bedah anak2 HIPOSPADI

25
LAPORAN KASUS BEDAH ANAK SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 14 TAHUN DENGAN HIPOSPADIA SUBCORONA Oleh: Melisa Esti Wahyuni G0007209 Pembimbing: dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

Transcript of bedah anak2 HIPOSPADI

Page 1: bedah anak2 HIPOSPADI

LAPORAN KASUS BEDAH ANAK

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 14 TAHUN DENGAN

HIPOSPADIA SUBCORONA

Oleh:

Melisa Esti Wahyuni G0007209

Pembimbing:

dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: bedah anak2 HIPOSPADI

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A

Umur : 14 tahun

Berat badan : 56 kg

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Bp. D

Pekerjaan Ayah : Swasta

Agama : Islam

Nama Ibu : Ny. S

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kemasan RT 01/02 Tipes Serengan, Surakarta

Tanggal masuk : 24 Desember 2011

Tanggal pemeriksaan : 3 Januari 2012

No. CM : 0105594

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Lubang (muara) kencing di bagian belakang bawah penis

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan muara saluran kemih tidak berada di ujung kepala

penis. Lubang berada di bagian belakang bawah penis. Buang air kecil

lancar 5-7 kali sehari, tidak ada nyeri (-), dan tidak panas saat buang air kecil

(-). Kelainan tersebut sudah ada sejak lahir dan 3 bulan yang lalu pernah

diperiksakan ke rumah sakit. Namun pasien dan keluarganya baru mau

untuk dilakukan operasi pada bulan Desember 2011.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat sakit serupa : (-)

Page 3: bedah anak2 HIPOSPADI

- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

- Riwayat mondok : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

- Riwayat keluarga sakit serupa : (-)

- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)

- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)

- Pneumonia : (-) - Disentri amuba: (-)

- Morbili : (-) - Thypus : (-)

- Pertusis : (-) - Cacing : (-)

- Difteri : (-) - Operasi : (-)

- Varicella : (-) - Gegar Otak : (-)

- Malaria : (-) - Fraktur : (-)

F. Riwayat Imunisasi

- Hepatitis B : 3x (usia 0,1,6 bulan)

- BCG : 1x (usia 0 bulan)

- DPT : 3x (usia 2,3,4 bulan)

- Polio : 4x (usia 0,2,3,4 bulan)

- Campak : 1 x (usia 9 bulan)

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

- Sikap/keadaan umum : baik

- Derajat kesehatan : compos mentis

- Derajat gizi : gizi kesan baik

Page 4: bedah anak2 HIPOSPADI

B. Tanda vital

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Laju Jantung : 88 x/menit

- Laju Nadi : 88 x/menit, regular, isi tegangan cukup, simetris

- Laju Pernafasan : 20 x/ menit, kedalaman cukup, tipe

thorakoabdominal.

- Suhu : 36,6 0C

C. Status Gizi

- Umur : 14 tahun

- Berat badan : 56 kg

- Tinggi badan : 157 cm

D. Kulit

Kulit sawo matang, kering, ujud kelainan kulit (-)

E. Kepala

Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, sukar dicabut.

F. Wajah

Odema (-), moon face (-)

G. Mata

Odema periorbita (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)

H. Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)

I. Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-).

J. Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-).

Page 5: bedah anak2 HIPOSPADI

K. Tenggorokan

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1,

pseudomembran (-)

L. Leher

Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak

membesar, kaku kuduk (-)

M. Thorax

Bentuk : normochest, retraksi (-)

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

batas kiri atas : SIC II LPSS

batas kiri bawah : SIC IV 2 jari medial LMCS

batas kanan atas : SIC II LPSD

batas kanan bawah : SIC IV LPSD

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan (-/-)

N. Abdomen

Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal, bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, undulasi (-), pekak beralih (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Page 6: bedah anak2 HIPOSPADI

O. Ekstremitas

Akral dingin Oedem

P. Genital

I : Tampak OUE di ventral penis bagian leher penis

P : Tidak teraba testis di dalam scrotum

IV. ASSESMENT I

Hipospadia subcorona

V. PLANNING I

- Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah Rutin 26 Desember 2011

Hb : 14,3 g/dlAE : 4,92 x 106/μlHct : 42 % AL : 5,1 x 103/µlAT : 278 x 103 /µlGol. Darah : OGlukosa darah sewaktu : 130 mg/dl

Albumin : 4,6 g/dl

Natrium : 140 mmol/L

Kalium : 3,8 mmol/L

Klorida : 108 mmol/L

HBsAg : negatif

VII. ASSESMENT II

Hipospadia subcorona

VIII. PLANNING II

- Pro urethroplasty

- -

- -

- -

- -

Page 7: bedah anak2 HIPOSPADI

TINJAUAN PUSTAKA

HIPOSPADIA

I. Definisi

Hipospadia berasal dari bahasa Yunani, hypo berarti ‘dibawah’ dan

spadon berarti ‘lubang’ (Giannantoni, 2011). S e c a r a

a n a t o m i hypospadia ada l ah s a l ah s a tu ke l a inan ke l amin ak iba t

penya tuan l i pa t u r e t r a yang t i dak   sempurna dengan gambaran

letak ostium urethra externa di sepanjang permukaan anterior  phallus

(penis) dari sejak lahir (congenital ). Kelainan ini dapat ditemukan ketika

pemeriksaan waktu lahir (Djakovic, et al. , 2008; Alexander, 2007;

Pedersen, et al., 2006).

II. Epidemiologi

Hipospadia terjadi pada 0,4-8,2 dari 1000 bayi laki-laki hidup

(Giannantoni, 2011). Insidensinya adalah 1: 300 pada bayi laki-laki baru lahir

(Djakovic, et al., 2008). Insidensi kasus hypospadia terbanyak adalah Eropa

dilaporkan dari Amerika Serikat,Inggris, Hungaria telah

menunjukkan peningkatan (Atshusi, et al., 2005; Alexander, 2007).

Ka j i an popu l a s i yang d i l akukan d i empa t ko t a Denmark

t ahun 1989 -2003 (Nor th Jutland, Aarhus, Viborg dan

Ringkoebing) tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-laki dengan

jumlah kelainan alat kelamin (hypospadia ) sebanyak 319 bayi (Pedersen, et

al., 2006).

III. Embriologi

Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu

ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah

yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ectoderm

dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu

membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk

Page 8: bedah anak2 HIPOSPADI

tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di

bawahnya pada garistengah terbentuk lekukan dimana di bagian lateralnya

ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital

tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial

dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris. Bila

terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga

penis juga tak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu

membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara

itu genital fold akanmembentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital

fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.

IV. Etiopatogenesis

Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa

etiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik,

endokrin, dan faktor lingkungan. Sekitar 28% penderita ditemukan adanya

hubungan familial. Hipospadia t e r j ad i ak iba t gangguan

pe rkembangan urethra a n t e r i o r y a n g t i d a k   sempurna yaitu

sepanjang batang penis sampai perineum. Semakin ke arah proksimal

muarameatus uretra maka semakin besar kemungkinan ventral penis

memendek dan melengkung dengan adanya chordate (Mohamed, 2006).

Beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain:

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon

Adanya penurunan hormon androgen yang dihasilkan oleh testis dan

placenta. karena penurunanhormon androgen maka akan

menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT)

yangdipengaruhi oleh 5 α reduktase, hormon ini berperan dalam

pembentukan  phallus sehingga, jika terjadi defisiensi androgen akan

menyebabkan kegagalan perkembangan dan pembentukan urethra

(Djakovic, et al., 2008). Suatu hipotesis mengemukakan bahwa

kekurangan estrogen atau terdapatnya anti-androgen akan

mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-laki (Sadler, 2006).

Page 9: bedah anak2 HIPOSPADI

2. Genetika

Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena

mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga

ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Berdasarkan penelitian oleh

Alexander 2007, pada keluarga yang memiliki kelainan kelamin

(hypospadia), maka resiko yang akan terulang pada saudara laki-

laki kurang lebih 7% - 9% resiko hypospadia. Jika orang tua

kandung laki-laki memiliki kelainan kelamin (hypospadia) maka

r e s iko yang akan diturunkan kepada anak kandung laki-laki kurang lebih

12% - 14 %.

3. Lingkungan

Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat

yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Limbah

industri berperan sebagai endocrin discrupting chemicals dengan sifat

anti-androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida

organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites (Djakovic, et al.,

2008).

V. Klasifikasi

Letak meatus urethra externus yang abnormal bermacam-macam;

dapat terletak pada kepala penis namun tidak tepat di ujung (hipospadia tipe

glanular), pada leher kepala penis (tipe koronal), pada batang penis (tipe

penil), pada perbatasan pangkal penis dan kantung kemaluan (tipe

penoskrotal), bahkan pada kantung kemaluan (tipe skrotal) atau daerah antara

kantung kemaluan dan anus (tipe perineal). Pengklasifikasian hipospadia

menurut letak muara uretranya antara lain :

1. Anterior yang terdiri dari tipe glandular dan koronal

2. Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan penoskrotal

3. Posterior yang terdiri dari tipe skrotal dan perineal.

VI. Keluhan dan Gejala

Page 10: bedah anak2 HIPOSPADI

Letak lubang kencing yang masih di kepala penis biasanya jarang

menimbulkan keluhan bagi penderita pada usia anak-anak. Kelainan lebih

berat yang menimbulkan keluhan, antara lain letak lubang kencing yang

semakin ke arah pangkal penis dan/atau adanya bentuk penis yang

melengkung. Jika kelainan bentuk ini tidak diperbaiki dengan tindakan

operasi, penderita kelak akan mengalami gangguan fungsi berkemih berupa

arah dan pancaran berkemih yang tidak normal. Pada keadaan yang sangat

berat, penderita bahkan tidak dapat berkemih dalam posisi berdiri karena urin

keluar merembes sehingga penderita akan lebih nyaman dalam posisi

jongkok. Masalah psikologis timbul akibat bentuk penis yang tidak normal

dan kebiasaan berkemih yang tidak lazim seperti anak laki-laki normal yang

sebaya. Pada usia pascapubertas dan pada usia reproduksi, penderita akan

mengalami masalah fungsi reproduksi berkenaan dengan bentuk penis yang

melengkung saat ereksi, kesulitan penetrasi penis saat berhubungan badan

dan gangguan pancaran ejakulasi.

VII. Diagnosis

Selain deskripsi temuan lokal (posisi, bentuk dan lebar orifisium,

ukuran penis, urethral plate, informasi mengenai kurvatura penis saat ereksi

dan inflamasi), evaluasi diagnostik juga mencakup penilaian adanya anomali

yang berhubungan:

- prosesus vaginalis yang terbuka (pada 9% kasus)

- testis letak tinggi (pada 5% bentuk ringan hipospadia; pada 31 %

hipospadia posterior)

- anomali saluran kemih bagian atas (3%)

Hipospadia berat dengan testis yang tidak teraba unilateral atau

bilateral dan transposisi skrotal memerlukan pemeriksaan genetik lengkap.

Pemeriksaan fisik lengkap, urinalisa dan biasanya sonografi dilakukan secara

rutin pada semua bentuk hipospadia (Santoso, dkk., 2005). Beberapa

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan

cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internalterbentuk secara

Page 11: bedah anak2 HIPOSPADI

normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya

abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.

VIII. Penatalaksanaan

Intervensi bedah direkomendasikan untuk bentuk hipospadia

sedang dan berat, dan untuk bentuk distal dengan patologi yang

bernubungan (kurvatura penis, stenosis meatal). Pada hipospadia distal

sederhana, koreksi kosmetik hanya dilakukan setelah diskusi menyeluruh

mengenai aspek psikologis dan pemastian adanya indikasi gangguan

fungsional. Tujuan terapi adalah untuk mengkoreksi kurvatura penis, untuk

membentuk neo-uretra dan untuk membawa neo-uretra ke ujung glans penis

jika memungkinkan. Secara umum tujuan prosedur pembedahan pada

hipospadia adalah membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee;

membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung

penis(uretroplasti); untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia

eksterna (kosmetik); untuk mencapai hasil yang memuaskan diperiukan

kaca pembesar dan benang jahit khusus, pengetahuan mengenai berbagai

teknik operasi plastik (rotational skin flaps, free tissue transfer),

penggunaan dermatom, perawatan luka dan terapi pasca operasi (Santoso,

dkk., 2005).

Terapi pre-operasi dengan aplikasi lokal testosteron propionate

selama 4 minggu dapat membantu. Untuk bentuk distal hipospadia terdapat

beberapa teknik operasi (misal Mathieu, MAGPI, King, Duplay, Snodgrass,

Onlay). Selain chorde kulit, jaringan ikat chortte dan korpus spongiosum

bagian distal yang berjalan longitudinal di bawah glans pada kedua sisi

saluran uretra biasanya juga bertanggung jawab terhadap kurvatura penis.

Jika terdapat kurvaura sisa setelah chordectomy, dan jika sisa kulit saluran

uretra yang terbuka tipis dan sirkulasinya buruk, mungkin diperlukan insist

atau eksisi lempeng uretra. Pada disproporsi korporeal, harus ditambahkan

tindakan orthoplasty (modifikasi plikasi korporeal dorsal Nesbft).

Page 12: bedah anak2 HIPOSPADI

Orthoplasty (Nesbit, modifikasi Nesbit, Schroder-Essed) dan penutupan

dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam dua tahap.

Teknik Onlay dengan preservasi lempeng uretra dan menghindari

anastomosis sirkumferensial merupakan metode pilihan, dengan tingkat

komptikasi yang rendah untuk hipospadia. Syarat yang diperlukan adalah

lempeng uretra yang intak dengan vaskularisasi yang baik, atau hasil yang

memuaskan setelah tindakan pertama dengan penis yang lurus dan batang

penis yang tertutup dengan baik. Jika lempeng uretra tidak dapat

dipertahankan semua (setelah eksisi atau divisi), digunakan tube-onlay flap

atau inlay-onlay flap. Prosedur dua tahap dapat menjadi pilihan untuk

hipospadia berat Jika tidak ada prepusium atau kulit penis, dapat digunakan

mukosa bukal, mukosa buli dan free skin graft.

Benang yang digunakan sebaiknya hanya dari bahan yang dapat

diserap dengan baik (6/0-7/0). Untuk koagulasi darah, diperiukan alat

bipolar dengan kapas yang direndam dalam larutan epinefrin 1:10.000.

Untuk persiapan glans dapat diberikan infittrasi dengan larutan epinefrin

1:100.000. Tumiket sebaiknya tidak digunakan tebih dari 20 menit. Setelah

preparasi neurovaskular dorsal, dipasang jahitan modifikasi Nesbit (benang

monofilik yang tidak dapat diserap 4/0-5/0, misal Goretex, Protene) dengan

simpuf teriipat ke dalam. Urin dialirkan melalui kateter transuretra atau

suprapubik. Jika menggunakan kateter suprapubik, hams dipasang stent

pada neo-uretra. Untuk stent uretra dan drainase digunakan kateter 8-10 Fr

dengan lubang multipel di bagian samping dengan ujung di uretra pars

bulbosa (tidak sampai ke buli). Prosedur rutin lairmya adalah penggunaan

balutan sirkular dengan kompresi ringan dan pemberian antibiotik (Santoso,

dkk., 2005).

Anak yangmenderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan,

hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan

mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra

yang tidak menyatu pada penderita hipospadia. Tahapan operasi

rekonstruksi antara lain :

Page 13: bedah anak2 HIPOSPADI

1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal

ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda

yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita

bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotongdan

memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.

2. Uretroplasty, tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa

naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis

baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkandengan canalis

uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.

Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia

adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal

dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang

sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk

sementara dikeluarkan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica

urinaria (kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh dokter

bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.

Setelah menjalani operasi, perawatan paska operasi adalah tindakan yang amat

sangat penting. Orang tua harus dengan seksama memperhatikan instruksi dari

dokter bedah yang mengoperasi. Biasanya pada lubang kencing baru (post

uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul- betul

menyembuh dan dapat dialiri oleh air kencing. Di bagian supra pubik (bawah

perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk

mengalirkan air kencing. Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas di

nonfungsikan terlebih dulu sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil

uretroplasty nyadapat berfungsi dengan baik. Baru setelah itu kateter dilepas. Komplikasi

paska operasi yang terjadi :

1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya

dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah

kulit,yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari

paskaoperasi.

Page 14: bedah anak2 HIPOSPADI

2. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan inidigunakan

sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur

operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterimaadalah 5-10% .

3. Struktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkanoleh

angulasi dari anastomosis.

4. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar,atau

adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang

tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi

atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun

sangat jarang.

6. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing

berulang atau pembentukan batu saat pubertas.

Selain komplikasi fistula uretrokutaneus perlu diteliti kosmetik dan

midstream (pancaran kencing) untuk melihat adanya stenosis, striktur dan

divertikel.

Page 15: bedah anak2 HIPOSPADI

Hipospadiaa

Diagnosis saat lahir interseks

Perlu rekonstruksi Tidak perlu rekonstruksi

Persiapan (prepusium, terapi hormon)

Distal Proksimal

Chordee Tanpa chordee

MAGPI, Mathieu,King,Duplay, Snodgrass,dllLempeng uretra dibuang Lempeng uretra dipertahankan

Tube-onlay, Inlay-onlay, Prosedur 2 tahapOnlay kulit lokal, Mukosa bukal

Gambar. Alogaritma Penatalaksanaan Hipospadia

Page 16: bedah anak2 HIPOSPADI

DAFTAR PUSTAKA

A l e x a n d e r K , C & R o b s o n W i l l i a m L , M .

2 0 0 7 .  Rev i ew Hypospad ia an Up-da t e . Diakses dari

http://www.nature.com/aja/journal/v9/n1/pdf/aja20073a.pdf    pada

tanggal 3 Januari 2012.

Atshusi N., et al. 2005. Clinical Result of One-Stage Urethroplasty with

Parameatal Foreskin Flap for Hypospadia. Diakses dari

www.libokayama-u.ac.jp/www/actal/ pada tanggal 3 Januari 2012.

Djakovic, et al. 2 0 0 8 . H y p o s p a d i a s . Hindawi Publishing

Corporation. Advances of Urology. Di a k s e s d a r i

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2577154/ pada tanggal 3

Januari 2012.

Giannantoni, A. 2011. Hypospadia Classification and Repair: The Riddle of The

Sphinx. European Association of Urology. Diakses dari

http://www.europeanurology.com/article/S0302-2838%2811%2900975-

4/fulltext pada tanggal 3 Januari 2012.

M o h a m e d , M , S . 2 0 0 6 . Ure thra Advancemen t Techn ique f o r

Repa i r o f D i s ta l Pen i l e  Hypospadias : A Revisit. Diakses dari :

www.ijps.org pada tanggal 3 Januari 2012.

Persenden, L., et al. 2006. Maternal Use of Loratadine During Pregnancy and

Risk of Hypospadiain Offspring. Diakses dari : www.indianjurol.com pada

tanggal 3 Januari 2012.

Sadler, T, W. 2002. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Page 17: bedah anak2 HIPOSPADI

Santoso, dkk. 2005. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Pediatric Urology

(Urologi Anak) Indonesia. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Diakses dari

iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc pada tanggal 3 Januari 2012.

17