bab1-5

download bab1-5

of 20

Transcript of bab1-5

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Percobaan Isolasi minyak atsiri dari temu hitam (Curcuma aeruginosa) dilakukan dengan metode ekstraksi dingin (maserasi) dimana akuades sebagai pelarutnya. Dan selanjutnya ekstrak ini diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dimana fase gerak yang digunakan adalah larutan kloroform-benzen-etanol dengan perbandingan (45:45:10) dan n-heksan:etil asetat (8:2) dan menggunakan penampak bercak vanillin-asam sulfat.

1.2 Tujuan Percobaan1. Untuk mengetahui cara isolasi minyak atsiri yang tepat dari temu

hitam (Curcuma aeruginosa).2. Untuk mengetahui harga Rf dan kromatogram temu hitam (Curcuma

aeruginosa) secara kromatografi lapis tipis.

1.3 Manfaat Percobaan a. Dapat mengetahui cara isolasi minyak atsiri yang tepat dari temu hitam (Curcuma aeruginosa). b. Untuk mengetahui harga Rf dan kromatogram dari temu hitam (Curcuma aeruginosa) secara kromatografi lapis tipis.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Temu Hitam

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Zingiberales : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma aeruginosa (Stahl, 1985).

2

2.1.2 Sinonim -2.1.3 Nama Daerah Jawa temu ireng (Jawa), koneng hideung (Sunda), temo erang (Madura), temu item (Sumatera), temu erang (Melayu), temu hitam (Minangkabau), temu lotong (Bugis), temu leteng (Makassar), temu ireng (Bali). 2.1.4 Morfologi Helaian daun bentuknya bundar memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua dengan sisi kiri kanan ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah gelap atau lembayung, panjang 3184 cm, lebar 1018 cm. Bunganya bunga majemuk berbentuk bulir yang tandannya keluar langsung dari rimpang, panjang tandan 20 25 cm, bunga mekar secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar, pangkal daun pelindung berwarna putih, ujung daun pelindung berwarna ungu kemerahan. Mahkota bunga berwarna kuning (Stahl, 1985). Rimpangnya cukup besar dan merupakan umbi batang. Rimpang juga bercabang-cabang. Jika rimpang tua dibelah, tampak lingkaran berwarna biru kehitaman di bagian luarnya. Rimpang temu hitam mempunyai aroma yang khas. Perbanyakan dengan rimpang yang sudah cukup tua atau pemisahan rumpun (Stahl, 1985). 2.1.5 Kandungan dan Khasiat

3

Rimpang temu hitam mengandung minyak asiri, tanin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, a, , g-elemene, linderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, bisdemethyoxy -kurkumin. Khasiat temu hitam antara lain: menyuburkan kandungan, cacingan, ambeien, nyeri haid, peranakan turun, membersihkan darah setelah melahirkan, batuk, meningkatkan stamina, menambah nafsu makan, air kemih mngandung darah, menetralkan racun dalam tubuh, penyakit kulit misalnya koreng, kudis, borok, asma, sariawan. 2.2 Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah campuran alamiah lipofilik yang komponennya terdiri atas turunan isoprene. Sebagian besar dari komponen itu merupakan hidrokarbon hemi, mono, dan seskuiterpen serta turunannya. Disamping itu turunan fenilpropana dan ftalida termasuk minyak atsiri juga. Semua senyawa ini, yang dapat diisolasi dengan penyulingan uap air, berbeda strukturnya (rantai terbuka, mono dan bisiklik, dan sebagainya), jumlah dan letak ikatan rangkapnya, dan sifat gugus fungsinya. Sifat fisika minyak atsiri pun berbeda-beda, tergantung pada komposisinya (Stahl, 1985). Secara kimia, terpena minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 yang jangka titik didihnya berbeda (Harborne, 1987). 2.2.1 Analisis minyak atsiri 2.2.1.1 Kromatografi Gas Cair

4

Tidak disalahkan lagi bahwa KGC merupakan cara terpenting untuk menelaah minyak atsiri karena dengan sekali kerja KGC memungkinkan analisis kualitatif dan kuantitatif (Harborne, 1987). 2.2.1.2 Kromatografi Lapis Tipis Silica gel merupakan penjerap yang paling banyak digunakan dengan pengembang seperti benzene, kloroform, benzene-kloroform (1:1), dan benzeneetil asetat (19:1). Untuk analisis terpena yang mengandung oksigen (misalnya karvon) lapisan silica gel jangan diaktifkan dulu sebelum dipakai karena air yang ada membantu pemisahan (Harborne, 1987). Cara umum deteksi ialah menyemprot dengan larutan KMnO4 0,2% dalam air, antimony klorida dalam kloroform, H2SO4 pekat, atau vanillin-H2SO4 pekat. Pereaksi terakhir dibuat segar dengan menambahkan 8 ml etanol, sambil

didinginkan, kedalam 0,5 g vanillin dalam 2 ml H2SO4 pekat. Setelah disemprot plat dipanaskan pada 100-150 C sampai pembentukan warna sempurna. Ada pereaksi yang lebih sensitive terhadap terpena yang mempunyai gugus keton (2,4dinitro fenilhidrazin) (Harborne, 1987).

2.3 Ekstraksi 2.3.1 Maserasi Proses maserasi merupakan proses sederhana untuk mendapatkan ekstrak dan diuraikan dalam kebanyakan farmakope. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Proses yang paling sederhana hanya menuanngkan

5

pelarut pada simplisia. Sesudah mengatur waktu sehingga sesuai untuk tiap tiap bahan tanaman (simplisia), ekstrak dikeluarkan, dan ampas hasil ekstraksi dicuci dengan pelarut yang segar sampai didapat berat yang sesuai. Prosedur ini sama dengan pembuatan tingtur atau ekstrak khusus, dan kadang kadang merupakan satu satunya prosedur untuk tanaman yang mengandung zat berlendir (musilago) tinggi. Sebetulnya cara ini tidak begitu berguna karena tidak pernah dapat menarik zat berkhasiat dari tanaman secara sempurna. Ampas menahan sejumlah besar solute, yang untuk perolehanya harus dilakukan proses pemerasan (penekanan) atau cara sentrifugasi (Afifah, 2003). 2.3.2 Perkolasi Pada perkolasi sederhana dan berkesinambungan, sasaran proses biasanya adalah untuk menarik bahan berkhasiat dari tanaman secara total. Pada perkolasi sederhana, bahan berkhasiat diekstraksi sampai habis menggunakan pelarut segar. Proses ini merupakan proses yang memakanwaktu (lama) dan mahal karena dibutuhkan sejumlah besar pelarut yang bergantung pada beberapa parameter berikut : a. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan pelarut solute b. Kuantitas pelarut yang dibutuhkan untuk menghasilkan ekstraksi pertama dalam skala ekonomi yang memadai. c. Kuantitas pelarut yang dibutuhkan untuk mengencerkan secara sempurna kuantitas solut yang tertahan oleh ampas dari ekstraksi pertama (Afifah, 2003).

6

2.4 Kromatografi Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985). Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap) dan system larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya bekerja sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu, hal yang juga penting adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan, atmosfer bejana, dan lain lain (Stahl, 1985). Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Semua kromatografi

7

memiliki fase diam (dapat berupa padatan atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponenkomponen yang terdapat dalam campuran. Komponenkomponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan (Kantasubrata, 1993). 2.4.1 Fase Diam Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina (Kantasubrata, 1993). 2.4.2 Fase Gerak Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara

8

kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika) (Kantasubrata, 1993).

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

9

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, corong, pipet tetes, chamber, tutup chamber, pipa kapiler, kertas saring, alu dan lumpang, tissue, plastik dan karet, pisau, sudip, spatula, dan silica gel GF 254, vial, kromatografi lapis tipis.

3.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform, benzen, etanol 98%, n-heksan, etil asetat, dan pereaksi vanillin-asam sulfat.

3.3 Sampel Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa).

3.4 Prosedur 3.4.1 Isolasi minyak atsiri dari temu hitam Sampel yang telah dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan etanol. Dimaserasi selama 30 menit sambil dikocok. Selajutnya campuran disaring dan diperoleh filtrat yang mengandung minyak atsiri. 3.4.2 Pemisahan minyak atsiri dengan kromatografi lapis tipis Filtrat dikromatografi lapis tipis dengan dua macam pengembang (fase gerak) yaitu larutan kloroform-benzen-etanol 98% (45:45:10) dan larutan n-

heksan-etil asetat (8:2) . Dimana fase diam yang digunakan adalah silica gel GF 254.3.4.2.1

Pengembang larutan kloroform-benzen-etanol 98%

10

Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis bentuk pita, lalu dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase pengembang yaitu campuran larutan kloroform-benzen-etanol 98% (45:45:10). Setelah noda dari titik penotolan merambat sampai garis batas pegembangan keluarkan plat lapis tipis dari chamber dan dikeringkan. Lalu dilihat secara visual, diamati, dihitung harga Rf. Lalu disemprot plat lapis tipis tadi dengan pereaksi vanillin-asam sulfat. Diamati noda yang terbentuk dan dihitung harga Rf.3.4.2.2

Pengembang larutan n-heksan-etil asetat

Ekstrak ditotolkan pada plat lapis tipis bentuk pita, lalu dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase pengembang yaitu larutan nheksan - etil asetat (8:2). Setelah noda dari titik penotolan merambat sampai garis batas pegembangan keluarkan plat lapis tipis dari chamber dan dikeringkan. Lalu dilihat secara visual, diamati, dihitung harga Rf. Lalu disemprot plat lapis tipis tadi dengan pereaksi vanillin-asam sulfat. Diamati noda yang terbentuk dan dihitung harga Rf.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

11

4.1 Hasil 4.1.1 Kromatogram dengan larutan kloroform-benzen-etanol 98% Sebelum disemprot pereaksi Noda vanillin-asam sulfat Warna Noda Nilai Rf Tidak ada noda Sebelum disemprot pereaksi Noda 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 vanillin-asam sulfat Warna Noda Nilai Rf Coklat 0,06 Ungu 0,084

Coklat kemerahan 0,108 Merah 0,120

Coklat kemerahan 0,168 Pink Hitam Ungu muda Pink Jingga kemerahan Ungu Hijau Ungu Ungu tua Coklat keunguan 0,216 0,240 0,277 0,337 0,397 0,445 0,566 0,590 0,722 0,867

16 17

Ungu Coklat keunguan

0,927 0,963

4.1.1 Kromatogram dengan pengembang larutan n-heksan-etil asetat Sebelum disemprot pereaksi Sebelum disemprot pereaksi

12

Noda

vanillin-asam sulfat Warna Noda Nilai Rf Tidak ada noda -

Noda 1 2 3 4 5 6 7 8 9

vanillin-asam sulfat Warna Noda Nilai Rf Merah kecoklatan 0,037 Jingga Ungu tua 0,086 0,259

Coklat kemerahan 0,444 Pink Ungu Pink tua Hijau 0,506 0,629 0,765 0,888

Coklat kemerahan 0,962

4.2 Pembahasan Pada percobaan digunakan metode ekstraksi cara dingin. Hal ini disebabkan zat aktif yang akan diisolasi adalah minyak atsiri, dimana minyak atsiri merupakan suatu zat yang mudah menguap. Sehingga jika digunakan cara panas, kemungkinan minyak atsiri yang terdapat di dalam sampel menguap, selain itu kemungkinan minyak atsirinya rusak akibat suhu tinggi. Menurut Afifah (2003) ekstraksi minyak secara komersial umumnya dilakukan dengan pelarut menguap (solvent extraction). Dari percobaan diperoleh kromatogram temu hitam dalam dua pengembang yang berbeda-beda, dimana setelah disemprotkan dengan penampak bercak (vanillin-asam sulfat) noda yang dihasilkan jelas. Noda yang dihasilkan pada plat dengan pengembangan larutan kloroform-benzene-etanol 98% lebih banyak daripada noda pada plat dengan pengembang larutan n-heksan - etil asetat. Namun noda yang dihasilkan pada plat dengan pengembang larutan n-heksan -

13

etil asetat lebih baik dimana masing-masing nodanya dapat terpisah dengan baik dan tidak terjadi penumpukkan. Ini menunjukkan bahwa larutan n-heksan - etil asetat dinilai sebagai pengembang yang baik dalam mengembangkan senyawasenyawa kimia yang terkandung dalam minyak atsiri rimpang temu hitam. Berdasarkan warna noda yang dihasilkan setelah penyemprotan larutan vanillin-asam sulfat dapat dikatakan bahwa di dalam minyak atsiri temu hitam terdapat kadinena dan kadinol. Menurut Wagner et al. (1984) dalam penilitiannya sebelumnya menyebutkan bahwa pada penyemprotan dengan larutan vanillin-asam sulfat tampak warna ungu tua pada komponen kadinena dan kadinol. Vanilin-asam sulfat dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa atsiri (terpenoid, fenol dan turunannya serta fenilpropan) dengan mekanisme abstraksi H+ sehingga terbentuk senyawa ikatan rangkap terkonjugasi, peristiwa ini tidak terjadi sekaligus tetapi satu persatu secara berurutan yang menyebabkan warnanya semakin lama semakin tidak stabil, dapat juga untuk mendeteksi senyawa saponin yang ditunjukkan dengan adanya bercak berwarna biru, violet biru atau terkadang berwarna kekuningn bila diamati pada sinar biasa. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan1.

Isolasi temu hitam dilakukan dengan cara maserasi menggunakan

etanol 96 % sebagai pelarut, fase gerak yang digunakan adalah kloroform:benzen:etanol 96% (45:45:10) dan n-heksan:eti asetat (8:2) dan menggunakan plat lapis tipis sebagai fase diam.

14

2.

Dari hasil kromatogram dengan fase gerak n-heksan:etil asetat

(8:2) memiliki lebih banyak noda dibandingkan dengan fase gerak kloroform:benzen:etanol (45:45:10). Diperoleh warna bercak berwarna ungu setelah disemprot larutan vanillin asam sulfat yang menandakan terdapat golongan terpenoid. Ini menandakan adanya minyak atsiri dari temu hitam (Curcuma aeruginosa) . Dimana harga Rf dengan fase gerak kloroform:benzene:etanol (45:45:10) setelah penyemprotan adalah - Rf1 = 0,06 , warna noda coklat - Rf2 = 0,08 , warna noda ungu - Rf3 = 0,108 , warna noda coklat kemerahan - Rf4 = 0,12 , warna noda merah - Rf5 = 0,168 , warna noda coklat kemerahan - Rf6 = 0,216 , warna noda pink - Rf7 = 0,24 , warna noda hitam - Rf8 = 0,277 , warna noda ungu muda - Rf9 = 0,337 , warna noda pink - Rf10 = 0,397 , warna noda jingga kemerahan - Rf11 = 0,445 , warna noda ungu - Rf12 = 0,566 , warna noda hijau - Rf13 = 0,590 , warna noda ungu - Rf14 = 0,722 , warna noda ungu tua - Rf15 = 0,867 , warna noda coklat keunguan - Rf16 = 0,927 , warna noda ungu - Rf17 = 0,963 , warna noda coklat keunguan

15

Harga Rf dengan fase gerak n-heksan:etil asetat (8:2) setelah penyemprotan adalah - Rf1 = 0,037 , warna noda merah kecoklatan - Rf2 = 0,086, warna noda hijau - Rf3 = 0,259 , warna noda ungu tua - Rf4 = 0,444 , warna noda coklat kemerahan - Rf5 = 0,506 , warna noda pink - Rf6 = 0,629 , warna noda ungu - Rf7 = 0,765 , warna noda pink tua - Rf8 = 0,888 , warna noda hijau - Rf9 = 0,962 , warna noda coklat kemerahan

5.1 Saran a. Diharapkan praktikan dapat menotolkan bercak dengan lebih teliti agar diperoleh bercak yang bagus. b. Diharapkan digunakan juga rimpang lainnya selain temu hitam,misalnya jahe, temu giring.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, dr. Efi & Tim Lentera. (2003). Khasiat & manfaat temulawak: rimpang penyembuh aneka penyakit Sehat dengan ramuan tradisional Penulis Penerbit AgroMedia: Jakarta. Hal 7-8. Agusta, A. Perbandingan Komponen Kimia Rimpang Temu Hitam (Curcuma

16

aeruginosa Roxb.) Dan Temu Putih (C. zedoaria) yang Tumbuh di Indonesia dengan Gajutsu (C.zedoaria) Asal Jepang. Laboratorium Fitokimia, Bidang botani, Puslit Biologi-LIPI. Diakses 20 Oktober 2011. Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia.Penentuan cara modern menganalisis tumbuhan . Penerjemah: Padmawinata K dan Soediro I, Edisi II. Bandung: Penerbit ITB- Press. Hal 97-99. Kantasubrata, Julia. Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993. Situs Web Resmi Pusat Penelitian Kimia LIPI. Diakses 20 Oktober 2011. Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerbit ITB: Bandung. Hal 173-175. Wagner, H., Bladt, S., Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis, Springer Verlag Berlin Heidelberg. Hal 20-21.

17

LAMPIRAN

Batas Pengembangan Coklat keunguan Ungu Coklat keunguan

Ungu tua

Ungu Hijau

Ungu Pink

Jingga kemerahan

Hitam

Ungu muda Pink

Coklat Coklat kemerahan Coklat

Merah

Ungu Titik penotolan

Gambar 2. Kromatogram minyak atsiri temu hitam (Curcuma aeruginosa) Fase diam : Silika gel GF 254, Fase gerak : kloroform-benzen-etanol 98%, Penampak bercak : vanillin-asam sulfat

18

Batas Pengembangan Coklat kemerahan

Hijau Merah keunguan/pink tua

19

Ungu Pink Coklat kemerahan

Ungu tua

Jingga Merah kecoklatan Titik penotolan

Gambar 2. Kromatogram minyak atsiri temu hitam (Curcuma aeruginosa) Fase diam : Silika gel GF 254, Fase gerak : n heksan-etil asetat Penampak bercak : vanillin-asam sulfat

20