BAB V
description
Transcript of BAB V
![Page 1: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi,
Desa Puroo berjarak 74 km dari Kota Palu dengan jumlah penduduk 936
orang, 234 kepala keluarga dan mayoritas pekerjaan masyarakat 90%
sebagai petani, luas wilayah 6.000 meter persegi, dengan batas :
1. Timur : Berbatasan dengan desa Langko
2. Utara : Berbatasan dengan Desa Langko
3. Selatan : Berbatasan Degan Desa Namo, Kec. Kulawi
4. Barat : Berbatasan Dengan Desa Salua
Tempat/ fasilitas Umum :
1. Puskesdes
2. Rumah Adat (Lobo)
3. Sekolah 3 (Tiga)
4. Rumah Ibadah 3 (Tiga)
5. Kantor Desa/ Balai desa
Penelitian ini berlangsung selama 1 minggu yaitu dari tanggal 21
sampai 28 Januari 2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana pada penelitian ini
untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku
kepala keluarga terhadap pencegahan penyakit schistosomiasis di Desa
36
![Page 2: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/2.jpg)
37
Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi. Besarnya sampel yang diteliti sebanyak 37
orang respoden (cluster sampling).
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data
yang dimulai dari editing, koding dan tabulasi. Selanjutnya data dianalisa
secara univariat dan bivariat, kemudian beberapa data tersebut dapat
disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini.
2. Karakteristik Umum Responden
a. Data Demografi Kepala Keluarga
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Data Demografi Umur Kepala Keluarga Terhadap
Pencegahan Schistososmiasis di Desa Puroo
Sumber Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 5.1 diatas diperoleh gambaran tentang
karakteristik responden dimana umur kepala keluarga 20-30 tahun
13,5%, 31-40 tahun 16,2%, 41-50 tahun 37,8%, 51- 60 tahun 24% dan
61-71 tahun 8,1%.
Umur Kepala Keluarga f(Frekuensi)
%(Persentase)
20-30 Tahun 5 13,531-40 Tahun 6 16,241-50 Tahun 14 37,851-60 Tahun 9 24,361-71 Tahun 3 8,1
Total 37 100
![Page 3: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/3.jpg)
38
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Data Demografi Pendidikan Kepala Keluarga
Terhadap Pencegahan Schistososmiasis di DesaPuroo
Sumber Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 5.2 diatas diperoleh gambaran tentang
karakteristik responden dimana pendidikan kepala keluarga lebih
banyak berpendidikan SD yaitu 23 orang (62%), dan sisanya SMP 3
orang (8,1%), SMA 9 orang (24%) dan S1 2 orang (5,4%).
Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Data Demografi Pekerjaan Kepala Keluarga
Terhadap Pencegahan Schistososmiasis di DesaPuroo
Sumber Data Primer 2015
Pendidikan Kepala Keluarga
f(Frekuensi)
%(Persentase)
SD 23 62,2SMP / Sederajat 3 8,1SMA/ Sederajat 9 24,3
S1 2 5,4Total 37 100
Pekerjaan Kepala Keluarga
f(Frekuensi)
%(Persentase)
Tani 37 100Total 37 100
![Page 4: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/4.jpg)
39
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diperoleh gambaran tentang
karakteristik responden dimana pekerjaan kepala keluarga lebih
banyak atau keseluruhan bekerja sebagai petani yaitu 37 orang (100%).
3. Analisa Univariat
a. Pengetahuan Kepala Keluarga
Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Pengetahuan Kepala Keluarga Terhadap
Pencegahan Schistosomiasis di Desa Puroo
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa distribusi
pengetahuan kepala keluarga yang berpengetahuan baik lebih banyak
yaitu 20 orang (54,1%), sedangkan yang berpengetahuan kurang baik
yaitu 17 orang (45,9%).
b. Sikap Kepala KeluargaTabel 5.5
Distribusi Frekuensi Sikap Kepala Keluarga Terhadap Pencegahan Schistosomiasis di Desa Puroo
Pengetahuan Kepala Keluarga
f(Frekuensi)
%(Persentase)
Baik 20 54,1Kurang Baik 17 45,9
Total 37 100
Sikap Kepala Keluarga
f(Frekuensi)
%(Persentase)
Baik 23 62,2Kurang Baik 14 37,8
Total 37 100
![Page 5: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/5.jpg)
40
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa distribusi
sikap kepala keluarga yang baik lebih banyak yaitu 23 orang (62,2%),
sedangkan yang bersikap kurang baik yaitu 14 orang (37,8%).
c. Perilaku Kepala KeluargaTabel 5.6
Distribusi Frekuensi Perilaku Kepala Keluarga Terhadap Pencegahan Schistosomiasis di Desa Puroo
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa distribusi
perilaku kepala keluarga yang berperilaku baik lebih banyak yaitu 19
orang (51,4%), sedangkan yang berperilaku kurang baik yaitu 18 orang
(48,6%).
4. Analisa Bivariat
Untuk menilai hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku
kepala keluarga terhadap pencegahan penyakit Schistosomiasis di Desa
Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi, maka dilakukan analisa bivariat dengan
menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan 5% (α =
Perilaku Kepala Keluarga
f(Frekuensi)
%(Persentase)
Baik 19 51,4Kurang Baik 18 48,6
Total 37 100
![Page 6: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/6.jpg)
41
0,05) atau interval kepercayaan 95%, maka ketentuan bahwa pengetahuan
dan sikap dengan perilaku pencegahan terhadap penyakit Schistosomiasis
dikatakan mempunyai hubungan yang bermakna jika p < 0,05.
a. Hubungan variabel pengetahuan dengan perilaku pencegahan terhadap
penyakit Schistosomiasis
Tabel 5.7Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap
Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi
Pengetahuan
Perilaku Pencegahan Penyakit Schistosomiasis
Jumlahp α
Baik Kurang Baikn %
N % N %
Baik 14 37,8 6 16,2 20 54,10,01
40,05Kurang Baik 5 13,5 12 32,4 17 45,9
Jumlah 19 51,3 18 48,6 37 100
Sumber : Data Primer Tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa terdapat 14 responden
(37,8%) yang berpengetahuan baik dan perilaku pencegahan penyakit
Schistosomiasis tergolong kategori baik. Sedangkan terdapat 12
responden (32,4%) yang berpengetahuan kurang baik dan perilaku
pencegahan penyakit Schistosomiasis tergolong kategori kurang baik.
Berdasarkan nilai hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,014 yang
![Page 7: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/7.jpg)
42
berarti kurang dari α (0,05). Demikian dapat dikatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku
pencegahan penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab.
Sigi, sehingga dapat di simpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima.
b. Hubungan variabel sikap dengan perilaku pencegahan terhadap
penyakit Schistosomiasis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.8Hubungan Sikap dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap
Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi
Sikap
Perilaku Pencegahan Penyakit
SchistosomiasisJumlah
p αBaik
Kurang Baik N %
N % N %
Baik 15 40,5 8 21,6 23 62.2
0,031 0,05Kurang Baik 4 10,8 10 27,1 14 37.8
Jumlah 19 51,3 18 48,6 37 100 Sumber : Data Primer Tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.8, didapatkan bahwa terdapat 15 responden
(40,5%) yang bersikap baik dan perilaku pencegahan penyakit
Schistosomiasis tergolong kategori baik. Sedangkan terdapat 10
responden (27,1%) yang bersikap kurang baik dan perilaku
pencegahan penyakit Schistosomiasis tergolong kategori kurang baik.
Berdasarkan nilai hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,031 yang
![Page 8: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/8.jpg)
43
berarti kurang dari α (0,05). Demikian dapat dikatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku pencegahan
penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi. Dengan
demikain dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dan disesuaikan
dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui adanya hubungan antara
pengetahuan dan sikap dengan perilaku kepala keluarga terhadap pencegahan
penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi, maka
pembahasan hasil penelitian diuraikan sebagai berikut :
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap
Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi
Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa dari 20 responden yang
berpengetahuan baik menunjukkan ada 14 (37,8%) responden yang
berperilaku baik dan 6 (16,2%) yang berperilaku kurang baik dalam
pencegahan penyakit schistosomiasis. Sedangkan dari 17 responden yang
berpengetahuan kurang baik menunjukkan ada 5 (13,5%) yang berperilaku
baik dan 12 (32,4%) yang berperilaku kurang baik dalam melakukan
pencegahan schistosomiasis. Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan
menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa ada hubungan yang
![Page 9: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/9.jpg)
44
bermakna antara pengetahuan dengan perilaku kepala keluarga terhadap
pencegahan penyakit dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% (p =
0,014 < α = 0,05). Demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara sikap dengan perilaku pencegahan penyakit
Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi. Jadi H0 ditolak dan
Ha diterima.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsi
yang mengatakan bahwa konsep pengetahuan yang baik tentang
schistosomiasis tersebut tidak selamanya memberikan efek baik terhadap
upaya pencegahan penyakit, dimana didapatkan masyarakat lindu tidak
melakukan pencegahan terhadap schistosomiasis meskipun mereka
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis penyakit ini
baik dari segi penyebab, gejala, dan penularan.
Hal ini juga tidak sejalan dengan apa yang dikatakan Ni Nyoman
Verdiana dalam penelitiannya yang mengatakan pengetahuan tidak
bermakna dengan perilaku mencegah penularan meskipun proporsi
perilaku kurang lebih tinggi pada kelompok dengan pengetahuan kurang
(66,9%) dibandingkan dengan pengetahuan baik (54,9%).
Menurut pendapat peneliti responden yang berpengetahuan baik
dan perilaku baik dalam pencegahan penyakit schistosomiasis karena
peduli terhadap kesehatannya dan peduli terhadap berbagai informasi yang
diberikan, menggunakan alat pelindung diri saat ke sawah, serta tingkat
pendidikan responden yang rata-rata SMA. Sebaliknya masih ada
![Page 10: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/10.jpg)
45
responden yang berpengetahuan kurang baik dan berperilaku kurang baik
dalam melakukan pencegahan penyakit schistosomiasis dikarenakan
tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang penyakit schistosomiasis
masih rendah. Sebagian responden tidak mengetahui dengan benar apa
penyebab schistosomiasis, penularannya, gejalanya, serta pencegahannya.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa pernyataan kuesioner mengenai
pencegahan penyakit schistosomiasis belum dapat dijawab dengan benar
serta perilaku yang kurang baik dapat dilihat dari masih kurangnya kepala
keluarga yang memakai alat pelindung diri saat mendekati fokus keong.
Hal ini dikarenakan rasa malas dan tidak adanya keinginan, serta
dikarenakan beberapa faktor penghambat yang juga mempengaruhi
perilaku pencegahan penyakit seperti kurangnya motivasi untuk
menggunakan alat pelindung diri (sepatu boat) pada saat berada di sawah,
tingkat pendidikan yang masih terbilang rendah, pekerjaan mayoritas
responden sebagai petani yang sangat dekat berada di area infeksi dan lain
sebagainya. Terdapat pula responden yang berpengetahuan baik namun
berperilaku kurang baik, ini dikarenakan faktor kebiasaan responden
beraktifitas dan bekerja di area sawah tidak menggunakan alas kaki serta
alat pelindung diri seperti sepatu boat. Sebaliknya terdapat pula responden
yang berpengetahuan kurang baik namun berperilaku baik, ini di
karenakan kurangnya ikut serta responden dalam penyuluhan penyakit
schistosomiasis yang diadakan namun dalam kesehariannya perilakunya
masih tergolong baik dalam hidup bersih dan sehat.
![Page 11: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/11.jpg)
46
Benyamin Bloom dalam teori Taksonomi Bloom mengatakan
pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni : Awareness , interest, evaluation, trial, dan adaption.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Menurut Lewrence Green perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu salah satunya faktor predisposisi (predisposing factor) dimana
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, dan
tradisi kepercayaan masyarakat terhadap beberapa hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat social ekonomi, dan sebagainya. Disamping itu kadang
kadang kepercayaan, tradisi dan system nilai masyarakat juga dapat
mendorong atau menghambat seseorang dalam berperilaku kesehatan.
Beberapa faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujutnya
perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
![Page 12: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/12.jpg)
47
Tingkatan pendidikan kepala keluarga di Desa Puroo masih
terbilang rendah yaitu 62,2% dalam tingkatan sekolah dasar (SD).
Rendahnya tingkatan pendidikan di masyarakat ternyata juga
mempengaruhi peran serta dalam pembangunan kesehatan. Hal ini dapat
dilihat dari persepsi kepala keluarga yang masih salah dalam pencegahan
penyakit schistosomiasis, masih banyak kepala keluarga yang tidak
mengetahui secara jelas dan pasti apa penyebab, tanda, gejala, serta
pencegahannya. Oleh karena itu sangatlah penting bagi dinas terkait untuk
memberikan lebih banyak informasi dan motivasi tentang pencegahan
penyakit Schistosomiasis sehingga diharapkan dengan pengetahuan yang
tinggi dan adanya motivasi dari dinas terkait tentang pencegahan penyakit
Schistosomiasis, maka kepala keluarga tersebut memiliki keinginan untuk
menggunakan alat pelindung diri (sepatu boat), penggunaan sarana air
bersih pada saat berada di sawah (focus keong) karena pengetahuan
tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menumbuhkan suatu perilaku
(tindakan).
Kesimpulan dari paparan di atas menunjukan bahwa terdapatnya
hkaitan yang erat tentang pengetahuan kepala keluarga terhadap perilaku
pencegahan penyakit schistosomiasis, dimana semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat perilaku
pencegahan terhadap penyakit schistosomiasis. Namun dalam mendukung
keberhasilan program pemberantasan schistosomiasis, sangat diperlukan
perubahan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit tersebut.
![Page 13: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/13.jpg)
48
Untuk berperilaku sehat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan
dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan dukungan dari pihak
pihak terkait dalam peningkatan tingkatan pendidikan masyarakat.
2. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Kepala Keluarga terhadap
Pencegahan Penyakit Schistosomiasis di Desa Puroo Kec. Lindu Kab. Sigi
Menurut hasil analisis bivariat diperoleh bahwa dari 23 resonden
yang mempunyai sikap baik menunjukkan ada 15 (40,5%) responden yang
berperilaku baik dan 8 (21,6%) yang berperilaku kurang baik dalam
pencegahan penyakit schistosomiasis. Sedangkan dari 14 responden yang
mempunyai sikap kurang baik menunjukkan ada 4 (10,8%) yang
berperilaku baik dan 10 (27,1%) yang berperilaku kurang baik dalam
melakukan pencegahan schistosomiasis. Dari hasil uji statistik yang
dilakukan dengan menggunakan uji chi square diperoleh bahwa ada
hubungan yang bermakana antara sikap dengan perilaku kepala keluarga
terhadap pencegahan penyakit dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 5%
(p = 0,031 < α = 0,05).
Hal ini sejalan dengan penelitian Neydi Candra, yang mengatakan
bahwa dengan pengalaman dan stimulant yang berulang-ulang ini orang
secara sadar atau tidak sadar akan memiliki kecakapan teknis serta
terampil dalam menghadapi segala bentuk kehidupannya masyarakat
termasuk kehidupan untuk hidup sehat. Semakin banyak pengalaman
seseorang tentang kemampuan teknis dan praktek dalam suatu kehidupan,
![Page 14: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/14.jpg)
49
akan dapat meningkatkan daya nalar sesorang untuk bertingkahlaku atau
merubah perilaku ke arah yang lebih baik.
Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Siti Nurjannah
dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap sikap adalah lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial budaya dan ekonomi. Dimana faktor lingkungan menjadi faktor
yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Pendapat peneliti mengatakan bahwa ada hubungan antara sikap
dengan perilaku kepala keluarga terhadap pencegahan penyakit
Schistosomiasis, karena sikap yang muncul di sini biasa diartikan apabila
sikap semakin baik akan cenderung untuk menggunakan alat pelindung
diri (sepatu boat), kebiasaan mencuci dan pemanfaatan sumber air pada
saat berada di sawah (focus keong), Sedangkan sikap yang kurang baik
terhadap pencegahan schistosomiasis akan bersifat sebaliknya. Sikap
kurang baik juga terlihat dari beberapa pernyataan yang diberikan masih
belum dapat dijawab dengan benar. Masih ada saja kepala keluarga yang
menyikapi penyakit schistosomiasis itu sebagai penyakit biasa yang bisa
sembuh dengan sendirinya setelah meminum obat yang dibagikan.
Terdapat pula responden yang bersikap baik namun berperilaku kurang
baik, ini dikarenakan adanya faktor lingkungan yang tidak mendukung
responden dalam berperilaku baik pencegahan, dimana seluruh area
bekerja responden yang mayoritas sebagai petani berada sangat dekat
dengan area infeksi schistosomiasis. Sebaliknya terdapat pula responden
![Page 15: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/15.jpg)
50
yang bersikap kurang baik namun berperilaku baik, ini di karenakan
kurangnya penyampaian informasi yang jelas tentang pencegahan
schistosomiasis kepada responden.
Skinner dalam teori S-O-R mengatakan bahwa perilaku manusia
dibagi menjadi 2, salah satunya yaitu perilaku tertutup dimana perilaku
yang tidak dapat diamati oleh orang lain, seperti perasaan, presepsi, dan
perhatian. Dimana teori lain juga yang dikemukakan oleh Newcomb, salah
seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi merupakan suatu predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sejalan juga dengan beberapa batasan sikap yang disimpulkan oleh
Notoatmodjo dari beberapa kutipan, bahwa manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku tertutup.
Kemungkinan dalam hal ini masih ada faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku, seperti halnya pekerjaan dan lingkungan. Dimana
hasil penelitian menunjukan jenis pekerjaan kepala keluarga 100% adalah
sebagai petani dengan demikian tingkat infeksi schistosomiasis pada
manusia lebih rentan terjadi. Selain itu ada faktor lingkungan yang mejadi
bagian terpenting dalam siklus hidup infeksi cacing schistosoma, dimana
area focus keong O.h Lindoensis sebagai perantara schistosomiasis itu
![Page 16: BAB V](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/5695d0451a28ab9b0291c2ad/html5/thumbnails/16.jpg)
51
berada di area sekitar sawah tempat dimana para petani beraktifitas setiap
hari dalam bekerja.
Dari paparan diatas peneliti menyimpulkan bahwa adanya kaitan
antara sikap dengan perilaku kepala keluarga dalam hal ini sebagai subjek
terdekat dari infeksi schistosomiasis, dimana semakin tinggi tingkatan
sikap seseorang maka semakin tinggi pula tingkat perilaku pencegahan
terhadap penyakit schistosomiasis. untuk itu dorongan motifasi serta
contoh dan acuan dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas
kesehatan sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan program
pemberantasan schistosomiasis. Sedangkan ada juga faktor lain yang
menjadi pendukung adanya hubungan perilaku pencegahan yaitu pekerjaan
dan lingkungan.