bahan skenario 4

24
DISUSUN OLEH : Nama : Panthera Nur Kuncoro Nim : 07.083 / IIIB Pembimbing : ERFANDI S.Kep Ners SALAH PERLAKUAN PADA LANSIA Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini , tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum ( fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek- efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya. Ketika para lanjut usia bepergian idealnya memang perlu ditemani. Tapi terkadang hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya berbagai hal. Untuk beberapa orang tua, melakukan kegiatan sendiri tanpa adanya bantuan akan membuat mereka merasa bangga karena tidak merepotkan orang lain, juga akan meningkatkan kepercayaan diri karena mereka merasa masih mampu melakukannya. Oleh

description

bahan skenario

Transcript of bahan skenario 4

Page 1: bahan skenario 4

DISUSUN OLEH :

Nama : Panthera Nur Kuncoro

Nim : 07.083 / IIIB

Pembimbing : ERFANDI S.Kep Ners

SALAH PERLAKUAN PADA LANSIA

Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini , tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum ( fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya.

Ketika para lanjut usia bepergian idealnya memang perlu ditemani. Tapi terkadang hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya berbagai hal. Untuk beberapa orang tua, melakukan kegiatan sendiri tanpa adanya bantuan akan membuat mereka merasa bangga karena tidak merepotkan orang lain, juga akan meningkatkan kepercayaan diri karena mereka merasa masih mampu melakukannya. Oleh karena itu dengan memberikan kebebasan beraktivitas kepada orang tua kita, mungkin hal ini dapat menjadi salah satu cara agar para lansia tetap sehat dan bermanfaat seperti keinginan mereka.

Masalah-masalah kesehatan atau penyakit fisik dan atau kesehatan jiwa yang sering timbul pada proses menua (lansia) diantara; Gangguan sirkulasi darah, gangguan metabolisme hormonal, gangguan pada persendian, dan berbagai macam neoplasma. Masalah sosial yang dihadapi lanjut usia (lansia) adalah bahwa keberadaan lansia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas. Kaum lansia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan sebagainya. Tak jarang mereka diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat, hingga Negara. Mereka seringkali tidak disukai serta sering dikucilkan di panti-panti jompo. Perubahan perilaku ke arah negatif ini justru akan mengancam keharmonisan

Page 2: bahan skenario 4

dalam kehidupan lansia atau bahkan sering menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupannya.

Orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu juga”. Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukakan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan (Bali Post, 2 Juni 2002). Sementara sumber data dari World Bank tahun 1994 (Kompas, 30 Mei 1996) membeberkan usia harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia ditahun 1960 hanyalah 46 tahun, tetapi ditahun 1990 usia harapan hidup melonjak menjadi 59 tahun, sedangkan ditahun 1994 adalah 62 tahun. Lantas ditahun 2000 meningkat lagi menjadi minimal 70 tahun.

Perkiraan pada tahun 2005 nanti akan terjadi ledakan lansia di Indonesia, jumlah lansia akan mencapai 16,2 juta jiwa atau 7,4 % dari total penduduk yang berjumlah sekitar 216,6 juta jiwa.Memang datangnya masa tua tidak dapat ditentukan dengan pasti sesuai dengan kedudukannya sebagai suatu bagian yang tidak terpisah dari proses hidup seluruhnya sesuai pula dengan kenyataan bahwa semua berlaku menurut hukum alam yang berlaku. Hal ini dikuatkan dari hasil studi kasus yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa lansia merasa tidak nyaman saat kondisinya sedang drop (kesehatan menurun), lansia sering mengeluh tidak diperhatikan serta cenderung memperhatikan perilakunya seperti pola makan yang sangat diatur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Santoso (2000:56) bahwa dalam kehidupan lansia ternyata sebagian besar orang usia lanjut masih mampu mengisi hari-hari tuanya dengan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, mengasuh cucu, memantau pekerjaan sehari-hari, membuat kerajinan seperti menyulam dan lain-lain. (Bali pots,2002)

Usia lanjut dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh penderitaan berbagai dengan masa penyakit dan keudzuran serta kesadaran bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi masalah psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis. Pada orang lanjut usia biasanya memiliki kecenderungan penyakit kronis (menahun/berlangsung beberapa tahun) dan progresif (makin berat) sampai penderitanya mengalami kematian. Kenyataannya, proses penuaan dibarengi bersamaan dengan menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme sehingga menjadi rawan terhadap penyakit, tetapi banyak penyakit yang menyertai proses

Page 3: bahan skenario 4

ketuaan dewasa ini dapat dikontrol dan diobati. Masalah fisik dan psikologis sering ditemukan pada lanjut usia. Faktor psikologis diantaranya perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi (Nugroho, 1992 : 32).

Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai datangnya kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang kecemasan lansia penting untuk, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis, dalam menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti. Sebab kecemasan bisa menyerang siapa saja. Namun, ada spesifikasi bentuk kecemasan yang didasarkan pada usia individu. Umumnya, kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang (Hurlock, 1990:91).

Disamping itu juga, ada beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan kecemasan ini, salah satunya adalah situasi. Menurut Hurlock (1990:93) bahwa jika setiap situasi yang mengancam keberadaan organisme dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang sangat cepat. Hal ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang lansia yang sedang mengalami pengobatan rawat jalan karena terkena penyakit kronis di tempat kediamannya, seperti dituturkan oleh Azis salah seorang anak yang orang tuanya sedang menjalani terapi pasca pengobatan penyakit stroke di RSU Saiful Anwar Malang, bahwa“ia pasrah terhadap penyakit yang diderita oleh ibunya, berbagai usaha sudah kami lakukan sebagai anak agar ibu cepat sembuh walaupun tidak 75% sembuhnya. Tapi ibu juga agak rewel susah diatur dan kadang mintanya macem-macem, disuruh diam duduk disitu, ia malah kepengen jalan katanya gak betah tiduran aja”.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Casanah,2000:27) mengemukakan bahwa mungkin saja orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu juga .” Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukaan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan. Keluhan-keluhan tersebut merupkan suatu cara yang memang seringkali dilakukan dan terjadi dikalangan lansia yang tujuannya adalah untuk

Page 4: bahan skenario 4

mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang terdekatnya yang mungkin hal tersebut bagi si orang tua (lansia) terasa sangat jauh dari dirinya apalagi dalam bentuk perhatian terhadap kesehatan dirinya, seperti pola makan yang sangat diatur, dan lain sebagainya adalah merupakan hasil dari adanya kecemasan akan kondisi kesehatan fisiknya (lansia).

Terdapatnya beberapa penyakit sekaligus pada waktu yang sama, juga sering terjadi pada lansia dan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam diagnostik sekaligus menimbukan kecemasan bagi si lansia itu sendiri. Bahkan adakalanya bahwa penyakit yang gawat, kurang diperhatikan karena gejala-gejalanya terselubung oleh keluhan-keluhan umum yang dikemukakan atau oleh karena gejala-gejala proses menjadi tua. Adakalanya mereka melebih-lebihkan keluhan mereka, sebaliknya sering mereka tidak mengemukakan apa yang dirasakan sesungguhnya.

Selain kesehatan fisik yang perlu dipahami, juga ada kesehatan mental, misalnya depresi. Depresi pada lansia memiliki latar belakang yang agak berbeda dengan orang dewasa lainnya, karena depresi pada lansia lebih sering timbul akibat berbagai penyakit fisik yang dideritanya. Suatu ketergantungan hidup pada orang lain timbul pada sebagian lansia yang kondisi fisiknya memang sudah tidak sempurna lagi, sehingga merupakan fenomena kedua penyebab adanya depresi (Nugroho,1992:69). Kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah terjadinya perubahan yang drastis dari kondisi fisiknya yang menyebabkan timbulnya penyakit tertentu dan menimbulkan kecemasan seperti gangguan penceranaan, detak jantung bertambah cepat berdebar-debar akibatdari penyakit yang dideritanya kambuh, sering merasa pusing, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang. Kemudian secara psikologis kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian adalah seperti adanya perasaan khawatir, cemas atau takut terhadap kematianitu sendiri, tidak berdaya, lemas, tidak percaya diri, ingin bunuh diri, tidak tentram, dan gelisah.

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya

Page 5: bahan skenario 4

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan menyanyi, rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya mencuci pakaian atau menyirami tanaman. rajin memeriksakan kesehatannnya ke dokter atau puskesmasterdekat dan mengatur pola makan teratur sebisa mungin, dan mengisi hari-harinya dengan cara menjenguk anak dan cucunya atau pergi mengunjungi ke panti jompo

Yang tidak disukai lansia daging yang terhidang di piring adalah sesuatu yang prosesnya boros energi, merusak lingkungan, tidak efektif, dan menjadi pemicu beragam penyakit. “Untuk setiap 1 kg daging sapi, butuh 6,5 kg jagung dan dedaunan.Sedangkan untuk menghasilkan 1 kg daging kambing, butuh 4,5 kg. Ini boros. Termasuk boros air, karena hewan kan butuh banyak air. Sementara di satus sisi, pada belahan bumi ini yang lain, ada banyak kasus kelaparan. Yang kita berikan sebagai pakan ternak, jika kita berikan ke mereka yang kelaparan, saya yakin tak ada ancaman kelaparan,” ujar Murdijati.

Proses penggemukan hewan ternak, lanjut dia, juga dilakukan dengan obat-obatan kimia. Hal ini jelas tidak sehat. “Industri daging juga berkontribusi pada terjadinya pemanasan global. Artinya adalah pola makan kita harus cepat diubah. Kurangi banyak konsumsi daging, dan perbanyak menu nabati,” katanya.

Secara terpisah, Prasasto Satwiko, profesor pada Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta, vegetarian, yang juga Koordinator Pusat Studi Energi UAJY mengatakan, memang sulit mengubah benak masyarakat yang telanjur “daging minded”, dan menempatkan daging sebagai makanan bergengsi. Sisi defensif orang pun akan langsung “menyala” jika disodori fakta tentang dampak daging.”Intinya, daging itu tak perlu dikonsumsi (karena tubuh tak membutuhkan). Manusia bisa hidup sehat hanya dengan makan sayur dan buah (tumbuhan),” ujar Prasasto. Ia sendiri pernah melontarkan kritik pada ahli pangan dan gizi. Mereka, menurut Prasasto, mestinya juga memaparkan dampak bahaya daging sebagai sebuah fakta. “Saat menjumpai makanan dari olahan daging, manusia lupa. Lupa darimana asal daging, lupa bahwa hewan ternak itu digemukkan dengan zat kimia, lupa bahwa daging itu sumber

Perubahan gaya hidup ini dapat dilihat secara jelas antara lain dengan munculnya tempat-tempat makan junk food di hampir seluruh sudut kota. Junk food adalah makanan tidak sehat karena memiliki nilai nutrisi rendah.Jenis makanan ini mengandung lemak jenuh (saturated fat), garam dan gula, serta bermacam-macam additive seperti monosodium glutamate dan tartrazine dengan kadar yang tinggi.

Page 6: bahan skenario 4

Junk food hampir tidak mengandung protein, vitamin serta serat yang sangat dibutuhkan tubuh. Di kota-kota besar di Indonesia junk food dijual di berbagai pusat perbelanjaan dan pusat jajanan. Bahkan restoran jenis makanan yang memiliki kadar kolesterol tinggi ini sudah merambah kota-kota kecil di hampir seluruh pelosok tanah air.

Di Jakarta, misalnya, tempat makan seperti ini bisa dijumpai di seluruh sudut kota. Demikian juga di kota-kota sekitar Jakarta seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Cibubur, masyarakat dimanjakan dengan mudahnya mendapatkan makanan serba instan bahkan gerai-gerai penjualan makanan cepat saji menawarkan jasa pesan antar.

Pola makan makanan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat perkotaan. Sebagai contoh, gorengan jenis makanan murah meriah dan mudah didapat karena banyak dijual di pinggir jalan ini rasanya memang enak. Jajanan seperti pisang goreng, tahu isi, ubi goreng, pisang coklat (piscok), bala-bala serta banyak yang lain dengan rasanya yang gurih, renyah, dan berharga murah, membuat orang menyukai makanan gorengan.Namun banyak orang yang tidak tahu bahwa makanan gorengan adalah makanan yang memiliki risiko tinggi sebagai pemicu penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes melitus, kardiovaskular, serta stroke.

TIDUR berlebih ternyata juga tidak baik bagi kesehatan. Menurut para peneliti dari University Hospital of Madrid di Spanyol, mereka yang tidur lebih dari delapan jam sehari berisiko dua kali lipat lebih besar mengalami kepikunan. Bahaya ini tetap berlaku baik bagi mereka yang tidur lebih lama di pagi hari dan mereka yang tidur siang.

Sampai saat ini, menurut peneliti, belum ditemukan alasan yang jelas mengenai tren ini. Tetapi, terang mereka, tidur berlebih ini kemungkinan merupakan gejala awal dari penyakit alzhemier atau bentuk kepikunan lainnya. Selain itu, tinggal di tempat tidur lebih lama, menurut mereka, juga merupakan gejala depresi, yang dinyatakan bisa meningkatkan risiko kepikunan pada lansia. Tetapi, terang mereka lagi, mungkin juga kelebihan tidur itu sendiri sebenarnya meningkatkan risiko mengalami kepikunan. Karena itu, para dokter harus mencari tahu lama waktu tidur pasien untuk melihat kemungkinan risiko mereka.

Dalam studi yang dipublikasikan di European Journal of Neurology ini, para peneliti memelajari 3.286 laki-laki dan perempuan berusia 65 tahun ke atas. Mereka ditanya mengenai kesehatan dan gaya hidup, seperti jumlah rata-rata jam

Page 7: bahan skenario 4

tidur selama 24 jam, termasuk tidur siang. Peneliti mengikuti perkembangan partisipan ini selama 3 tahun. Selama masa studi ini, 140 partisipan didiagnosis mengalami alzheimer atau bentuk kepikunan lainnya. bahwa tidur lama merupakan gejala awal kepikunan atau bisa memicu peningkatan risiko mengalami kepikunan.”Tapi mekanisme yang mendasari hal ini belum bisa dijelaskan secara pasti.”hasil studi ini menunjukkan bahwa tidur lebih lama dari normal dan merasa mengantuk di siang hari berkaitan dengan menderita demensia dalam 3 tahun mendatang. Menurut Sorensen, tidak ada hubungan psikologis yang jelas dan tidur lebih lama dari normal juga kelihatannya bukan faktor risiko langsung yang mempengaruhi kepikunan. Tetapi, hal ini kemungkinan gejala awal dari kondisi yang belum terdiagnosis.merusak zat-zat kimia pembawa pesan di otak. Kondisi ini dimulai dengan pembentukan plak yang akan mengganggu sistem pengiriman pesan normal dengan cara memicu peradangan. Penyebabnya belum jelas, tetapi penelitian menganjurkan langkah pencegahan dengan cara mengisi kuis, teka-teki silang, atau membaca.

Daftar pustaka

1. Direktorat Kesehatan Jiwa.Pedoman Pengelolaan Jiwa dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia.Dep Kes RI,1982

2. Gunadi H.Problematik usia lanjut ditinjau dari sudut kesehatan jiwa .Jiwa XVII (4): 89-97,1984

3. Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Geriatri.Sinpsi Psikiatri vol 1/7.Alih bahasa :Wijaya Kusuma,Bina Rupa Aksara,Jakarta,867-881,1997.

Page 8: bahan skenario 4

TREN DAN ISU PELAYANAN KESEHATAN PADA LANSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan  tingkat

perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup penduduknya.

Diperkirakan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun 2000.

Kesejahteraan penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak

memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian

khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).

Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan,

sosial, ketenagakerjaan dan lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat

individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana

pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat lanjutan, (tersier)

untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.

B.  Tujuan

1.    agar mahasiswa mengetahui cara menghadapi dan merawat lansia.

2.    Agar mahasiswa mengerti masalah apa saja yang dialami oleh lansia.

3.    Menambah wawasan mahasiswa tantang keperawatan komunitas khus nya gerontik.

BAB II

TINJAUAN TEORI

Page 9: bahan skenario 4

A.  Masalah  Kesehatan Gerontik

1.    Masalah kehidupan sexual

Adanya anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang adalah mitos atau

kesalahpahaman. (parke, 1990). Pada kenyataannya hubungan seksual pada suami isri yang

sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-tahun. Bahkan aktivitas ini dapat dilakukan pada

saat klien sakit aau mengalami ketidakmampuan dengan cara berimajinasi atau menyesuaikan

diri dengan pasangan masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan

kemesraan antara kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap hubungan intim

dapat terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik dan emosional secara mendalam

selama masih mampu melaksanakan.

2.    Perubahan prilaku

Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku diantaranya: daya ingat menurun,

pelupa, sering menarik diri, ada kecendrungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan

karena dirinya sudah tidak menarik lagi, lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional

seseorang yang akhinya menjadi sumber banyak masalah.

3.    Pembatasan fisik

Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang

kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan – peranan sosialnya. Hal

ini mengakibatkan pula timbulnya ganggun di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya

sehingga dapat meningkatkan ketergantunan yang memerlukan bantuan orang lain.

4.    Palliative care

Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat tersebut ditunjukan untuk

mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia. Fenomena poli fermasi dapat menimbulkan

masalah, yaitu adanya interaksi obat dan efek samping obat. Sebagai contoh klien dengan gagal

jantung dan edema mungkin diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretik berfungsi untu

mengurangi volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu keracunan digosin. Klien yang

sama mungkin mengalami depresi sehingga diobati dengan antidepresan. Dan efek samping

inilah yang menyebaban ketidaknyaman lansia.

5.    Pengunaan obat

Page 10: bahan skenario 4

Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan merupakan persoalan yang sering

kali muncul dimasyarakat atau rumah sakit. Persoalan utama dan terapi obat pada lansia adalah

terjadinya perubahan fisiologi pada lansia akibat efek obat yang luas, termasuk efek samping

obat tersebut. (Watson, 1992). Dampak praktis dengan adanya perubahan usia ini adalah bahwa

obat dengan dosis yang lebih kecil cenderung diberikan untuk lansia. Namun hal ini tetap

bermasalah karena lansia sering kali menderita bermacam-macam penyakit untuk diobati

sehingga mereka membutuhkan beberapa jenis obat. Persoalan yang dialami lansia dalam

pengobatan adalah :

Bingung

Lemah ingatan

Penglihatan berkurang

Tidak bias memegang

Kurang memahami pentingnya program tersebut unuk dipatuhi dan dijalankan

6.    Kesehatan mental

Selain mengalami kemunduran fisik lansia juga mengalami kemunduran mental. Semakin lanjut

seseorang, kesibukan soialnya akan semakin berkurang dan dapat mengakibatkan berkurangnya

intregrasi dengan lingkungannya.

B.  Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia

Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan, dan jenis pelayanan

kesehatan yang diterima.

1.    Azas

Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been Added to life, dengan

prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi (participation), perawatan (care), pemenuhan

diri (self fulfillment), dan kehormatan (dignity).

Page 11: bahan skenario 4

Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the Years, Add Health to

Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan

kesehatan, dan memperpanjang usia.

2.    Pendekatan

Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan adalag sebagai berikut :

Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social development)

Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging persons)

Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)

Lansia turut memilih kebijakan (choice)

Memberikan perawatan di rumah (home care)

Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)

Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the aging)

Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)

Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity)

Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help care and family care)

3.    Jenis

Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lim upaya kesehatan, yaitu

Promotif, prevention, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan.

Promotif

Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,

tenaga profesional dan masyarakat terhadap praktek kesehatan yang positif menjadi norma-

norma sosial.

Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai berikut :

Mengurangi cedera

Meningkatkan keamanan di tempat kerja

Meningkatkan perlindungan  dari kualitas udara yang buruk

Page 12: bahan skenario 4

Menibgkatkan keamanan, penanganan makanan dan obat-obatan

Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut

Preventif

o Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier. Contoh pencegahan primer :

program imunisasi, konseling, dukungan nutrisi, exercise, keamanan di dalam dan

sekitar rumah, menejemen stres, menggunakan medikasi yang tepat.

o Melakukakn pencegahan sekuder meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa

gejala. Jenis pelayanan pencegahan sekunder: kontrol hipertensi, deteksi dan

pengobatan kanker, skrining : pemeriksaan rektal, mamogram, papsmear, gigi,

mulut.

o Melakukan pencegahan tersier dilakukan sesudah gejala penyakit dan cacat. Jenis

pelayanan mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilisasi rehabilitasi,

medukung usaha untuk mempertahankan kemampuan anggota badan yang masih

bnerfungsi

Rehabilitatif

Prinsip :

Pertahankan lingkungan aman

Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktifitas dan mobilitas

Pertahankan kecukupan gizi

Pertahankan fungsi pernafasan

Pertahankan aliran darah

Pertahankan kulit

Pertahankan fungsi pencernaan

Pertahankan fungsi saluran perkemihaan

Meningkatkan fungsi psikososial

Pertahankan komunikasi

Mendorong pelaksanaan tugas

C.  Hukum dan Perundang-undangan yang Terkait dengan Lansia

Page 13: bahan skenario 4

UU No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jomp.

UU No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja

UU No.6 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

UU No.3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

UU No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan

Keluarga Sejahtera

UU No.11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun

UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

PP No.21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera

PP No.27 tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan

UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (tambahan lembaran negara Nomor

3796) sebagai pengganti UU No.4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang

Jompo.

UU No. 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :

Hak, kewajiban, tugas, serta tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan kelembagaan.

Upaya pemberdayaan

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia potensial dan tidak potensial

Pelayanan terhadap lansia

Perlindungan sosial

Bantuan sosial

Koordinasi

Ketentuan pidana dan sanksi administrasi

Ketentuan peralihan

Beberapa undang-undang yang perlu disusun adalah :

UU tentang Pelayanan Lansia Berkelanjutan (Continum of Care)

Page 14: bahan skenario 4

UU tentang Tunjangan Perawatan Lansia

UU tentang Penghuni Panti (Charter of Resident’s Right)

UU tentang Pelayanan Lansia di Masyarakat (Community Option Program)

D.  Peran Perawat

Berkaitan dengan kode etik yang harus diperhatikan oleh perawat adalah :

Perawat harus memberikan rasa hormat kepada klien tanpa memperhatikan suku, ras, gol,

pangkat, jabatan, status social, maslah kesehatan.

Menjaga rahasia klien

Melindungi klien dari campur tangan pihak yang tidak kompeten, tidak etis, praktek

illegal.

Perawat berhak mnerima jasa dari hasil konsultasi danpekerjaannya

Perawat menjaga kompetesi keperawatan

Perawat memberikan pendapat dan menggunakannya. Kompetei individu serta kualifikasi

daalm memberikan konsultasi

Berpartisipasi aktif dalam kelanjutanyaperkembangannya body of knowledge

Berpartipitasi aktif dalam meningkatan standar professional

Berpatisipasi dalam usaha mencegah masyarakat, dari informasi yang salah dan

misinterpretasi dan menjaga integritas perawat

Perawat melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatannya yang lain atau ahli dalam rangka

meningkatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat termasuk pada lansia.

E.  Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Khususnya Lansia

Contoh upaya pemerintah di negara maju dalam meningkatkan kesehatan masyarakatnya,

diantaranya adanya medicare dan medicaid. Medicare adalah program asuransi social federal

yang dirancang untu menyediakan perawatan kesehatan bagi lansia yang memberikan jaminan

keamanan social. Medicare dibagi 2 : bagian A asuransi rumah sakit dan B asuransi medis.

Semua pasien berhak atas bagian A, yang memberikan santunan terbatas untuk perawatan rumah

sakit dan perawatan di rumah pasca rumah sakit dan kunjungan asuhan kesehatan yang tidak

terbatas di rumah. Bagian B merupakan program sukarela dengan penambhan sedikit premi

Page 15: bahan skenario 4

perbulan, bagian B menyantuni secara terbatas layanan rawat jalan medis dan kunjungan dokter.

Layanan mayor yang tidak di santuni oleh ke dua bagian tersebut termasuk asuhan keperwatan

tidak terampil, asuhan keperawatan rumah yang berkelanjutan obat-obat yang diresepkan, kaca

mata dan perawatan gigi. Medical membayar sekitar biyaya kesehatan lansia (U.S Senate

Committee on Aging, 1991).

Medicaid adalah program kesehatan yang dibiayai oleh dana Negara dan bantuan pemerintah

bersangkutan. Program ini beredaq antara satu Negara dengan lainya dan hanya diperuntukan

bagi orang tidak mampu. Medicaid merupakan sumber utama dana masyarakat yang memberikan

asuhan keperawatan di rumah bagi lansia yang tidak mampu. Program ini menjamin semua

layanan medis dasar dan layanan medis lain seperti obta-obatan, kaca mata dan perawatan gigi.

Adapun program kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia  yang diperuntukkan khusunya

bagi lansia adalah JPKM yang merupakan salah satu program pokok perawatan kesehatan

masyarakat yang ada di puskesmas sasarannya adalah yang didalamnya ada keluarga  lansia.

Perkembangan jumlah keluarga yang terus menerus meningkat dan banyaknya keluarga yang

berisiko tentunya menurut perawat memberikan pelayanan pada keluarga secara professional.

Tuntutan ini tentunya membangun “ Indonesia Sehat 2010 “ yang salah satu strateginya adalah

Jaminan Pemeliharan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Dengan strategi ini diharapkan lansia

mendapatkan yang baik dan perhatian yang selayakn

F.   Pandangan Islam Tentang Lansia

Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra : 23-24

Artinya :

Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah

berbuat baik ibu bapakmu. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai usia

lanjut dalam pemeliharaan, maka jangan sekali-sekali engkau mengatakan kepada ke duanya

perkataan “Ah” dan janganlah engkau membentak mereka dan ucapkanlah kepada keduanya

perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih saying dan ucapkanlah “ wahai

tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil”.

Page 16: bahan skenario 4

DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R siti.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. 2008. Jakatra: Salemba medika

1. Situart dan Sundart. Keperawatan Medikal Bedah 1.2001. Jakarta: EGC

2. Mubarak Wahid iqbal,dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. 2006. Jakarta: Sagung Seto

Anonym,