BAB1-5 KTI

56
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh penting terletak paling luar, yang membatasi lingkungan dalam dan luar tubuh manusia. Kulit merupakan lapisan utama untuk melindungi tubuh dari penyakit. Salah satu fungsi kulit adalah melindungi jaringan dari kerusakan fisik, pengatur panas, alat indera peraba, dan membantu kerja ginjal melalui mekanisme pengeluaran keringat. Penyakit kulit dapat disebabkan berbagai hal seperti jamur, virus, kuman, parasit hewan dll. Penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit hewani, yaitu pedikulosis, skabies dan Creeping disease, disebut sebagai zoonosis. Sebenarnya ini kurang tepat karena zoonosis berarti penyakit pada hewan yang ditularkan kepada manusia, padahal ketiga penyakit tersebut sebenarnya bukan penyakit pada hewan, akan lebih tepat disebut sebagai penyakit parasit hewani. 1

description

kulit

Transcript of BAB1-5 KTI

1

237

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKulit adalah organ tubuh penting terletak paling luar, yang membatasi lingkungan dalam dan luar tubuh manusia. Kulit merupakan lapisan utama untuk melindungi tubuh dari penyakit. Salah satu fungsi kulit adalah melindungi jaringan dari kerusakan fisik, pengatur panas, alat indera peraba, dan membantu kerja ginjal melalui mekanisme pengeluaran keringat. Penyakit kulit dapat disebabkan berbagai hal seperti jamur, virus, kuman, parasit hewan dll. Penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit hewani, yaitu pedikulosis, skabies dan Creeping disease, disebut sebagai zoonosis. Sebenarnya ini kurang tepat karena zoonosis berarti penyakit pada hewan yang ditularkan kepada manusia, padahal ketiga penyakit tersebut sebenarnya bukan penyakit pada hewan, akan lebih tepat disebut sebagai penyakit parasit hewani.1Skabies (The itch, Gudik, Budukan, Gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya. Gejala utama adalah rasa gatal pada malam hari. Lesi kulit berupa terowongan, papula, vesikula, terutama pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak, umbilicus, genitalia eksterna pria, areola mammae, telapak kaki dan telapak tangan. Skabies ditemukan hampir di semua negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies pada populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.1

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual).2Kebersihan atau higiene adalah lambang kepribadian seseorang. Jika tempat tinggalnya, pakaian dan keadaan tubuhnya, terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut adalah manusia yang bersih serta sehat.3 Manusia dapat terinfeksi oleh tungau skabies tanpa memandang umur, ras atau jenis kelamin dan tidak mengenal status sosial dan ekonomi, tetapi higiene yang buruk.4Sanitasi, menurut WHO adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Berdasarkan penelitian Wardhani (2007), 3.300 orang (84,6%) menderita skabies di Bandar Lampung. Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk, kekurangan air dan tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan, terutama di daerah kumuh dengan sanitasi yang sangat buruk. Skabies juga dapat disebabkan karena sanitasi yang buruk.5Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk dan pakaian.2Di Indonesia masih banyak ditemukan masyarakat sosial ekonomi menengah ke bawah, yang perilaku hidup bersihnya yang kurang serta kurang memadai ketersediaan sanitasi yang baik. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan pimpinan Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan didapatkan prevalensi anak-anak santri yang terkena skabies selama 9 bulan terakhir sekitar 50% dari semua populasi. Diperkirakan sanitasi lingkungan yang kurang bersih dan higiene yang kurang baik merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies di antara santri-santri Pondok Pesantren (Ponpes) Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hubungan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada santri-santri Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.

1.2. Rumusan MasalahAdakah hubungan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan UmumMengetahui angka kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.

1.3.2. Tujuan Khususa. Untuk menganalisis hubungan higiene perorangan dengan kejadian skabies pada santri-santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatanb. Untuk menganalisis hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies pada santri-santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan

1.4. Manfaat Penelitiana. Bagi PenelitiSebagai salah satu syarat kelulusan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang skin integument tentang faktor-faktor yang berhubungan dan cara penularan penyakit skabies.b. Bagi peneliti selanjutnyaSebagai pertimbangan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dan di harapkan dapat sebagai sumber kepustakaan.c. Bagi Pondok PesantrenMemberikan informasi dan edukasi kesehatan bagi warga Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan dan masyarakat sekitarnya pada umumnya.

1.5 Ruang LingkupMenyadari keterbatasan tenaga, waktu dan kemampuan penulis dalam penelitian ini, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian. Penelitian ini mulai di laksanakan pada Bulan Desember, yang akan diteliti adalah hubungan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies dan yang akan dijadikan subjek penelitian adalah santri Madrasah Tsanawiyah di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori2.1.1. Sarcoptes scabiei, Morfologi dan Cara penularannyaSarcoptes scabiei termasuk2 Filum: ArthropodaKelas: ArachnidaOrdo: AckarimaFamily: Sarcoptes Skabies (The itch, Gudik, Budukan, Gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis, yang juga terdapat pada kambing dan babi.2 Secara morfologik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.2Siklus hidup tungau ini sebagai berikut :Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang di buahi ini dapat hidup sebulan lamanya.2Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.2Tungau Sarcoptes scabiei melalui 4 tahap pertumbuhan dalam siklus hidupnya : telur, larva, nimfa, dewasa.1. Tungau dewasa meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur berbentuk oval dan mempunyai panjang 0,10-0,15 mm dan menetas dalam 3-4 hari.2. Setelah menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit luar dan bersembunyi di dalam lapisan stratum korneum. Stadium larva, yang muncul dari telur hanya memiliki 3 pasang kaki dan bertahan sekitar 3-4 hari.3. Kemudian larva berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki. Perubahan bentuk ini sedikit lebih besar dibanding dengan stadium larva sebelum nantinya akan berubah kebentuk dewasa. Larva dan nimfa sering ditemukan di kantung-kantung kulit atau dalam folikel rambut yang keliatannya sama dengan bentuk dewasa namun ukurannya lebih kecil.4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45 mm dan lebar 0,25-0,35 mm. Dan ukuran jantan sedikit lebih dari setengah ukuran betina. Perkawinan terjadi tungau jantan secara aktif masuk ke terowongan yang telah dibuat oleh tungau betina. Setelah terjadi kopulasi, tungau jantan mati atau dapat bertahan hidup beberapa hari dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru untuk meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung 1 bulan.2Cara penularan :1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual.2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain.2

Gambar 2.1 Tungau Sarcoptes scabiei 202.1.2. Epidemiologi SkabiesAda dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam IMS (Infeksi Menular Seksual).22.1.3. Patogenesis SkabiesKelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.2

Gambar 2.2 Tempat-tempat predileksi skabies202.1.4. Gejala Klinis SkabiesAda 4 tanda kardinal2 :1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala, penderita ini bersifat sebagai pembawa.3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule, eksoriasi dan lain-lain). Terowongan yang berkelok-kelok umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang di Indonesia. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis di buat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. Ada pendapat yang mengatakan penyakit ini merupakan The great imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding adalah : Prurigo, Pedikulosis korporis, Dermatitis dan lain-lain.

Gambar 2.3 Gambaran klinis skabies20

2.1.5. Penatalaksanaan SkabiesPengobatan :Syarat obat yang ideal2 :1. Efektif terhadap semua stadium tungau2. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian4. Mudah diperoleh dan harganya murahPengobatan melibatkan seluruh anggota keluarga yang harus diobati (termasuk penderita hiposensitisasi) guna mencegah penularan lebih lanjut.2Jenis obat topikal :1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain adalah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. 2. Emulsi benzyl-benzoat (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.3. Gama benzene heksa klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik di banding gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan.6. Higienitas perorangan dan lingkungan harus dijaga kebersihannya.7. Edukasi dan penyuluhan kesehatan masyarakat.2

2.1.6. Faktor yang Berhubungan Dengan Skabies1. SanitasiSanitasi menurut WHO adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan tubuh manusia. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas akan memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.6

Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman, antara lain:7 Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun Tidak berasa dan berbau Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Kementerian Kesehatan RIAir yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi: 6 Air Angkasa (hujan) Air Permukaan Air Tanah Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk, misalnya sesorang yang malas mandi, sering menggunakan pakaian bersamaan dengan orang lain dan tidak memperhatikan kebersihan tubuh serta lingkungan sekitarnya. Saat kekurangan air dan tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan, terutama di daerah kumuh dengan sanitasi yang sangat jelek merupakan faktor risiko terkena skabies. Skabies juga dapat disebabkan karena sanitasi yang buruk.5

2. PengetahuanPengetahuan berkaitan erat dengan perilaku manusia, yaitu sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber, misalnya media cetak, media elektronik, buku petunjuk atau kerabat dekat. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai kenyataan tersebut.8 Berdasarkan penelitian Khotimah (2006), hasil analisis memperoleh nilai P < 0,05. Nilai P < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian skabies. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor pengetahuan dapat mempengaruhi terjadinya skabies.8

3. Perekonomian yang rendahKasus skabies sekarang sudah jarang dan kadang-kadang sulit ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higiene pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek.9Pendapatan yang rendah dapat mempengaruhi pemenuhan bahan makanan yang bergizi dan obat-obatan. Keterbatasan ekonomi berarti ketidakmampuan daya beli keluarga yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik dan obat-obatan penunjang kesehatan.9

4. Higiene peroranganManusia dapat terinfeksi oleh tungau skabies tanpa memandang umur, ras atau jenis kelamin dan tidak mengenal status sosial dan ekonomi, tetapi higiene yang buruk.4 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengamanatkan perlunya upaya agar perbaikan kesehatan masyarakat ditingkatkan, antara lain melalui kebersihan dan kesehatan lingkungan.9 Kebersihan adalah lambang kepribadian seseorang; jika tempat tinggalnya, pakaian dan keadaan tubuhnya terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut adalah manusia yang bersih serta sehat. Yang termasuk dalam higiene perorangan misalnya : Tempat tinggal, pakaian dan jika pakaiannya sering digunakan secara bersamaan dengan orang lain merupakan faktor risiko terkena skabies, frekuensi mandi dalam sehari.3

5. Hubungan SeksualPenyakit skabies banyak diderita oleh laki-laki 57,26% dan perempuan 42,74%. Orang yang sering melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, merupakan populasi yang berisiko terkena skabies, penularannya melalui kontak tubuh.10 Penularan penyakit skabies melalui kontak langsung misalnya berjabat tangan, tidur bersama dalam satu tempat tidur dan hubungan seksual.11

6. Cara PenularanPenyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk dan pakaian.2 Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama di satu tempat yang relatif sempit. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. 21

2.2 Kerangka Teori

Sumber dan sarana air bersihSanitasi lingkungan

Higiene peroranganTempat tinggalPakaianFrekuensi mandi

Pengetahuan

Skabies

Perekonomian rendah

Hubungan seksual

Cara Penularan

Gambar 2.4 Kerangka Teori 6,8,9,21Keterangan : Tanda ( ) : Variabel yang di teliti dalam penelitian Tanda ( ) : Variabel yang tidak di teliti dalam penelitian

2.3 Kerangka KonsepKerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan konsep-konsep yang diamati atau akan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.12 Dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel IndependenVariabel Dependen

Higiene Perorangan

Skabies

Sanitasi Lingkungan

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

2.4 HipotesisHipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.13 Hipotesis juga diartikan sebagai dugaan sementara yang mungkin benar atau mungkin salah, akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika faktor-faktor membenarkannya. Peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :Ha : Ada hubungan higiene perorangan dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung SelatanHo : Tidak ada hubungan higiene perorangan dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung SelatanHa : Ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung SelatanHo : Tidak ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis PenelitianPenelitian ini berupa penelitian Deskriptif analitik Cross sectional untuk mengetahui hubungan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.

3.2 Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan pada Bulan Desember 2013.

3.3 Rancangan PenelitianRancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan Cross sectional yaitu variabel sebab atau risiko atau akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (pada waktu yang bersamaan).14

3.4 Subjek Penelitian3.4.1 PopulasiPopulasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek besar yang mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian.15 Populasi dalam penelitian ini yaitu santri Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan yang berjumlah 120 santri.3.4.2 Sampel dan Besar SampelSampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya.15 Populasi data yang di peroleh 120 santri. Pengambilan sampel menggunakan Teknik Slovin, yaitu : 16

n = N 1 + N(d)2Keterangan :n = Jumlah sampel yang dicariN = Jumlah Populasid = Taraf nyata 0,1

Proses perhitungan :n = 120 1 + 120 (0,1)2 = 55Berdasarkan perhitungan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 55 responden dengan kriteria :a. Kriteria Inklusi: Santri yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren Ulul Albab Seluruh santri Madrasah Tsanawiyah Santri yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi: Santri yang mengeluhkan gejala klinis skabies dengan gejala klinis penyakit kulit lainnya. Santri Madrasah Ibtidayah dan santri Madrasah Aliyah3.4.3 Cara Pengambilan SampelCara yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. Cara ini dilakukan karena jumlah populasi yang banyak dan anggota populasi bersifat homogen sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.14

3.5 Variabel PenelitianVariabel adalah suatu konsep yang dapat mewujud ke dalam dua atau lebih dari dua kesatuan variasi (hitungan atau ukuran).17 Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen)3.5.1 Variabel Independen Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.173.5.2 Variabel DependenVariabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah skabies.17

3.6 Definisi OperasionalDefinisi operasional adalah mendefinisikan variabel-variabel secara operasional dan berlandaskan karakteristik yang diamati.13 Penyusunan definisi operasional variabel perlu dilakukan karena akan menunjukkan alat pengambilan data mana yang cocok digunakan.12 Definisi operasional yang terkait dalam penelitian ini :

Tabel 1 Definisi OperasionalVariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

SkabiesMerupakan hasil pemeriksaan skabies yang diperiksa dengan gejala klinis yang dikeluhkan Kuesioner KuesionerKriteria : Tidak ada gejala ( 3 )Nominal

Higiene peroranganYang merupakan higiene perorangan : Frekuensi mandi Kebiasaan menggunakan handuk, sabun dan pakaian secara bersamaan Praktik menjemur pakaian, handuk dan kasur dibawah sinar matahari Frekuensi mengganti sprei

KuesionerKuesionerKriteria : Higiene baik ( 4 )Ordinal

Sanitasi LingkunganYang merupakan sanitasi lingkungan : Sumber air bersih yang digunakan oleh santri Sarana air bersih yang digunakan oleh santri Frekuensi menguras bak mandiKuesionerKuesionerKriteria : Sanitasi baik ( 1 ) Ordinal

3.7 Pengumpulan Data3.7.1 Metode KepustakaanMetode ini digunakan untuk mencari data dan teori yang berkenaan dengan penelitian ini. Data dan teorinya bersumber dari buku-buku, majalah, internet dan sebagainya.3.7.2 Metode LapanganMetode lapangan untuk mencari data dan informasi yang bersumber langsung dari tempat penelitian dengan cara membagikan kuesioner pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.3.8 Pengolahan DataPengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :191. EditingBertujuan untuk meneliti kelengkapan dan konsistensi jawaban dari lembaran observasi yang telah diisi oleh peneliti2. CodingPemberian kode pada atribut lembar kuesioner penelitian memudahkan untuk entry dan analisis data. Penelitian memberikan skor untuk penilaian skabies (variabel dependen) dan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan (variable independen)3. ProcessingTahap ini dilakukan dengan memproses data agar dapat dianalisis dan dilakukan dengan cara mengentri data dari lembar observasi melalui program komputer.4. CleaningCleaning data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri, apakah ada kesalahan atau tidak.

3.9 Analisis Data Data dianalisis dan diinterpretasikan dengan menguji hipotesis menggunakan program komputer SPSS 16 for windows dengan langkah sebagai berikut : 19 3.9.1 Analisis UnivariatBertujuan untuk menyajikan secara deskriptif dari variabel-variabel yang diteliti. Analisis yang bersifat univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari seluruh faktor yang terdapat dalam variabel masing-masing, baik variabel bebas maupun variabel terikat, untuk mendapatkan gambaran jawaban responden dan menjelaskan karakteristik masing-masing variabel.193.9.2 Analisis BivariatAnalisis bivariat digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel independen yaitu higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang mempengaruhi variabel dependen yaitu skabies. Karena variabel dependen dan independen pada penelitian ini adalah jenis kata dan kategorik, maka uji statistik yang digunakan adalah Uji Chi Square.19Uji Chi Square hanya digunakan pada data diskrit (data frekuensi atau data kategorik) atau data kontinu yang telah dikelompokkan menjadi kategorik. Dasar pengambilan keputusan adalah terbukti yang kemudian diolah dan dianalisis menggunakan komputer.19Derajat kesalahan yang digunakan data penelitian ini adalah 5% (taraf kepercayaan) untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistika digunakan batas 0,05 berarti jika P Value < 0,05 maka hasilnya bermakna yang artinya Ha diterima Ho ditolak dan jika P Value > 0,05 maka hasilnya tidak bermakna yang hasilnya Ha ditolak Ho diterima. Untuk mengetahui faktor risiko atau peluang ukuran Odds Ratio ( OR ) dimana OR membandingkan Odds pada kelompok terek- spose dengan Odds pada kelompok yang tidak terekspose.19

BAB 4HASIL dan PEMBAHASAN4.1 Hasil4.1.1 Analisis Univariat4.1.1.1 Kejadian Skabies Tabel 2Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung SelatanNoKejadian SkabiesJumlahPresentase

1Skabies4581,8

2Tidak Skabies1018,2

Jumlah55100,0

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan kejadian skabies, santri dengan gejala klinis skabies dengan presentase 81,8% lebih tinggi dibandingkan dengan santri yang tidak memiliki gejala klinis skabies dengan presentase 18,2%.

4.1.1.2 Higiene PeroranganTabel 3Distribusi Responden Berdasarkan Higiene Perorangan Santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung SelatanNoHigiene PeroranganJumlahPresentase

1Higiene Perorangan Baik1730,9

2Higiene Perorangan Buruk3869,1

Jumlah55100,0

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan tingkat higiene perorangan, santri dengan tingkat higiene perorangan yang baik dengan presentase 30,9% lebih rendah dibandingkan dengan santri dengan tingkat higiene perorangan yang buruk dengan presentase 69,1%.4.1.1.3 Sanitasi LingkunganTabel 4Distribusi Responden Berdasarkan Sanitasi Lingkungan Santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan

NoSanitasi LingkunganJumlahPresentase

1Sanitasi Lingkungan Baik2850,9

2Sanitasi Lingkngan Buruk2749,1

Jumlah55100,0

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan sanitasi lingkungan, santri dengan sanitasi lingkungan yang baik dengan presentase 50,9% lebih tinggi dibandingkan dengan santri dengan sanitasi lingkungan yang buruk dengan presentase 49,1%.

4.1.2 Analisis Bivariat4.1.2.1 Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian SkabiesTabel 5Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung SelatanSkabiesHigiene PeroranganJumlahp-valueOR95%Cl

BaikBuruk

n%n%n%0,0284,6361,103- 19,495

Tidak Skabies660,0440,010100

Skabies1124,43475,645100

Jumlah1730,93869,155100

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang tidak terkena skabies dengan higiene perorangan yang baik sebanyak 60,0%, dimana responden yang tidak terkena skabies dengan higiene perorangan yang buruk sebanyak 40,0%. Sedangkan responden yang terkena skabies dengan higiene perorangan yang baik sebanyak 24,4%, dimana responden yang terkena skabies dengan higiene perorangan yang buruk sebanyak 75,6%.Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,028 (lebih kecil dari nilai alpha 0,028 < 0,05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR= 4,6 artinya santri yang memiliki higiene perorangan yang buruk mempunyai risiko terkena skabies 4,6 kali dibandingkan dengan santri yang memiliki higiene perorangan yang baik. 4.1.2.2 Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Skabies Tabel 6Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati agung Lampung SelatanSkabiesSanitasi LingkunganJumlahp-valueOR95%Cl

BaikBuruk

n%n%n%0,00612,3161,436- 105,624

Tidak Skabies990,0110,010100

Skabies1942,22657,845100

Jumlah2850,92749,155100

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang tidak terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 90,0%, dimana responden yang tidak terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang buruk sebanyak 10,0%. Sedangkan responden yang terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 42,2%, dimana responden yang terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang buruk sebanyak 57,8%.Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,006 (lebih kecil dari nilai alpha 0,006 < 0,05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan. Dari hasil analisa juga diperoleh nilai OR= 12,3 artinya santri yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk mempunyai risiko terkena skabies 12,3 kali dibandingkan dengan santri yang memiliki sanitasi lingkungan yang baik.

4.2 Pembahasan4.2.1 SkabiesBerdasarkan tabel 2 dilaporkan bahwa responden berdasarkan kejadian skabies yaitu santri yang terkena skabies dengan presentase 81,8% lebih tinggi dibandingkan dengan santri yang tidak terkena skabies dengan presentase 18,2%. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor yang berhubungan seperti higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. Semakin baik higiene dan sanitasi lingkungan seseorang maka semakin terhindar pula seseorang tersebut dari penyakit kulit seperti skabies. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yasin di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009, mengatakan ada hubungan antara higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap penyakit skabies.22Menurut teori Handoko tahun 2010, mengatakan bahwa penyakit skabies sering menyerang usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat, misalnya asrama dan panti asuhan. Tambahan pula dalam kondisi hygiene yang tidak baik. Cara penularannya biasanya melalui perantara (benda), misalnya bantal, kasur dan pakaian.24.2.2 Hubungan Higiene Perorangan Dengan Kejadian SkabiesBerdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang tidak terkena skabies dengan higiene perorangan yang baik sebanyak 60,0%, dimana responden yang tidak terkena skabies dengan higiene perorangan yang buruk sebanyak 40,0%. Sedangkan responden yang terkena skabies dengan higiene perorangan yang baik sebanyak 24,4%, dimana responden yang terkena skabies dengan higiene perorangan yang buruk sebanyak 75,6%.Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,028 (lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,028 < 0,05) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara higiene perorangan dengan skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.Dalam penelitian yang dilakukan oleh Devi Dwi Rianti,dkk pada tahun 2011 di Kecamatan Asemrowo Surabaya mengatakan bahwa ada hubungan antara higiene perorangan dengan penyakit skabies dengan OR= 4,1 yang artinya orang dengan higiene perorangan yang buruk mempunyai risiko terkena skabies 4,1 kali dibandingkan dengan orang dengan higiene perorangan yang baik.23Menurut teori Muktihadid mengatakan bahwa, Kebersihan adalah lambing kepribadian seseorang; jika tempat tinggalnya, pakaian dan keadaan tubhnya terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut adalah manusia yang bersih serta sehat.3Handoko juga mengatakan, banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan perkembangan dermografik serta ekologik.2

4.2.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian SkabiesBerdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang tidak terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 90,0%, dimana responden yang tidak terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang buruk sebanyak 10,0%. Sedangkan responden yang terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 42,2%, dimana responden yang terkena skabies dengan sanitasi lingkungan yang buruk sebanyak 57,8%.Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,006 (lebih kecil dari nilai alpha yaitu 0,006 < 0,05) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan scabies pada santri di Pondok Pesantren lul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yasin di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah 2009, mengatakan bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan skabies dengan OR= 2,8 yang artinya santri dengan sanitasi lingkungan yang buruk mempunyai risiko terkena skabies 2,8 kali dibandingkan dengan santri dengan sanitasi lingkungan yang baik.22Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan hal hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan tubuh manusia. Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas akan memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.6BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Ulul Albab Kelurahan Banjar Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan terhadap 55 responden, dapat disimpulkan bahwa :1. Ada hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian skabies pada santri yaitu 34 responden dengan higiene perorangan yang buruk mengalami skabies diperoleh p-value 0,028, OR= 4,636, CI= 1,103 19,495.2. Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies pada santri yaitu 26 responden dengan sanitasi lingkungan yang buruk mengalami skabies diperoleh p-value 0,006, OR= 12,316, CI= 1,436 105,624.5.2 Saran1. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneruskan penelitian ini dengan menggunakan faktor-faktor yang lain dan mensosialisasikan faktor-faktor tersebut guna menambah informasi faktor-faktor yang berhubungan dengan skabies.2. Bagi fakultas agar dapat menunjang sarana penelitian kepada mahasiswa yang akan mengadakan penelitian.

3. Bagi warga Pondok Pesantren untuk dapat meningkatkan kebersihan lingkungan dan diri sendiri serta menjaga kesehatannya agar terhindar dari penyakit skabies dan penyakit kulit lainnya.