OUE di ventral penis bagian leher penis
P : Tidak teraba testis di dalam scrotum
IV. ASSESMENT I
Hipospadia subcorona
V. PLANNING I
- Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah Rutin 26 Desember 2011
Hb : 14,3 g/dlAE : 4,92 x 106/μlHct : 42 % AL : 5,1 x 103/µlAT : 278 x 103 /µlGol. Darah : OGlukosa darah sewaktu : 130 mg/dl
Albumin : 4,6 g/dl
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Klorida : 108 mmol/L
HBsAg : negatif
VII. ASSESMENT II
Hipospadia subcorona
VIII. PLANNING II
- Pro urethroplasty
- -
- -
- -
- -
TINJAUAN PUSTAKA
HIPOSPADIA
I. Definisi
Hipospadia berasal dari bahasa Yunani, hypo berarti ‘dibawah’ dan
spadon berarti ‘lubang’ (Giannantoni, 2011). S e c a r a
a n a t o m i hypospadia ada l ah s a l ah s a tu ke l a inan ke l amin ak iba t
penya tuan l i pa t u r e t r a yang t i dak sempurna dengan gambaran
letak ostium urethra externa di sepanjang permukaan anterior phallus
(penis) dari sejak lahir (congenital ). Kelainan ini dapat ditemukan ketika
pemeriksaan waktu lahir (Djakovic, et al. , 2008; Alexander, 2007;
Pedersen, et al., 2006).
II. Epidemiologi
Hipospadia terjadi pada 0,4-8,2 dari 1000 bayi laki-laki hidup
(Giannantoni, 2011). Insidensinya adalah 1: 300 pada bayi laki-laki baru lahir
(Djakovic, et al., 2008). Insidensi kasus hypospadia terbanyak adalah Eropa
dilaporkan dari Amerika Serikat,Inggris, Hungaria telah
menunjukkan peningkatan (Atshusi, et al., 2005; Alexander, 2007).
Ka j i an popu l a s i yang d i l akukan d i empa t ko t a Denmark
t ahun 1989 -2003 (Nor th Jutland, Aarhus, Viborg dan
Ringkoebing) tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-laki dengan
jumlah kelainan alat kelamin (hypospadia ) sebanyak 319 bayi (Pedersen, et
al., 2006).
III. Embriologi
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu
ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah
yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ectoderm
dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu
membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk
tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di
bawahnya pada garistengah terbentuk lekukan dimana di bagian lateralnya
ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital
tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial
dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris. Bila
terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga
penis juga tak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu
membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara
itu genital fold akanmembentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital
fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
IV. Etiopatogenesis
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa
etiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik,
endokrin, dan faktor lingkungan. Sekitar 28% penderita ditemukan adanya
hubungan familial. Hipospadia t e r j ad i ak iba t gangguan
pe rkembangan urethra a n t e r i o r y a n g t i d a k sempurna yaitu
sepanjang batang penis sampai perineum. Semakin ke arah proksimal
muarameatus uretra maka semakin besar kemungkinan ventral penis
memendek dan melengkung dengan adanya chordate (Mohamed, 2006).
Beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain:
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Adanya penurunan hormon androgen yang dihasilkan oleh testis dan
placenta. karena penurunanhormon androgen maka akan
menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT)
yangdipengaruhi oleh 5 α reduktase, hormon ini berperan dalam
pembentukan phallus sehingga, jika terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan kegagalan perkembangan dan pembentukan urethra
(Djakovic, et al., 2008). Suatu hipotesis mengemukakan bahwa
kekurangan estrogen atau terdapatnya anti-androgen akan
mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-laki (Sadler, 2006).
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Berdasarkan penelitian oleh
Alexander 2007, pada keluarga yang memiliki kelainan kelamin
(hypospadia), maka resiko yang akan terulang pada saudara laki-
laki kurang lebih 7% - 9% resiko hypospadia. Jika orang tua
kandung laki-laki memiliki kelainan kelamin (hypospadia) maka
r e s iko yang akan diturunkan kepada anak kandung laki-laki kurang lebih
12% - 14 %.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Limbah
industri berperan sebagai endocrin discrupting chemicals dengan sifat
anti-androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida
organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites (Djakovic, et al.,
2008).
V. Klasifikasi
Letak meatus urethra externus yang abnormal bermacam-macam;
dapat terletak pada kepala penis namun tidak tepat di ujung (hipospadia tipe
glanular), pada leher kepala penis (tipe koronal), pada batang penis (tipe
penil), pada perbatasan pangkal penis dan kantung kemaluan (tipe
penoskrotal), bahkan pada kantung kemaluan (tipe skrotal) atau daerah antara
kantung kemaluan dan anus (tipe perineal). Pengklasifikasian hipospadia
menurut letak muara uretranya antara lain :
1. Anterior yang terdiri dari tipe glandular dan koronal
2. Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan penoskrotal
3. Posterior yang terdiri dari tipe skrotal dan perineal.
VI. Keluhan dan Gejala
Letak lubang kencing yang masih di kepala penis biasanya jarang
menimbulkan keluhan bagi penderita pada usia anak-anak. Kelainan lebih
berat yang menimbulkan keluhan, antara lain letak lubang kencing yang
semakin ke arah pangkal penis dan/atau adanya bentuk penis yang
melengkung. Jika kelainan bentuk ini tidak diperbaiki dengan tindakan
operasi, penderita kelak akan mengalami gangguan fungsi berkemih berupa
arah dan pancaran berkemih yang tidak normal. Pada keadaan yang sangat
berat, penderita bahkan tidak dapat berkemih dalam posisi berdiri karena urin
keluar merembes sehingga penderita akan lebih nyaman dalam posisi
jongkok. Masalah psikologis timbul akibat bentuk penis yang tidak normal
dan kebiasaan berkemih yang tidak lazim seperti anak laki-laki normal yang
sebaya. Pada usia pascapubertas dan pada usia reproduksi, penderita akan
mengalami masalah fungsi reproduksi berkenaan dengan bentuk penis yang
melengkung saat ereksi, kesulitan penetrasi penis saat berhubungan badan
dan gangguan pancaran ejakulasi.
VII. Diagnosis
Selain deskripsi temuan lokal (posisi, bentuk dan lebar orifisium,
ukuran penis, urethral plate, informasi mengenai kurvatura penis saat ereksi
dan inflamasi), evaluasi diagnostik juga mencakup penilaian adanya anomali
yang berhubungan:
- prosesus vaginalis yang terbuka (pada 9% kasus)
- testis letak tinggi (pada 5% bentuk ringan hipospadia; pada 31 %
hipospadia posterior)
- anomali saluran kemih bagian atas (3%)
Hipospadia berat dengan testis yang tidak teraba unilateral atau
bilateral dan transposisi skrotal memerlukan pemeriksaan genetik lengkap.
Pemeriksaan fisik lengkap, urinalisa dan biasanya sonografi dilakukan secara
rutin pada semua bentuk hipospadia (Santoso, dkk., 2005). Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan
cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internalterbentuk secara
normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya
abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
VIII. Penatalaksanaan
Intervensi bedah direkomendasikan untuk bentuk hipospadia
sedang dan berat, dan untuk bentuk distal dengan patologi yang
bernubungan (kurvatura penis, stenosis meatal). Pada hipospadia distal
sederhana, koreksi kosmetik hanya dilakukan setelah diskusi menyeluruh
mengenai aspek psikologis dan pemastian adanya indikasi gangguan
fungsional. Tujuan terapi adalah untuk mengkoreksi kurvatura penis, untuk
membentuk neo-uretra dan untuk membawa neo-uretra ke ujung glans penis
jika memungkinkan. Secara umum tujuan prosedur pembedahan pada
hipospadia adalah membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee;
membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung
penis(uretroplasti); untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia
eksterna (kosmetik); untuk mencapai hasil yang memuaskan diperiukan
kaca pembesar dan benang jahit khusus, pengetahuan mengenai berbagai
teknik operasi plastik (rotational skin flaps, free tissue transfer),
penggunaan dermatom, perawatan luka dan terapi pasca operasi (Santoso,
dkk., 2005).
Terapi pre-operasi dengan aplikasi lokal testosteron propionate
selama 4 minggu dapat membantu. Untuk bentuk distal hipospadia terdapat
beberapa teknik operasi (misal Mathieu, MAGPI, King, Duplay, Snodgrass,
Onlay). Selain chorde kulit, jaringan ikat chortte dan korpus spongiosum
bagian distal yang berjalan longitudinal di bawah glans pada kedua sisi
saluran uretra biasanya juga bertanggung jawab terhadap kurvatura penis.
Jika terdapat kurvaura sisa setelah chordectomy, dan jika sisa kulit saluran
uretra yang terbuka tipis dan sirkulasinya buruk, mungkin diperlukan insist
atau eksisi lempeng uretra. Pada disproporsi korporeal, harus ditambahkan
tindakan orthoplasty (modifikasi plikasi korporeal dorsal Nesbft).
Orthoplasty (Nesbit, modifikasi Nesbit, Schroder-Essed) dan penutupan
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam dua tahap.
Teknik Onlay dengan preservasi lempeng uretra dan menghindari
anastomosis sirkumferensial merupakan metode pilihan, dengan tingkat
komptikasi yang rendah untuk hipospadia. Syarat yang diperlukan adalah
lempeng uretra yang intak dengan vaskularisasi yang baik, atau hasil yang
memuaskan setelah tindakan pertama dengan penis yang lurus dan batang
penis yang tertutup dengan baik. Jika lempeng uretra tidak dapat
dipertahankan semua (setelah eksisi atau divisi), digunakan tube-onlay flap
atau inlay-onlay flap. Prosedur dua tahap dapat menjadi pilihan untuk
hipospadia berat Jika tidak ada prepusium atau kulit penis, dapat digunakan
mukosa bukal, mukosa buli dan free skin graft.
Benang yang digunakan sebaiknya hanya dari bahan yang dapat
diserap dengan baik (6/0-7/0). Untuk koagulasi darah, diperiukan alat
bipolar dengan kapas yang direndam dalam larutan epinefrin 1:10.000.
Untuk persiapan glans dapat diberikan infittrasi dengan larutan epinefrin
1:100.000. Tumiket sebaiknya tidak digunakan tebih dari 20 menit. Setelah
preparasi neurovaskular dorsal, dipasang jahitan modifikasi Nesbit (benang
monofilik yang tidak dapat diserap 4/0-5/0, misal Goretex, Protene) dengan
simpuf teriipat ke dalam. Urin dialirkan melalui kateter transuretra atau
suprapubik. Jika menggunakan kateter suprapubik, hams dipasang stent
pada neo-uretra. Untuk stent uretra dan drainase digunakan kateter 8-10 Fr
dengan lubang multipel di bagian samping dengan ujung di uretra pars
bulbosa (tidak sampai ke buli). Prosedur rutin lairmya adalah penggunaan
balutan sirkular dengan kompresi ringan dan pemberian antibiotik (Santoso,
dkk., 2005).
Anak yangmenderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan,
hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan
mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra
yang tidak menyatu pada penderita hipospadia. Tahapan operasi
rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal
ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda
yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita
bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotongdan
memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2. Uretroplasty, tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa
naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis
baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkandengan canalis
uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia
adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal
dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang
sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk
sementara dikeluarkan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica
urinaria (kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter
bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
Setelah menjalani operasi, perawatan paska operasi adalah tindakan yang amat
sangat penting. Orang tua harus dengan seksama memperhatikan instruksi dari
dokter bedah yang mengoperasi. Biasanya pada lubang kencing baru (post
uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul- betul
menyembuh dan dapat dialiri oleh air kencing. Di bagian supra pubik (bawah
perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk
mengalirkan air kencing. Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas di
nonfungsikan terlebih dulu sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil
uretroplasty nyadapat berfungsi dengan baik. Baru setelah itu kateter dilepas. Komplikasi
paska operasi yang terjadi :
1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah
kulit,yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari
paskaoperasi.
2. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan inidigunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterimaadalah 5-10% .
3. Struktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkanoleh
angulasi dari anastomosis.
4. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar,atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang
tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi
atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun
sangat jarang.
6. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
Selain komplikasi fistula uretrokutaneus perlu diteliti kosmetik dan
midstream (pancaran kencing) untuk melihat adanya stenosis, striktur dan
divertikel.
Hipospadiaa
Diagnosis saat lahir interseks
Perlu rekonstruksi Tidak perlu rekonstruksi
Persiapan (prepusium, terapi hormon)
Distal Proksimal
Chordee Tanpa chordee
MAGPI, Mathieu,King,Duplay, Snodgrass,dllLempeng uretra dibuang Lempeng uretra dipertahankan
Tube-onlay, Inlay-onlay, Prosedur 2 tahapOnlay kulit lokal, Mukosa bukal
Gambar. Alogaritma Penatalaksanaan Hipospadia
DAFTAR PUSTAKA
A l e x a n d e r K , C & R o b s o n W i l l i a m L , M .
2 0 0 7 . Rev i ew Hypospad ia an Up-da t e . Diakses dari
http://www.nature.com/aja/journal/v9/n1/pdf/aja20073a.pdf pada
tanggal 3 Januari 2012.
Atshusi N., et al. 2005. Clinical Result of One-Stage Urethroplasty with
Parameatal Foreskin Flap for Hypospadia. Diakses dari
www.libokayama-u.ac.jp/www/actal/ pada tanggal 3 Januari 2012.
Djakovic, et al. 2 0 0 8 . H y p o s p a d i a s . Hindawi Publishing
Corporation. Advances of Urology. Di a k s e s d a r i
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2577154/ pada tanggal 3
Januari 2012.
Giannantoni, A. 2011. Hypospadia Classification and Repair: The Riddle of The
Sphinx. European Association of Urology. Diakses dari
http://www.europeanurology.com/article/S0302-2838%2811%2900975-
4/fulltext pada tanggal 3 Januari 2012.
M o h a m e d , M , S . 2 0 0 6 . Ure thra Advancemen t Techn ique f o r
Repa i r o f D i s ta l Pen i l e Hypospadias : A Revisit. Diakses dari :
www.ijps.org pada tanggal 3 Januari 2012.
Persenden, L., et al. 2006. Maternal Use of Loratadine During Pregnancy and
Risk of Hypospadiain Offspring. Diakses dari : www.indianjurol.com pada
tanggal 3 Januari 2012.
Sadler, T, W. 2002. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Santoso, dkk. 2005. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Pediatric Urology
(Urologi Anak) Indonesia. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Diakses dari
iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc pada tanggal 3 Januari 2012.
17