BAB V

24
BAB V HASIL PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi, Desa Puroo berjarak 74 km dari Kota Palu dengan jumlah penduduk 936 orang, 234 kepala keluarga dan mayoritas pekerjaan masyarakat 90% sebagai petani, luas wilayah 6.000 meter persegi, dengan batas : 1. Timur : Berbatasan dengan desa Langko 2. Utara : Berbatasan dengan Desa Langko 3. Selatan : Berbatasan Degan Desa Namo, Kec. Kulawi 4. Barat : Berbatasan Dengan Desa Salua Tempat/ fasilitas Umum : 1. Puskesdes 2. Rumah Adat (Lobo) 3. Sekolah 3 (Tiga) 4. Rumah Ibadah 3 (Tiga) 36

description

bab v

Transcript of BAB V

Page 1: BAB V

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi,

Desa Puroo berjarak 74 km dari Kota Palu dengan jumlah penduduk 936

orang, 234 kepala keluarga dan mayoritas pekerjaan masyarakat 90%

sebagai petani, luas wilayah 6.000 meter persegi, dengan batas :

1. Timur : Berbatasan dengan desa Langko

2. Utara : Berbatasan dengan Desa Langko

3. Selatan : Berbatasan Degan Desa Namo, Kec. Kulawi

4. Barat : Berbatasan Dengan Desa Salua

Tempat/ fasilitas Umum :

1. Puskesdes

2. Rumah Adat (Lobo)

3. Sekolah 3 (Tiga)

4. Rumah Ibadah 3 (Tiga)

5. Kantor Desa/ Balai desa

Penelitian ini berlangsung selama 1 minggu yaitu dari tanggal 21

sampai 28 Januari 2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana pada penelitian ini

untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

kepala keluarga terhadap pencegahan penyakit schistosomiasis di Desa

36

Page 2: BAB V

37

Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi. Besarnya sampel yang diteliti sebanyak 37

orang respoden (cluster sampling).

Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data

yang dimulai dari editing, koding dan tabulasi. Selanjutnya data dianalisa

secara univariat dan bivariat, kemudian beberapa data tersebut dapat

disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini.

2. Karakteristik Umum Responden

a. Data Demografi Kepala Keluarga

Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Data Demografi Umur Kepala Keluarga Terhadap

Pencegahan Schistososmiasis di Desa Puroo

Sumber Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 5.1 diatas diperoleh gambaran tentang

karakteristik responden dimana umur kepala keluarga 20-30 tahun

13,5%, 31-40 tahun 16,2%, 41-50 tahun 37,8%, 51- 60 tahun 24% dan

61-71 tahun 8,1%.

Umur Kepala Keluarga f(Frekuensi)

%(Persentase)

20-30 Tahun 5 13,531-40 Tahun 6 16,241-50 Tahun 14 37,851-60 Tahun 9 24,361-71 Tahun 3 8,1

Total 37 100

Page 3: BAB V

38

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Data Demografi Pendidikan Kepala Keluarga

Terhadap Pencegahan Schistososmiasis di DesaPuroo

Sumber Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 5.2 diatas diperoleh gambaran tentang

karakteristik responden dimana pendidikan kepala keluarga lebih

banyak berpendidikan SD yaitu 23 orang (62%), dan sisanya SMP 3

orang (8,1%), SMA 9 orang (24%) dan S1 2 orang (5,4%).

Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Data Demografi Pekerjaan Kepala Keluarga

Terhadap Pencegahan Schistososmiasis di DesaPuroo

Sumber Data Primer 2015

Pendidikan Kepala Keluarga

f(Frekuensi)

%(Persentase)

SD 23 62,2SMP / Sederajat 3 8,1SMA/ Sederajat 9 24,3

S1 2 5,4Total 37 100

Pekerjaan Kepala Keluarga

f(Frekuensi)

%(Persentase)

Tani 37 100Total 37 100

Page 4: BAB V

39

Berdasarkan tabel 5.3 diatas diperoleh gambaran tentang

karakteristik responden dimana pekerjaan kepala keluarga lebih

banyak atau keseluruhan bekerja sebagai petani yaitu 37 orang (100%).

3. Analisa Univariat

a. Pengetahuan Kepala Keluarga

Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Pengetahuan Kepala Keluarga Terhadap

Pencegahan Schistosomiasis di Desa Puroo

Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa distribusi

pengetahuan kepala keluarga yang berpengetahuan baik lebih banyak

yaitu 20 orang (54,1%), sedangkan yang berpengetahuan kurang baik

yaitu 17 orang (45,9%).

b. Sikap Kepala KeluargaTabel 5.5

Distribusi Frekuensi Sikap Kepala Keluarga Terhadap Pencegahan Schistosomiasis di Desa Puroo

Pengetahuan Kepala Keluarga

f(Frekuensi)

%(Persentase)

Baik 20 54,1Kurang Baik 17 45,9

Total 37 100

Sikap Kepala Keluarga

f(Frekuensi)

%(Persentase)

Baik 23 62,2Kurang Baik 14 37,8

Total 37 100

Page 5: BAB V

40

Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa distribusi

sikap kepala keluarga yang baik lebih banyak yaitu 23 orang (62,2%),

sedangkan yang bersikap kurang baik yaitu 14 orang (37,8%).

c. Perilaku Kepala KeluargaTabel 5.6

Distribusi Frekuensi Perilaku Kepala Keluarga Terhadap Pencegahan Schistosomiasis di Desa Puroo

Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa distribusi

perilaku kepala keluarga yang berperilaku baik lebih banyak yaitu 19

orang (51,4%), sedangkan yang berperilaku kurang baik yaitu 18 orang

(48,6%).

4. Analisa Bivariat

Untuk menilai hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

kepala keluarga terhadap pencegahan penyakit Schistosomiasis di Desa

Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi, maka dilakukan analisa bivariat dengan

menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan 5% (α =

Perilaku Kepala Keluarga

f(Frekuensi)

%(Persentase)

Baik 19 51,4Kurang Baik 18 48,6

Total 37 100

Page 6: BAB V

41

0,05) atau interval kepercayaan 95%, maka ketentuan bahwa pengetahuan

dan sikap dengan perilaku pencegahan terhadap penyakit Schistosomiasis

dikatakan mempunyai hubungan yang bermakna jika p < 0,05.

a. Hubungan variabel pengetahuan dengan perilaku pencegahan terhadap

penyakit Schistosomiasis

Tabel 5.7Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap

Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi

Pengetahuan

Perilaku Pencegahan Penyakit Schistosomiasis

Jumlahp α

Baik Kurang Baikn %

N % N %

Baik 14 37,8 6 16,2 20 54,10,01

40,05Kurang Baik 5 13,5 12 32,4 17 45,9

Jumlah 19 51,3 18 48,6 37 100

Sumber : Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa terdapat 14 responden

(37,8%) yang berpengetahuan baik dan perilaku pencegahan penyakit

Schistosomiasis tergolong kategori baik. Sedangkan terdapat 12

responden (32,4%) yang berpengetahuan kurang baik dan perilaku

pencegahan penyakit Schistosomiasis tergolong kategori kurang baik.

Berdasarkan nilai hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,014 yang

Page 7: BAB V

42

berarti kurang dari α (0,05). Demikian dapat dikatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku

pencegahan penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab.

Sigi, sehingga dapat di simpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima.

b. Hubungan variabel sikap dengan perilaku pencegahan terhadap

penyakit Schistosomiasis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.8Hubungan Sikap dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap

Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi

Sikap

Perilaku Pencegahan Penyakit

SchistosomiasisJumlah

p αBaik

Kurang Baik N %

N % N %

Baik 15 40,5 8 21,6 23 62.2

0,031 0,05Kurang Baik 4 10,8 10 27,1 14 37.8

Jumlah 19 51,3 18 48,6 37 100 Sumber : Data Primer Tahun 2015

Berdasarkan tabel 5.8, didapatkan bahwa terdapat 15 responden

(40,5%) yang bersikap baik dan perilaku pencegahan penyakit

Schistosomiasis tergolong kategori baik. Sedangkan terdapat 10

responden (27,1%) yang bersikap kurang baik dan perilaku

pencegahan penyakit Schistosomiasis tergolong kategori kurang baik.

Berdasarkan nilai hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,031 yang

Page 8: BAB V

43

berarti kurang dari α (0,05). Demikian dapat dikatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku pencegahan

penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi. Dengan

demikain dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dan disesuaikan

dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui adanya hubungan antara

pengetahuan dan sikap dengan perilaku kepala keluarga terhadap pencegahan

penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi, maka

pembahasan hasil penelitian diuraikan sebagai berikut :

1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap

Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi

Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa dari 20 responden yang

berpengetahuan baik menunjukkan ada 14 (37,8%) responden yang

berperilaku baik dan 6 (16,2%) yang berperilaku kurang baik dalam

pencegahan penyakit schistosomiasis. Sedangkan dari 17 responden yang

berpengetahuan kurang baik menunjukkan ada 5 (13,5%) yang berperilaku

baik dan 12 (32,4%) yang berperilaku kurang baik dalam melakukan

pencegahan schistosomiasis. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan

menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa ada hubungan yang

Page 9: BAB V

44

bermakna antara pengetahuan dengan perilaku kepala keluarga terhadap

pencegahan penyakit dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% (p =

0,014 < α = 0,05). Demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara sikap dengan perilaku pencegahan penyakit

Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi. Jadi H0 ditolak dan

Ha diterima.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsi

yang mengatakan bahwa konsep pengetahuan yang baik tentang

schistosomiasis tersebut tidak selamanya memberikan efek baik terhadap

upaya pencegahan penyakit, dimana didapatkan masyarakat lindu tidak

melakukan pencegahan terhadap schistosomiasis meskipun mereka

memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis penyakit ini

baik dari segi penyebab, gejala, dan penularan.

Hal ini juga tidak sejalan dengan apa yang dikatakan Ni Nyoman

Verdiana dalam penelitiannya yang mengatakan pengetahuan tidak

bermakna dengan perilaku mencegah penularan meskipun proporsi

perilaku kurang lebih tinggi pada kelompok dengan pengetahuan kurang

(66,9%) dibandingkan dengan pengetahuan baik (54,9%).

Menurut pendapat peneliti responden yang berpengetahuan baik

dan perilaku baik dalam pencegahan penyakit schistosomiasis karena

peduli terhadap kesehatannya dan peduli terhadap berbagai informasi yang

diberikan, menggunakan alat pelindung diri saat ke sawah, serta tingkat

pendidikan responden yang rata-rata SMA. Sebaliknya masih ada

Page 10: BAB V

45

responden yang berpengetahuan kurang baik dan berperilaku kurang baik

dalam melakukan pencegahan penyakit schistosomiasis dikarenakan

tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang penyakit schistosomiasis

masih rendah. Sebagian responden tidak mengetahui dengan benar apa

penyebab schistosomiasis, penularannya, gejalanya, serta pencegahannya.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa pernyataan kuesioner mengenai

pencegahan penyakit schistosomiasis belum dapat dijawab dengan benar

serta perilaku yang kurang baik dapat dilihat dari masih kurangnya kepala

keluarga yang memakai alat pelindung diri saat mendekati fokus keong.

Hal ini dikarenakan rasa malas dan tidak adanya keinginan, serta

dikarenakan beberapa faktor penghambat yang juga mempengaruhi

perilaku pencegahan penyakit seperti kurangnya motivasi untuk

menggunakan alat pelindung diri (sepatu boat) pada saat berada di sawah,

tingkat pendidikan yang masih terbilang rendah, pekerjaan mayoritas

responden sebagai petani yang sangat dekat berada di area infeksi dan lain

sebagainya. Terdapat pula responden yang berpengetahuan baik namun

berperilaku kurang baik, ini dikarenakan faktor kebiasaan responden

beraktifitas dan bekerja di area sawah tidak menggunakan alas kaki serta

alat pelindung diri seperti sepatu boat. Sebaliknya terdapat pula responden

yang berpengetahuan kurang baik namun berperilaku baik, ini di

karenakan kurangnya ikut serta responden dalam penyuluhan penyakit

schistosomiasis yang diadakan namun dalam kesehariannya perilakunya

masih tergolong baik dalam hidup bersih dan sehat.

Page 11: BAB V

46

Benyamin Bloom dalam teori Taksonomi Bloom mengatakan

pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni : Awareness , interest, evaluation, trial, dan adaption.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

Menurut Lewrence Green perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor

utama yaitu salah satunya faktor predisposisi (predisposing factor) dimana

mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, dan

tradisi kepercayaan masyarakat terhadap beberapa hal yang berkaitan

dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat social ekonomi, dan sebagainya. Disamping itu kadang

kadang kepercayaan, tradisi dan system nilai masyarakat juga dapat

mendorong atau menghambat seseorang dalam berperilaku kesehatan.

Beberapa faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujutnya

perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

Page 12: BAB V

47

Tingkatan pendidikan kepala keluarga di Desa Puroo masih

terbilang rendah yaitu 62,2% dalam tingkatan sekolah dasar (SD).

Rendahnya tingkatan pendidikan di masyarakat ternyata juga

mempengaruhi peran serta dalam pembangunan kesehatan. Hal ini dapat

dilihat dari persepsi kepala keluarga yang masih salah dalam pencegahan

penyakit schistosomiasis, masih banyak kepala keluarga yang tidak

mengetahui secara jelas dan pasti apa penyebab, tanda, gejala, serta

pencegahannya. Oleh karena itu sangatlah penting bagi dinas terkait untuk

memberikan lebih banyak informasi dan motivasi tentang pencegahan

penyakit Schistosomiasis sehingga diharapkan dengan pengetahuan yang

tinggi dan adanya motivasi dari dinas terkait tentang pencegahan penyakit

Schistosomiasis, maka kepala keluarga tersebut memiliki keinginan untuk

menggunakan alat pelindung diri (sepatu boat), penggunaan sarana air

bersih pada saat berada di sawah (focus keong) karena pengetahuan

tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menumbuhkan suatu perilaku

(tindakan).

Kesimpulan dari paparan di atas menunjukan bahwa terdapatnya

hkaitan yang erat tentang pengetahuan kepala keluarga terhadap perilaku

pencegahan penyakit schistosomiasis, dimana semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat perilaku

pencegahan terhadap penyakit schistosomiasis. Namun dalam mendukung

keberhasilan program pemberantasan schistosomiasis, sangat diperlukan

perubahan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit tersebut.

Page 13: BAB V

48

Untuk berperilaku sehat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan

dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan dukungan dari pihak

pihak terkait dalam peningkatan tingkatan pendidikan masyarakat.

2. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap

Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi

Menurut hasil analisis bivariat diperoleh bahwa dari 23 resonden

yang mempunyai sikap baik menunjukkan ada 15 (40,5%) responden yang

berperilaku baik dan 8 (21,6%) yang berperilaku kurang baik dalam

pencegahan penyakit schistosomiasis. Sedangkan dari 14 responden yang

mempunyai sikap kurang baik menunjukkan ada 4 (10,8%) yang

berperilaku baik dan 10 (27,1%) yang berperilaku kurang baik dalam

melakukan pencegahan schistosomiasis. Dari hasil uji statistik yang

dilakukan dengan menggunakan uji chi square diperoleh bahwa ada

hubungan yang bermakana antara sikap dengan perilaku kepala keluarga

terhadap pencegahan penyakit dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 5%

(p = 0,031 < α = 0,05).

Hal ini sejalan dengan penelitian Neydi Candra, yang mengatakan

bahwa dengan pengalaman dan stimulant yang berulang-ulang ini orang

secara sadar atau tidak sadar akan memiliki kecakapan teknis serta

terampil dalam menghadapi segala bentuk kehidupannya masyarakat

termasuk kehidupan untuk hidup sehat. Semakin banyak pengalaman

seseorang tentang kemampuan teknis dan praktek dalam suatu kehidupan,

Page 14: BAB V

49

akan dapat meningkatkan daya nalar sesorang untuk bertingkahlaku atau

merubah perilaku ke arah yang lebih baik.

Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Siti Nurjannah

dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap sikap adalah lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial budaya dan ekonomi. Dimana faktor lingkungan menjadi faktor

yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Pendapat peneliti mengatakan bahwa ada hubungan antara sikap

dengan perilaku kepala keluarga terhadap pencegahan penyakit

Schistosomiasis, karena sikap yang muncul di sini biasa diartikan apabila

sikap semakin baik akan cenderung untuk menggunakan alat pelindung

diri (sepatu boat), kebiasaan mencuci dan pemanfaatan sumber air pada

saat berada di sawah (focus keong), Sedangkan sikap yang kurang baik

terhadap pencegahan schistosomiasis akan bersifat sebaliknya. Sikap

kurang baik juga terlihat dari beberapa pernyataan yang diberikan masih

belum dapat dijawab dengan benar. Masih ada saja kepala keluarga yang

menyikapi penyakit schistosomiasis itu sebagai penyakit biasa yang bisa

sembuh dengan sendirinya setelah meminum obat yang dibagikan.

Terdapat pula responden yang bersikap baik namun berperilaku kurang

baik, ini dikarenakan adanya faktor lingkungan yang tidak mendukung

responden dalam berperilaku baik pencegahan, dimana seluruh area

bekerja responden yang mayoritas sebagai petani berada sangat dekat

dengan area infeksi schistosomiasis. Sebaliknya terdapat pula responden

Page 15: BAB V

50

yang bersikap kurang baik namun berperilaku baik, ini di karenakan

kurangnya penyampaian informasi yang jelas tentang pencegahan

schistosomiasis kepada responden.

Skinner dalam teori S-O-R mengatakan bahwa perilaku manusia

dibagi menjadi 2, salah satunya yaitu perilaku tertutup dimana perilaku

yang tidak dapat diamati oleh orang lain, seperti perasaan, presepsi, dan

perhatian. Dimana teori lain juga yang dikemukakan oleh Newcomb, salah

seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktifitas, akan tetapi merupakan suatu predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sejalan juga dengan beberapa batasan sikap yang disimpulkan oleh

Notoatmodjo dari beberapa kutipan, bahwa manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku tertutup.

Kemungkinan dalam hal ini masih ada faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku, seperti halnya pekerjaan dan lingkungan. Dimana

hasil penelitian menunjukan jenis pekerjaan kepala keluarga 100% adalah

sebagai petani dengan demikian tingkat infeksi schistosomiasis pada

manusia lebih rentan terjadi. Selain itu ada faktor lingkungan yang mejadi

bagian terpenting dalam siklus hidup infeksi cacing schistosoma, dimana

area focus keong O.h Lindoensis sebagai perantara schistosomiasis itu

Page 16: BAB V

51

berada di area sekitar sawah tempat dimana para petani beraktifitas setiap

hari dalam bekerja.

Dari paparan diatas peneliti menyimpulkan bahwa adanya kaitan

antara sikap dengan perilaku kepala keluarga dalam hal ini sebagai subjek

terdekat dari infeksi schistosomiasis, dimana semakin tinggi tingkatan

sikap seseorang maka semakin tinggi pula tingkat perilaku pencegahan

terhadap penyakit schistosomiasis. untuk itu dorongan motifasi serta

contoh dan acuan dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas

kesehatan sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan program

pemberantasan schistosomiasis. Sedangkan ada juga faktor lain yang

menjadi pendukung adanya hubungan perilaku pencegahan yaitu pekerjaan

dan lingkungan.