Ppt Skenario 4

44

Transcript of Ppt Skenario 4

Page 1: Ppt Skenario 4
Page 2: Ppt Skenario 4

Desy Natalia G1A109022

Elma Sisika G1A109050

Dwi Andikaratih Molantika G1A109051

Rita Rahim G1A109060

Ardian Novareza G1A109104

Elsy Selvia Rahma Putri G1A109012

Wedelia Sadina Putri G1A109013

M. Septian Saad G1A109053

Rosnida G1A109097

Zentiya Agustriani G1A108026

M.Algi Shougi G1A107083

Tutorial 1...

..Blok 8..

Tutor : dr. Syahril Badar

Page 3: Ppt Skenario 4

Ny. G (60 tahun) memiliki kebiasaan duduk bersilang kaki. Beberapa hari ini ia mengalami keterbatasan ROM sehingga sulit untuk melakukan eversi pada kaki, merasakan rasa nyeri di daerah lateral tibia anterior tungkai kiri, parestesi pada dorsum kaki kiri dan juga mengalami drop foot kaki kiri. Ny. G berjalan secara high steppage gait. Selain itu semenjak menopause Ny. G juga sering mengeluh nyeri pada tulang punggungnya terutama jika berdiri atau berjalan. Ny. G mendapat informasi bahwa hal itu merupakan gejala dari pengeroposan tulang. Ny.G memerlukan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan yang adekuat.

Skenario 4

Page 4: Ppt Skenario 4

• ROM : Latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot

• Eversi : Pembalikan daerah dalam keluar, berputar keluar

• Paresthesi : Perasaan sakit atau perasaan yang menyimpang, rasa abnormal, seperti kesemutan,rasa terbakar,berkeringat dll.

• Drop Foot : Suatu keadaan tidak dapat mendorso fleksikan kaki

Klarifikasi Istilah

Page 5: Ppt Skenario 4

• High steppge gait : Gaya berjalan pada kelumpuhan kaki (dropfoot dimana tungkai yang diangkat tinggi agar jari

kaki tidak tersentuh tanah

• Latera tibia anterior : Bagian depan os. Tibia yang menjauhi garis tengah tubuh

Page 6: Ppt Skenario 4

1. Ny. G (60 tahun) memiliki kebiasaan duduk bersilang kaki

2. Beberapa hari ini ia mengalami keterbatasan ROM sehingga sulit untuk melakukan eversi pada kaki, merasakan rasa nyeri di daerah lateral tibia anterior tungkai kiri, parestesi pada dorsum kaki kiri dan juga mengalami drop foot kaki kiri

3. Ny. G berjalan secara high steppage gait

4. Selain itu semenjak menopause Ny. G juga sering mengeluh nyeri pada tulang punggungnya terutama jika berdiri atau berjalan.

Identifikasi masalah

Page 7: Ppt Skenario 4

4. Ny. G mendapat informasi bahwa hal itu merupakan gejala dari pengeroposan tulang

5. Ny. G memerlukan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan yang adekuat

Page 8: Ppt Skenario 4

A. 1. Saraf apa saja yang mempersarafi ekstremitas bawah?

2. Bagaimana akibat dari memiliki kebiasaan duduk bersilang kaki?

B. 1. Apa saja jenis-jenis ROM?

2. Bagaimana hubungan antara kebiasaan duduk menyilang kaki dengan Ny. G mengalami keterbatasan ROM, sulit eversi kaki kiri, merasa nyeri, parestesi dan berjalan secara drop foot?

3. Mengapa keterbatasan ROM menyebabkan sulit melakukan eversi pada kaki kiri Tn. G?

4. Mengapa Ny. G merasakan nyeri di daerah lateral tibia anterior tungkai kiri?

Analisis Masalah

Page 9: Ppt Skenario 4

6. Bagaimana mekanisme nyeri?

7. Mengapa parestesi hanya dirasakan pada daerah dorsum kaki kiri?

8. Apa penyebab drop foot?

9. Bagaimana mekanisme terjadinya drop foot pada kaki kiri?

10.Bagaimana cara pemeriksaan ROM pada tungkai dan interpretasinya?

C. 1. Bagaimana cara berjalan high steppage gait?2. Apa yang menyebabkan Ny. G berjalan secara high steppage gait?

D. 1. Bagaimana anatomi dari tulang belakang?2. Apa saja akibat menopause?

Page 10: Ppt Skenario 4

3. Bagaimana hubungan antara menopause dengan kelainan pada Ny. G berupa nyeri pada tulang punggung terutama ketika berdiri atau berjalan?

4. Mengapa Ny. G hanya mengalami nyeri pada tulang punggung saja?

E.1. Adakah hubungan antara menopause dengan keluhan utama Ny. G? jika ada bagaimana hubungannya? 2. Apa yang dimaksud dengan pengeroposan tulang?

3. Bagaimana proses dari pengeroposan tulang?

Page 11: Ppt Skenario 4

4. Apa penyebab dari pengeroposan tulang?

5. Apa tulang yang biasanya mengalami pengeroposan tulang?

6. Penyakit apa yang di manifestasi dengan pengeroposan tulang?

F. 1. Apa saja Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnose penyakit pada Ny. G?

2. Bagaimana penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus Ny. G?

3. Apa yang terjadi jika penetalaksanaan pada Ny. G tidak adekuat?

4. Apa diagnosis banding dari penyakit Ny. G?

5. Apa diagnosis dari penyakit Ny. G?

Page 12: Ppt Skenario 4

Ny. G ( 60 tahun )

Anamnesis :

Nyeri pada kaki dan tulang punggung Kesemutan/parastesi Menopouse

Pemeriksaan fisik :

Keterbatasan ROM High steppage Gait Drop foot

Diagnosis Banding :

Peroneal palsy Tarsal tunnel syndrom Osteoporosis

Pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan dan pemeriksaan yang adekuat

Kerangka konsep

Page 13: Ppt Skenario 4

Ny. G mengalami kelumpuhan saraf peroneal pada tungkai

bawah sinistra dan osteoporosis

Hipotesis

Page 14: Ppt Skenario 4

• A

SintesisAnatomi saraf pada tungkai

Page 15: Ppt Skenario 4

Jenis-jenis ROM:• ROM pasif• ROM aktif

Gejala klinis dari peroneus neuropati ini

dibedakan atas level menurut lesinya .

Gejala dari lesi ini salah satunya adalah:

• Lesi bisa pada kaput fibula atau lebih distal

• Menimbulkan parese dan atropi pada

M.Peronei dan gangguan eversi kaki

• Gangguan sensoris pada kulit bagian lateral

distal tungkai bawah dan dorsum kaki,

sedangkan kulit di sela jari-jari antara jari kaki

1 dan 2 masih baik

Page 16: Ppt Skenario 4

ROM InterpretasiPergelangan kaki:

- Dorsoflexi: 00-200

- Plantarflexi: 00-500

Terdapat keterbatasan ROM

Lutut :- Fleksi 00 – 1300

- Ekstensi 1200 – 00

Terdapat keterbatasan ROM

Panggul:- Fleksi: 1100-00

- Ektensi: 00-300

Terdapat keterbatasan ROM

ROM (range of movement)

Page 17: Ppt Skenario 4

Mekanisme nyeri secara umum, adalah:

• Transduksi

Stimulus ditransformasikan menjadi impuls berupa suatu aktivitas

elektrik pada ujung bebas saraf sensorik.

• Transmisi

Perambatan dari impuls tersebut pada sistem saraf sensoris.

• Modulasi

Proses interaksi antara sistem inhibisi dari transmisi.

• Persepsi

Adanya interaksi antara transduksi, transmisi, dan modulasi yang

membentuk suatu pengalaman emosional subjektif.

Page 18: Ppt Skenario 4

Anatomi dari tulang belakang

Page 19: Ppt Skenario 4

Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut NIH (National Institute of Health) osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah.

Page 20: Ppt Skenario 4

EtiologiPada Laki-laki Pada Wanita

Bertambahnya usia, maka tulang kortikal akan makin menipis ,penipisan ini tidak secepat pada wanita karena pada laki-laki tidak mengalami menopouse.

Pada laki-laki kehilangan massa tulang lebih bersifat penipisan.

Pertumbuhan masa tulang lebih besar dari pada wanita

Korteks trabekulanya lebih tebal Ukuran kolum femoris akan makin

besar dengan bertambahnya umur, sehingga resiko fraktur akan lebih kecil.

Bertambahnya usia, maka tulang kortikal akan terjadi penipisan yang lebih cepat karena pada wanita mengalami menopouse.

Pada wanita lebih diakibatkan oleh kehilangan elemen trabekula dari tulang yang bersangkutan.

Pertumbuhan masa tulang lebih kecil dari pada laki-laki

Korteks trabekulanya lebih tipis Ukuran kolum femoris tidak makin

besar walaupun bertambah umur

Page 21: Ppt Skenario 4

Epidemiologi

Diperkirakan 1 dari 3 wanita di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis

1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun di seluruh dunia mengidap osteoporosis.

Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan tangan (wrist).

Page 22: Ppt Skenario 4

Faktor RisikoUmur Tiap peningkatan 1 dekade,risiko meningkat 1,4-1,8

Genetik Etnis : Kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia Seks : Perempuan > Laki-laki Riwayat keluarga

Lingkungan Defisinsi kalsium Aktivitas fisik berkurang Obat-obatan (kortikosteroid,anti konvulsan, heparin ,siklosporin) Merokok dan alkohol

Hormonal dan penyakit kronik

Defisiensi estrogen dan androgen Tirotoksokosis,hiperparratidisme primer dan hiperkortisolisme Penyakit kronik (sirosis hepatis,gagal ginjal, dan gastrektomi)

Sifat fisik Tulang Densitas (massa) Ukuran dan geometri Mikroarsitektur Komposisi

Page 23: Ppt Skenario 4

PathogenesisTipe I Menopause

osteoblas

Estrogen

Bone marrow stromal cell + sel

mononuklear Reabsorpsi Ca di ginjal

Absorpsi Ca

OsteoklasSel endotel

IL-1, IL 6, TNF α, M-CSF

TGF-β NOHipokalsemia

Diferensiasi dan maturasi osteoklas PTH

Resorpsi tulang

Osteoporosis

Page 24: Ppt Skenario 4

Klasifikasi Osteoporosis

Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok :

Osteoporosis primer (involusional) adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyabnya.

Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebanya.

Page 25: Ppt Skenario 4

Tipe I Tipe II

Umur (tahun) 50-75 >70

Perempuan : Laki-laki 6:1 2:1

Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan Kortikal

Bone turnover Tinggi Rendah

Lokasi fraktur terbanyak Vertebra, radius distal Vertebra, kolum femoris

Fungsi paratiroid Menurun Meningkat

Efek estrogen Terutama skeletal Terutama ekstraskeletal

Etiologi utama Defisiensi estrogen Penuaan dan defiseinsi estrogen

Karakteristik Osteoporosis Tipe I dan Tipe II :

Page 26: Ppt Skenario 4

Manifestasi klinis

Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.

Pada tahap lanjut, jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk

Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun.

Tulang belakang yang rapuh ,akan mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan.

Page 27: Ppt Skenario 4

Nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan.

Jika disentuh, akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.

Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.

Page 28: Ppt Skenario 4

OSTEOPO

ROSIS

Page 29: Ppt Skenario 4

Penegakkan Diagnosis

• Anamesis • Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan Penunjang :

• Pemeriksaan biokimia tulang• Pemeriksaan Radiologi• Pemeriksaan Densitas Masa Tulang (densitometri) • Sonodensitometri• Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Page 30: Ppt Skenario 4

Pengobatan

• Edukasi dan Pencegahan• Latihan dan Program Rehabilitasi• Esterogen• Kalsitonin• Metabolit vitamin D• Strontium ranelate• Pembedahan Osteoporosis

Page 31: Ppt Skenario 4

Kelompok Nama Generik Dosis

Bisfosfonatbat RisedronatAlendronatIbandronatZoledronat

35 mg, seminggu sekali atau 5 mg/hari70 mg, seminggu sekali atau 10 mg/hari150 mg, sebulan sekali5 mg per drip selama 15 menit, diberikan setahun sekali

SERMs (Selective esterogen receptor modulators)

Raloksifen 60 mg/hari, setiap hari

Kalsitonin Kalsitonin 200 IU/hari Nasal spray

Strontium renalat 2 gram/hari, dilarutkan dalam air, diminum pada malam hari, atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan

Vitamin D Kalsitriol 0,25 g, 1-2 kali perhari

Nama obat osteoporosis di Indonesia :

Page 32: Ppt Skenario 4

Prognosis

Pada penderita osteoporosis, sebaiknya sedini mungkin melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Bila sudah melakukan pengobatan selama 1-2 tahun dapat dilakukan pemeriksaan densitometri untuk menilai peningkatan densitas tulangnya. Pemeriksaan biokimia tulang juga perlu dilakukan untuk evaluasi pengobatan tersebut. Biasanya pemeriksaan biokimia tulang dilakukan 3-4 bulan setelah pengobatan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih baik sedini mungkin maksimalkan kepadatan tulang, selagi masih muda sebelum terlambat.

Page 33: Ppt Skenario 4

PERONEAL PALSY

N. Peroneus communis dibentuk oleh gabungan 4 divisi postereor bagian atas pleksus sakral yaitu dari L4—5 dan S1-2.

Pada paha, saraf ini merupakan komponen N.sciatic sampai bagian atas daerah popliteal, dimana N.Peroneus communis mulai berjalan sendiri.

Anatomi

Page 34: Ppt Skenario 4
Page 35: Ppt Skenario 4

• Akibat tekanan dari luar seperti penekanan pada saraf selama jongkok atau duduk bersilang kaki, trauma, diabetes dan lepra.

• Duduk bersilang kaki yang mana menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan condylus femur externa serta patella pada tungkai yang berlawanan.

• Pada mereka dengan penurunan berat badan yang sangat drastisHilangnya lemak (fat) yang sangat akan mengurangi proteksi

terhadap saraf tersebut, sedangkan penurunan berat badan memungkinkan pasien merasa enak (comfortable) dengan duduk bersilang kaki.

• Beberapa pekerjaan yang memerlukan berjongkok atau bersujud, seperti bertani, penambang akan meningkatkan tekanan pada saraf terhadap collum fibula sehingga menyebabkan terjadinya occupational peroneal palsy.

Etiologi

Page 36: Ppt Skenario 4

Gangguan fungsi saraf peroneal dapat terjadi setelah mengalami

keseleo atau terkilir pada pergelangan kaki. Hal lain yang dapat menyebakkan

peroneal palsy bisa seperti trauma langsung,dislokasi lutut,fraktur tibia dan

fibula, dimana trauma tersebut akan menyebakakn nervus peroneus tertekan,

secara anatomis N. peroneus comunis mudah terkena cidera karena nervus

tersebut berjalan melingkari colum fibula dekat periosteum yang hanya ditutupi

oleh kulit dan jaringan subkutaneus.

Patogenesis

Page 37: Ppt Skenario 4

Gejala Klinis

Gejala klinis peroneus neuropati dapat dibedakan menurut level lesinya antara lain:

• Lesi pada kaput fibula• Anterior tibial (deep peroneal) • Superficial peroneal nerve syndrome

Page 38: Ppt Skenario 4

Selain menurut level lesinya, gejala klinis peroneus neuropati juga dapat dibedakan menurut penyebabnya, yaitu:

• Anterior tibial sindrom • Penyakit Oklusi arteriosklerotik • Penyakit lepra • Diabetes

Page 39: Ppt Skenario 4

Diagnosis Banding

DD Menifestasi KlinisPeroneal Palsy • Saraf ini bisa terkena cedera pada kaput fibula atau lebih distal

• Kelainan ini menimbulkan parese/paralisis jari kaki dan dorsofleksi kaki

• Gangguan sensoris terbatas pada kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1 dan 2. Saraf ini dapat juga tertekan pada pergelangan kaki, sehingga menyebabkan anterior tarsal tunnel syndrome yang menimbulkan gejala parese dan atropi pada M.Extensor digitorum brevis, sedangkan gangguan sensoris bisa terdapat atau tidak pada kulit di sela jari-jari antara kaki 1 dan 2.

Radikulopaty L5 • nyeri yang sifatnya menjalar sepanjang serabut saraf yang tertekan disertai parestesia atau hipestesia.

• Dapat mengakibatkan foot drop dan kesukaran melakukan dorsofleksi kaki dan/atau ibu jari kaki

• Kesukaran berjalan pada tumit Lateral tungkai bagian distal kaki dan antara ibu jari dengan jari tengah kaki (lihat peta dermatom) Tidak jelas Biasanya tidak nyata

• Refleks lutut atau pergelangan kaki dapat menghilang

Tarsal Tunnel Syndrome • Sensasipanas (sepertiterbakar) /dingin,tersetrumpada kaki

• Nyeripadatelapakkaki,terkadanghinggakemata kaki

• Telapak kaki terasasepertiditusuk-tusuk

• Nyeripadaposisi kaki menggantung(misalnya pas laginyetir)

• Pembengkakan

• Nyeriakansemakindiperparahdengantingkataktivitas (ex: lama berdiri) danakanmeredasetelahistirahat

Page 40: Ppt Skenario 4

Diagnosis

• Diagnosa peroneus neuropati ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

• Pemeriksaan Penunjang :• Elektromiografi• Pemeriksaan Ct-Scan dan MRI• Tes Tinel’s Sign

Page 41: Ppt Skenario 4

Tatalaksana

1. Non-medikamentosaR : Rest/istirahatI : IceC : CompressiE : Elevation

2. Medikamentosa3. Physical therapy

Page 42: Ppt Skenario 4

Pencegahan

• Menghindari terjadinya penekanan pada daerah yang dipersarafi oleh nervus Peroneus.

• Menghindari terjadinya dislokasi pada daerah yang dipersarafi oleh nervus Peroneus (terutama pada lutut), misalnya dengan menggunakan pelindung pada lutut saat melakukan aktivitas olahraga.

Page 43: Ppt Skenario 4

Referensi• Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3 hal 414-

428. Jakarta:EGC. • Gunawan, Sulitia Gan. 2008. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI• Guyton, A.C & Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology. 2006. The 11th

edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders• Katzung. Betram G. 2003. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba

Medika.• Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Ed. 6. Jakara : EGC.• Putz R, Pabst, 2007. Atlas anatomi manusia sobotta.Jakarta:EGC • Sherwood, Laurale. Fisiologi manusia Edisi 2, 2001. Jakarta: EGC • Sudoyo Aru , Setyohadi Bambang,Dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV.

2007. Jakarta : depaetemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Page 44: Ppt Skenario 4