BAB IV & V

download BAB IV & V

of 31

Transcript of BAB IV & V

44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PAMBAHASAN 4.1. Siklus I 4.1.1. Permasalahan Yang menjadi masalah dalam penelitian ini sesuai latar belakang masalah adalah tingkat berpikir kritis siswa yang masih rendah, yaitu : 1. Dalam keterampilan menganalisis (menguraikan soal menjadi bagian-bagian yang sederhana serta memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut) 2. Dalam keterampilan mensintesis (memadukan elemen-elemen yang diketahui pada soal menjadi struktur baru ) 3. Dalam keterampilan memecahkan masalah (memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahn dan memecahkan masalah) 4. Dalam keterampilan menyimpulkan (menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap untuk sebuah kesimpulan dengan memberdayakan pengetahuan yang dimiliki) 4. Dalam keterampilan mengevaluasi atau menilai (mengidentifikasi kesalahan pada penyelesaian soal ) Masalah diatas diperoleh dari hasil tes diagnostik yang diberikan saat melakukan observasi. Tes ini diberikan dengan tujuan untuk mengetahui apakah benar berpikir kritis ini merupakan masalah di SMP N 6 Pematangsiantar. Dari hasil yang diperoleh memang benar bahwa siswa masih memiliki tingkat berpikir kritis yang masih rendah. 4.1.2. Tahap Perencanaan Tindakan Sesuai permasalahan yang telah ada yaitu rendahnya kemampuan berpikir kritis matematika siswa maka dirancang alternatif pemecahan masalah yang juga merupakan perencanaan tindakan yaitu : a. Guru membuat skenario pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah b. Guru menyusun Lembar Aktivitas Siswa (LAS) sesuai dengan pokok bahasan lingkaran

45

c. Guru menyusun soal-soal untuk tes berpikir kritis matematika siswa d. Membuat lembar observasi guru untuk mengamati kondisi kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dengan pembelajaran berbasis masalah 4.1.3. Pelaksanaan Tindakan I Pemberian tindakan adalah dengan melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan materi yang diajarkan adalah lingkaran. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : a. Fase 1 (Orientasi siswa pada masalah) Menginformasikan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan selama proses pembelajaran. Memberikan motivasi dengan mengkaitkan materi lingkaran dengan kehidupan sehari-hari. Memberikan permasalahan dan pertanyaan mengenai kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi lingkaran. b. Fase 2 (Mengorganisasikan siswa untuk belajar) Membagikan siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4 orang secara heterogen Memberikan soal dalam LAS sebagai masalah Memotivasi siswa untuk menyelesaikan soal yang jenis soal sesuai kategori pada berpikir kritis c. Fase 3 (Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok) Mengarahkan siswa dalam kelompok melakukan kerjasaman yang baik, dimana setiap anggota kelompok harus mendapat bagian dalam menyelesaikan masalah Guru membimbing siswa dalam kelompok yang berkesulitan dalam menyelesaikan soal dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk menuntun siswa.

46

Dengan arahan guru, siswa memperoleh gagasan tentang apa yang akan mereka pelajari untuk memecahkan masalah Siswa menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah diperoleh setelah mempelajari lingkaran. d. Fase 4 (Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja) Guru membimbing siswa merencanakan dan menyiapkan bahan presentasi di depan kelas. Guru menentukan kelompok yang memaparkan hasil diskusi yang diperoleh. Kelompok penyaji memaparkan hasil diskusi yang diperoleh di depan kelas. e.Fase 5 (Menganalisi dan mengevaluasi proses pemecahan masalah) Guru memberikan kesempatan kepada kelompok yang bukan penyaji mengajukan pertanyaan (memberi tanggapan) tahap penguraian (rincian) yang belum tepat. Kelompok penyaji menanggapi pertanyaan yang diberikan. Guru menyimpulkan hasil analisis dan evaluasi. Pada akhir tindakan I siswa diberi tes berpikir kritis I yang dikerjakan secara individual, untuk melihat hasil dari berpikir kritis siswa dan untuk mengetahui bagian mana dari materi yang kurang dipahami siswa atau yang belum tuntas. 4.1.4. Analisis Data Hasil Siklus I 4.1.4.1. Hasil Tes Berdasarkan hasil jawaban siswa pada tes berpikir kritis I dideskripsikan ketuntasan belajar siswa terhadap indikator-indikator dari kemampuan berpikir kritis siswa yaitu : 1. Kategori I : Soal analisis (menganalisis soal) Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal analisis (menganalisis soal) diperoleh 24 orang dari 40 siswa atau 60,0 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 16 orang atau 40,0 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

47

Tabel 4.1 Deskripsi kemampuan siswa menjawab soal-soal analisis (menganalisis soal) dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori I) `Banya k Siswa 24 16 40 2. Persentase banyak siswa 60,0 % 40,0 % 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar Nilai ratarata60,63

Kategori II : Soal sintesis (mensintesis soal)

Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal sintesis (mensintesis soal) diperoleh 26 orang dari 40 siswa atau 65 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 14 orang atau 35 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Deskripsi kemampuan siswa menjawab soal-soal sintesis (mensintesis soal) dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori II) Banyak Siswa 26 14 40 3. Persentase banyak siswa 65 % 35 % 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar65,00

Nilai ratarata

Kategori III : Soal pemecahan masalah.

Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal pemecahan masalah diperoleh 17 orang dari 40 siswa atau 42,5 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 23 orang atau 57,5 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

48

Tabel 4.3 Deskripsi kemampuan siswa menjawab soal-soal pemecahan masalah dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori III) Banyak Siswa 17 23 40 4. Persentase banyak siswa 42,5 % 57,5 % 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar53,75

Nilai ratarata

Kategori IV : Soal menyimpulkan.

Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal menyimpulkan diperoleh 22 orang dari 40 siswa atau 55 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 18 orang atau 45 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Deskripsi kemampuan siswa menjawab soal-soal menyimpulkan dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori IV) Banyak Siswa 22 18 40 5. Persentase banyak siswa 55 % 45 % 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar60,00

Nilai ratarata

Kategori V : Soal evaluasi (mengevaluasi soal)

Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal evaluasi (mengevaluasi soal) diperoleh 26 orang dari 40 siswa atau 65 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 14 orang atau 35 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

49

Tabel 4.5 Deskripsi Kemampuan siswa menjawab soal-soal evaluasi (mengevaluasi soal) dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori V) Banyak Siswa 26 14 40 Persentase banyak siswa 65 % 35 % 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar67,50

Nilai ratarata

Dari hasil tes berpikir kritis I diperoleh bahwa nilai rata-rata tes adalah 61,13. dimana dari 40 orang siswa terdapat 23 orang (57,5%) yang telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai tingkat ketuntasan belajar dan 17 orang (42,5%) belum mencapai nilai 65 atau belum mencapai tingkat ketuntasan belajar. Maka ketuntasan klasikal pada siklus I belum tercapai. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.6 Deskripsi Ketuntasan kemampuan berpikir kritis I siswa dalam semua kategori Banyak Siswa 23 17 40 Persentase banyak siswa 57,5 % 42,5 % 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar61,13

Nilai ratarata

4.1.4.2. Hasil Observasi Ada dua orang observer yang melakukan observasi. Observasi dilakukan pada pertemuan I dan pertemuan II. Dari hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:

a. Hasil Observasi Siswa

50

Tabel 4.7 Deskripsi hasil observasi siswa dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus I No Aspek yang dinilai Pertemuan ke-1 1 2 Mendengarkan penjelasan guru Keaktifan siswa mengemukakan 3 ide, dan memperhatikan dalam atau bertanya, memberikan pembelajaran 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 Pertemuan ke-2 2 2 1

pendapat dan tanggapan Keterlibatan siswa dalam

dengan menggunakan model pembelajaran 4 5 berbasis masalah Kemampuan siswa dalam menampilkan hasil diskusi kelompoknya ke depan kelas Interaksi antar siswa dalam kelompok pada 1 1 7 1,4 1,5 2 1 8 1,6 2 2 10 2 1,9 2 2 9 1,8

saat pembelajaran berlangsung Jumlah Nilai akhir Nilai rata-rata tiap pertemuan

Berdasarkan tabel deskripsi hasil observasi siswa dapat dilihat bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran tergolong kurang baik karena hasil nilai ratarata observasi dari tiap pertemuan berada pada interval 1,2 - 2,1. Jika ditelusuri kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan siswa terdapat banyak kekurangankekurangan, hal ini dapat dilihat dari nilai yang diberikan observer pada setiap kegiatan dalam mengukuti dan melaksanakan pembelajaran. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa masih kurang aktif dalam bertanya, mengemukakan ide dan memberikan pendapat atau tanggapan serta interaksi antar siswa dalam kelompok selama proses pembelajaran berlangsung. b. Hasil Observasi Guru Tabel 4.7 Deskripsi hasil observasi guru dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus I Aspek yang dinilai Pertemuan Pertemuan

51

ke-1 Kegiatan awal Menjelaskan secara rinci 1 2 2 2 1 2

ke-2 2 2

aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan selama proses pembelajaran materi Kegiatan Inti Fase 1 Orientasi siswa pada masalah Fase 2 Mengorganisasi kan siswa untuk belajar Menyampaikan pembelajaran Membahas materi prasyarat Menginformasikan lingkaran dalam manfaat kehidupan 2 1 2 2 2 2 2 2 tujuan 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2

sehari-hari Membahas materi yang akan dipelajari untuk Menemukan memecahkan suatu suatu rumus masalah dan

bersama-sama dengan siswa Memberikan contoh soal membahasnya bersama-sama

2 2

2 3

2 2

2 3

Mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan Memberikan LAS untuk dikerjakan secara kelompok Mendorong

Fase 3 Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

siswa

untuk

1 2 2 2 2 2

1 2 1 2 2 2

2 2 2 2 2 2

2 2 2 2 2 2

mengumpulkan informasi Memberikan waktu berpikir bagi siswa Memotivasi siswa untuk bertanya Memberikan respon atas pertanyaan siswa Membimbing siswa dalam melalukan penyelidikan Membimbing siswa merencanakan dan menyiapkan bahan presentasi di depan kelas kemudian Meminta siswa

Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan

52

hasil karya Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

mempresentasikan kelompok Memberikan

hasil

diskusi untuk 1 2 2 2

pertanyaan

meyakinkan hasil diskusi kelompok yang dipresentasikan Memberikan kelompok/siswa kesempatan yang lain kepada untuk 2 2 2 2 2 3 2 2

menyampaikan ide/gagasan Menyimpulkan semua ide atau gagasan siswa dalam mengevaluasi hasil 32 34 1,89 2 1,945 35 2,05 35 2,05 2,05

pemecahan masalah Jumlah Nilai akhir Nilai rata-rata tiap pertemuan

Berdasarkan tabel deskripsi hasil observasi guru dapat dilihat bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru tergolong kurang baik karena hasil nilai rata-rata observasi dari tiap pertemuan berada pada interval 1,2 - 2,1. Jika ditelusuri setiap poin kegiatan yang dilaksanakan pada setiap fase dalam setiap pertemuan terdapat poin-poin kegiatan yang pelaksanaannya rata-rata kurang maksimal, hal ini dapat dilihat dari nilai yang diberikan observer pada setiap pertemuan. Maka disimpulkan bahwa peneliti masih kurang maksimal dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan masih kurang memotivasi siswa untuk bertanya, berdiskusi dalam kelompok, membagikan hasil diskusi di depan kelas dan mengemukakan ide dalam memberikan tanggapan (mengajukan pertanyaan) atas hasil yang dipersentasekan di depan kelas. 4.1.4.3. Hasil Wawancara Setelah dilakukan tes berpikir kritis I, hasil jawaban siswa kemudian diperiksa. Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada 8 orang siswa yang memperoleh hasil tes berpikir kritis rendah. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh bahwa siswa masih bingung dalam menyelesaikan soal-soal tes yang

53

diberikan. Kesulitan yang dialami siswa adalah mereka kurang mampu menerapkan konsep-konsep lingkaran dalam menyelesaikan soal-soal, membuat model matematika untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah dan memperbaiki kesalahan yang ditemukan dalam mengevaluasi soal. Siswa juga mengungkapkan bahwa waktu yang diberikan untuk mengerjakan tes kurang karena soal tes yang diberikan banyak dan cukup rumit. 4.1.5. Refleksi I Berdasarkan hasil analisis data, observasi dan wawancara diperoleh kekurangan yang terjadi pada siklus I, yaitu : 1. Guru kurang jelas memberikan informasi tentang aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan pada fase-fase dalam proses pembelajaran berbasis masalah sehingga siswa kurang aktif dalam setiap fase pembelajaran 2. Guru kurang memotivasi siswa untuk membagikan hasil diskusi di depan kelas dan dalam bertanya, memberikan tanggapan atau argumentasinya terhadap hasil yang dibagikan sehingga siswa kurang aktif memberikan tanggapan dan bertanya akibatnya siswa tidak menemukan kesalahan yang terdapat pada jawaban yang diperoleh dan memperbaikinya . 3. Guru kurang memotivasi siswa untuk mendiskusikan suatu masalah dalam kelompok dan guru tidak membagi anggota kelompok yang terdiri atas siswa kemampuan tinggi, sedang dan rendah sehingga ada kelompok yang semua anggotanya berkemampuan rendah yang mengakibatkan siswa kurang aktif berinteraksi dalam kelompok. 4. Sebagian siswa masih bingung menjawab soal tes yang diberikan yaitu siswa kurang mampu menerapkan konsep-konsep lingkaran dalam menjawab soal menganalisis, soal pemecahan masalah, dan siswa kurang mampu memberdayakan pengetahuan (kebenaran) yang dimiliki mengenai lingkaran untuk menyimpulkan serta siswa kesulitan mengidentifikasi kesalahan yang ditemukan dalam mengevaluasi soal.

54

Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada siklus I, maka dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus II. Kegiatan yang dapat dilakukan di antaranya sebagai berikut : 1. Guru menyampaikan informasi dengan jelas mengenai aktivitas yang akan dilaksanakan selama proses pembelajaran. Dan guru bertanya kepada siswa materi yang belum dipahami dan menjelaskannya sebelum memulai materi baru serta guru lebih memaksimalkan penggunaan metode tanya jawab. 2. Untuk mengatasi siswa yang masih kurang dalam membagikan hasil (mempersentasekan) yang diperoleh dalam diskusi dan memberikan tanggapan terhadap hasil yang dibagikan, guru lebih memotivasi siswa dengan memberikan nilai tambahan bagi siswa atau kelompok yang memberikan tanggapan atau argumentasinya pada saat persentase berlangsung dan bagi kelompok yang memperoleh hasil yang baik dan persentase yang baik serta siswa yang aktif memberikan pertanyaan dan pembelajaran 3. untuk mengatasi kelompok yang kurang aktif berinteraksi dalam berdiskusi, guru menukar anggota kelompok yang awalnya terdiri dari 4 orang menjadi 3 orang serta pengelompokan dilakukan berdasarkan hasil tes (kemampuan akademik) pada siklus I (siswa yang memperoleh nilai tinggi atau sedang dengan siswa yang memperoleh nilai rendah) sehingga siswa yang kurang mampu menyelesaikan soal dapat bertanya kepada siswa (anggota kelompok) yang pintar serta mengharuskan kepada seluruh anggota kelompok untuk bekerjasama. Peneliti menyarankan kepada siswa yang berkemampuan tinggi untuk membimbing teman sekelompoknya yang kurang mampu. 4. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal menganalisis, membuat model matematika untuk soal pemecahan masalah dan menyelesaikannya, menemukan kesalahan dan memperbaiki kesalahan untuk mengevaluasi soal, sebelum memasuki siklus II hasil tes berpikir kritis I dibagikan dan membahasnya secara bersama-sama serta menanyakan hal apa yang belum dimengerti agar siswa lebih memahami soal-soal berpikir kritis dan guru memperbanyak memberi pertanyaan-pertanyaan kepada siswa pada tanggapan selama proses

55

tahap diskusi menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan menekankan penjelasan pada contoh-contoh soal penerapan materi pelajaran dalam menyelesaikan soal-soal berpikir kritis dalam bentuk soal-soal latihan (LAS) untuk dikerjakan siswa dalam kelompok dan hasil diskusi akan dipersentasekan di depan kelas dan memberikan nilai terhadap hasil persentase agar siswa termotivasi untuk mempersentasekan hasil diskusi lebih baik lagi. 4.2. Siklus II 4.2.1. Permasalahan Dari hasil refleksi pada siklus I yang menjadi masalah dalam siklus ini adalah guru (peneliti) kurang jelas memberikan informasi tentang aktivitasaktivitas yang akan dilaksanakan pada fase-fase dalam proses pembelajaran berbasis masalah dan kurang memotivasi siswa untuk memberikan tanggapan dan bertanya selama mendiskusikan suatu masalah sehingga siswa kurang aktif dalam setiap fase pembelajaran. Pembagian anggota kelompok yang tidak merata sesuai dengan kemampuan akademiknya yaitu kemampuan tinggi, sedang dan rendah membuat siswa kurang aktif berinteraksi dalam kelompok serta siswa yang masih bingung menyelesaikan bentuk soal tes kemampuan berpikir kritis akibatnya kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah dan belum mencapai ketuntasan belajar 4.2.2. Tahap Perencanaan Tindakan II (Alternatif Pemecahan) Sesuai permasalahan yang telah ada yaitu ketuntasan belajar siswa belum tercapai karena pelaksanaan pembelajaran belum maksimal maka dirancang alternatif pemecahan masalah yang merupakan perencanaan tindakan yaitu : 1. Guru menyampaikan informasi dengan jelas mengenai aktivitas yang akan dilaksanakan selama proses pembelajaran. Dan guru bertanya kepada siswa materi yang belum dipahami dan menjelaskannya sebelum memulai materi baru serta guru lebih memaksimalkan penggunaan metode tanya jawab.

56

2.

Untuk mengatasi siswa yang masih kurang dalam

membagikan hasil (mempersentasekan) yang diperoleh dalam diskusi dan memberikan tanggapan terhadap hasil yang dibagikan, guru lebih memotivasi siswa dengan memberikan nilai tambahan bagi siswa atau kelompok yang memberikan tanggapan atau argumentasinya pada saat persentase berlangsung dan bagi kelompok yang memperoleh hasil yang baik dan persentase yang baik serta siswa yang aktif memberikan pertanyaan dan tanggapan selama proses pembelajaran 3. Untuk mengatasi kelompok yang kurang aktif berinteraksi dalam berdiskusi, guru menukar anggota kelompok yang awalnya terdiri dari 4 orang menjadi 3 orang serta pengelompokan dilakukan berdasarkan hasil tes (kemampuan akademik) pada siklus I (siswa yang memperoleh nilai tinggi atau sedang dengan siswa yang memperoleh nilai rendah) sehingga siswa yang kurang mampu menyelesaikan soal dapat bertanya kepada siswa (anggota kelompok) yang pintar serta mengharuskan kepada seluruh anggota kelompok untuk bekerjasama. Peneliti menyarankan kepada siswa yang berkemampuan tinggi untuk membimbing teman sekelompoknya yang kurang mampu. 4. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal menganalisis, membuat model matematika untuk soal pemecahan masalah dan menyelesaikannya, menemukan kesalahan dan memperbaiki kesalahan untuk mengevaluasi soal, sebelum memasuki siklus II hasil tes berpikir kritis I dibagikan dan membahasnya secara bersama-sama serta menanyakan hal apa yang belum dimengerti agar siswa lebih memahami soal-soal berpikir kritis dan guru memperbanyak memberi pertanyaan-pertanyaan kepada siswa pada tahap diskusi menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan menekankan penjelasan pada contoh-contoh soal penerapan materi pelajaran dalam menyelesaikan soal-soal berpikir kritis dalam bentuk soal-soal latihan (LAS) untuk dikerjakan siswa dalam kelompok dan hasil diskusi akan dipersentasekan di depan kelas dan memberikan nilai terhadap hasil

57

persentase agar siswa termotivasi untuk mempersentasekan hasil diskusi lebih baik lagi. 4.2.3. Pelaksanaan Tindakan II Pemberian tindakan di siklus II ini sama halnya pada siklus I, namun terdapat beberapa perbaikan kegiatan yang dilakukan pada setiap fase. Pembelajaran yang dilakukan dilanjutkan ke sub pokok bahasan lingkaran selanjutnya dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Adapun kegiatan yang dilakukan pada siklus II adalah : a. Fase 1 (Orientasi siswa pada masalah) Guru lebih jelas menginformasikan tujuan pembelajaran dan aktivitasaktivitas yang akan dilakukan selama proses pembelajaran. Menanyakan hal apa yang belum dipahami dari materi yang sudah dipelajari. Menginformasikan kepada siswa bahwa siswa yang aktif bertanya, memberikan ide atau pendapat selama proses belajar mengajar akan mendapat nilai tambahan agar siswa termotivasi untuk aktif bertanya dan memberikan ide atau pendapat. Memberikan motivasi dengan mengkaitkan materi lingkaran dengan kehidupan sehari-hari. Memberikan permasalahan dan pertanyaan mengenai kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi lingkaran. Memberikan contoh soal. b. Fase 2 (Mengorganisasikan siswa untuk belajar) Membagikan siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang siswa. Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen berdasarkan tingkat akademiknya dari hasil tes berpikir kritis I. Mengarahkan siswa untuk menyediakan buku pelajaran lebih dari 1 buku sesuai yang telah diberitahukan sebelumnya untuk bahan siswa mendapatkan pengetahuan yang baru.

58

Memberikan soal dalam bentuk LAS sebagai masalah yang dikerjakan secara kelompok. Menjelaskan kembali jenis soal pada LAS dan memotivasi siswa untuk menyelesaikan soal yang jenis soal sesuai kategori pada berpikir kritis. c. Fase 3 (Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok) Memotivasi dan mengarahkan siswa dalam kelompok melakukan kerjasaman yang baik, dimana setiap anggota kelompok harus mendapat bagian dalam menyelesaikan masalah. Guru membimbing siswa dalam kelompok yang berkesulitan dalam menyelesaikan soal dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk menuntun siswa untuk menemukan pemecahan masalah. Guru membimbing dan memberikan perhatian yang lebih bagi kelompok atau individu yang daya tangkap berpikirnya lambat. Mengarahkan siswa yang sudah mengerti agar membimbing dan menjelaskan kepada teman sekelompoknya yang kurang mengerti agar semua anggota kelompok memahami dan dapat menyelesaikan soal LAS. Mengamati jalannya diskusi kelompok dan melakukan tanya jawab untuk melihat kelompok yang mengalami kesulitan dan mengaktifkan siswa dalam bertanya. Memotivasi siswa untuk mengeluarkan ide dan argumen pada masalah yang dibahas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Siswa menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah diperoleh dari sumber buku pelajaran lebih dari 1 buku. d. Fase 4 (Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja) Guru membimbing siswa merencanakan dan menyiapkan bahan presentasi di depan kelas. Guru menentukan kelompok yang memaparkan hasil diskusi yang diperoleh.

59

Guru mengarahkan kelompok penyaji agar setiap anggota kelompok memiliki peranan dalam menyajikan hasil diskusi sehingga semua anggota kelompok aktif. Kelompok penyaji memaparkan hasil diskusi yang diperoleh di depan kelas. e.Fase 5 (Menganalisi dan mengevaluasi proses pemecahan masalah) Guru memberikan kesempatan kepada kelompok yang bukan penyaji mengajukan pertanyaan (memberi tanggapan) tahap penguraian (rincian) yang belum tepat. Kelompok penyaji menanggapi pertanyaan yang diberikan. Guru memberikan penguatan atas penyelesaian masalah yang dipersentasekan. Guru memberikan kesempatan bagi siswa yang belum memahami secara jelas materi dan penyelesaian masalah dalam LAS untuk bertanya dan guru menjelaskan kembali secara ringkas. Guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Di akhir pertemuan guru memberikan PR dan dikumpulkan serta dibahas pada pertemuan berikutnya. Di akhir siklus II siswa diberikan tes berpikir kritis II dari materi yang telah dibahas yang dikerjakan secara individu yang bertujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar yang dicapai siswa. 4.2.4. Analisis Data Hasil Siklus II 4.2.4.1. Hasil Tes Berdasarkan hasil jawaban siswa pada tes berpikir kritis II dideskripsikan ketuntasan belajar siswa terhadap indikator-indikator dari kemampuan berpikir kritis siswa yaitu : 1. Kategori I : Soal analisis (menganalisis soal) Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal analisis (menganalisis soal) diperoleh 30 orang dari 40 siswa atau 75 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 10 orang atau 25 % siswa yang belum

60

mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.9 Kemampuan siswa menjawab soal-soal analisis (menganalisis soal) dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori I) `Banya Persentase Nilai ratak Keterangan banyak siswa rata Siswa 30 75 % Mencapai ketuntasan belajar 10 40 25 % 100 % Belem mencapai ketuntasan belajar70,00

2. Kategori II : Soal sintesis (mensintesis soal) Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal sintesis (mensintesis soal) diperoleh 33 orang dari 40 siswa atau 82,5 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 7 orang atau 17,5 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.10 Kemampuan siswa menjawab soal-soal sintesis (mensintesis soal) dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori II) Banyak Persentase Nilai rataKeterangan Siswa banyak siswa rata 33 82,5 % Mencapai ketuntasan belajar 7 40 17,5 % 100 % Belem mencapai ketuntasan belajar72,5

3. Kategori III : Soal pemecahan masalah. Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal pemecahan masalah diperoleh 25 orang dari 40 siswa atau 62,5 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 15 orang atau 37,5 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

61

Tabel 4.11 Kemampuan siswa menjawab soal-soal pemecahan masalah dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori III) Banyak Siswa 25 Persentase banyak siswa 62,5 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar65,625

Nilai ratarata

15 37,5 % Belem mencapai ketuntasan belajar 40 100 % 4. Kategori IV : Soal menyimpulkan.

Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal menyimpulkan diperoleh 30 orang dari 40 siswa atau 75 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 10 orang atau 25 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.12 Kemampuan siswa menjawab soal-soal menyimpulkan dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori IV) Banyak Persentase Nilai rataKeterangan Siswa banyak siswa rata 30 75 % Mencapai ketuntasan belajar 10 40 25 % 100 % Belem mencapai ketuntasan belajar71,875

5. Kategori V : Soal evaluasi (mengevaluasi soal) Dilihat dari kemampuan siswa menjawab soal evaluasi (mengevaluasi soal) diperoleh 33 orang dari 40 siswa atau 82,5 % telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai ketuntasan belajar dan 7 orang atau 17,5 % siswa yang belum mencapai nilai 65 atau belum tuntas belajar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.13 Kemampuan siswa menjawab soal-soal evaluasi (mengevaluasi soal) dengan kriteria ketuntasan belajar (kategori V) Banyak Persentase Nilai rataKeterangan Siswa banyak siswa rata 33 82,5 % Mencapai ketuntasan belajar 7 40 17,5 % 100 % Belem mencapai ketuntasan belajar75,00

62

Dari hasil tes berpikir kritis II diperoleh bahwa nilai rata-rata tes adalah 71,125. Dimana dari 40 orang siswa terdapat 35 orang (87,5%) yang telah mencapai nilai 65 keatas atau mencapai tingkat ketuntasan belajar dan 5 orang (12,5%) belum mencapai nilai 65 atau belum mencapai tingkat ketuntasan belajar. Maka ketuntasan klasikal pada siklus II sudah tercapai. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.14 Deskripsi tingkat kemampuan berpikir kritis II siswa dalam semua kategori Banyak Siswa 35 5 40 Persentase banyak siswa 87,5 % 12,5% 100 % Keterangan Mencapai ketuntasan belajar Belem mencapai ketuntasan belajar71,125

Nilai ratarata

4.2.4.2. Hasil Observasi Pada saat pelaksanaan tindakan siklus II, guru dan siswa diobservasi oleh pengamat yaitu rekan mahasiswa. Dari hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat dari tabel berikut: a. Hasil Observasi Siswa Tabel 4.15 Deskripsi hasil observasi siswa dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus II No Aspek yang dinilai Pertemuan ke-1 1 2 Mendengarkan penjelasan guru Keaktifan siswa mengemukakan 3 ide, dan memperhatikan dalam atau bertanya, memberikan 3 3 4 3 1 3 3 2 3 3 1 3 3 Pertemuan ke-2 2 4 3

pendapat dan tanggapan Keterlibatan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

63

4 5

Kemampuan siswa dalam menampilkan hasil diskusi kelompoknya ke depan kelas Interaksi antar siswa dalam kelompok pada

2 3 14 2,8 2,9

3 3 15 3

3 4 17 3,4 3,3

3 3 16 3,2

saat pembelajaran berlangsung Jumlah Nilai akhir Nilai rata-rata tiap pertemuan

Dari hasil observasi siswa pada siklus II, nilai rata-rata observasi pada pertemuan pertama berada pada interval 2,2 3,1 tergolong baik dan nilai ratarata pada pertemuan kedua berada pada interval 3,2 4 tergolong sangat baik sehingga diperoleh bahwa siswa telah mampu meningkatkan pelaksanaan kegiatan belajar yang mereka ikuti. Pada kegiatan siswa di siklus II ini, aktivitas yang dilakukan siswa pada setiap aspek kegiatan sudah dilaksanakan secara maksimal karena rata-rata skor tiap pertemuan termasuk dalam kategori baik. Hasil Observasi Guru Tabel 4.16 Deskripsi hasil observasi guru dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus II Aspek yang dinilai Pertemuan ke-1 Kegiatan awal Menjelaskan aktivitas-aktivitas dilakukan pembelajaran Menyampaikan pembelajaran Membahas materi prasyarat Menginformasikan sehari-hari Kegiatan Inti manfaat materi lingkaran dalam kehidupan tujuan selama secara yang rinci akan proses 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 1 3 Pertemuan ke-2 2 3

64

Fase 1 Orientasi siswa pada masalah

Membahas materi yang akan dipelajari Menemukan suatu rumus

3 3

3 3

4 3

3 3

untuk memecahkan suatu masalah bersama-sama dengan siswa Menyajikan permasalahan 3 4 3 3 3 4 4 4 dengan memberikan contoh soal dan Fase 2 Mengorganisasi kan siswa untuk belajar membahasnya bersama-sama Mengarahkan siswa untuk

membentuk kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan Memberikan LAS untuk dikerjakan secara kelompok

Fase 3 Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Mendorong

siswa

untuk

2 3 3 3 3

3 3 3 4 3

3 3 3 4 3

3 3 3 4 3

mengumpulkan informasi Memberikan waktu berpikir bagi siswa Memotivasi siswa untuk bertanya Memberikan respon atas pertanyaan siswa Membimbing siswa dalam melalukan penyelidikan Membimbing siswa merencanakan dan menyiapkan bahan presentasi di depan kelas kemudian Meminta siswa mempresentasikan kelompok Memberikan hasil diskusi kepada untuk 3 3 3 4 3 3 4 3

Fase 4 Mengembangka n dan menyajikan hasil karya Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi

3

3

4

3

kesempatan yang lain

kelompok/siswa

menyampaikan ide/gagasan

65

proses pemecahan masalah

Menyimpulkan

semua

ide

atau 3 kepada 3 3 3

gagasan siswa dalam mengevaluasi hasil pemecahan masalah Memberikan siswa untuk kesempatan bertanya tentang

pembelajaran yang dilaksanakan. Jumlah Nilai akhir Nilai rata-rata tiap pertemuan 51 52 3 3,05 3,025 56 3,3 3,27 55 3,24

Berdasarkan hasil observasi pada siklus II, diperoleh bahwa guru telah mampu meningkatkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Hasil observasi pada siklus II mengalami peningkatan dari hasil observasi pada siklus I. Pelaksanaan yang dilaksanakan guru pada siklus II ini juga sudah maksimal dengan rata-rata yang diperoleh pada pertemuan pertama berada pada interval 2,2 3,1 termasuk dalam kategori baik dan pertemuan kedua berada pada interval 3,2 4 termasuk dalam kategori sangat baik. Pelaksanaan kegiatan belajar yang dilakukan secara maksimal oleh siswa mendukung pencapaian yang maksimal juga pada hasil belajar yang mereka capai dapat dilihat dari tercapinya ketuntasan klasikal (persentase siswa yang sudah tuntas belajar sebesar 87,5%) dan rata-rata kelas juga meningkat dari 61,13 pada siklus I menjadi 71,13 di siklus II. 4.2.4.3. Hasil Wawancara Siklus II Setelah dilakukan tes berpikir kritis II, hasil jawaban siswa kemudian diperiksa. Siswa yang mengalami kesulitan sudah berkurang, hanya terdapat 5 orang siswa lagi yang tidak mencapai ketuntasan belajar dari hasil tes berpikir kritis II. Hasil wawancara pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 20 Kesimpulan dari hasil wawancara yang dilakukan adalah siswa kurang mempersiapkan diri (tidak mengulangi pelajaran yang telah dipelajari di rumah),

66

dan siswa kurang mengerti materi perubahan luas jika ukuran jari-jari lingkaran berubah karena tidak mengerjakan PR yang diberikan guru dengan baik. 4.2.5. Refleksi II Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh : 1. Peneliti telah mampu meningkatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini didasarkan pada hasil observasi yang menunjukkan peningkatan dengan semakin membaiknya kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan peneliti berdasarkan pengamatan dari observasi yang dilakukan oleh rekan mahasiswa. 2. Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas yaitu 61,13 pada tes berpikir kritis I menjadi 71,13 pada tes berpikir kritis II dan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada siklus I adalah 23 orang atau 57,5% menjadi 35 orang atau 87,5% pada siklus II serta peningkatan nilai rata-rata dan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada tiap kategori indikator berpikir kritis pada siklus I dan siklus II. Dengan demikian berdasarkan dari hasil tes pada siklus II nilai ratarata siswa meningkat menjadi 71,13 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas telah mencapai 87,5%. Hasil tersebut telah sesuai dengan kriteria ketuntasan belajar sehingga tidak dilaksanakan siklus berikutnya. 4.3. Temuan Penelitian Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dalam penelitian ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1. Sebelum penelitian dilakukan, siswa diberikan tes diagnostik sehingga diperoleh dari 40 orang siswa yang memiliki kemampuan menganalisis terdapat 10 orang atau 25%, kemampuan mensintesis terdapat 12 orang atau 30%, kemampuan memecahkan masalah terdapat 10 orang atau 25%, kemampuan menyimpulkan terdapat 9 orang atau 22,5% dan kemampuan mengevaluasi terdapat 8 orang atau 20%. Jadi, diperoleh skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada tes diagnostik adalah 46,00 dengan

67

jumlah siswa yang mencapai ketuntasan adalah sebanyak 10 orang atau 25%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan meningkatkannya adalah melalui pembelajaran berbasis masalah. 2.Peningkatan nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa. Nilai rata-rata kelas pada tes berpikir kritis I siswa yang diperoleh adalah 61,13 sedangkan nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada tes berpikir kritis II adalah 71,13. Jadi diperoleh peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 10. Berdasarkan kategori skor berpikir kritis siswa diperoleh peningkatan nilai rata-rata kelas sebagai berikut : a. Nilai rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal-soal analisis pada siklus I adalah 60,63 dan pada siklus II adalah 70,00. Sehingga diperoleh peningkatan nilai rata-rata sebesar 9,37. b. Nilai rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal-soal sintesis pada siklus I adalah 65,00 dan pada siklus II adalah 72,5. Sehingga diperoleh peningkatan nilai rata-rata sebesar 7,5. c. Nilai rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah pada siklus I adalah 53,75 dan pada siklus II adalah 65,63. Sehingga diperoleh peningkatan nilai rata-rata sebesar 11,88. d. Nilai rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal-soal menyimpulkan pada siklus I adalah e. Nilai rata-rata 60,00 dan pada siklus II adalah 71,88. Sehingga siswa dalam menyelesaikan soal-soal evaluasi diperoleh peningkatan nilai rata-rata sebesar 11,88 (mengevaluasi soal) pada siklus I adalah 67,5 dan pada siklus II adalah 75,00. Sehingga diperoleh peningkatan nilai rata-rata sebesar 7,5. 3.Peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dalam menyelesaikan soal-soal tes berpikir kritis pada siklus I diperoleh 23 orang atau 57,5 % siswa mencapai ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus II diperoleh 35 orang atau 87,5 % siswa mencapai ketuntasan belajar. Peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 12 orang siswa.

68

Berdasarkan indikator berpikir kritis diperoleh peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebagai berikut : a.Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dalam menyelesaikan soal-soal analisis pada siklus I adalah 24 orang atau 60 % dan pada siklus II adalah 30 orang atau 75 %. Jadi diperoleh peningkatan sebanyak 6 orang siswa atau 15 %. b. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dalam menyelesaikan soal-soal sintesis pada siklus I adalah 26 orang atau 65 % dan pada siklus II adalah 33 orang atau 82,5 %. Jadi diperoleh peningkatan sebanyak 7 orang siswa atau 17,5 %. c.Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah pada siklus I adalah 17 orang atau 42,5 % dan pada siklus II adalah 25 orang atau 62,5 %. Jadi diperoleh peningkatan sebanyak 8 orang siswa atau 20 %. d. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dalam menyelesaikan soal-soal menyimpulkan pada siklus I adalah 22 orang atau 55 % dan pada siklus II adalah 30 orang atau 75 %. Jadi diperoleh peningkatan sebanyak 8 orang siswa atau 20 %. e. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dalam menyelesaikan soal-soal evaluasi pada siklus I adalah 26 orang atau 65 % dan pada siklus II adalah 33 orang atau 82,5 %. Jadi diperoleh peningkatan sebanyak 7 orang siswa atau 17,5 %. 4.Berdasarkan hasil tes berpikir kritis I dan hasil tes berpikir kritis II nilai ratarata siswa meningkat menjadi 71,13 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas telah mencapai 87,5%, hasil tersebut telah sesuai dengan kriteria ketuntasan belajar dan pemberian pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah pada siklus II dikembangkan dengan memperbanyak memberikan pertanyaan-pertanyaan pada tahap diskusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan dan penukaran kembali pasangan siswa dalam kelompok dengan siswa kemampuan tinggi dengan siswa kemampuan rendah atau sedang berdasarkan hasil tes berpikir kritis I. Sehingga diperoleh

69

bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa. 4.4. Pembahasan Hasil Penelitian Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan, khususnya pada materi pokok bahasan lingkaran. Berdasarkan hasil penelitian dari tes diagnostik diperoleh 10 orang siswa (25%) yang mencapai tingkat ketuntasan belajar ( yang dapat nilai 65 ) sedangkan 30 orang siswa (75%) belum mencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-ratanya 46,00. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan meningkatkannya adalah dengan memberikan tindakan pada siklus I melalui pembelajaran berbasis masalah. Setelah diberikan tindakan pada siklus I dan diberikan tes kemampuan berpikir kritis I pada akhir siklus I, maka diperoleh 23 orang siswa (57,5%) yang mencapai tingkat ketuntasan belajar ( yang dapat nilai 65 ) sedangkan 17 orang siswa (42,5%) belum mencapai ketuntasan belajar

dengan nilai rata-ratanya 61,13. Hal ini menunjukkan telah mengalami peningkatan dari hasil tes diagnostik tetapi ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai. Kemudian setelah memberikan tindakan pada siklus II melalui pembelajaran berbasis masalah dengan memperbanyak sesi tanya jawab pada tahap diskusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan dan mengaktifkan siswa dalam menyampaikan ide-ide atau pendapat dan memperbanyak soal latihan dan tugas, diperoleh nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 71,13 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas atau telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 35 orang atau sebesar 87,5% sedangkan 5 orang siswa (12,5%) belum mencapai ketuntasan belajar. Sehingga diperoleh bahwa ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Peningkatan yang diperoleh dari hasil tes diagnostik ke siklus I secara klasikal jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah sebanyak 13 orang (32,5%) dan berdasarkan kategori indikator berpikir kritis diperoleh pada kategori I yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal analisis jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 10 orang (25%) menjadi 24 orang

70

(60%), pada kategori II yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal sintesis jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 12 orang (65%) menjadi 26 orang (65%), pada kategori III yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 10 orang (25%) menjadi 17 orang (42,5%), pada kategori IV yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal menyimpulkan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 9 orang (22,5%) menjadi 22 orang (55%) dan pada kategori V yaitu kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal evaluasi (mengevaluasi soal) jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 8 orang (20%) menjadi 26 orang (65%). Peningkatan yang diperoleh dari hasil siklus I ke siklus II secara klasikal jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah sebanyak 12 orang (30%) dan berdasarkan kategori indikator berpikir kritis diperoleh pada kategori I yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal analisis jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 24 orang (60%) menjadi 30 orang (75%), pada kategori II yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal sintesis jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 26 orang (65%) menjadi 33 orang (82,5 %), pada kategori III yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 17 orang (42,5%) menjadi 25 orang (62,5%), pada kategori IV yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal menyimpulkan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 22 orang (55%) menjadi 30 orang (75%) dan pada kategori V yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal evaluasi (mengevaluasi soal) jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar bertambah dari 26 orang (65%) menjadi 33 orang (82,5%). Setelah melihat hasil penelitian dari hasil tes diagnostk ke siklus I berdasarkan kategori indikator berpikir kritis diperoleh peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada setiap indikator dan dari hasil siklus I ke siklus II berdasarkan kategori indikator berpikir kritis juga diperoleh peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada setiap indikator. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan,

71

maka disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa karena model pembelajaran berbasis masalah menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah. Selanjutnya, Trianto (2007:67) mengatakan bahwa : Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata sehingga memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghapal konsep. Pembelajaran berbasis masalah menggunakan sistem berkelompok dalam menyelesaikan masalah, membantu siswa dalam menuangkan gagasan atau ide antar siswa, mendiskusikan dan memperdebatkan masalah yang dihadapi untuk mencari alternatif pemecahan masalah yang bisa digunakan dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata, dan siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri. Dengan diberikannya kebebasan kepada siswa untuk menerapkan strategi dan idenya sendiri dalam belajar, hal ini memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri konsep dalam memecahkan masalah. Matematika bukan hanya sekumpulan rumus saja atau kegiatan berhitung semata, melainkan matematika juga adalah suatu ilmu yang memiliki objek kajian berupa ide-ide, gagasan-gagasan serta konsep yang abstrak yang pengembangannya terangkai dalam suatu proses yang terstruktur dan logis maka konsep matematika harus dikenalkan kepada siswa melalui serangkaian proses berpikir bukan dikenalkan sebagai suatu produk jadi. Menurut Sabandar (2009 : 3) bahwa : Pada proses pembelajaran yang efektif, siswa tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif melainkan harus berpikir kritis dan kteatif tentang

72

topik yang dipelajari. Sehingga perlu dikembangkan kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah. Siswa yang telah belajar matematika diharapkan bukan hanya menghapal rumus dan produk untuk menyelesaikan soal-soal matematika saja namun memiliki pemahaman dan kemampuan berpikir yang logis dan baik yang terintegrasi atau menyatu menjadi bagian dalam diri siswa dan kelak dapat berguna dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan siswa tersebut. Setelah melihat hasil penelitian ini maka dapat dikatakan penerapan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu upaya konkrit yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Hal ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu yaitu Sarah Margaretha Nainggolan (2010) menyimpulkan bahwa rata-rata tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran berbasis masalah termasuk kategori sedang. Dimana pada siklus I tingkat penguasaan siswa 60% dan pada siklus II tingkat penguasaan siswa 82,22%. Demikian juga, hasil penelitian yang dilakukan oleh Tina Maryana Simatupang dengan judul Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras di Kelas VIII SMP Negeri 1 Laguboti Tahun Ajaran 2009/2010. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa terdapat 35 orang siswa dari 40 orang siswa atau 87,5% mencapai nilai sama atau lebih besar dari 65 dan 5 orang siswa dari 40 orang siswa atau 12,5% memperoleh nilai di bawah 65. Hal ini menunjukkan ketuntasan belajar secara klasikal tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan dari beberapa hasil penelitian bahwa dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah sangat baik dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa khususnya pada pokok bahasan lingkaran di kelas VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar. Proses belajar siswa lebih aktif dan bermakna, dimana dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat memotivasi siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom, dan dapat membantu siswa mengeluarkan ide-ide secara terbuka, siswa dituntut untuk dapat menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang

73

dipelajari. Sedangkan guru hanya memberikan sedikit bantuan kepada siswa dalam menemukan konsep itu. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan Berdasarkan data hasil pelaksanaan penelitian, kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : 1. Model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dengan pengelompokan siswa yang terdiri dari 3 orang secara heterogen dan memperbanyak kegiatan tanya jawab pada tahap diskusi khususnya pada pokok bahasan lingkaran. Hal ini dilihat dari pertambahan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dan peningkatan nilai rata-rata pada setiap indikator berpikir kritis setelah siklus II dilakukan. 2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matemtika siswa SMP N 6 Pematangsiantar kelas VIII-4 tahun ajaran 2010/2011 dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dari hasil tes diagnostik ke siklus I jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 13 orang (32,5%) dan dari hasil siklus I ke siklus II jumlah siswa yang mencapai ketuntasan relajar sebanyak 12 orang (30%). 5. 2. Saran 1. Kepada guru matematika khususnya guru matematika SMP N 6 Pematangsiantar diharapkan menerapkan pembelajaran berbasis masalah sebagai alternative dalam kegiatan pempelajaran khususnya pada pokok bahasan lingkaran karena model ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, dapat memotivasi siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri dan dapat membantu siswa mengeluarkan ide-ide secara terbuka akitf siswa dalam proses belajar mengajar. dengan memperbanyak memberi pertanyaan-pertanyaan serta dapat melibatkan peran

73

74

2.

Kepada guru matematika khususnya guru matematika SMP N 6

Pematangsiantar diharapkan membentuk kelompok siswa yang anggotanya terdiri dari siswa kemampuan tinggi, sedang dan rendah agar disetiap kelompok semua anggota aktif berinteraksi dalam mendiskusikan soal-soal latihan. Dan berikan selalu tugas atau pekerjakan rumah (PR) yang soalsoalnya sesuai dengan kemampuan siswa yang akan dicapai misalnya soal kemampuan berpikir kritis agar siswa semakin mengerti. 3. aktif Kepada siswa SMP Negeri 6 Pematangsiantar disarankan lebih dalam menemukan sendiri konsep matematika dan berani untuk

menanyakan hal-hal yang kurang dipahami kepada guru untuk menemukan konsep itu. 4. Bagi peneliti lanjutan yang ingin melakukan penelitian sejenis

disarankan untuk menyediakan alokasi waktu lebih karena pembelajaran ini menggunakan waktu yang lebih banyak dan memperhatikan kelemahankelemahan yang ada pada peneliti, sehingga penelitian yang dilakukan semakin lebih baik.