Bab v. Analisis

26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar dari pesawat rencana yang akan beroperasi dibandar udara tersebut. Pesawat rencana yang akan digunakan meliputi kelas terbesar hingga yang terkecil. Contoh pesawat rencana yang akan beroperasi sesuai dengan kelasnya telah disebutkan pada Tabel 3.3. Pesawat rencana yang akan digunakan dalam perencanaan runway adalah Boeing 737-400 dengan karakteristik teknis : 1. Aeroplane reference field lengths : 2.400 m 2. Wingspan : 28,5 m 3. Outer main gear wheel span : 7 m 4. Overal length : 36,5 m 5. Maximum take off weight : 63.083 kg 61

Transcript of Bab v. Analisis

Page 1: Bab v. Analisis

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat

terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

take off weight terbesar dari pesawat rencana yang akan beroperasi dibandar udara

tersebut. Pesawat rencana yang akan digunakan meliputi kelas terbesar hingga yang

terkecil. Contoh pesawat rencana yang akan beroperasi sesuai dengan kelasnya telah

disebutkan pada Tabel 3.3.

Pesawat rencana yang akan digunakan dalam perencanaan runway adalah

Boeing 737-400 dengan karakteristik teknis :

1. Aeroplane reference field lengths : 2.400 m

2. Wingspan : 28,5 m

3. Outer main gear wheel span : 7 m

4. Overal length : 36,5 m

5. Maximum take off weight : 63.083 kg

Karakteristik teknik secara detail untuk Boeing 737-400 dapat dilihat pada

Lampiran 2 dan Lampiran 3. Dari karakteristik diatas maka kode untuk pesawat

sesuai dengan aeroplane reference code pada Tabel 3.2 dapat ditentukan, yaitu 4C.

Kode 4 untuk pesawat dengan ARFL > 1.800 m (ARFL Boeing 737-400 = 2.400 m).

Sedangkan kode huruf C berarti pesawat Boeing 737-400 ini mempunyai wingspan

width 24 - 36 m atau lebih (28,5 m) dan outer main gear wheelspan antara 6-9 m.

61

Page 2: Bab v. Analisis

5.1.1 Data statistik penumpang angkutan udara periode 1997 s/d 2006

Tabel 5.1. Data statistik penumpang angkutan udara periode 1997 s.d 2006No Tahun Jumlah Penumpang1. 1997 30.0812. 1998 23.5353. 1999 55.0064. 2000 53.6025. 2001 53.8206. 2002 45.3027. 2003 42.3978. 2004 47.7359. 2005 47.49210. 2006 50.391

Sumber : Bagian operasional Bandar Udara Pinang Kampai

5.1.2 Data jenis pesawat yang direncanakan beroperasi

Tabel 5.2. Data Jenis pesawat yang direncanakan beroperasiPesawat Persentase (%)

C 212 25 %F-100 10 %F – 27 15%F – 28 15 %

B 737 - 400 35 %Sumber : Data hasil olahan

5.1.3 Data berat lepas landas pesawat serta tipe roda pesawat

Tabel 5.3. Data berat lepas landas pesawat serta tipe roda pesawat

No Nama Pesawat MTOW (lbs) Tipe Roda Pesawat1. C-212 20.000 Lbs Single Gear2. F-100 90.000 Lbs Dual Gear3. F-27 84.000 Lbs Dual Gear4. F-28 66.000 Lbs Dual Gear5. B 737- 400 138.500 Lbs Dual Gear

Sumber : International Civil Aviation Organization (1984)

62

Page 3: Bab v. Analisis

5.2 Pembahasan

Perencanaan desain menggunakan code international civil aviation

organization ( ICAO ) dengan aeroplane reference field length (ARFL), perencanaan

yang dimaksud adalah perencanaan terhadap runway.

5.2.1 Landasan Pacu

Dalam perencanaan ini jenis pesawat maksimum yang akan beroperasi di

Bandar Udara Pinang Kampai Dumai adalah sejenis Boeing 737 - 400 . Jadi jenis

inilah yang akan dijadikan orientasi dalam perencanaan. Batasan panjang landasan

yang di keluarkan oleh pabrik pesawat terbang dapat dilihat dari Tabel 3.3

Karekteristik Pesawat Terbang Komersial.

5.2.1.1 Panjang runway

Direncanakan panjang landasan pacu yang direncanakan untuk lepas landas

adalah 2.250 meter.

Elevasi diatas muka laut = 16,848 m

Temperatur dilapangan terbang = 320 C

Kemiringan landasan pacu = 1,14%

Panjang landas pacu bila pesawat take-off di ARFL :

Fe = 1 + 7 % ( )

= 1 + 7 % ( 16.848 ) = 1,0039 300

Ft = 1 + 1 % ( T – ( t0 – 0.0065 TML ))

= 1 + 1 % ( 320 C – ( 150 C – 0.0065 x 16,848 ))

= 1,1710

63

Page 4: Bab v. Analisis

Fs = 1 + 10 % ( GE )

= 1 + 10 % ( 1,14 )

= 1,0011

ARFL rencana = = 1.718 meter

Koreksi dengan membaca Tabel 3.2 dimana bentang sayap pesawat rencana

Boeing 737-400 pada lampiran 1 adalah 28,5 meter. Dengan demikian diketahui

kode angka dan kode huruf terkoreksi adalah 4C. Data diatas dan Tabel 3.2, diambil

panjang landasan pacu rencana yaitu terpanjang yakni pesawat Boeing 733 – 400.

T0 ( untuk kenaikan 7 % pertambahan ARFL ) 300 m

( Peraturan Intenational Civila Aviation Organization )

1. Penentuan panjang landasan pacu bergantung pada :

a. Akibat Koreksi Ketinggian

Lr1 = Lr0 + Lr0 ( 7 % )

= 1.718 + 1.718 ( 7 % 16,848 ) = 1.724,7538 m ≈ 1.725 m 300

b. Akibat Koreksi Temperatur

Sebagai temperatur standar 150 C dengan 2 % untuk tiap 300 m dari

muka air laut, 1 % tiap 10 C.

Lr2 = Lr1 + Lr1 x 1 % ( T – ( 150 C - 20 C x ))

= 1.725 + 1.725 x 1 % ( 32 – ( 150 C - 20 C x 16,848 )) 300

= 2.020,1875 m ≈ 2.020 m.

64

Page 5: Bab v. Analisis

c. Akibat Koreksi Gradien Efektif

Lr3 = Lr2 + Lr2 ( 20 % x 1,14 % )

= 2.020 + 2.020 ( 20 % x 1,14% )

= 2.025 m

Jadi, panjang landasan pacu lepas landas rencana adalah 2.025 meter.

2. Koreksi Panjang Landasan pacu terhadap ARFL adalah sebagai berikut :

a. Faktor koreksi temperatur untuk kenaikan 10 C sebesar 1 %.

Ft = 1 + 1 % ( T – ( t0 – 0.0065 TML ))

= 1 + 1 % ( 320 C – ( 150 C – 0.0065 x 16,848 ))

= 1,1710

b. Faktor koreksi terhadap ketinggian sebesar 7 % untuk setiap kenaikan

sebanyak 300 m.

Fe = 1 + 7 % ( )

= 1 + 7 % ( 16.848 ) = 1,0039 300

c. Faktor Koreksi terhadap kemiringan landasan ( gradien ) sebesar 10 % tiap

kemiringan 1 %.

Fs = 1 + 10 % ( GE )

= 1 + 10 % ( 1,14 )

= 1,0011

65

Page 6: Bab v. Analisis

Berdasarkan standar Aeroplane Reference Field Lengths, panjang landasan

pacu yang dibutuhkan untuk lepas landas ( Takeoff ) adalah :

ARFL = Lr3 x Ft x Fe x Fs

= 2.025 x 1,17109512 x 1,0039312 x 1,00114

= 2.383,504432 m

≈ 2.400 m

Jadi panjang landasan pacu yng diperlukan berdasarkan Aeroplane reference

Field Lengths adalah 2.400 meter, sesuai dengan syarat ICAO dan pabrik pada

lampiran 2.

Untuk menghitung panjang landas pacu agar sesuai dengan maximum take off

weight adalah dengan memakai standar yang telah ditetapkan AFRL dari

international civil aviation organization pada Tabel 3.3 dan lampiran 2 dimana

panjang landasan yang diperlukan yaitu ARFL = 2.400 meter.

a. Koreksi terhadap ketinggian permukaan tanah dari muka air laut :

L1 = L0 ( 1 + 7 % x )

= 2.400 ( 1 + 7 % x 16,848 ) = 2.508,8241 m ≈ 2.509 m 300

b. Koreksi terhadap temperatur

Sebagai temperatur standar 150 C dengan 2 % untuk tiap 300 m dari

muka air laut, 1 % tiap 10 C.

L2 = L1 x 1 % ( 1 + ( T – ( 150 C – 0,0065 x TML )))

= 2.509 x 1 % ( 1 + ( 32 – ( 150 C – 0,0065 x 16.848 )))

= 2.938,2776 m ≈ 2.938 m.

66

Page 7: Bab v. Analisis

c. Koreksi terhadap kelandaian = 0

L3 = L2 x ( 1 + x 1% ) = 2.938 x ( 1 + x 1% )

L3 = 2.938 m

Jadi, panjang landasan yang diperlukan dalam kondisi MTOW berdasarkan

ARFL yang disyaratkan ICAO adalah 2.938 meter.

Panjang landasan pacu yang digunakan untuk mendapatkan nilai take off

weight diperoleh dari pembagian panjang landasan pacu yang direncanakan dibagi

dengan faktor koreksi temperatur :

Ft = 1 + 1 % ( T – ( t0 – 0.0065 TML ))

= 1 + 1 % ( 320 C – ( 150 C – 0.0065 x 16,848 ))

= 1,17109512

Take off weight = = 1.921,28 m

Dari nilai panjang landasan pacu tersebut dapat ditarik kesimpulan ketinggian

lapangan terbang memberikan nilai berat lepas landas dan dibaca dari Gambar

3.1, Gambar 3.2 dan Lampiran 3 = 56.774 kg atau 10 % dari MTOW boeing 737–

400 yang beratnya adalah 63.083 kg.

5.2.1.2 Lebar runway

Pada Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa ICAO mengklasifikasikan lebar

runway berdasarkan code letter dan code number yang diketahui dari

klasifikasi bandar udara pada Tabel 3.5. lebar runway untuk perencanaan

sesuai persyaratan 4C adalah 45 m.

67

Page 8: Bab v. Analisis

5.2.1.3 Longitudinal Slope

Longitudinal slope yang dipakai dalam perencanaan sesuai dengan

ketentuan pada Tabel 3.6 adalah 0,1% per 30 meter.

5.2.1.4 Transverse Slope

Transverseslope untuk runway pada perrencanaan sesuai dengan ketentuan

ICAO adalah 1,5%, sedangkan untuk slope pada runway shoulder, diambil

sebesar 1,5%. Untuk runway strip, slope diambil sebesar 2%.

5.2.1.5 Runway Shoulder

Sesuai dengan ketentuan ICAO, klasifikasi bandar udara 4 > 1.800 m,

maka ukuran runway shoulder pada masing-masing sisi sebesar 30 m. Lebar

total runway shoulder adalah kurang dari 60 m.

5.2.1.6 Runway Strip

Lebar total Runway strip sesuai dengan kode pesawat yang disyaratkan

ICAO yang tercantum pada Tabel 3.7 adalah sebesar 150 dengan lebar total

300 m. Panjang runway dengan tambahan 60 m diujung runway.

5.2.1.7 RESA

RESA ( Runway End Safety Area ) terletak dikedua sisi ujung runway strip

dan yang sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan ICAO adalah 90 x 90 m.

5.2.1.8 Clearway

Clearway terletak dimasing-masing ujung runway. Panjang clearway

adalah 1.469 m, hal ini sesuai dengan ketentuan ICAO, yaitu tidak melebihi ½

panjang runway.

68

Page 9: Bab v. Analisis

5.2.1.9 Stopway

Stopway terletak pada ujung runway. Lebar stopway sama dengan lebar

runway, yaitu 45 m. Panjang stopway diambil sebesar 60 m.

5.2.2 Perencanaan Taxiway

Perencanaan desain taxiway dilakukan berdasarkan code ICAO Aerodrome

Desaign Manual, Part 1.

5.2.2.1 Lebar Taxiway

Lebar taxiway yang digunakan dalam perencanaan desain sesuai dengan kode

yang disyaratkan pada Tabel 3.8 yaitu 18 m.

5.2.2.2 Taxiway Slope

Sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan ICAO, slope pada taxiway

diambil sebesar 1,5%. Sedangkan pada taxiway shoulder dan taxiway strip

masing-masing diambil sebesar 1,5% dan 2%.

5.2.2.3 Taxiway Shoulder

Total lebar taxiway beserta shoulder adalah 44 m. Hal ini sesuai dengan

persyaratan yang terdapat pada Tabel 3.9 untuk menggunakan ukuran shoulder

sebesar 3,5 m dimasing-masing sisi pada bandar udara.

5.2.2.4 Taxiway Strip

Taxiway strip width yang digunakan sesuai dengan persyaratan ICAO pada

Tabel 3.9 bandar udara dengan pesawat klasifikasi 4C adalah sebesar 95 m.

69

Page 10: Bab v. Analisis

5.2.2.5 Jarak Minimum Landas Pacu dan Landas Hubung (Taxiway)

Dari Tabel 3.11 dengan kode huruf C didapatkan lebar landasan hubung

sebesar 18 m.

Jarak minimum antara landasan pacu dan landasan hubung dapat diperoleh

dengan persamaan dari International Civil Aviation Organization :

Jrt = 0,5 x ( LS x W1 )

LS = Lebar strip area total

W1 = Lebar maksimum sayap pesawat terbang pada kode huruf lapangan terbang tersebut.

Untuk klasifikasi bandar udara 4C maka lebar strip total 300 m dan W1 = 36 m

dari Tabel 3.2.

Jrt = 0,5 x ( 300 + 36 ) = 168 meter.

Hasil yang diperoleh dan dari kondisi yang ada dapat diperlihatkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Perbandingan Kondisi yang Ada dan Hasil PerhitunganPembanding Master Plan Hasil Perhitungan

1. Panjang landasan pacu ( m ) 2.250 2.9382. Perbandingan TOW dengan MTOW (%) 100 (diharapkan) 903. Lebar landasan pacu ( m ) 45 454. Lebar landasan hubung ( m ) 18 185. Lebar runway strip ( m ) 300 3006. Jarak dari sumbu landasan pacu dan

sumbu landasan hubung ( m )125 168

Sumber : Data hasil olahan

Dari Tabel 5.4 tersebut terlihat bahwa landasan pacu yang ada tidak dapat

melayani pesawat rencana dengan maximum take off weight. Berat pesawat terbang

ketika lepas landas maksimum adalah 90% MTOW. Lebar runway, taxiway dan

runway strip sudah memenuhi syarat namun jarak dari sumbu landasan pacu

kesumbu landasan hubung terlalu pendek.

70

Page 11: Bab v. Analisis

5.2.3 Perkerasan Landasan Pacu

5.2.3.1. Annual Departure

Setelah mendapat nilai CBR untuk menentukan tebal perkerasan, selanjutnya

kita menentukan annual departure pesawat rencana atau berapa kali pesawat akan

lepas landas pada runway tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5. Frekuensi rata-rata Pesawat Masuk / Bulan tahun 2000Pesaswat Frekuensi

C 212 F 28F 70F 100

26 kali6 kali6 kali6 kali

Sumber : Bagian operasional Bandar Udara Pinang Kampai

Berdasarkan frekuensi pesawat masuk pada bandara Pinang Kampai diambil

rata-rata 6000 pesawat. Jenis, spesifikasi dan persentase pesawat tersebut disajikan

dalam bentuk Tabel sebagai berikut :

Tabel 5.6. Annual Departure Pesawat RencanaPesaswat Forecast Annual

Departure Tipe Roda Berat Take off

Pesawat (Lbs)C 212 F 28F 70F 100

B 737 – 400

25 %15 %15 %10 %35 %

Singel GearDual GearDual GearDual GearDual Gear

20.00060.00084.00090.000138.500

Sumber : Data hasil olahan

Kemudian dikonversikan terhadap pesawat rencana yaitu Boeing 737 – 400.

angka faktor konversi dari single wheel ke dual wheel adalah 0,8 untuk lebih jelas

dapat disusun sepertiTabel 5.7 berikut ini.

71

Page 12: Bab v. Analisis

Tabel 5.7. Hasil Konversi Pesawat RencanaDual Gear Departure

( R2)

Wheel Load ( W2)

Wheel load dari pesawat rencana

(WI)

Eguivalen Annual Departure pesawat

rencana (RI)150060090090002100

475015.67519.95021.37532.894

32.89432.89432.89432.89432.894

16832002412100

JUMLAH 2.640Sumber : Data hasil olahan

Keterangan :

1. R2 dihitung dengan mengkonversikan tipe roda pendaratannya ke roda

pesawat rencana yaitu dual wheel faktor konversinya seperti pada tabel 3.12

karena faktor konversi dari dual wheel ke single wheel adalah 0,8 contoh :

Pesawat rencana C 212 dengan forecast annual departure 1.875 x 0,8 = 1.500

2. W2dihitung dengan menganggap 95% ditumpu oleh roda pendaratan utama,

dual wheel mempunyai 4 roda maka :

W2 = Berat take off pesawat ( MTOW) x 0,95 x ¼

3. W1 atau berat wheel load pesawat rencana ( MTOW B 737 – 400 = 138.500

lbs) yaitu : W1 = 138.500 X 0, 95 X ¼ = 32.894

4. RI dihitung dengan rumus :

Log RI = Log R2 ( )1/2

Jadi, equivalen annual departure dari pesawat rencana adalah 2.640. agar

perencanaan tebal perkerasan yang didapat lebih aman dan untuk jangka

waktu cukup lama maka diambil RI = 3.000

72

Page 13: Bab v. Analisis

5.2.3.2. Tebal Perkerasan dengan Grafis

Subgrade : 5%

Subbase : 13%

Annual departure : 3.000

Tipe roda pendaratan : Dual Wheel Gear

Berat take off pesawat rencana : 138.500 lbs

1. Tebal Perkerasan eksisting

Surface : 1,97 inch = 5 cm

Binder : 2,99 inch = 7,6 cm

Base : 11,82 inch = 30 cm

Sub base : 11,82 inch = 30 cm

30, 63 inch = 72,6 cm

Gambar 5.1. Gambar struktur lapisan perkerasan eksisting

73

surface course = 5 cm + 7,6 cm = 12,6 cm

base course = 30 cm

subbase course = 30 cm

subgrade

Page 14: Bab v. Analisis

1. Tebal Total Perkerasan

Pada Gambar 3.4 dengan CBR subgrade 5% ditarik garis kebawah memotong

berat kotor pesawat yaitu 138.500 lbs, kemudian ditarik garis arah horizontal

dan memotong pada garis annual departure 3.000, didapat tebal dari

perkerasan = 32 inch = 81 cm

2. Tebal lapis permukaan ( Surface course)

Pada Gambar 3.3 ditulis tebal surface :

Untuk daerah kritis = 4 inch = 10,2 cm

3. Tebal Lapisan pengikat ( Binder Course)

Tebal lapisan ini sama dengan tebal lapisan pengikat pada perkerasan yang

telah ada yaitu = 10,8 cm = 4,2 inch.

4. Tebal Base course

Tebal Base course yang digunakan adalah tebal base course landasan pacu

yang telah ada yaitu = 30 cm = 11,8 inch. Tebal base course yang telah diuji

terhadap grafik pada Gambar 3.4, dari ordinat paling kiri, ambil tebal total

perkerasan 30,5 inch, tarik garis horizontal, berpotongan dengan nilai CBR

subgrade, maka terbaca base course minuman ialah : 8,2 inch – 20, 83 cm.

berarti tebal base course yang didapat adalah sama dengan 11,8 inch > 8,2

inch (oke)

5. Tebal Subbase

Tebal subbase course yang digunakan adalah tebal subbase course landasan

pacu yang telah ada yaitu = 30 cm = 11,8 inch.

74

Page 15: Bab v. Analisis

2. Tebal Perkerasan rencana adalah :

Surface : 4 inch = 10,2 cm

Binder : 2,99 inch = 10,8 cm

Base : 11,82 inch = 30 cm

Sub base : 11,82 inch = 30 cm

30, 63 inch = 81 cm

Gambar 5.2. Gambar struktur lapisan perkerasan rencana

5.2.3.3 Tebal Perkerasan dengan Analitis

Nilai PCN (Pavement Classification Number) menunjukkan perkerasan

dalam melayani pergerakan pesawat. Sebuah pesawat dapat beroperasi pada

perkerasan tersebut jika memiliki nilai ACN yang lebih kecil atau maksimal sama

dengan PCN (ACN<PCN).

Nilai PCN dapat dicari berdasarkan tebal perkerasan apabila perkerasan

tersebut masih dapat dijamin kekuatan daya dukungnya seperti yang diijinkan,

namun apabila kekuatan daya dukung perkerasan diperkirakan sudah mengalami

75

surface course = 10,2 cm + 10,8 cm = 21 cm

base course = 30 cm

subbase course = 30 cm

subgrade

Page 16: Bab v. Analisis

penurunan maka nilai PCN dapat dicari berdasarkan pergerakan pesawat dalam hal

ini keberangkatan dengan menggunakan ketebalan yang sudah diekivalen.

Nilai PCN berdasarkan pergerakan pesawat dimaksudkan untuk mencari nilai

PCN perkerasan dengan tebal tertentu yang akan digunakan selama 20 tahun (umur

rencana 20 tahun) berdasarkan nilai rata-rata keberangkatan tahunan (Average

Annual Departure) dari tipe pesawat tertentu.

Tabel 5.8. Penentuan nilai ACN metode ICAO

TIPE/JENISMTOW (kg) RODA PENDARATAN ACN

Max Min TIPE DIST TEK.BAN MAX MINB737-400 64.864 33.643 DW 46,90% 1,44 41 18B737-300 61.462 32.904 DW 45,90% 1,34 37 17B737-200 58.332 29.620 DW 46,00% 1.25 35 15B737-500 60.781 31.312 DW 46,10% 1,34 37 16C-130 69.750 DW 47,50% 0,72 37 16F27 19.777 11.879 DW 47,50% 0,54 12 6F28 29.484 15.650 DW 46,30% 0,58 16 7F50 20.820 12.649 DW 47,80% 0,59 12 6F100 44,680 24.375 DW 47,80% 0,98 30 14MD-82 68.266 35.629 DW 47,60% 1,27 46 20MD-90 76.430 39.915 DW 46,98% 1,33 52 24A320 68.000 39.700 DW 47,10% 1,34 40 20

Sumber : International Civil Aviation Organization

Untuk menghitung nilai PCN Pesawat rencana Boeing 737-400 terlebih

dahulu harus mengetahui PCN eksisting Bandar Udara Pinang Kampai Dumai,

karena belum diketahui maka dapat dihitung dengan asumsi pesawat terbesar yang

sekarang beroperasi yaitu Fokker-100 dapat dilihat pada Tabel 5.8.

76

Page 17: Bab v. Analisis

Berat pesawat = = 46.541 kg

ACN Max = 30

ACN Min = 14

Bobot Max = 44.680 kg

Bobot Min = 24.375 kg

PCN eksisting = 30 – ( ) x ( 30 – 14 )

= 30 + 2

= 32

Pesawat jenis Fokker-100 mempunyai kategori medium, sehingga termasuk

dalam kategori X. Dengan demikian berdasarkan perhitungan di atas maka Bandar

Udara Pinang Kampai Dumai mempunyai nilai PCN 32/F/X/T untuk model

perkerasan eksisting. Dari nilai PCN 32/F/X/T dapat diketahui berapa tebal

perkerasan lenturnya dengan menggunakan rumus baku untuk perkerasan Bandar

Udara.

ACN =

32 =

t =

= 72,24 cm

= 30,5 inch.

77

Page 18: Bab v. Analisis

Sesuai dengan tebal perkerasan eksisting Bandar Udara Pinang Kampai

Dumai yaitu 30,5 inch.

Jika pada Bandar Udara Pinang Kampai Dumai tersebut akan dimasuki

pesawat besar seperti Boeing 737-400 dengan karakteristik seperti pada Tabel 5.8.

sehingga dapat dihitung tebal perkerasannya dimana nilai ACN Boeing 737-400

adalah 41.

ACN =

41 =

t =

= 81,77 cm

= 32 inch.

Jadi, dengan dimasukkannya pesawat pesawat Boeing 737-400 dengan

karakteristik pesawat yang sama, maka landasan hanya perlu dilakukan overlay dari

72 cm menjadi 82 cm.

Dari rencana pada masterplan Bandar Udara Pinang Kampai Dumai didapat

kekuatan rencana perkerasan PCN 40 F/C/X/U untuk pesawat beroperasi maksimum

yaitu Boeing 737-400 dengan karakteristik seperti pada Tabel 5.8. sehingga dapat

dihitung tebal perkerasannya.

78

Page 19: Bab v. Analisis

ACN =

40 =

t =

= 80,77 cm

= 31 inch.

Dari hasil analisis dan grafik dapat disimpulkan seperti pada Tabel 5.9

berikut ini :

Tabel 5.9. Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur

Metode Analisis Tebal Total Perkerasan LenturGrafik 81 cmAnalitis PCN 82 cmMasterplan 81 cm

Sumber : Data hasil olahan

79