BAB5 Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis

21

Click here to load reader

description

pertanian

Transcript of BAB5 Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis

Pengendalian GulmaSecara Mekanis dan Kultur Teknis

Pengelolaan gulma (weed management) merupakan tindakan yang bertujuan untuk membatasi atau mengurangi pertumbuhan dan penyebaran gulma. Pengelolaan gulma meliputi tindakan pencegahan (prevention), pengendalian (control) dan pemanfaatan gulma.

A. Tindakan Pencegahan Gulma

Tindakan pencegahan (prevention) adalah tindakan yang bertujuan untuk membatasi atau mengurangi pertumbuhan dan penyebaran gulma sehingga usaha pengendalian terhadap gulma yang tumbuh menjadi seminimal mungkin atau tidak perlu dilakukan (ditiadakan). Tindakan pencegahan didasarkan pada tahapan perkembangan gulma yaitu perkecambahan, pertumbuhan, pendewasaan, dan reproduksi. Berdasarkan tahapan tersebut, pendekatan pencegahan gulma meliputi mengurangi jumlah propagule yang diproduksi gulma, mengurangi jumlah gulma yang berkecambah, dan meminimalkan kompetisi yang terjadi antara tanaman dan gulma.

Beberapa tindakan pencegahan yang dianjurkan antara lain : pengolahan tanah sebelum tanam, pergiliran tanaman, penggunaan benih bersertifikat, sistem pertanaman, pemrosesan makanan ternak yang berasal dari hasil tanaman, penggunaan pupuk kandang yang telah mengalami proses fermentasi sempurna, mencegah ternak maupun alat-alat pertanian sebagai sarana penyebar biji gulma berbahaya, dan lainnya.

Pengolahan tanah sebelum tanam

Secara ekologi, pengolahan tanah mempengaruhi lingkungan fisik gulma dalam ekosistem gulma-tanaman. Pengolahan tanah mempengaruhi faktor-faktor penting bagi pertumbuhan gulma seperti regrowth dan seed bank. Pengolahan tanah sebelum penanaman dipandang sebagai tindakan pencegahan.

Simpanan biji-biji gulma di dalam tanah (seed bank) berada dalam kondisi dorman (dormansi sekunder). Simpanan biji-biji gulma tersebut tidak dapat berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung perkecambahan. Hasil penelitian (Chozin, 1987) pada gulma Cyperus iria L. dan Cyperus microiria Steud menunjukkan bahwa dormansi sekunder pada gulma tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kondisi penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod. Pengolahan tanah menyebabkan biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke permukaan tanah dan berkecambah. Selanjutnya, gulma yang berkecambah dan tumbuh pada lahan pertanaman dikendalikan dengan cara manual atau dengan metode pengendalian lainnya

Pengendalian Gulma56

sehingga tidak memberi kesempatan gulma untuk berkembangbiak. Dengan tindakan pengolahan tanah yang berulang, semakin lama simpanan biji-biji gulma di dalam tanah semakin berkurang dan pada akhirnya gulma tersebut berada di bawah batas ekonomi pengendalian.

Pengolahan tanah menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu tahun atau dua tahun terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran propagul menjadi kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat cadangan karbohidrat gulma semakin menipis bahkan habis akibat terpotong- potong oleh aktivitas pengolahan tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari sistem perakaran atau rhizoma gulma juga terkendalikan dengan pengolahan tanah.

Metode pengolahan tanah dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan gulma pada suatu pertanaman. Hasil penelitian Pramuhadi (2005) menunjukkan bahwa penutupan gulma dan bobot kering gulma pada pertanaman tebu cenderung meningkat dengan bertambahnya intensitas penggaruan tanah, tetapi cenderung menurun dengan bertambahnya intensitas pembajakan tanah, terutama pembajakan dengan bajak singkal. Gulma kalah bersaing dengan tebu pada kondisi densitas dan tahanan penetrasi tanah yang rendah. Metode pengolahan tanah dengan intensitas pengolahan tanah minimum yang menghasilkan densitas dan tahanan penetrasi sebesar 1.2 - 1.3 g/cc dan 6.0 - 14.0kgf/cm2 menyebabkan pertumbuhan gulma menjadi tertekan.

Pergiliran tanaman

Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah pertanaman budidaya. Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah adanya dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah pertanaman budidaya.Pergiliran tanaman berpengaruh terhadap komposisi gulma. Komposisi gulma pada pertanaman monokultur dalam waktu yang lama menunjukkan komposisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Mahfudz (2005) melaporkan perubahan pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari jagung-kakao hingga menjadi monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis gulma berkurang dan komunitas gulma cenderung didominasi oleh Paspalum conjugatum. Perubahan pola tanam juga mengubah komposisi jenis gulma dominan, dari jenis gulma berdaun lebar digantikan oleh gulma golongan rumput. Ball dan Miller (1993) menemukan 190 jenis gulma pada pola monokultur jagung selama 5 tahun, 245 jenis gulma pada pola rotasi Phaseolus vulgaris (2 tahun)- jagung (3 tahun). Selain perubahan komposisi tersebut, pola tanam juga menyebabkan perbedaan jenis gulma dominan. Gulma Setaria viridis merupakan gulma dominan pada pertanaman jagung terus menerus, sedangkan gulma Amaranthus retroflexus merupakan gulma dominan pada rotasi P.vulgaris-jagung.

Pengunaan benih bersertifikat

Untuk mencegah penyebaran biji gulma melalui benih, di berbagai negara dibuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur mutu benih yang dapat diperdagangkan yaitu peraturan sertifikasi benih. Sebagai contoh di Amerika Serikat, benih berukuran kecil seperti alfafa, sweet clover, millet, dilarang diperdagangkan bila dalam 10 g contoh terdapat lebih dari 1 biji gulma yang berbahaya, sedangkan pada benih (biji) berukuran besar seperti jagung, wheat, barley, dilarang diperdagangkan bila dalam 100 g contoh terdapat 1 biji gulma berbahaya.

Penggenangan

Tindakan penggenangan biasa dilakukan pada budidaya padi sawah. Kondisi anaerob akibat penggenangan dapat membatasi perkecambahan dan pertumbuhan gulma-gulma. Penggenangan menyebabkan kerusakan gulma melalui hambatan proses respirasi di daerah perakaran akibat berkurangnya oksigen di daerah perakaran. Hasil penelitian Soerjani, et. al. (1977) menunjukkan bahwa penggenangan 515 cm dapat menekan perkecambahan biji-biji gulma teki dan rumput, sementara gulma golongan berdaun lebar tidak tertekan. Bangun (1981) melaporkan bahwa populasi gulma teki dapat ditekan dengan penggenangan 510 cm, sedangkan golongan rumput dapat ditekan dengan penggenangan 1015 cm, bahkan penggenangan 1015 cm dapat menekan populasi teki 36 kali. Penelitian Rusyadi (1993) menunjukkan bahwa penggenangan 2.5 cm dapat menekan bobot kering gulma total sebesar 76.0% dan menurunkan persen penutupan gulma total sebesar 23.5% dibandingkan dengan tanpa penggenangan. Bobot kering Monochoria vaginalis dapat ditekan dengan penggenangan 2.5 cm. Hasil penelitian Pramudyani et al (2005) menunjukkan bahwa penggenangan dapat menekan pertumbuhan gulma Frimbistylis miliacea pada padi sawah. Semakin tinggi penggenangan, gulma F. miliacea semakin tertekan yang ditunjukkan dengan jumlah anakan gulma F. miliacea yang semakin rendah.

Pemrosesan pakan ternak

Pakan ternak yang berasal dari hasil tanaman sering tercampur dengan biji atau propagul gulma. Biji atau propagul gulma tersebut dapat tumbuh di lokasi tempat ternak berada apabila pakan tersebut tidak diproses secara sempurna. Sebagai contoh, jerami padi yang tanpa melalui proses digunakan sebagai pakan ternak sapi. Jerami tersebut mungkin membawa biji-biji gulma dan biji gulma itu akhirnya tumbuh di tempat peternakan berada.

Penggunaan pupuk kandang

Untuk mencegah penyebaran biji gulma pada lingkungan pertanian, harus dicegah penggunaan pupuk kandang yang belum mengalami proses fermentasi yang sempurna. Biji-biji gulma biasanya terbawa pada pakan ternak dan terbuang bersama kotoran ternak. Apabila proses fermentasi dalam pembuatan pupuk

kandang tersebut belum sempurna, maka biji-biji yang terbawa tersebut dapat tumbuh menjadi gulma pada lahan pertanian yang menggunakan pupuk kandang tersebut.

Tindakan pencegahan lainnya

Beberapa tindakan berikut termasuk kategori tindakan pencegahan gulma. Perpindahan ternak maupun alat-alat pertanian jangan sampai menjadi sarana penyebar biji gulma berbahaya. Sebelum digunakan atau sebelum pindah ke lokasi lainnya, usahakan alat tersebut dibersihkan sehingga dapat mencegah terbawanya biji gulma ke lokasi baru. Pinggir sungai atau saluran irigasi perlu dibersihkan dari gulma-gulma berbahaya. Hal ini untuk mencegah agar gulma tidak menyebar ke lokasi lain melalui perantara air. Pembabatan gulma sebelum gulma menghasilkan biji yang mampu berkecambah dan tumbuh. Pencegahan dapat juga dilakukan secara legislatif (perundang-undangan) yang mengatur atau membatasi transportasi atau penyebaran gulma di dalam maupun ke luar suatu daerah atau negara.

B. Pengendalian Gulma secara Mekanis

Pengendalian gulma merupakan suatu usaha untuk membatasi atau menekan infestasi gulma sampai tingkat tertentu sehingga pengusahaan tanaman budidaya menjadi produktif dan efisien. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis, kultur teknis, biologis (hayati), kimia (penggunaan herbisida), dan terintegrasi (terpadu). Tindakan pencegahan dan pengendalian bersifat komplementer.

Pengendalian gulma secara mekanis adalah tindakan pengendalian gulma dengan menggunakan alat-alat sederhana hingga alat-alat mekanis berat untuk merusak atau menekan pertumbuhan gulma secara fisik. Berdasarkan alat yang digunakan, pengendalian secara mekanis dibedakan menjadi :

1. Manual (tenaga manusia) : tanpa alat / alat-alat sederhana seperti parang, arit, kored, dll.

2. Semi mekanis : tenaga manusia memakai mesin ringan seperti mower(pemotong rumput).3. Mekanis penuh memakai alat-alat mesin berat seperti traktor besar, dll. Berikut adalah beberapa contoh tindakan pengendalian mekanis yang biasadilakukan.

Mencabut gulma

Tindakan mencabut gulma merupakan pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma dengan cara mencabut gulma lebih sesuai untuk gulma setahun, tidak efektif dan sukar dilaksanakan terhadap gulma yang mempunyai rhizoma, stolon atau umbi, karena bagian-bagian tersebut segera dapat tumbuh kembali membentuk tumbuhan baru. Pengendalian gulma dengan cara mencabut

gulma memerlukan tenaga menusia dan waktu yang banyak. Namun demikian, tindakan mencabut gulma menimbulkan gangguan yang minim terhadap tanaman. Pada percobaan-percobaan pengendalian gulma, tindakan mencabut gulma biasanya digunakan sebagai perlakuan pembanding.

Membabat gulma / memangkas / mowing

Berdasarkan aspek konservasi tanah dan pencegahan erosi, pembabatan/pemangkasan gulma merupakan cara yang lebih baik dibandingkan dengan berbagai cara lainnya. Waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan sifat gulma yang dihadapi, terutama dikaitkan dengan masa pembentukan biji gulma. Pembabatan gulma banyak diterapkan pada perkebunan besar, perkebunan rakyat, bidang hortikultura (kabun buah-buahan, tanaman pekarangan). Pengaruh gulma yang telah dibabat masih terlihat pada tanaman yang memiliki perakaran dangkal (nenas, pisang, kelapa).

Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian secara mekanis. Pengolahan tanah sangat efektif untuk gulma setahun maupun gulma tahunan, namun cara pelaksanaannya tidak sama. Untuk gulma setahun (semusim) yang alat reproduksinya berupa biji, pengolahan tanah dilakukan secara dangkal beberapa kali dengan interval yang cukup untuk menumbuhkan biji gulma ke permukaan tanah. Untuk gulma tahunan yang reproduksinya selain dengan biji tetapi dengan organ reproduksi vegetatif seperti rhizoma, stolon, umbi sangat berperan, pengolahan tanah dilakukan secara dalam dan diikuti dengan pengolahan dangkal beberapa kali dengan interval waktu yang cukup untuk menumbuhkan biji dan propagula vegetatif. Dalam pelaksanaan pengolahan tanah, pemadatan tanah harus dihindarkan, bahaya erosi diperhitungkan, kadar air tanah juga harus diperhatikan pada saat pengolahan tanah.

Menginjak dan membenamkan gulma

Pada pertanian padi sawah secara tradisional di beberapa daerah, menginjak dan membenamkan gulma masih dilakukan. Gulma diinjak dan dibenamkan dengan menggunakan tenaga hewan ternak maupun manusia pada saat penyiangan.

Penggunaan api

Pengendalian gulma dengan cara pembakaran merupakan tindakan pengendalian gulma yang sangat murah, sering dilakukan pada pembukaan kebun atau ladang secara tradisional. Penggunaan api dalam pengendalian gulma ini memiliki efek positif yaitu tak ada efek samping residu seperti halnya pada pemakaian herbisida dan pengganggu lainnya seperti hama, penyakit dapat ikut mati. Gulma mati karena terbakar hangus dan karena koagulasi protein pada tumbuhan gulma. Koagulasi protein pada tumbuhan terjadi bila terkena panas dengan suhu 45 - 55 C. Namun demikian, tindakan pengendalian gulma dengan

Pengendalian Gulma60

api ini menimbulkan maslaah baru, yaitu masalah ekspor asap. Kasus pembukaan lahan dengan cara pembakaran di daerah Sumatra dan Kalimantan telah menimbulkan kabut asap yang mengganggu pernafasan, mengurangi jarak pandang sehingga mengganggu transportasi darat dan penerbangan.

C. Pengendalian Gulma secara Kultur Teknis

Pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan tindakan yang didasarkan pada segi ekologis tanaman dan gulma. Tujuannya adalah membuat lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat bersaing dengan gulma, di lain pihak tindakan yang diterapkan tersebut dapat mengurangi atau menekan pertumbuhan gulma menjadi seminimum mungkin. Pengendalian secara kultur teknis merupakan cara yang efektif dan efisien di negara sedang berkembang yang belum menggunakan herbisida secara meluas karena harga herbisida relatif mahal.

Beberapa tindakan dalam pengendalian gulma secara kultur teknis dijelaskan sebagai berikut :

Pergiliran tanaman

Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah pertanaman budidaya. Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah adanya dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah pertanaman budidaya.

Pola tanam berpengaruh terhadap komposisi gulma. Pada pola monokultur dalam waktu yang lama menunjukkan komposisi gulma yang lebih rendah dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Mahfudz (2005) melaporkan perubahan pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari jagung- kakao hingga menjadi monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis gulma berkurang dan komunitas gulma cenderung didominasi oleh Paspalum conjugatum. Perubahan pola tanam juga merubah komposisi jenis gulma dominan, dari jenis gulma berdaun lebar digantikan oleh gulma golongan rumput. Ball dan Miller (1993) menemukan 190 jenis gulma pada pola monokultur jagung selama 5 tahun, 245 jenis gulma pada pola rotasi Phaseolus vulgaris (2 tahun)-jagung (3 tahun). Selain perubahan komposisi tersebut, pola tanam juga menyebabkan perbedaan jenis gulma dominan. Gulma Setaria viridis merupakan gulma dominan pada pertanaman jagung terus menerus, sedangkan gulma Amaranthus retroflexus merupakan gulma dominan pada rotasi P.vulgaris - jagung.

Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian gulma secara kultur teknis. Pengolahan tanah akan menyediakan media tumbuh yang baik bagi tanaman dan mematikan gulma yang sudah tumbuh serta menumbuhkan biji gulma yang dorman.

Simpanan biji-biji gulma di dalam tanah (seed bank) berada dalam kondisi dorman (dormansi sekunder). Simpanan biji-biji gulma tersebut tidak dapat berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung perkecambahan. Hasil penelitian (Chozin, 1987) pada gulma Cyperus iria L. dan Cyperus microiria Steud menunjukkan bahwa dormansi sekunder pada gulma tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kondisi penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod.

Pengolahan tanah menyebabkan biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke permukaan tanah dan berkecambah. Selanjutnya, gulma yang berkecambah dan tumbuh pada lahan pertanaman dikendalikan dengan cara manual atau dengan metode pengendalian lainnya sehingga tidak memberi kesempatan gulma untuk berkembangbiak. Dengan tindakan pengolahan tanah yang berulang, semakin lama simpanan biji-biji gulma di dalam tanah semakin berkurang dan pada akhirnya gulma tersebut berada di bawah batas ekonomi pengendalian.

Pengolahan tanah menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu tahun atau dua tahun terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran propagul menjadi kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat cadangan karbohidrat gulma semakin menipis bahkan habis akibat terpotong- potong oleh aktivitas pengolahan tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari sistem perakaran atau rhizoma gulma juga terkendalikan dengan pengolahan tanah.

Metode pengolahan tanah dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan gulma pada suatu pertanaman. Hasil penelitian Pramuhadi (2005) menunjukkan bahwa penutupan gulma dan bobot kering gulma pada pertanaman tebu cenderung meningkat dengan bertambahnya intensitas penggaruan tanah, tetapi cenderung menurun dengan bertambahnya intensitas pembajakan tanah, terutama pembajakan dengan bajak singkal. Gulma kalah bersaing dengan tebu pada kondisi densitas dan tahanan penetrasi tanah yang rendah. Metode pengolahan tanah dengan intensitas pengolahan tanah minimum yang menghasilkan densitas dan tahanan penetrasi sebesar 1.2 - 1.3 g/cc dan 6.0 - 14.0kgf/cm2 menyebabkan pertumbuhan gulma menjadi tertekan.

Penyiangan

Penyiangan gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan adanya kompetisi antara gulma dengan tanaman. Penyiangan gulma dapat dilihat sebagai tindakan pencegahan maupun tindakan pengendalian gulma. Penyiangan gulma didasarkan pada fase pertumbuhan gulma. Penyiangan yang dilakukan sebelum gulma memasuki fase generatif dapat mencegah perkembangan dan penyebaran gulma melalui biji dan juga mencegah penambahan biji gulma di dalam tanah (seed bank).

Dilihat dari fase perkembangan tanaman budidaya, gulma tidak harus dikendalikan sepanjang periode pertumbuhan tanaman budidaya. Nietto et al. (1968) menyatakan bahwa kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman tidak selalu berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Terdapat fase dimana tanaman budidaya sensitif terhadap keberadaan gulma dan keberadaan gulma pada fase tersebut dapat menurunkan hasil secara nyata, disebut sebagai

periode kritis. Pada periode kritis tersebut gulma perlu dikendalikan agar tidak terjadi kompetisi yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman.

Penentuan periode kritis tanaman sangat diperlukan dalam pengelolaan gulma agar dicapai efisiensi dalam pengendalian gulma baik dari segi waktu, biaya, maupun tenaga. Omafra (2002) menyatakan bahwa periode kritis tanaman terjadi pada saat kompetisi dengan gulma mulai menurunkan produksi tanaman sebesar 5%. Periode kritis tanaman sangat ditentukan oleh jenis tanaman, jenis gulma, ukuran benih tanaman, saat tanam, jarak tanam, dan kesuburan tanah, cuaca dan kondisi pertanaman. Moenandir (1993) menyatakan kadar air tanah, jenis tanah, perbedaan musim tanam, dan pola tanam mempengaruhi periode kritis tanaman.

Periode kritis tanaman telah banyak dilaporkan oleh para peneliti di bidang ilmu gulma. Periode kritis tanaman kedelai kultivar Kipas Putih pada jarak tanam40 cm x 15 cm adalah pada saat 30 45 HST (Erida dan Hasanuddin, 1996), pada tanaman jagung manis antara 20 50 HST (Syawal, 1999), pada tanaman padi selama 8 minggu pertama setelah tanam (Tobing dan Chozin, 1980), pada tanaman jagung 20-50 hari setelah tanam (Mahfudz, 2005).

Pengaturan pola dan jarak tanam

Pengaturan jarak tanam ditujukan untuk memposisikan tanaman dalam keadaan berkompetisi minimal antar sesamanya sehingga dapat memanfaatkan unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya dan tanaman mampu bersaing dengan gulma. Jarak tanam yang terlalu lebar dapat memberikan keleluasaan bagi gulma untuk tumbuh dan berkembang pada barisan tanaman, sementara jarak tanam yang terlalu sempit dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi intraspesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan tanaman dengan mengurangi jarak tanam dapat menekan pertumbuhan gulma (Rao, 2000). Semakin rapat jarak tanam pertumbuhan gulma semakin tertekan (Farnham, 2001; Kuepper et. al., 2002). Pola tanam tumpangsari secara sangat nyata menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan monokultur (Chozin, 1976).

Gambar 5.1 barisan tanaman

Penggunaan tanaman penutup tanah

Tanaman kacang-kacangan penutup tanah (legume cover crop = LCC) memiliki karakter pertumbuhan tajuk yang cepat sehingga dapat menutupi permukaan tanah dengan cepat. Karakter pertumbuhan tajuk yang cepat menutupi permukaan tanah dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan gulma tanpa menimbulkan persaingan yang berat terhadap tanaman pokok. Selain itu, tanaman legume tersebut dapat memberikan pengaruh positif seperti peningkatan kesuburan tanah dan pencegahan erosi tanah. Tanaman legume yang sering digunakan untuk tanaman penutup tanah antara lain Calopogonium mucunoides (Cm), Centrosema pubescens (Cp), dan Pueraria javanica (Pj).

Marpaung (1995) melaporkan bahwa penanaman LCC mengakibatkan perubahan dominasi gulma pada kebun kelapa TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) yaitu gulma golongan berdaun lebar menggantikan dominasi gulma golongan rumput-rumputan. Penanaman LCC dengan cara larikan dapat menekan pertumbuhan gulma lebih baik dibandingkan dengan cara tugal dan sebar. Hasil penelitian Tampubolon (2004) menunjukkan bahwa Calopogonium caeruleum dapat menekan pertumbuhan gulma pada tanaman jagung. Mustari (2005) melaporkan bahwa penggunaan tanaman penutup tanah dapat menekan pertumbuhan gulma pada tanaman kelapa sawit. Pueraria javanica dan Centrosema pubescens dapat menekan gulma lebih baik dibandingkan dengan Calopogonium muconoides, Calopogonium caereleum, dan Psophocarpus palustris. Penekanan gulma tersebut disebabkan oleh kecepatan penutupannya yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya, yaitu sekitar 88.3% untuk P. javanica dan 89.3% untuk C. pubescens pada bulan ke-6 setelah tanam.

Penggenangan

Pada pertanaman padi sawah, pengendalian gulma biasanya dilakukan dengan cara penyiangan. Selain penyiangan, penggenangan yang biasa dilakukan pada padi sawah juga dapat menekan pertumbuhan gulma. Kondisi anaerob akibat penggenangan dapat membatasi perkecambahan dan pertumbuhan gulma- gulma. Penggenangan menyebabkan kerusakan gulma melalui hambatan proses respirasi di daerah perakaran akibat berkurangnya oksigen di daerah perakaran. Beberapa tanaman memiliki toleransi terhadap penggenangan, sehingga mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tergenang. Namun pada tanaman sensitif, penggenangan dapat menghambat petumbuhan bahkan menyebabkan kematian. Proses fisiologi ini dapat dimanfaatkan untuk menekan pertumbuhan gulma yang tidak toleran pada kondisi genangan.

Penggenangan 5 15 cm dapat menekan perkecambahan biji-biji gulma teki dan rumput, sementara gulma golongan berdaun lebar tidak tertekan (Soerjani, et. al., 1977). Populasi gulma teki dapat ditekan dengan penggenangan 5 10 cm, sedangkan golongan rumput dapat ditekan dengan penggenangan 10 15 cm, bahkan penggenangan 10 15 cm dapat menekan populasi teki 3 6 kali (Bangun, 1981). Penggenangan 2.5 cm dapat menekan bobot kering gulma total sebesar 76.0% dan menurunkan persen penutupan gulma total sebesar 23.5% dibandingkan dengan tanpa penggenangan. Bobot kering Monochoria vaginalis

dapat ditekan dengan penggenangan 2.5 cm (Rusyadi, 1993). Hasil penelitian Pramudyani et al (2005) menunjukkan bahwa penggenangan dapat menekan pertumbuhan gulma Frimbistylis miliacea pada padi sawah. Semakin tinggi penggenangan, gulma F. miliacea semakin tertekan yang ditunjukkan dengan jumlah anakan gulma F. miliacea yang semakin rendah.

Penggunaan mulsa

Mulsa merupakan bahan limbah/sisa proses tanaman/tumbuhan seperti jerami, serbuk gergaji, limbah hasil pertanian, ataupun bahan buatan seperti hasil industri, plastik, yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah. Pemberian dapat menekan pertumbuhan gulma serta memberikan berbagai efek positif bagi tanaman.

Pemberian mulsa ini bermanfaat untuk menekan pertumbuhan gulma, memperbaiki sifat fisik tanah dengan memperkecil fluktuasi suhu tanah, mulsa plastik dapat menaikkan suhu tanah, mengurangi terjadinya erosi, mempertahankan tata air tanah, memperbaiki struktur, aerasi dan konsistensi tanah, memperbaiki sifat kimia tanah, mulsa organik dapat menambah unsur hara ke dalam tanah setelah mulsa tersebut lapuk atau busuk, memperbaiki sifat biologi tanah, mikroorganisme di dalam tanah lebih diaktifkan terutama oleh mulsa alami.

Gambar 5.2 Penanaman sayuran dengan menggunakan mulsa plastik

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma. Chozin dan Sumatri (1982) melaporkan bahwa mulsa plastik hitam paling efektif menekan gulma dibandingkan dengan berbagai perlakuan mulsa lainnya. Perlakuan mulsa sekam atau jerami mampu menekan pertumbuhan gulma golongan daun lebar dan golongan rumput pada pembibitan tanaman vanili (Wahyuni, 1994). Penggunaan jerami padi efektif menekan gulma pada tanaman bawang putih (Widaryanto dan Damanhuri, 1990), tanaman nanas dan tanaman jahe (Djauhari dan Agus, 2001). Penggunaan mulsa jerami dan daun bambu dapat menekan populasi dan berat kering gulma pada pertanaman melon dengan tingkat penekanan terbaik pada aplikasi mulsa daun bambu 8 cm (Setiawan et al., 2005).

Tindakan kultur teknis lainnya antara lain pemakaian benih/bibit yang baik sehingga tanaman dapat bersaing dengan gulma yang tumbuh kemudian, pemupukan yang sesuai dosis dan tepat waktu siega tanaman tumbuh baik dan kuat bersaing, penyiangan dengan tujuan menghilangkan adanya kompetisi antara gulma dengan tanaman, serta pengaturan jarak tanaman yang tepat sehingga tanaman dapat memanfaatkan unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya bagi tanaman budidaya.