BAB IV TERAPI DZIKIR MENURUT USTADZ H....
Transcript of BAB IV TERAPI DZIKIR MENURUT USTADZ H....
BAB IV
TERAPI DZIKIR MENURUT USTADZ H. HARIYONO DAN
PENERAPANNYA BAGI KESEHATAN
A. Amaliah Dzikir Yang Digunakan Ustadz H. Hariyono Sebagai Terapi
Kesehatan
Ustadz H. Hariyono seorang ahli pengobatan alternatif mempunyai
cara dalam mengobati pasien dengan cara mengajak pasien berdzikir. Banyak
pasien yang berobat dengan keluhan fisik yang sudah tidak bisa diobati dokter,
namun banyak pula pasien yang datang karena permasalahan kehidupan
maupun kegoncangan jiwa. Pada dasarnya, penyakit fisik yang diderita pasien
bisa disebabkan oleh pola hidup yang tidak teratur, pola makan yang tidak
diperhatikan, serta stres.
Di era globalisasi yang dituntut serba cepat dan modern ini,
permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari semakin beragam,
sehingga dapat menimbulkan tekanan yang mengakibatkan penyakit fisik.
Seperti halnya seorang pasien Ustadz H. Hariyono, ia seorang pengusaha yang
berumur 37 tahun berasal dari Bogor. Menurut Ustadz H. Hariyono pengusaha
itu intelektual tetapi bodoh karena mempercayai takhayul. Dia membangun
rumah, namun tembok pembatasnya menjadi satu dengan tetangga sebelah,
sehingga terjadilah pertengkaran hebat. Selang dua hari kemudian pengusaha
tersebut muntah darah, walau dibawa ke dokter maupun orang pintar tidak
kunjung sembuh, bahkan orang pintar mengatakan ia terkena santet. Setelah
dibawa ke Ustadz H. Hariyono dan dicek ternyata ia menderita kanker paru-
paru. Walaupun sudah dijelaskan, pasien tersebut tetap menyangkal bahwa
penyakit yang dideritanya disebabkan disantet tetangganya. Disinilah Ustadz
H. Hariyono harus meluruskan pendapat pasien yang memvonis penyakitnya
sendiri, sebenarnya penyakit yang diderita pasiennya itu bukan dari fisiknya
saja tetapi dari hati dan pikiran seseorang, juga dari kesalah-pahaman, bisa
juga dari makanan yang tidak bisa dijaga. Ketika seseorang sudah berumur 35
tahun keatas, ia harus menjaga makanan yang dikonsumsi, agar jangan sampai
terkena penyakit. Selain itu, diperlukan olahraga yang cukup, serta
mengurangi mengkonsumsi daging-dagingan. Lebih baik menjaga daripada
mengobati. Sebagai pengobatan, pasien itu diberi terapi dzikir selama 3 kali
pertemuan, dan diberi doa khusus sebagai keahlian yang digunakan Ustadz H.
Hariyono untuk menarik virus yang diderita pasien, serta diberi air dan
minyak yang telah diberi doa, maka atas ijin Allah SWT pasien itu berangsur-
angsur dapat sehat kembali.
Ada juga pasien yang sangat kikir, ia seorang pejabat yang mempunyai
usaha yang sangat sukses, bahkan mobil pribadinya mencapai 120 buah.
Karena sangat kikir, ia tidak mempercayai keluarganya, akibatnya seluruh
kunci mobil ia titipkan ke anak buah yang ia percayainya. Suatu hari anak
buahnya disuruh membeli es batu di dekat rumahnya, karena habis ia membeli
ke tempat yang letaknya jauh. Dalam waktu yang bersamaan salah satu dari
anak pejabat tersebut ketika bermain api, tiba-tiba terbakar dan harus segera
dibawa ke rumah sakit, namun tidak ada satupun mobil yang terbuka, karena
semua kunci mobil dibawa anak buahnya. Karena takut anaknya meninggal ia
menaikkan anaknya ke mobil bak terbuka yang lewat di depan rumahnya.
Tetapi, sesampainya di rumah sakit anaknya telah meninggal dunia. Peristiwa
ini menyebabkan pejabat tersebut menjadi stress menyesali akan perbuatannya
yang terlalu kikir, ternyata rejeki yang selama ini ia miliki tidak bisa
menyelamatkan anaknya. Karena tekanan pikiran yang berkepanjangan
mengakibatkan ia mengalami penyakit jantung kronis. Untuk mengobati
pasien kasus ini, Ustadz H. Hariyono menggunakan terapi dzikir selama 7 kali
pertemuan, sampai pasien tersebut benar-benar tenang dan menyadari ke-
khilaf-an yang diperbuatnya selama ini, setelah itu baru penyakitnya ditarik
menggunakan doa-doa yang dilafadzkan Ustadz H. Hariyono sebagai keahlian
khususnya. Sebagai pemulihan pasien diberi ramuan serta air dan minyak
yang telah didoakan.
Disini dapat kita ketahui, bahwa orang yang mengalami tekanan
pikiran akan berpengaruh pada otak besarnya, karena otak besar akan
mengalami tekanan dari luar yang cukup besar, maka timbullah stress, depresi
maupun kesedihan yang berkepanjangan yang akan berpengaruh pada kerja
lambung. Sehingga asam di lambung menjadi tidak seimbang, timbullah sakit
maag ataupun diare. Apabila asam lambung ini semakin banyak diproduksi,
maka akan mempengaruhi kerja organ vital lainnya, sehingga menyebabkan
sakit lever, jantung, dan paru-paru.
Secara spiritual, setiap rejeki yang diperoleh, apabila telah melebihi
ukuran untuk disedekahkan maka wajib untuk dikeluarkan zakatnya sebesar
2,5% dari penghasilan untuk dberikan kepada orang yang berhak
mendapatkannya. Apabila harta tersebut tidak dikeluarkan zakatnya, maka
harta kita akan mengandung kotoran, sehingga Allah SWT akan mengambil
hak harta tersebut, seperti kehilangan sanak keluarga, kehilangan harta,
terkena penyakit, ataupun terkena musibah.
Sebagai contoh lagi seorang pasien yang telah divonis dokter
meninggal dunia seminggu lagi karena penyakit yang dideritanya, Ustadz H.
Hariyono menyampaikan kepadanya bahwa dokter tersebut tidak salah
mengatakan hal demikian, karena semua diagnosis itu berdasarkan diagnosis
ilmu kedokteran. Tetapi tindakan ini tidak dibenarkan Ustadz H. Hariyono,
karena dokter tersebut mencoba memastikan umur si pasien. Sebab pada
dasarnya hidup dan mati seseorang hanya kehendak Allah SWT semata.
Walaupun sudah diobati secara medis dan tidak kunjung sembuh, berarti
bukan ini harapannya untuk sembuh, akan tetapi hanya dengan kehendak
Allah lah ia bisa sembuh yaitu dengan terapi dzikir. Terapi dzikir ini sebagai
sarana membersihkan diri dari dosa-dosa yang ada dalam diri pasien, karena
pasien akan sulit sembuh ketika Allah SWT masih memberikan cobaan.
Menurut Ustadz H. Hariyono, orang yang bahagia itu ada tiga macam,
pertama rejeki ada, kedua sehat jasmani dan rohani, ketiga merasa tentram
dalam kehidupannya. Namun ada juga seseorang yang mendapatkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, seperti orang yang mendapatkan
rejeki yang berlebih, tetapi cepat habis. Ada juga yang keadaannya sehat tetapi
sanak keluarganya mengalami sakit, sehingga dari tekanan ini menyebabkan ia
mengalami stress. Rejeki, kesehatan dan ketentraman akan tidak stabil antara
lain disebabkan pertama, karena perilaku orang tersebut. Kedua, karena
tempat tinggalnya yang mungkin dibuat maksiat sehingga dapat
mendatangkan malapetaka. Apabila hal ini yang terjadi maka cara yang
ditempuh Ustadz H. Hariyono adalah pasien diikhtiarkan dengan cara dzikir
bersama untuk membersihkan diri dari pengaruh kemaksiatan. Sehingga atas
ijin Allah SWT si pasien akan mendapatkan berkah dari dzikirnya tersebut.
Amalan dzikir dalam Ratib Al-Haddad yang digunakan oleh Ustadz H.
Hariyono dalam memberikan terapi kepada pasien akan banyak manfaatnya,
terutama oleh orang yang mengamalkannya secara berjamaah akan jauh lebih
besar manfaatnya. Berkah yang dirasakan bagi orang yang mengamalkan
Ratib Al-Haddad cukup banyak, dalam penjelasannya mengenai manfaat
dzikir, penyusun Ratib Al-Haddad (As-Sayyid ‘Abdullah bin ‘Alwi Al-
Haddad) mengatakan, “Setiap dzikir apa saja yang diamalkan pasti
mendatangkan natijah (hasil) khusus”. Dzikir yang diamalkan, maka kekuatan
yang tersirat di dalamnya pasti akan memberikan sesuatu kepada yang
mengamalkannya.
Barang siapa ingin memperoleh manfaat dari dzikir, demikian katanya
lebih lanjut, hendaknya ia mengikuti nash-nash yang ada (yakni firman-firman
Allah dan Sunnah Rasul-Nya). Manfaat dzikir sungguh tidak sedikit, tidak ada
jalan yang membatasinya. Antara lain, mematahkan rongrongan setan,
mendatangkan keridhaan Ar-Rahman, menghilangkan kesusahan dan
kesedihan, mendatangkan kegembiraan dan keceriaan, menguatkan hati dan
badan, membangkitkan hati dan perasaan, mendatangkan rejeki dan
memudahkannya, membuat yang berdzikir berwibawa, mengilhaminya
dengan pandangan yang tepat dalam menghadapi berbagai masalah,
menumbuhkan kemampuan mengawasi diri dan keikhlasan bertaubat,
membuat dekat dengan (keridhaan) Allah SWT, membukakan pintu makrifat,
serta membersihkannya dari dosa dan kesalahan.1
1 Al-Habib Alwi Bin Ahmad Bin Al-Hasan Bin Abdullah Bin Alwi Al-Hadad, Mutiara
Dzikir dan Doa, Terj. H.M.H Al-Husaini, Pustaka Hidayah, Bandung, 2000, hlm.254
Hendaklah selalu diingat, bahwa siapa yang mendekatkan diri kepada
Allah dengan berdzikir, mengingat-Nya diwaktu senang, maka Allah akan
mendekatinya diwaktu susah karena kepatuhan dan ketakwaannya kepada-
Nya. Dzikir merupakan sarana bagi turunnya karunia sakinah (ketentraman
lahir dan batin) dari Allah, dzikirpun mengundang para malaikat berkerumun
di sekitarnya, dan mendatangkan kelimpah-ruahan rahmat Allah SWT.
Dzikir merupakan dasar yang kuat di jalan menuju Allah, bahkan ia
adalah dasar yang paling penting sebab orang tidak dapat mencapai cinta-Nya
tanpa mengingat-Nya terus-menerus. Dzikir juga jembatan awal bagi orang-
orang yang hendak memperkokoh iman dan ketakwaannya. Secara psikologis
berdzikir kepada Allah akan menimbulkan efek positif yaitu rasa tenang,
tentram dan akan senantiasa terkontrol, tidak liar dan memperturutkan hawa
nafsu.
Orang yang bertipe agresif cenderung terkena serangan jantung dan
stroke. Hal ini disebabkan hormon-hormon yang berfungsi tidak seimbang,
kelebihan maupun kekurangan hormon akan berpengaruh buruk bagi
kesehatan. Apabila jiwa telah dikuasai oleh kemarahan dan kepanikan, maka
akan berpengaruh pada biologi tubuh dan sistem saraf.
Dalam ilmu kedokteran, sistem saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri atas otak
dalam tengkorak dan medulla spinalis yang menjalar di dalam kolumna
vertebra dan memanjang ke otak. Pusat komunikasi di dalam sistem saraf
pusat dan berbagai saluran saraf memungkinkan respons sadar atau tidak sadar
terhadap stimulus sensoris. Sistem saraf perifer dibentuk dari jaringan saraf
dan organ-organ pengindra yang mendapat informasi dari seluruh tubuh dan
meneruskannya ke otak.2
Otak sebagai sistem saraf pusat mengendalikan seluruh sistem tubuh.
Jadi tujuan persarafan untuk memberikan respons terhadap perubahan
eksternal maupun internal, manakala kondisi di dalam dan di luar tubuh secara
2 Paul D. Anderson, Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia, Terj. Ni Luh Gede Yasmin
Asih, Kedokteran EGC, Jakarta, 1996, hlm.101
terus-menerus berubah, dengan demikian persarafan ini akan mampu
mengadaptasi sendiri terhadap reaksi-reaksi tubuh. Sistem saraf ini
berfluktuasi dengan pikiran, perilaku dan aktivitas motorik tubuh. Sedangkan
spinal cord yang bekerja secara fungsional menyeimbangkan sistem tubuh
secara fisik maupun mental dan menciptakan kesehatan secara neurofisiologis
dan eurobiologis.
Sebuah penelitian di cabang Psikoneuroimunologi (PNI), mencatat
dengan cermat bahwa ketiga daerah meliputi pikiran, sistem saraf dan sistem
kekebalan saling mempengaruhi satu sama lain, khususnya dalam memulihkan
rasa sakit dan cedera. Apa yang kita pikirkan dan kita rasakan mempengaruhi
sistem-sistem lainnya, khususnya sistem kekebalan melalui kelenjar endokrin.
Apabila seseorang merasa cemas mengenai sesuatu, maka hal ini akan
merangsang sistem saraf simpatik, yaitu bagian dari sistem saraf yang menjadi
aktif apabila dalam keadaan darurat atau stress. Pada gilirannya, sistem saraf
simpatik ini akan semakin meningkatkan dan memperburuk dampak dari
stress, termasuk gejala-gejala emosional dan fisik akan suatu penyakit.
Kecemasan yang ada akan menimbulkan rangsangan pada sistem saraf
simpatik melalui hubungan pikiran dan tubuh, ini karena efek sistem saraf
simpatik terjadi akibat adanya hormon adrenalin yang jumlahnya berlebihan.
Hormon adenalin ini memicu berkembangnya sejumlah penyakit seperti
kecemasan, ketakutan, marah sehingga mempercepat denyut jantung,
menegangkan otot, pernafasan menjadi kencang, dan meningkatkan tekanan
darah.
Respons terhadap stress terjadi apabila hipotalamus pituitary memberi
signal adrenal gland untuk menghasilkan ACTH (Adreno Corticotrophic
Hormone). Selanjutnya ACTH merangsang adrenal medulla menghasilkan
epinephrine dan adrenal korteks menghasilkan cortisol (hydrocortisone).
Kadar cortisol yang terus meningkat inilah yang menyebabkan terjadinya
stress. Sedangkan epinephrine yang terus meningkat menyebabkan kadar gula
darah menjadi naik.
Peningkatan sekresi ACTH untuk memenuhi kebutuhan dalam situasi
darurat diperantarai hampir semata-mata oleh hipotalamus via pelepasan CRH
(Cortiotrophin Releasing Hormone). Polipeptida ini disekresi di eminensia
mediana dan disalurkan dalam pembuluh darah portal-hiposis anterior,
tempat peptide ini merangsang sekresi ACTH. Bila eminensia mediana
dirusak, maka peningkatan sekresi sebagai bagian dari otak menyatu di
eminensia mediana. Serat-serat dari nucleus amigdaloid memperantarai
respons terhadap stress, emosional, rasa takut, kecemasan dan ketegangan
menyebabkan peningkatan mencolok sekresi ACTH.3
Untuk mengobati masalah kesehatan yang disebabkan oleh zat-zat
tubuh penghasil stress, dokter akan meresepkan obat yang disebut dengan obat
“pemblokir beta” yang sebagian akan menghambat dampak dari hormon-
hormon tersebut. Namun dalam hal ini, ada jalan lain untuk mencapai hasil
serupa yaitu dengan "respon relaksasi”. Tehnik dengan cara mengistirahatkan
pikiran dan otot-otot tubuh ini, dapat dicapai dengan terapi dzikir. Apabila
respon relaksasi ini dilakukan dengan benar, maka akan mempertebal
keyakinan akan kemampuan untuk sembuh. Karena dzikir mampu
mengendalikan stress sehingga tidak sampai rasa marah atau ketakutan itu
muncul karena hormon penyebab stress dapat dikendalikan. Dengan berdzikir
ini, produksi hormon menjadi seimbang dan meminimalisasi terjadinya
gangguan penyakit. Dengan melakukan dzikir secara khusuk dan teratur akan
memberikan ketenangan batin sehingga akan meningkatkan kesehatan. Jadi
dengan mengkombinasikan dzikir dan keyakinan pada kekuatan Sang
Pencipta-Allah SWT-seseorang dapat memanfaatkannya bersama dengan
kepercayaan diri akan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri.
Dzikir ini sangat cocok dilakukan untuk relaksasi seseorang yang
sedang dilanda stress, depresi dan kecemasan karena pikiran dan tubuh dapat
berinteraksi dengan cara yang sangat beragam untuk menimbulkan kesehatan.
Efek dzikir bagi otak akan mengkondisikan gelombang alfa (7-14 Hertz yaitu
3 William F. Ganong, Fisiologi Kedokteran, Terj. M. Djauhari Widjajakusumah,
Kedokteran EGC, Jakarta, 1998, hlm. 368
keadaan yang tenang dan meditatif) yang berfluktuasi pada kondisi kesehatan
secara jasmani dan rohani. Menjadi sasaran dzikir dapat merangsang
tanggapan dari kelenjar endokrin atau sistem kekebalan tubuh yang
mempercepat proses penyembuhan.
Kelenjar endokrin ini memproduksi hormon. Produk ini langsung
dimasukkan ke dalam saluran pembuluh darah, karena kelenjar endokrin
merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran. Sedangkan secara garis
besar hormon-hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin mempunyai
fungsi :
1. Memelihara milieu interior yang termasuk didalamnya adalah pengaturan
cairan, kofaktor dan enzim agar menjamin suasana yang optimal dalam
proses biokimiawi seluler.
2. Mengatur mekanisme tubuh dalam menghadapi berbagai perubahan seperti
keadaan darurat, kelaparan, infeksi, trauma, stress mental, dan lain-lain.
3. Berperan pada proses pembentukan sel-sel dan pertumbuhan.
4. Beberapa hormon tertentu berperan dalam proses reproduksi termasuk
gemetogenesis, koitus, fertilisasi dan mempertahankan gizi janin.4
Dengan dzikir disertai tawakal serta ikhtiar merupakan gambaran jiwa
yang tenang, sehingga menekankan kemungkinan timbulnya berbagai
penyakit yang secara umum dipicu oleh endapan racun tubuh dan membantu
menjaga keseimbangan sirkulasi darah yang akan mendukung kinerja seluruh
organ tubuh, sehingga akan memberikan efek kekebalan tubuh meningkat
sehingga seseorang tidak mudah jatuh sakit atau mempercepat proses
penyembuhan.
4 Rahman Sani, Hikmah Dzikir dan Doa: Tinjauan Ilmu Kesehatan, Al-Mawardi Prima,
Jakarta, 2002, hlm.38
B. Faktor Penunjang dan Penghambat Terapi Dzikir Menurut Ustadz H.
Hariyono
1. Faktor Penghambat
a. Dosa yang Diperbuat
Dzikir akan bermanfaat bagi dzakir, apabila dzikir yang
diamalkan diterima oleh Allah SWT. Seorang yang berdzikir akan
didengar oleh Hafadzah (para malaikat yang mengawal kita). Apabila
dzikir pergi meninggalkan hati karena dzakir meninggalkan sama
sekali dalam dzikir (yakni Allah), maka akan hilanglah dzikir kita dari
perasaan Hafadzah dan sia-sialah amalan dzikir tersebut.
Orang yang sering melakukan maksiat karena dosa yang
dilakukan menyebabkan lemahnya hati, terlihat seseorang itu malas
melakukan ibadah dan amal shalih. Mengenai lemahnya tubuh, jelaslah
bahwa kekuatan jasmani akibat dari kekuatan hati.
Fakta ini terjadi dalam sebuah kasus yang dialami salah satu
pasien Ustadz H. Hariyono, ia seorang wanita yang terserang kanker,
mengakui bahwa dia pernah berselingkuh dengan lelaki lain. Karena
secara psikologis dia merasa bersalah telah menggugurkan kandungan
hasil dari perselingkuhan tersebut. Maka perasaan berdosa terus
menghantui hati dan pikirannya, sehingga dia menjalani kehidupan
rumah-tangganya dengan perasaan tidak tenang. Karena dihinggapi
perasaan ketakutan dan pikiran yang tertekan maka muncullah
penyakit kista.5 Ketika dalam proses terapi dzikir, pasien ini harus
benar-benar menghilangkan segala bentuk maksiat, apabila maksiat
masih dilakukan akan sulit dalam proses penyembuhan, karena Allah
masih memberikan cobaan. Dilihat dari segi medis, psikologis, dan
moral agama, maksiat yang dilakukan memberikan pengaruh negatif
dalam diri manusia sebagai balasan azab dari Allah. Al-Quran
menegaskan dalam Firman Allah SWT Surat Asy-Syuura ayat 30 :
5 Ilham Muhammad Adha, Menyikapi Rahasia Kedashyatan Bacaan Zikir dan Doa
Penyembuhan Ustadz Haryono, Haekal, Jakarta, 2004, hlm.16
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
dari kesalahanmu”.6
Apabila manusia terus-menerus melakukan dosa dan tidak mau
bertobat maka kekufuranlah yang akan terjadi, sehingga orang yang
bermaksiat menjadi hina dihadapan Pencipta-Nya, maka ia tidak dapat
memerintahkan makhluk untuk memuliakannya. Bagi orang-orang
yang tersesat karena dosa-dosa mereka menyebabkan mereka tidak
layak memperoleh rahmat yang dimintakan oleh para malaikat. Salah
satunya dalam majelis dzikir yang dipenuhi oleh para malaikat, tetapi
apabila seseorang masih melakukan dosa, maka pintu rahmat akan sulit
dibukakan.
b. Faktor Makanan Haram
Dzikir dapat melenyapkan endapan-endapan busuk yang
ditinggalkan oleh makanan yang berlebih-lebihan. Orang yang
senantiasa menelan makanan haram, dzikirnya tidak dapat
melenyapkan endapan-endapan busuk dari tubuhnya. Allah SWT
mengisyaratkan bahwa bangkai, darah, daging babi dan binatang yang
disembelih tanpa menyebut asma Allah dinyatakan haram (QS Al-
Maidah:173). Begitu pula dengan meminum khamar merupakan
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan (QS Al-Maidah:190).
Seiring dengan penemuan ilmiah dari ayat tersebut mempunyai isyarat
selain diharamkan, makanan haram yang telah disebutkan tadi dapat
melemahkan jantung, merusak hati dan berbagai penyakit lainnya.
Amal manusia akan rusak manakala makanan yang
dikonsumsinya haram atau mendapatkannya dari sumber yang haram
6 Departemen Agama RI, Op.Cit.,hlm.788
dan syubhat. Apabila memakan makanan yang haram dalam keadaan
sadar dan disengaja, maka akan berdosa disamping hati akan menjadi
gelap. Tetapi jika makanan dari sumber yang syubhat, maka tidak
berdosa tetapi hati kita yang akan menjadi gelap akibat makanan
tersebut. Semua ini diakibatkan karena perut merupakan tempat
penyakit. Segala sesuatu yang masuk ke dalam perut dan yang keluar
mempengaruhi daya terhadap jasad secara keseluruhan. Apabila
makanan yang dimakan diperoleh secara halal, menyebabkan jasad
tumbuh dari yang halal, sehingga terpenuhilah seluruh anggota badan
untuk mendekati keridhaan Allah SWT. Sebaliknya jika makanan yang
diperoleh dan dimakan haram, maka seluruh anggota badan akan
lemah dan berhenti ketaatannya sehingga menjadi sulit untuk tunduk
kepada Allah SWT.
Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya
Rasulullah, aku berdoa tetapi tidak diterima”. Rasulullah SAW
menjawab, “Ya Saad, tinggalkan makanan yang haram, maka
sesungguhnya tiap perut yang telah dimasukkan makanan yang haram,
maka tidak diterima doanya selama empat puluh hari”.7 Jadi memakan
barang haram, meminumnya, memakainya ataupun memberikannya
menjadi penyebab utama tidak diterimanya amal ibadah seseorang.
Dengan memelihara makanan dan bersabar dalam mencari barang
yang halal menjadikan seorang muslim diterima amal shalihnya dan
diijabah hajatnya. Walaupun seseorang melakukan ibadah dan amal
shalih, apabila di perutnya masih terhijab (penghalang-penghalang
yang membatasinya dari Tuhan), dan akan mendatangkan siksa,
sedangkan dzikir yang dilakukan tidak akan bermanfaat.
7 Muhammad Al Fateh, Rahasia dan Keutamaan Dzikir, Lintas Pustaka, Jakarta, 2003,
hlm.112
c. Putus Asa
Seseorang yang putus asa dari berdzikir kepada Allah SWT,
maka putuslah harapannya, karena dzikir merupakan sarana untuk
mengingat Allah SWT, apabila ia telah melalaikan-Nya, maka Ia pun
enggan ingat kepadanya. Dzikir sebaiknya dilakukan secara istiqomah,
apabila dalam pengobatan dengan terapi dzikir ini pasien tidak
istiqomah, tentu akan menghambat proses penyembuhan. Pasien yang
banyak melakukan dosa yang menimbulkan penyakit, tentu
pengampunannya memerlukan waktu yang lama, sehingga diperlukan
terapi dzikir yang intensif.
Pengobatan yang dilakukan Ustadz H. Hariyono, 90% pasien
mengalami kesembuhan, tetapi ada juga yang tidak mendapatkan
kesembuhan bahkan sampai mencapai kematian, semua disebabkan
oleh takdir, namun kebanyakan dari mereka putus asa. Seharusnya
mereka menjalani terapi dzikir empat sampai lima kali pertemuan,
karena tidak sabar, sehingga tidak melakukan terapi lagi, ini akan
menghambat proses penyembuhan.
2. Faktor Penunjang
a. Taubat
Kesempurnaan dalam melaksanakan dzikir agar diterima oleh
Allah SWT, maka diperintahkan untuk melakukan taubat dahulu,
karena selama manusia yang masih bergelimangan dosa, maka pintu
hijab antara hamba dan Tuhan masih ditutup. Manusia hendaknya
bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT atas segala kesalahan
dan dosa yang pernah dilakukan, baik secara sengaja maupun karena
lupa atau keliru untuk segera menyesali dan tidak akan mengulangi
lagi. Orang yang telah berbuat dosa, baik dosa terhadap dirinya
ataupun kepada orang lain, lalu berhenti dari melakukan dosa dan tidak
mengulanginya lagi, serta diimbangi dengan melakukan amal-amal
salih, maka orang tersebut telah dikatakan bertaubat. Orang seperti ini
akan diterima taubatnya seperti firman-Nya dalam surat Al-Maidah
ayat 39 :
“Barang siapa bertaubat setelah berbuat zhalim dan ia berbuat amal
shalih, maka sungguh Allah menerima taubatnya. Sungguh Allah
Maha Pengampun lagi Maha Pengasih".8
Apabila orang yang melakukan dosa secara terus-menerus
hingga menjelang ajalnya baru menyatakan penyesalan dan minta
ampun kepada Allah, maka taubatnya tidak diterima oleh Allah SWT.
Begitu juga orang yang tadinya kafir, lalu masuk Islam, kemudian
kembali hidup dengan ajaran-ajaran kekafiran yang ditentang Islam,
walaupun ia mengaku sebagai muslim, orang tersebut termasuk
munafik yang taubatnya tidak diterima oleh Allah SWT.
Seorang yang sedang berdzikir, tentu melepaskan diri dari
pikiran yang berorientasi dunia atau kematerian, manakala manusia
berdzikir berhadapan dengan Tuhan, tetapi dirinya telah terjerumus
kedalam dosa, maka taubat (yaitu meninggalkan dosa yang telah
diperbuat dan dosa-dosa yang sederajat dengan itu) adalah pilihan
tepat. Para ahli jiwa (psikolog) mengakui, bahwa taubat merupakan
sarana pengobatan gangguan kejiwaan yang baik. Dengan
mengagungkan Allah dan takut akan murka Allah diperlukan taubat,
sehingga ketika berdzikir menghadap Tuhan kembali suci. Taubat
memegang peranan penting bagi amaliah dzikir, agar dzikir tersebut
senantiasa dihadapkan kepada Allah.
b. Niat
Secara etimologi, kata niyyah atau anniyyah identik dengan al-
qash-du, al-‘azimah, al-iradah, al-himmah, yang artinya, maksud,
8 Departemen Agama RI, op.cit., hlm.165
keinginan, kehendak, keinginan yang kuat, dan menyengaja. Menurut
asas Islam, orang yang melakukan ibadah itu bisa diterima dengan
sah.9
Menurut jumhur ulama, niat itu wajib dalam ibadah. Niat
merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Sedangkan dalam masalah
muamalah dan adat kebiasaan, jika bermaksud untuk memperoleh
keridhoan Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya diharuskan
memakai niat.
Ketika melakukan dzikir berjamaah, sebelum memulai
berdzikir Ustadz H. Hariyono selalu berniat sebagai berikut, “Ya
Allah…dengan berdzikir ini, terimalah amalan dan hajat yang kami
inginkan, apabila diantara jamaah dzikir ini ataupun sauadaranya
ada yang terkena penyakit, maka sembuhkanlah dan berilah
kesehatan, apabila jamaah dzikir ini sedang tertimpa kesedihan
karena masalah atau musibah yang sedang dihadapi, berilah jalan
keluar untuk menyelesaikannya. Ampuni kami ya Allah dan terimalah
taubat kami, amin”.
Dengan niat yang diucapkan Ustadz H. Hariyono sebelum
melakukan dzikir berjamaah, juga akan memberikan energi positif bagi
diri jamaah, karena niat tersebut akan berdampak dari segi sugesti para
jamaah, sehingga timbul keyakinan dalam jiwa mereka sendiri (self
suggestion). Mereka akan merasakan suatu tingkat rangsangan dari
niat secara menyeluruh yang meliputi proses mental, proses berpikir
atau proses perbuatan. Keyakinan dzikir kepada Allah akan
mempengaruhi kesembuhan dan kebaikan dalam diri pasien, maka
dengan berdzikir ini 50% telah membuat mereka kembali sehat dan
membaik.
Dzikir dapat pula berfungsi sebagai Placebo. Fungsinya
seseorang yang mengetahui bahwa ia sedang didoakan dapat
9 Moh. Sholeh, Tahajud : Manfaat Praktis Ditinjau dari Ilmu Kedokteran, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 124
menghimpun energi penyembuhan yang manjur sekali. Bila hal ini
terjadi pengaruh dzikir itu berasal dari dalam diri pasien. Dalam
cabang ilmu neuroimmunologi terdapat kaitan yang erat antara bagian
otak yang berhubungan dengan pikiran, emosi dan sistem-sistem saraf
serta kekebalan. Berdasarkan teori ini, dapat diketahui bahwa pikiran
seseorang yang sedang didoakan akan mempengaruhi kondisi
biologisnya, karena hal ini dipengaruhi oleh sugesti orang tersebut.
c. Khusuk
Khusuk juga memegang peranan penting dalam ritual dzikir.
Khusuk berarti jiwa raganya tunduk dan penuh taat dalam melakukan
dzikir kepada Allah SWT. Raganya tenang dan menunduk karena
merasa rendah dihadapan-Nya, seraya mengucapkan puji-pujian dan
keagungan -asma Allah. Sedangkan hatinya penuh rasa harap, cemas,
takut, merasa diri penuh dosa dan merasa kecil dihadapan-Nya.
Suasana mendukung terciptanya pelaksanaan lahir batin dalam
melakukan dzikir secara khusuk.
Adapun hadits yang menunjukkan khusuk merupakan amalan
hati adalah hadits yang diriwayatkan dari Ali R.A, “Bahwa khusuk itu
dalam hati. Yang menunjukkan amal badan, seandainya orang ini
hatinya khusuk maka sungguh akan khusuk pula anggota badannya”.10
Rasa khusuk ini akan menimbulkan rasa sungguh-sungguh
berdzikir kepada Allah, sehingga akan berdampak pada sikap meditatif
yang menimbulkan rasa rileks pada diri dzakir, sikap tenang ini akan
menimbulkan dampak yang positif pada kesehatan jiwa.
C. Kelebihan dan Kelemahan Terapi Dzikir yang Digunakan Ustadz H.
Hariyono dalam Tasawuf
Dzikir yang diamalkan oleh Ustadz H. Hariyono bukanlah sebuah
upaya tanpa makna, tetapi mengandung rahasia-rahasia khusus yang jarang
10 Ibid. hlm.131
diketahui orang. Terlebih lagi penjelasan tentang dzikir ini dititik-beratkan
pada pandangan sufisme yang pada umumnya mengkaji ajaran-ajaran agama
dari sudut pandang rahasia ghaib. Inti pokoknya adalah bahwa dzikir yang
diamalkan oleh Ustadz H. Hariyono ini dapat dirasakan dengan hati dan
memiliki peranan penting dalam proses “penyucian jiwa” (tazkiyat Al-nafs).
Menurut keyakinan sufi, jalan ke arah tujuan ibadah yang sempurna
menuju yang hakiki (haqiqah) tidak mudah. Orang harus menempuh cara atau
jalan tertentu yang dinamakan thariqah atau tarekat dengan maksud untuk
menuju kepada ma’rifatullah. Ada metode atau jenjang tarekat yang harus
ditempuh untuk menuju ma’rifatullah, salah satu cara menurut para sufi
adalah dengan melanggengkan dzikir (mulâzamatu fi al-dzikir) atau terus-
menerus berada dalam dzikir untuk selalu ingat kepada Allah, serta terus-
menerus menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat membawa lupa
kepada Allah. Mukhalafat fi al-dzikir, sebagaimana yang digunakan Ustadz H.
Hariyono dalam mengobati pasiennya.
Pasien yang datang sebagian besar dengan sakit fisik maupun mental
mengeluh sudah berobat ke beberapa dokter maupun pengobatan alternatif
lainnya, tapi belum juga kunjung sembuh. Dari latar belakang inilah, Ustadz
H. Hariyono melihat bahwa pasiennya banyak melakukan dosa, sehingga
Allah SWT masih menangguhkan kesembuhannya. Agar mencapai
kesembuhan diperlukan taubat, sedangkan untuk mensucikan jiwa diperlukan
dzikir agar kotoran akibat dosa-dosa yang pernah dilakukan akan lebur,
sehingga Allah berkenan memberi kesehatan.
Hal ini sesuai dengan sistem pendidikan tiga tingkat yaitu takhalli,
membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela, dari maksiat lahir dan batin.
Takhalli, berarti mengisi diri dengan sifat-sifat yang terpuji baik lahir maupun
batin yaitu salah satunya dengan jalan berdzikirullah. Dan yang terakhir
tajalli, memperoleh kenyataan Tuhan, yaitu berupa ketenangan jiwa yang
melahirkan sehat jasmani dan rohani.
Didalam dzikir Ratib Al-Haddad yang diamalkan Ustadz H. Hariyono
terdapat lafadz dzikir yang identik dengan syahadat atau tahlil. Hal ini
merupakan legitimasi bahwa orang tersebut rela menjadi muslim sekaligus
mukmin. Pengucapan ini bukan hanya sekedar di mulut saja, melainkan
diresapkan dalam hati sanubari, dengan meyakini bahwa tiada Tuhan selain
Allah. Terdapat pula kalimat dzikir Bismillahi Walhamdu lillâh (dengan nama
Allah dan puji syukur bagi Allah). Makna dan pengertiannya tak lain adalah
pengakuan orang beriman bahwa segala urusan adalah dari perkenaan Allah
dan Ia jualah yang wajib disyukuri dan dipuji baik pada waktu orang
memperoleh kemudahan maupun pada waktu memperoleh kesukaran. Sebab,
kemudahan dan kesukaran, kesenangan dan kesusahan, semuanya adalah dari
Allah SWT. Sedangkan kalimat dzikir tambahannya (Bismillâhi
walhamdulillâh) ialah al-khair wasy-syarrbi masyîatillah adalah penegasan
makna dua kalimat pendek sebelumnya, bahwa apapun yang terjadi pada diri
manuasia adalah kehendak Allah. Kalimat tersebut mengisyaratkan
kesempurnaan iman dan keyakinan yang seharusnya pada setiap muslim.
Sebagian besar dari kalimat dzikir ini banyak yang bertujuan untuk memohon
ampun, bertaubat kepada Allah SWT, salah satunya dzikir yang berbunyi
Ầmannâ billâhi wal-yaumil-âkhir, tubna illallâhi bâthinan wa dzâhir (kami
beriman kepada Allah dan – mengimani kepastian tibanya – Hari akhir, dan
kami bertaubat keapada Allah batin dan lahir).
Bertaubat dalam batin didahulukan atau diutamakan daripada bertaubat
secara lahir. Ini berarti kesadaran bertaubat secara batin jauh lebih penting
daripada bertaubat secara lahir. Sedangkan taubat yang sungguh-sungguh atau
taubatan nasuhan ialah taubat yang sempurna, yakni taubat dalam batin dan
secara lahir. Memperhatikan latar belakang bacaan dzikir Ratib Al-Haddad
terlihat jelas bahwa dzikir bukan sekedar ucapan dengan lidah, tetapi landasan
moral dan spiritual dalam perjuangan hidup dengan mengingat Allah.
Manusia pada dasarnya memiliki kalbu (qalb) yang jernih, bening dan
bercahaya. Di dalamnya ada seberkas cahaya atau nûr yang bersumber dari
cahaya Allah. Oleh sebab itu, setiap manusia memiliki nurani, sesuatu yang
bersifat cahaya, jernih dan bening. Al-Ghazali melukiskan bahwa nurani
seseorang itu seperti sebuah kaca yang bening, namun kebeningan kaca itu
tercemari oleh noda-noda hitam yang digoreskannya setiap hari. Manusia
dalam hidupnya, ada kalanya menemukan berbagai situasi dan kondisi yang
memberi peluang terjebak ke jalan setan. Ia barangkali menemukan jalan
kekufuran, kemunafikan, kedzaliman, kefasikan, dan segala yang dapat
merongrong pegangan hidup dan kepribadiannya. Jika tidak pernah
dibersihkan maka noda hitam akibat maksiat itu, lama-kelamaan akan menjadi
keras membeku seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Maka cahaya Allah tidak
akan dapat ditangkap oleh nurani yang terhalang oleh noda-noda yang
membeku tersebut. Disinilah ajaran tasawuf mengupas tata cara menyucikan
hati, mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan merasakan
kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari, guna mewujudkan integritas
moral yang tinggi pada pribadi seorang muslim. Dzikir merupakan upaya
menghubungkan diri secara langsung dengan Allah baik secara lisan maupun
kalbu dengan memadukan keduanya secara simfoni. Dzikir yang dibaca sesuai
dengan ayat-ayat Al-Qur’an akan menyucikan kembali tenaga iman yang
sudah kotor sehingga dzikir mengupayakan kembali ke jalan Allah.
Pada dasarnya amalan dzikir yang digunakan Ustadz H. Hariyono
sebagai terapi pengobatan tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam,
karena dzikir Ratib Al-Haddad yang digunakan, merupakan himpunan
sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim. Walaupun mempunyai kelebihan,
tentunya Ustadz H. Hariyono sebagai ahli spiritual mempunyai kelemahan
atau kekurangan dalam melakukan pengobatan ini. Penulis melihat dalam
pengobatan yang dilakukan Ustadz H. Hariyono masih meminta imbalan
kepada pasien. Hal ini penulis ketahui ketika pertama kali datang menghadap
Ustadz H. Hariyono di tempat prakteknya untuk berkonsultasi. Saat itu sekitar
40 orang yang akan berobat maupun berkonsultasi masuk ke ruang praktek,
tiba-tiba asistennya berteriak, “amplop…amplop diletakkan dikotak!”. Tentu
saja penulis terkejut apalagi saat itu tidak ada persiapan membawa amplop
berisi uang. Pada dasarnya memberi secara sukarela dan menerima upah atau
imbalan dalam pengobatan diperbolehkan, apalagi hal ini sebagai rasa terima
kasih dan sebagai pengganti minyak dan air serta ramuan dalam kapsul yang
diberikan kepada pasien. Rata-rata imbalan pengobatan yang dimasukkan
dalam amplop dari tiap-tiap pasien sekitar seribu rupiah sampai satu juta
rupiah. Sedangkan bagi pasien yang menderita sakit sangat parah seperti
kanker, tumor maupun penyakit lain yang sudah kronis, biasanya imbalan
yang diminta diatas rata-rata, minimal seratus ribu rupiah bahkan sampai juta-
an rupiah setiap kali datang berobat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa secara medis dokter tidak bisa lagi menangani penyakit si pasien yang
sudah parah, atau bahkan pasien itu menghindari biaya operasi yang sangat
mahal biayanya. Pasien yang menderita penyakit agak parah, memerlukan
terapi pengobatan secara intensif oleh Ustadz H. Hariyono, dibantu oleh para
santri yang merupakan asistennya dalam mengobati pasien. Sedangkan para
santri yang ikut membantu berdzikir juga mendapatkan imbalan, sehingga
imbalan yang dikeluarkan si pasien bisa lebih dari yang disebutkan diatas.
Disinilah penulis menitik-beratkan kelemahan dalam pengobatan
Ustadz H. Hariyono, masalah keuangan yang diatur oleh asistennya dengan
meminta imbalan lebih ke pasien yang memerlukan pengobatan secara
intensif, cara seperti ini akan menimbulkan pamrih karena seorang yang akan
berobat harus memberi imbalan meteri. Hal ini bertentangan dengan ajaran
tasawuf tentang keikhlasan.
As-Susiy seorang ahli dalam tasawuf (sufi) mengatakan, “Keikhlasan
itu ialah ketiadaan melihat ikhlas, karena barang siapa menyaksikan
keikhlasan diatas keikhlasan, maka keikhlasan membutuhkan keikhlasan”.
Dikatakan kepada Sahl, “Manakah yang paling berat terhadap nafsu?”. Sahl
menjawab, “Keikhlasan, karena ia tidak punya bagian dalam keikhlasan”. Ia
berkata pula, “Keikhlasan adalah tenangnya manusia dan gerak-geriknya
karena Allah Ta’ala semata-mata”. Al-Junaid berkata, “Keikhlasan adalah
pembersihaan amal-amal dari kekeruhan-kekeruhan”. Al-Fudhail berkata,
“Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’, dan beramal karena
manusia adalah syirik, sedang keikhlasan itu ialah bila Allah Ta’ala
membebaskannya dari kedua sifat itu”. Dikatakan bahwa keikhlasan itu ialah
pengawasan yang terus-menerus dan melupakan segala kenikmatan.11
Sedangkan asisten Ustadz H. Hariyono yang meminta imbalan kepada
pasien yang berpenyakit kronis tentunya akan menghambat pasien untuk
berobat apabila mereka tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walaupun
dipaksakan berobat dengan biaya ala kadarnya, tentu para santri yang
membantu ritual dzikirpun melakukannya dengan setengah hati. Meskipun
Ustadz H. Hariyono telah melakukan terapi dengan sungguh-sungguh, tetapi
apabila santri kurang ikhlas maka hasil pengobatannya pun tidak bisa optimal.
Ketidak-ikhlasan ini akan condong terhadap nafsu untuk memenuhi kebutuhan
manusia sehingga menimbulkan sifat tercela. Hal ini perlu diperhatikan,
terutama dalam pengobatan menggunakan perantara dzikrullah, diperlukan
keikhlasan yang tulus, karena keikhlasan merupakan salah satu rahasia dari
Allah SWT yang diberikan dalam hati seorang hamba yang dicintai. Disinilah
pentingnya keikhlasan, walaupun diberi imbalan maupun tidak seharusnya
pengobatan dilakukan secara ikhlas Lillahi Ta’ala, karena keikhlasan akan
lebih dekat dengan Ridho-Nya.
11 Imam Al Ghozali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Terj. Zaid Husein Al Hamid, Pustaka
Amani, Jakarta, hlm. 361
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis paparkan dari pembahasan mengenai terapi dzikir bagi
kesehatan menurut Ustadz H. Hariyono yang telah diuraikan dalam bab-bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dzikir yang digunakan Ustadz H. Hariyono untuk mengajak pasiennya
berdzikir berjamaah, pada dasarnya tidak bertentangan dengan ajaran
Agama Islam, karena dzikir Ratib Al-Haddad yang diamalkan merupakan
himpunan dari ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Seseorang yang terkena penyakit dan sulit untuk disembuhkan menurut
Ustadz H. Hariyono disebabkan karena pembalasan atas dosa dan
kesalahan manusia itu sendiri, maka untuk mensucikannya, pasien diajak
melakukan terapi dzikir terlebih dahulu.
3. Dengan berdzikir akan memberikan manfaat bagi dzakir sebagai berikut :
a. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
b. Mengingatkan pasien adalah orang yang lalai mengingat Allah SWT,
maka dengan berdzikirlah pasien akan selalu ingat kepada Allah SWT.
c. Pasien akan memperoleh berkah dari dzikir yang dibaca secara
berjamaah.
4. Syarat utama dalam melakukan terapi dzikir harus “yakin”, bahwa Allah
lah yang akan memberikan kesembuhan dengan perantara pengobatan
yang dilakukan Ustadz H. Hariyono.
B. Saran-saran
Dalam upaya memahami dzikir sebagai terapi kesehatan, sebagaimana
yang telah diajarkan Ustadz H. Hariyono maka perkenankanlah penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk memasyarakatkan dzikir yang diajarkan Ustadz H. Hariyono, perlu
ditingkatkan acara Safari Dzikir di seluruh Indonesia, agar mereka
merasakan manfaat dzikir berjamaah dan membiasakan berdzikir setiap
saat.
2. Mengingat kesibukan Ustadz H. Hariyono, maka tidak mungkin untuk
melakukan berdzikir bersama beliau setiap hari, untuk memelihara dzikir
sebaiknya jamaah melakukan dzikir secara istiqomah sendiri.
3. Hendaknya skripsi dengan tema-tema pengobatan secara sufi dengan dzikir
ini dapat diteliti lebih dalam pada jurusan Tasawuf dan Psikoterapi, karena
dengan berdzikir kita dapat memperoleh manfaat yang besar, seperti
halnya ajaran para sufi.
C. Penutup
Demikianlah skripsi ini penulis sampaikan, bila ada kesalahan atau
kekurangan penulis menyadari karena keterbatasan dan kemampuan yang ada
pada diri penulis. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang
membangun pada para pembaca, untuk dijadikan bahan pertimbangan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat dan hanya kepada-Nya lah penulis mohon pertunjuk, Amin.