BAB V _5_e

16
77 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka yang dilaksanakan dari tanggal 18 Maret sampai 18 April 2014 di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka, dengan jumlah keseluruhan subyek penelitian 14 penderita tuberkulosis paru yang dibagi kedalam dua kelompok yang masing- masing 7 orang tiap kelompok. Hasil penelitian ini disajikan dalam dua bagian yaitu hasil analisa univariat dan analisa bivariat. 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Analisa Univariat 1. Rata-rata berat badan Sebelum perlakuan/pemberian telur 5.1 Tabel Rata-rata berat badan sebelum perlakuan Jumlah Subyek Rata-rata Berat badan Median Modus Min-Max Std. Deviasi BB Intervensi 7 43,71 43 - 33-54 7,017 BB Kontrol 7 47,13 46 50 40-56 5,305 Tabel 5.1 diatas menunjukkan keadaan berat badan pada kelompok intervensi dan kontrol sebelum diberikan perlakuan pemberian telur. Rata-rata berat badan pada kelompok intervensi 43,71 dengan nilai median 43, nilai minimum-maksimum 33-54, standar

description

eee

Transcript of BAB V _5_e

Page 1: BAB V _5_e

77

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh

pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru di

UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka yang dilaksanakan dari

tanggal 18 Maret sampai 18 April 2014 di UPTD Puskesmas Cingambul

Kabupaten Majalengka, dengan jumlah keseluruhan subyek penelitian 14

penderita tuberkulosis paru yang dibagi kedalam dua kelompok yang masing-

masing 7 orang tiap kelompok. Hasil penelitian ini disajikan dalam dua bagian

yaitu hasil analisa univariat dan analisa bivariat.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Analisa Univariat

1. Rata-rata berat badan Sebelum perlakuan/pemberian telur

5.1 Tabel Rata-rata berat badan sebelum perlakuan

Jumlah Subyek

Rata-rata Berat badan Median Modus Min-Max Std.

Deviasi BB Intervensi 7 43,71 43 - 33-54 7,017 BB Kontrol 7 47,13 46 50 40-56 5,305

Tabel 5.1 diatas menunjukkan keadaan berat badan pada

kelompok intervensi dan kontrol sebelum diberikan perlakuan

pemberian telur. Rata-rata berat badan pada kelompok intervensi 43,71

dengan nilai median 43, nilai minimum-maksimum 33-54, standar

Page 2: BAB V _5_e

78

deviasi 7,017 dan modus pada kelompok ini tidak ada. Sedangkan nilai

rata-rata di kelompok kontrol 47,13 dengan nilai median 46, nilai

modus 50, nilai minimum-maksimum 40-56 dan standar deviasi 5,305.

2. Rata-rata berat badan setelah perlakuan/pemberian telur

5.2 Tabel Rata-rata berat badan setelah perlakuan

Jumlah Subyek

Rata-rata Berat badan Median Modus Min-Max Std.

Deviasi BB Inetrvensi 7 45,29 44 - 35-55 6,800 BB Kontrol 7 47,86 47 47 40-56 5,398

Tabel 5.2 diatas menunjukkan keadaan berat badan pada

kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan perlakuan pemberian

telur selama 1 bulan. Rata-rata berat badan pada kelompok intervensi

45,29 dengan nilai median 44, nilai minimum-maksimum 35-55,

standar deviasi 6,800 dan modus pada kelompok ini tidak ada.

Sedangkan nilai rata-rata di kelompok kontrol 47,86 dengan nilai

median 47, nilai modus 47, nilai minimum-maksimum 40-56 dan

standar deviasi 5,398.

5.1.2 Analisa Bivariat

1. Pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita

tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten

Majalengka.

Page 3: BAB V _5_e

79

5.3 Tabel Hasil Uji paired sample t-test

Paired differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence interval of the

difference Lower Upper

Pair 1 InPre-InPost

-1,571 0,535 0,202 -2,066 -1,077 -7,778 6 0,000

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test untuk membandingkan

rata-rata dua variabel dalam satu group dengan derajat kepercayaan yang

digunakan adalah 95% atau dengan alpha 0,05.

Pada tabel diatas menujukan nilai signifikasi yang dihasilkan dari

uji paired sample t-test sebesar 0,000 (p < 0,05). Nilai signifikansi 2 tailed

(p value) sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpa 0,05 sehingga dapat

disimpulkan Ho ditolak. Dengan demikian, uji menunjukkan adanya

pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita

tuberkulosis paru.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Rata-rata berat badan sebelum perlakuan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita tuberkulosis

paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka rata-rata berat badan

sebelum perlakuan pada subyek penelitian di kelompok intervensi sebesar 43,71

dan di kelompok kontrol 47,14. Dengan berat badan terendah di kelompok

Page 4: BAB V _5_e

80

intervensi 33 kg dan tertinggi 54 kg, sedangkan berat badan terendah dikelompok

kontrol 40 kg dan tertinggi 56 kg.

Malnutrisi suatu keadaan umum yang kita dapat jumpai pada pasien

dengan penyakit kronik termasuk tuberkulosis paru yang terjadi pada masyarakat.

Pada berbagai kelompok penyakit kronik dapat kita jumpai terjadi malnutrisi,

pada penyakit paru kronis bisa mencapai 45%.(13)

Malnutrisi dapat menyebabkan immunodeficiency sekunder yang

meningkatkan kerentanan host terhadap infeksi. Pada pasien dengan TBC, itu

mengarah pada penurunan nafsu makan, nutrisi malabsorpsi, mikronutrien

malabsorpsi, dan metabolisme diubah mengarah ke pemborosan. Kedua,

malnutrisi protein-energi dan mikronutrien kekurangan meningkatkan risiko

TBC.(16) (17)

Pada umumnya penderita TB mengalami rendahnya asupan makanan yang

dikonsumsi, asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi

tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan

terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh pada pasien

tuberkulosis paru. Perubahan yang kompleks terjadi dalam metabolisme semua

macronutrients, yaitu protein, karbohidrat dan lemak. (21)

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan TB aktif lebih

mungkin menjadi sangat tipis (terbuang) atau memiliki indeks massa tubuh lebih

rendah (BMI = berat (kg) / ht (m2)) dari pada kontrol sehat. Selama proses

Page 5: BAB V _5_e

81

penurunan, biasanya ada kehilangan kedua lemak dan ramping (otot) jaringan,

dengan kehilangan bertahan selama beberapa bulan setelah mulai terapi anti-TB.(7)

Teori diatas sejalan dengan hasil penelitian Frredy panjaitan mengenai

karakteristik penderita tuberkulosis paru dewasa rawat inap di rumah sakit umum

Dr. Soedarso Pontianak priode September – November tahun 2010. Bahwa status

gizi sebagian besar subyek penelitiannya buruk, yatitu dengan hasil 36 orang

(80,0%) subyek memiliki IMT kurang dari 18,5 kg/m2. Hanya 9 orang (20,0%)

subyek yang memiliki IMT lebih dari 18,5 kg/m2.(8)

Penelitian yang sama dilakukan Hendro oslida martony di kecamatan lubuk

pakam tahun 2005 dengan judul efektifitas pengobatan strategi DOTS dan

pemberian telur terhadap penyembuhan dan peningkatan status gizi penderita tb

paru. Sampel pada penelitian ini berjumlah 12 orang, 6 orang pada kelompok

eksperimen dan 6 orang pada kelompok kontrol. Desain penelitian yang

digunakan eksperimental, pengolahan data secara manual dan analisa data secara

uji deskriptif. Dengan hasil rata-rata berat badan sebelum perlakuan pada

kelompok eksperimen 47,00 dan pada kelompok kontrol 53,83.(12)

Setelah perlakukan ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok

eksperimen 48,33 dan di kelompok kontrol 54,66. Dengan peningkatan rata-rata

berat badan sebelum dan sesudah perlakuan di kelompok eksperimen 1,33 kg dan

di kelompok kontrol 0,83 kg.(12)

Page 6: BAB V _5_e

82

Hasil rata-rata berat badan sebelum diberikan perlakuan baik pada

kelompok intervensi dan kontrol menunjukkan bahwa pasien tuberkulosis paru di

UPTD Puskesmas Cingambul dalam keadaan malnutrisi atau keadaan berat badan

pasien dibawah normal, dilihat dari berat badan pasien tuberkulosis di awal

perlakuan dikisaran 30-50 kg. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti

halnya penurunan nafsu makan dan intake makanan yang lebih disebabkan oleh

perjalanan penyakit itu sendiri dan asupan yang menurun sedangkan kebutuhan

sangat tinggi sehingga menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang

berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya

penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh pada pasien tuberkulosis

paru.

Keadaan rata-rata berat badan pada penelitian ini diperkuat dengan

penelitian-penelitian terdahulu tentang keadaan penderita tuberkulosis paru bahwa

berat badan penderita tuberkulosis paru cenderung dalam keadaan malnutrisi dan

bahkan ada yang berat badannya terus menurun. Kemudian pada penelitian ini

diketahui juga ada faktor yang mendukung lainnya seperti dari segi ketersediaan

pangan, faktor daya beli subyek penelitian dan ketidaktahuan penderita dalam

pentingnya asupan makanan yang bergizi sebagai bagian salah satu faktor penting

dalam proses penyembuhan penyakit tuberkulosis paru.

Hasil keadaan rata-rata berat badan penderita tuberkulosis paru dalam

keadaan malnutrisi menunjukkan adanya asupan makanan yang kurang

disebabkan oleh perjalanan penyakitnya sehingga diperlukan asupan makanan

Page 7: BAB V _5_e

83

bergizi dan seimbang dengan dikontrol asupan makanannya agar berat badan tidak

terus menurun.

5.2.2 Rata-rata berat badan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita tuberkulosis

paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka rata-rata berat badan

setelah perlakuan pada subyek penelitian di kelompok intervensi yang dilakukan

pemberian telur selama satu bulan dengan mengkonsumsi 2 butir telur perhari

didapatkan rata-rata berat badan sebesar 45,29. Sedangkan pada kelompok kontrol

yang tidak dilakukan pemberian telur didapatkan rata-rata berat badan sebesar

47,86. Dengan berat badan terendah di kelompok intervensi 35 kg dan tertinggi 55

kg, sedangkan berat badan terendah dikelompok kontrol 40 kg dan tertinggi 56 kg.

Penderita TB dikenal memiliki kerugian yang tinggi protein (nitrogen), yang

mungkin mengakibatkan malabsorpsi akibat diare, kehilangan cairan, elektrolit

dan cadangan nutrisi lainnya. Hal ini berdampak terhadap sistem imunitas dan

penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menjadi progessif yang mengakibatkan

perlambatan penyembuhan TB. Perbaikan malnutrisi dengan memberikan

makanan yang kuat dan tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan

perbaikan sel, mukosa jaringan serta integritas sel dan sistem imunitas sehingga

daya tahan meningkat dan menguntungkan pengobatan TB.(21)

Page 8: BAB V _5_e

84

Kebutuhan nutrisi terutama protein pada penderita tuberkulosis sangat

tinggi. Dijelaskan bahwa asupan protein dari diet adalah penting untuk mencegah

pemborosan toko tubuh (misalnya jaringan otot). memerlukan asupan 1,2-1,5 g

per kilogram berat badan atau 15% dari total energi harian intake atau sekitar 75 -

100 g per hari akan cukup. (21)

Dalam meningkatakan status gizi pada penderita TB paru perlu di

perhatikan pemberian asupan makanan yang memiliki kandungan protein komplet

atau protein dengan nilai biologis tinggi dan bermutu tinggi. Protein komplet

mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk

keperluan pertumbuhan.(9) jumlah asupan makanan perharinya diperhatikan

terutama asupan protein.

Protein punya peranan dalam menurunkan kadar lemak jahat dan

memperbesar massa otot dengan memperhatikan jenis nutrisi yang

terkandungnya. Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan yang kuat dan

tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan sel, mukosa

jaringan serta integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan meningkat

dan menguntungkan pengobatan TB.(21)

Dalam meningkatan berat badan prinsipnya menambah masa otot dengan

mengkonsumsi makanan berprotein tinggi, karbohidrat tinggi dan lemak sehat.

Protein sangat penting dalam proses penambahan berat badan, karena dengan

mengkonsumsi protein yang cukup. Berat badan akan didapatkan dari masa otot

yang bertambah.(19)

Page 9: BAB V _5_e

85

Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa

otot dilihat dari prinisp meningkatan berat badan. Pada penderita tuberkulosis

paru mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur

sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan

meningkatkan masa otot.(7) Kemudian dengan memperhatikan kondisi status gizi

penderita tuberkulosis paru dapat meningkatkan proses penyembuhan.

Hasil penelitian di tahun 2003 yang dilakuakan Hobertina Y. Omkarsba

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dan

protein dengan status gizi pasien tuberkulosis paru rawat inap di RS Paru dr. Ario

Wirawan Salatiga. Dengan hasil analitik 22 sampel(63,8%) IMT <17, 5 sampel

IMT 17,0 - 18,5 dan hanya 8 sampel yang mempunyai IMT 18,5-25 (normal).

TKE 27 sampel kategori baik (>100% AKG) dan 8 sampel sedang (80-99

%AKG). TKP semua pasien baik > 100 % AKG yang dikoreksi +15 %.(9)

Penelitian yang sama yaitu penelitian yang dilakukan Hendro oslida

martony di kecamatan lubuk pakam tahun 2005 dengan judul efektifitas

pengobatan strategi DOTS dan pemberian telur terhadap penyembuhan dan

peningkatan status gizi penderita TB paru. Sampel pada penelitian ini berjumlah

12 orang, 6 orang pada kelompok eksperimen dan 6 orang pada kelompok kontrol.

Desain penelitian yang digunakan eksperimental, pengolahan data secara manual

dan analisa data secara uji deskriptif. Dengan hasil rata-rata berat badan sebelum

perlakuan pada kelompok eksperimen 47,00 dan pada kelompok kontrol 53,83. (12)

Page 10: BAB V _5_e

86

Setelah perlakukan ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok

eksperimen 48,33 dan di kelompok kontrol 54,66. Dengan peningkatan rata-rata

berat badan sebelum dan sesudah perlakuan di kelompok eksperimen 1,33 kg dan

di kelompok kontrol 0,83 kg. (12)

Peningkatan berat badan pada kelompok intervensi yang signifikan ini

membuktikan bahwa dengan mengkontrol asupan makanan selama satu bulan

dengan mengkonsumsi telur 2 butir per hari pada makanan yang dikonsumsi

sehari-hari subyek penelitian terutama yang memiliki kandungan protein dapat

meningkatan berat badan. Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan

yang kuat dan tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan

sel, mukosa jaringan serta integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan

meningkat, kemudian pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk

memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat

badan dapat dicegah dengan pemenuhan energi yang dibutuhkan. Pada penelitian

Hobertina Y. Omkarsba di tahun 2003 memperkuat bahwa ada hubungan antara

asupan energi dan protein dengan status gizi pasien tuberkulosis paru. Dengan

melihat hasil rata-rata berat badan subyek penelitian sebelum perlakuan 43,71 dan

setelah dilakukan perlakuan menajdi 45,29, keadaan ini sama hal nya dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan di kecamatan lubupakam bahwa ada

peningkatan yang signifikan juga terhadap rata-rata berat badan sebelum

perlakuan dengan sesudah perlakuan.

Page 11: BAB V _5_e

87

Peningkatan berat badan pada kelompok kontrol tidak signifikan seperti

halnya pada pada kelompok intervensi, hal ini terlihat dari rata-rata berat badan di

kelompok kontrol sebelumnya 47,14 menjadi 47,86. Peningkatan yang tidak

signifikan pada kelompok kontrol karena pada kelompok ini tidak diberikan

intervensi pemberian telur 2 butir per hari selama 1 bulan dan hanya rutin

mengkonsumsi obat-obatan OAT yang bisa berdampak dari rutinya

pengonsumsian obat sehingga melemahkan kuman tuberkulosis di dalam tubuh

sehingga kebutuhan energi yang tinggi dapat diminimalisi dengan pola makan

yang biasa dikonsumsi. Maka pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan

untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan

berat badan pada pasien tuberkulosis paru dapat ditekan sehingga ada perbaikan

kondisi selama pengobatan dengan terjadinya peningakatan berat badan. Keadaan

ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Hendro oslida martony di

lubuk pakam bahwa pada kelompok kontrol peningkatan berat badan yang terjadi

tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok eksperimen.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan asupan makanan yang

dikontrol setiap hari terdapat perubahan rata-rata berat badan sehingga dianjurkan

bagi penderita tuberkulosis paru dalam proses pengobatan dapat memperhatikan

juga asupan makanan sehari-harinya baik makanan yang mengandung protein

tinggi maupun makanan yang bergizi supaya dapat mempertahankan atau

meningkatkan berat badan sehingga dapat meningkatkan status gizinya.

Page 12: BAB V _5_e

88

5.2.3 Pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita

tuberkulosis paru

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita tuberkulosis

paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka diperloleh data

bahwa ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Secara proporsi menunjukkan bahwa rata-rata berat badan pada

kelompok intervensi dari sebelum perlakuan 43.71 menjadi 45.29 dengan rata-rata

peningkatan berat badan sekitar 1,58 kg, sedangkan pada kelompok kontrol rata-

rata berat badan sebelum perlakuan 47.14 menjadi 47.86 dengan rata-rata

peningkatan berat badan adalah 0,72 kg.

Menambah berat badan bisa dengan memperhatikan jumlah asupan protein

yang dikonsumsi tiap harinya. Protein punya peranan dalam menurunkan kadar

lemak jahat dan memperbesar massa otot dengan memperhatikan jenis nutrisi

yang terkandungnya. Selain memperhatikan jenis nutrisi, juga bisa menempuh

cara menambah berat badan dengan menerapkan beberapa kiat hidup sehat tanpa

menggunakan obat-obatan yang belum tentu baik bagi tubuh.(21)

Berbagai sumber protein dengan kualitas yang baik dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan protein yang meningkat untuk penyembuhan TB seperti

daging, ikan, telur, susu dan kedelai (protein). Perbaikan status gizi dapat terjadi

dengan meningkatnya asupan makanan diikuti dengan peningkatan berat badan,

IMT,LILA, Trceps, biceps dan kadar albumin. Hal ini akan memberikan hasil

pengobatan yang optimal. Kebutuhan energi dan protein yang tinggi disertai

Page 13: BAB V _5_e

89

dengan penyuluhan gizi akan mempercepat proses penyembuhan, terutama pada

penderita malnutrisi. (21)

Telur merupakan salah satu protein yang nilai biologis tinggi (sempurna),

asam amino lengkap dan mudah dicerna dimanan fungsi protein adalah sebagai

zat pembangun, pengganti sel-sel yang mati dan sebagai protein strukural, sebagai

bagian badan-badan inti, sebagai mekanisme pertahanan tubuh, sebagai zat

pengatur, sebagai sumber energi dan sebagai penyimpanan dan meneruskan sifat-

sifat keturunan dalam bentuk genes. (10)

Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa

otot dilihat dari prinisp meningkatan berat badan. Pada penderita tuberkulosis

paru mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur

sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan

meningkatkan masa otot.(7) Kemudian dengan memperhatikan kondisi status gizi

penderita tuberkulosis paru dapat meningkatkan proses penyembuhan.

Berdasarkan hasil penelitian Hobertina Y. Omkarsba dengan judul

penelitiannya tentang hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi

pasien tuberkulosis paru rawat inap RS dr. Ario wirawan Salatiga menjelaskan

dengan meningkatakan status gizi pada penderita TB paru perlu di perhatikan

Pemberian asupan makanan yang memiliki kandungan protein komplet atau

protein dengan nilai biologis tinggi dan bermutu tinggi. Protein komplet

mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk

keperluan pertumbuhan. (9)

Page 14: BAB V _5_e

90

Hasil penelitian di tahun 2003 menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara asupan energi dan protein dengan status gizi pasien tuberkulosis

paru rawat inap di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Dengan hasil analitik 22

sampel(63,8%) IMT <17, 5 sampel IMT 17,0 - 18,5 dan hanya 8 sampel yang

mempunyai IMT 18,5-25 (normal). TKE 27 sampel kategori baik (>100% AKG)

dan 8 sampel sedang (80-99 %AKG). TKP semua pasien baik > 100 % AKG yang

dikoreksi +15 %.(9)

Penelitian yang hampir sama yaitu penelitian yang dilakukan Hendro oslida

martony di kecamatan lubuk pakam tahun 2005 dengan judul efektifitas

pengobatan strategi DOTS dan pemberian telur terhadap penyembuhan dan

peningkatan status gizi penderita tb paru. Sampel pada penelitian ini berjumlah 12

orang, 6 orang pada kelompok eksperimen dan 6 orang pada kelompok kontrol.

Desain penelitian yang digunakan eksperimental, pengolahan data secara manual

dan analisa data secara uji deskriptif. Dengan hasil rata-rata berat badan sebelum

perlakuan pada kelompok eksperimen 47,00 dan pada kelompok kontrol 53,83. (12)

Setelah perlakukan ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok

eksperimen 48,33 dan di kelompok kontrol 54,66. Dengan peningkatan rata-rata

berat badan sebelum dan sesudah perlakuan di kelompok eksperimen 1,33 kg dan

di kelompok kontrol 0,83 kg.(12)

Perbandingan hasil rata-rata peningkatan berat badan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol, menujukkan bahwa dengan kelompok yang

diintervensi selama 1 bulan dengan mengkonsumsi telur 2 butir perharinya terjadi

Page 15: BAB V _5_e

91

peningkatan berat badan yang rata-ratanya lebih tinggi dari kelompok kontrol.

Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa otot

dilihat dari prinisp meningkatan berat badan, penderita tuberkulosis paru yang

mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur

sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan

meningkatkan masa otot. Karena telur merupakan salah satu protein yang nilai

biologis tinggi (sempurna), asam amino lengkap dan mudah dicerna dimana

fungsi protein adalah sebagai zat pembangun, pengganti sel-sel yang mati dan

sebagai protein strukural, sebagai bagian badan-badan inti, sebagai mekanisme

pertahanan tubuh, sebagai zat pengatur, sebagai sumber energi dan sebagai

penyimpanan dan meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk genes.

Kenaikan rata-rata berat badan pada kelompok intervensi sebesar 1,58 kg

dan kelompok kontrol 0,72 kg setelah satu bulan penelitian di UPTD Puskesmas

Cingambul menujukan ada perbedaan peningkatan antara kelompok intervensi

dan kelompok kontrol. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan di Lubuk pakam

menunjukkan hal yang sama dengan peningkatan rata-rata berat badan pada

kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrolnya.

Hasil rata-rata kenaikan berat badan pada penelitian selama 1 bulan ini, bisa

ditarik kesimpulan bahwa dengan mengkonsumsi telur terutama protein sebagai

tambahan makanan dengan teratur dapat meningkatkan berat badan. Kemudian

apa bila ditunjang dengan asupan makanan yang bergizi selain protein akan

menghasilkan peningkatan status gizi yang lebih maksimal.

Page 16: BAB V _5_e

92

Hasil uji paired sample t-test dengan derajat kepercayaan yang digunakan

adalah 95% atau dengan alpha 0,05. Dengan nilai signifikasi yang dihasilkan dari

uji paired sample t-test sebesar 0,000 (p < 0,05). Nilai signifikansi 2 tailed (p

value) sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpa 0,05 sehingga dapat disimpulkan

Ho ditolak. Dengan demikian, uji menunjukkan adanya pengaruh pemberian telur

terhadap peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru.

Dengan hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian telur

terhadap peningkatan berat badan pada penderita tuberkulosis paru. Sehingga

dengan hasil tersebut maka peneliti dapat memberikan saran kepada penderita

tuberkulosis paru dalam proses penyembuhan penyakitnya dapat diikuti dengan

memperhatikan asupan makananya sebagai komponen dalam proses

penyembuhan dan tidak hanya mengandalkan dari pengobatan kuratifnya.