BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa...

20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 64 BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA EUTHANASIA ANTARA TINJAUAN FIQH JINA>YAH DAN KUHP A. Analisis Tentang Pengertian Tindak Pidana Euthanasia Dalam Tinjauan Fiqh Jina>Yah Dan KUHP Sejak terbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sampai sekarang, mengenai euthanasia belum ada kasus yang nyata (dipublikasikan) di Indonesia yang berhubungan dengan euthanasia, yang diatur dalam pasal 344 KUHP. Oleh sebab itu pasal 344 ini mengandung berbagai pernyataan, baik euthanasia ini tidak pernah terjadi di Indonesia, atau memang perumusan pasal 344 KUHP yang tidak memungkinkan untuk mengadakan penuntutan di muka Pengadilan. Pasal 344 KUHP yang dikenal sebagai pasal euthanasia aktif menyatakan bahwa, “barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri, yang menyatakan dengan kesungguhan hati, diancam pidana penjara paling lama 12 tahun”. 88 Dengan pasal 344 KUHP ini, perundang-undangan telah menduga sebelumnya, bahwa euthanasia pernah terjadi di Indonesia dan akan terjadi pula untuk masa yang akan datang, dalam arti euthanasia yang aktif, tetapi perumusan pasal 344 KUHP menimbulkan kesulitan di dalam pembuktian, yaitu 88 R.Soesila, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Lengkap dengan Komentarnya), (Bogor: Politis, 1991), 243

Transcript of BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa...

Page 1: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

64

BAB IV

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA EUTHANASIA ANTARA

TINJAUAN FIQH JINA>YAH DAN KUHP

A. Analisis Tentang Pengertian Tindak Pidana Euthanasia Dalam Tinjauan

Fiqh Jina>Yah Dan KUHP

Sejak terbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sampai

sekarang, mengenai euthanasia belum ada kasus yang nyata (dipublikasikan) di

Indonesia yang berhubungan dengan euthanasia, yang diatur dalam pasal 344

KUHP. Oleh sebab itu pasal 344 ini mengandung berbagai pernyataan, baik

euthanasia ini tidak pernah terjadi di Indonesia, atau memang perumusan pasal

344 KUHP yang tidak memungkinkan untuk mengadakan penuntutan di muka

Pengadilan.

Pasal 344 KUHP yang dikenal sebagai pasal euthanasia aktif

menyatakan bahwa, “barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan

sendiri, yang menyatakan dengan kesungguhan hati, diancam pidana penjara

paling lama 12 tahun”.88

Dengan pasal 344 KUHP ini, perundang-undangan telah

menduga sebelumnya, bahwa euthanasia pernah terjadi di Indonesia dan akan

terjadi pula untuk masa yang akan datang, dalam arti euthanasia yang aktif, tetapi

perumusan pasal 344 KUHP menimbulkan kesulitan di dalam pembuktian, yaitu

88

R.Soesila, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Lengkap dengan Komentarnya), (Bogor: Politis,

1991), 243

Page 2: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65

dengan adanya kata-kata “atas permintaan diri sendiri, diucapkan sendiri atau

dinyatakan sendiri, bukan oleh orang lain dan bahkan pula bukan oleh

keluarganya”.

Dari pasal tersebut dapat menimbulkan berbagai pertanyaan;

bagaimana jika orang tersebut sudah tidak bisa berekomunikasi lagi, bagaimana

kalau pasien tersebut sudah meninggal dunia dan sebagainya. Pernyataan tersebut

sulit untuk dibuktikan.89

Supaya pasal 344 KUHP dapat diterapkan dalam

praktek, maka sebaiknya dalam rangka Ius Constituendum hukum pidana, maka

rumusan pasal 344 yang ada sekarang perlu untuk dirumuskan kembali, sehingga

penerapan pasal tersebut dapat memudahkan bagi penuntut umum dalam

pembuktiannya.

Dengan dirumuskannya pasal 344 dalam rancangan KUHP menjadi

pasal 445 tentang pembunuhan atas permintaan sendiri dengan penambahan kata-

kata “atas permintaan keluarga” dapat memudahkan bagi penuntut umum dalam

hal pembuktian di depan Pengadilan. RUU-KUHP yang akan datang (ius

Constituendum) dapat memperhatikan serta memperhitungkan perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga kematian tidak dipandang sebagai suatu

fungsi terpisah dari konep hidup sebagai suatu keseluruhan, dengan demikian

89

Djoko Prakoso, SH., dan Djaman Andhi Nirwanto, SH., Euthanasia (Hak Asasi Manusia dan Hak

Pidana), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), 102

Page 3: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

pengadilan dapat membedakan dan memisahkan secara jelas dan tegas antara

pengertian perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.90

Di zaman modern seperti sekarang, manusia seperti berada di puncak

kesuksesan dengan ditemukannya alat-alat teknologi canggih di berbagai bidang,

termasuk di bidang kedokteran. Dengan kehadiran teknologi di bidang kedokteran

ini, tim dokter banyak terbantu, sehingga mereka dengan mudah dapat

memberikan harapan sembuh lebih banyak pada para pasiennya. Namun di balik

itu, perkembangan penyakit berbanding terbalik dengan perkembangan teknologi

kedokteran, artinya perkembangan penyakit jauh lebih pesat daripada teknologi

kedokteran yang ada. Hal ini menandakan bahwa teknologi mempunyai

keterbatasan-keterbatasan, sehingga tidak semua penyakit bisa dibantu

penyembuhannya melalui alat-alat teknologi, di mana hal ini berakibat pada

terciptanya kesan penyakit tak tersembuhkan bagi para pasien dan pada akhirnya

euthanasia menjadi pilihan bagi keluarga.

Berbicara mengenai praktek euthanasia, sebenarnya hal ini bukanlah

termasuk hal yang baru. Fenomena euthanasia ada sejak jaman Yunani Kuno, di

mana Plato sengaja meracuni dirinya hingga tewas demi mempertahankan

pendapatnya. Kemudian praktek tersebut semakin banyak dilakukan oleh orang di

90

Ibid., 106

Page 4: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

67

zaman modern. Manusia tidak lagi peduli akan makna kehidupan, karena krisis

moral yang melanda dan menyebabkan kehidupan menjadi tidak bermakna.91

Angka kematian karena kasus euthanasia semakin hari semakin

bertambah. Pesatnya jumlah kematian akibat euthanasia menjadi motivasi bagi

para ahli hukum untuk membuat undang-undang mengenai euthanasia. Belanda

telah berhasil membuat undang-undang seputar praktek euthanasia. Bahkan di

Negara tersebut, praktek euthanasia dilegalkan. Kemudian langkah ini Australia,

Amerika, Inggris juga melegalkan euthanasia, walaupun harus melalui syarat-

syarat yang begitu ketat.92

Kasus euthanasia, ternyata, tidak hanya menimpa masyarakat yang

berada dalam kekuasaan Negara sekuler seperti Belanda dan semacamnya.

Namun kini juga dialami oleh Negara-negara yang sedang berkembang. Di

Indonesia sendiri, misalnya, seorang suami (Satria Panca Hasan) mengajukan

permohonan euthanasia atas istrinya (Ny. Agian Isna Nauli) kepada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat. Hal itu terpakasa dilakukannya karena sudah tidak tahan

melihat keadaan istrinya yang tergolek lemah di bawah selang-selang respirator

yang membantunya untuk bernafas. Ia mengalami koma setelah dirawat di sebuah

Rumah sakit di Jakarta. Dalam keadaan Vegetative state tersebut, harapan untuk

bisa sembuh semakin menipis.

91

F.Tengker, Kematian yang Digandrungi: Euthanasia dan Hak Menentukan Nasib Sendiri,

(Bandung: Nova, t.t), 91. 92

Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, ( Jakarta: RM Books, 2007), 244-245

Page 5: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

Sementara biaya perawatan yang harus ditanggungnya sangat besar,

yakni berkisar antara 1,5-2 juta setiap harinya. Biaya perawatan yang sangat besar

dirasakan berat oleh Satria Panca yang berpenghasilan kecil. Di samping itu,

keluarganya yang lain, anak-anaknya, yang notabene mempunyai status

kehidupan dan masa depan yang lebih jelas dari pada istrinya, juga membutuhkan

biaya hidup yang tidak sedikit. Jika perawatan diteruskan, maka biaya akan

semakin membengkak, dan sebagai konsekuensinya, keluarganya yang lain akan

ikut menderita sebab biaya yang dialokasikan untuk perawatan. Dalam keadaan

demikian, terpaksa Satria Panca Hasan meminta supaya perawatan terhadap

istrinya dihentikan, karena hal itu tidak juga membuat istrinya menjadi lebih

baik.93

Jika diamati, kasus terjadinya euthanasia merupakan buntut kegagalan

dan keterbatasan yang ada, baik keterbatasan ekonomi untuk menanggung seluruh

biaya perawatan yang tidak sedikit, keterbatasan alat-alat medis yang tersedia,

serta keterbatasan peran pemerintah atas jaminan kesehatan masyarakatnya,

sehingga kasus penghentian pengobatan menjadi alternatif. Hal ini akan menjadi

dampak tersendiri pada psikis pasien atau keluarganya, sehingga tak jarang pasien

yang berpenyakit parah merasa putus asa. Akhirnya euthanasia menjadi pilihan

yang terpaksa dilakukan. Kasus di atas hanya sebagian kecil dari banyak kasus

93

http://www.detiknews.com/read/2004/10/22/110942/228879/10/hasan-mohonkan-penetapan

euthanasia-agian-ke-pn-jakpus. diakses tanggal 12 Mei 2008

Page 6: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

69

yang terjadi di negeri ini. Karena hanya keduanya yang bisa terekspos dalam

media massa.

Padahal jika ditelusuri lebih dalam lagi, kasus-kasus euthanasia atas

permintaan keluarga akan lebih banyak. Mengingat, selain penyakit yang diderita

oleh masyarakat Indonesia semakin beragam, obat-obatan serta biaya perawatan

semakin mahal. Hal ini akan menjadi problem tersendiri bagi keluarga yang tidak

mampu membiayai perawatan. Sehingga euthanasia menjadi pilihan yang tak

terelakkan. Fenomena euthanasia di lapangan akan selalu berhubungan dengan

perawatan seseorang yang sedang dalam kondisi menderita penyakit yang sangat

parah sehingga tidak bisa lagi disembuhkan.

Dalam kondisi demikian, bisa jadi, kondisi pasien sudah tidak berdaya

dan tidak bisa melakukan apa-apa kecuali ”menunggu ajal” atau jika tidak

demikian, ia merasakan penderitaan yang luar biasa karena penyakit yang

dideritanya, sehingga kematian,terkadang, menjadi idaman sebagai „solusi‟ dari

penderitaan tersebut. Sehingga euthanasia menjadi pilihan bagi pasien yang tidak

tahan lagi dengan penyakitnya. Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa

euthanasia terjadi karena persoalan- persoalan yang dilematis antara meneruskan

perawatan pasien atau tidak, antara menyelamatkan pasien atau keluarga yang

lain.

Di sisi lain euthanasia mempunyai sisi kesamaan dengan pembunuhan,

di mana keduanya sama-sama berujung pada kematian seseorang. Euthanasia

Page 7: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

terdiri dari berbagai kategori, sesuai dari sudut pandang masing-masing. Pertama,

dari sisi pasien, euthanasia dibagi menjadi Voluntary Euthanasia dan Involuntary

Euthanasia. Kedua, dari sisi pelaku terbagi menjadi euthanasia aktif dan

euthanasia pasif. Voluntary euthanasia berasal dari pasien yang mempunyai

keinginan untuk dieuthanasia karena tidak tahan terhadap penyakit yang

dideritanya.

Keadaan seperti ini juga biasa disebut dengan istilah assisted suicide

atau bunuh diri dengan bantuan. Kondisi demikian dapat saja terjadi, karena

adanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung

sembuh, sehingga kematian menjadi jalan keluar bagi penyakitnya yang akut.

Selain itu, yang menjadi pemicu juga adalah kesadaran akan penyakitnya yang tak

mungkin untuk disembuhkan lagi, sehingga ia berkeinginan untuk menolak

pengobatan atau perawatan yang diberikan kepadanya. Dalam kasus seperti ini,

pasien mempunyai hak murni untuk menerima dan menolak perawatan. Oleh

karenanya, seorang dokter tidak boleh memaksakan diri untuk memberikan

perawatan kepadanya, bila hal itu terjadi, maka sama halnya dokter telah

melakukan penganiayaan terhadap pasien. Kemudian persoalannya adalah jika

terjadinya euthanasia berangkat dari sebuah keputusasaan.

Sedangkan Involuntary euthanasia lebih mengarah pada euthanasia

yang diandaikan. Artinya, jika seandainya kondisi pasiensaat itu dalam keadaan

normal dan bisa berkomunikasi, maka niscaya pasien tersebut akan meminta agar

Page 8: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

71

perawatannya segera dihentikan karena alasan sakit yang tak tertahankan. Dengan

kata lain, euthanasia pada jenis ini merupakan sebuah keputusasaan. Menurut

penulis, lebih mengarah pada euthanasia yang dipaksakan, karena tidak ada yang

mengetahui apa yang ada di dalam benak pasien yang sedang dalam kondisi

vegetatif atau dalam kondisi koma. Jika tim dokter melakukan hal demikian,

maka ia telah melakukan pembunuhan yang bisa diancam dengan hukuman.

Adapun jenis kedua euthanasia yang terakhir (aktif dan pasif ), yang biasa disebut

juga dengan euthanasia positif dan negative.

Menurut penulis, euthanasia merupakan tindakan-tindakan yang

terjadi karena tim dokter ataupun keluarga melihat kondisi pasien yang sudah

tidak bisa lagi diharap kesembuhannya, dan oleh karena itu perawatannya

dihentikan. Euthanasia aktif atau positif merupakan tindakan yang sengaja

dilakukan oleh tim dokter untuk mengakhiri atau tidak memperpanjang hidup

pasien. Tindakan aktif bisa dinyatakan dengan memberikan obat-obatan dalam

dosis tinggi, sehingga hal ini mengakibatkan kematian bagi pasien.

Namun setelah dilihat dalam kenyataannya, tidak semua dokter yang

memberikan obat-obat tertentu mempunyai tujuan memperpendek hidup

pasiennya. Dengan adanya kasus semacam ini, para pakar lantas membagi

euthanasia jenis ini ke dalam dua bagian. Pertama, euthanasia aktif secara

langsung, yaitu tindakan, di mana dokter melakukan euthanasia terhadap pasien

dengan tujuan tidak memperpanjang hidup pasien. Kedua, euthanasia aktif

Page 9: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

indirect, yaitu euthanasia yang dilakukan tidak untuk mengakhiri kehidupan

pasien, walaupun disadari hal itu akan beresiko mengakibatkan kematian pada

pasiennya. Dari sini dapat dipahami bahwa pada tindakan euthanasia aktif, baik

secara lagsung ataupun tidak langsung, terdapat unsur-unsur kesengajaan dari

pelaku untuk mengakhiri hidup seseorang dengan menggunakan instrumen-

instrumen yang bisa mematikan.

Meskipun kejahatan euthanasia belum di jelaskan secara mendetai

dalam Undang-Undang. Namun, setidaknya ada beberapa Pasal yang berkaitan

dengan penghilangan nyawa seseorang, yaitu Pasal 55 (tentang pelaku dan yang

menyuruh melakukan suatu perbuatan pidana), 304 (tentang meninggalkan orang

yang perlu ditolong), 338 (tentang kejahatan terhadap nyawa), 340 (tentang

pembunuhan bencana), 345 (memberikan pertolongan terhadap orang yang bunuh

diri), dan 531 (tentang penganiayaan). Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa

euthanasia terdiri dari berbagai kategori jika dipandang dari sisi pelaku dan

pasien yang di euthanasia.

Praktek euthanasia aktif memiliki indikasi kuat bahwa di dalamnya

telah terdapat unsur-unsur pidana yaitu menghilangkan nyawa orang lain,

walaupun untuk sementara dengan tujuan meringankan penyakit si pasien. Jika

dokter melakukan hal ini, maka ia bisa dijerat dengan Pasal 338 tentang kejahatan

terhadap nyawa. Di mana bunyi Pasal tersebut adalah; “Barang siapa sengaja

Page 10: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

73

merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.”.94

Jika euthanasia terbut dilakukan atas permintaan para keluarga pasien,

maka keluarga yang memintanya bisa dikenai tuntutan hukuman karena telah

melanggar Pasal 55 KUHP. Di sisi lain, terkadang permintaan euthanasia datang

dari pasien yang tidak tahan akan penyakit yang dideritanya. Dalam hal ini jika

dokter meloloskan pemintaan pasien tersebut dan tidak ada bukti tertulis dari

pasien, maka ia bisa bisa dijerat dengan Pasal 345 karena telah memberikan

bantuan bagi upaya bunuh diri seseorang. Dengan melihat uraian yang ada

tampak sepintas bahwa hukum positif di Indonesia belum memberikan ruang bagi

euthanasia baik euthanasia positif maupun negatif.

B. Analisis Tentang Komparasi Tindak Pidana Euthanasia Dalam Tinjauan

Fiqh Jina>Yah Dan KUHP

Dalam hukum Islam, pembunuhan terbagi menjadi tiga, yaitu

pembunuhan sengaja, semi sengaja dan pembunuhan tersalah. Pembunuhan

sengaja dikakukan untuk menganiaya korbannya, di mana tujuan tersebut

tercermin dari adanya alat-alat yang bisa mematikan yang digunakan untuk

membunuh korbannya. Abu Zahrah mengatakan bahwa unsur kesengajaan dan

94

Mulyatno, KUHP, cet. Ke-6, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 122.

Page 11: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

aniaya dapat diketahui dengan adanya empat hal. Pertama, pelaku adalah orang

yang bisa dipertanggungjawabkan perbuatannya (mukallaf).

Kedua, pembunuhan yang dilakukan berdasarkan alasan yang dapat

dibenarkan. Misalnya ia seorang eksekutor yang bertugas mengeksekusi orang-

orang terpidana mati. Ketiga, ada korelasi yang kuat antara perbuatan dan akibat

yang ditimbulkannya. Keempat, harus bisa dipastikan bahwa pelaku benar-benar

bermaksud untuk melakukan sesuatu yang mengarah pada tindak pidana. Jika

pelaku yang melakukan pembunuhan melakukan tindakan tersebut hanya karena

membela diri atau hartanya, maka ia juga tidak bisa disanksi qisas.95

Sedangkan pembunuhan semi sengaja, si pelaku tidak berniat

membunuh korbannya. Hal itu tercermin dari alat yang digunakannya bukan

merupakan alat yang bisa membunuh sebagaimana biasanya. Namun akibat dari

tindakannya tersebut mengakibatkan kematian seseorang. Berbeda dari kedua

jenis pembunuhan yang telah dijelaskan, pembunuhan tersalah tidak disertai

dengan tujuan membunuh seseorang, namun lebih mengarah pada salah sasaran

sehingga mengakibatkan kematian seseorang. Menurut penulis, pembunuhan

tersalah lebih merupakan kelalaian yang dilakukan oleh pelaku, yang sebenarnya,

tidak mempunyai tujuan membunuh siapapun, tapi akibat dari kelalaian tersebut

mengakibatkan salah sasaran sehingga berujung pada kematian seseorang.

95

Muhammad Abu Zahrah, Al-Jarimah wa al-„Uqubah fi al-Fiqh al-Islamiy, ( Kairo: Dār al-Fikr, t.t.),

372.

Page 12: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

Euthanasia bisa terjadi karena permintaan dari pasien sendiri, tim

medis atau berasal dari pihak keluarga pasien. Meski tindakan tersebut secara

lahirilah sepertinya dapat membantu meringankan atau menghilangkan

penderitaan pasien. Akan tetapi dikarenakan menggunakan cara-cara yang tidak

benar dan akan mempunyai potensi untuk menghilangkan nyawa seseorang maka

hal itu termasuk kategori pembunuhaan. Dimana pembunuhan adalah dosa besar

dan perbuatan yang tercela, seperti dalam berfirman Allah dalam QS. An-Nisa‟

adalah:96

للاث كب بسصقىللا فقاي أ خش وا ان آياثبلل ىن يبراعه اىعهى

Artinya: “ Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki

maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu

masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.

Dalam hukum Islam, setiap jarimah pembunuhan akan diancam

dengan hukuman mulai dari qisas, diyat serta kifarat. Yang membedakan antara

pembunuhan yang dapat diancam dengan qisas dan diyat, misalnya, terletak pada

jenis pembunuhan yang telah dilakukan. Pembunuhan yang dilakukan secara

sengaja dan ada unsur penganiayaan, misalnya, diancam dengan hukuman qisas.

Sedangkan bagi pelaku pembunuhan semi sengaja diancam dengan hukuman

membayar diyat saja kepada para keluarga korban. Kemudian bagi orang yang

melakukan pembunuhan tersalah, bisa diancam dengan hukuman ta‟zir.

96

QS. An-Nisa‟:39

Page 13: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

Diyat disyari'atkan dengan maksud mencegah perampasan jiwa atau

penghaniayaan terhadap manusia yang harus dipelihara keselamatan jiwanya.

Firman Allah SWT :

ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة اىل اهله ان يصدقوا

Artinya: "Dan barangsiapa membunuh seorang Mu'min karena tersalah,

(hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba shaya yang beriman

serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si

terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah".

(QS. An-Nisa: 92).

Imam Syafi'i berpendapat bahwa diyat itu terbagi 2 macam saja, yaitu:

diyat ringan yang dikenakan pada pembunuhan tersalah dan diyat berat yang

dikenakan pada pembunuhan sengaja dan mirip sengaja. Imam Syafi'i

berpendapat bahwa pada dasarnya diyat itu adalah 100 ekor unta. Dalam Islam

masalah kematian manusia merupakan hak prerogatif Allah SWT. Jadi perbuatan-

perbuatan yang mengarah kepada tindakan untuk menghentikan hidup seseorang

itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan dengan perintah Allah. Allah

SWT melarang perbuatan yang mengarah kepada kematian dalam bentuk apapun,

baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, termasuk di dalamnya

euthanasia, karena tindakan pembunuhan secara euthanasia ini merupakan

pembunuhan tanpa hak. Sebagaimana diketahui bahwa sebuah tindakan baru

termasuk kategori jarimah (tindak pidana), jika telah memenuhi tiga unsur. Yaitu:

1. Ar-rukn as-syar‟i atau unsur formil: artinya tindakan pembunuhan sudah jelas

dilarang dalam nas-nasal-Qur‟an maupun as-Sunnah

Page 14: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

77

2. Ar-rukn al-maddi atau unsur materiil, yakni adanya prilaku yang melawan

hukum formil, yang hal ini bisa merugikan orang lain.

3. Ar-rukn al-adabi atau unsur moril, yaitu pertanggung jawaban pidana.

Maksudnya adalah pelaku tindak pidana haruslah orang yang mampu

bertanggung jawab atas segala tindakannya secara hukum. Hal ini juga disebut

dengan istilah cakap hukum, dalam hukum Islam representasi dari orang yang

cakap hukum adalah mukallaf, yakni orang yang telah baligh, sehat rohani dan

muslim. Dalam ajaran Islam baik al-Qur‟an maupun as-Sunnah tidak ada satu

katapun yang menyebutkan tentang euthanasia, sehingga ada khafi atau

ambiguitas dalam kasus euthanasia untuk dikategorikan sebagai pembunuhan

seperti yang telah ditetapkan dalam al-Qur‟an. Untuk itu diperlukan adanya

analisa tekstual terhadap ayat-ayat yang berisi tentang aturan pembunuhan dalam

al-Quran. Persoalan khafi yang terdapat dalam al-Qur‟an bisa diselesaikan dengan

melibatkan tiga komponen yang memiliki hubungan dialektis, yaitu teks,

kenyataan dan maqasid as-syari‟ah.97

Sebagaimana dikatakan di atas bahwa euthanasia termasuk persoalan

baru yang belum tercover dalam al-Qur‟an maupun as-Sunnah. Pada

kenyataannya, euthanasia memiliki kesamaan efek dengan pembunuhan yang

telah ditetapkan dalam nas, yaitu berujung pada kematian seseorang. Sedangkan

dalam prinsip hukum Islam, segala aturan harus berpihak pada kemaslahatan yang

97

Syamsul Anwar, Dalalah al-khafiy; Dirasah Usuliyah bi Ihalat Khassah ila-Qadiyyat al-Qatl ar

Rahim, dalam jurnal Al-Jami‟ah, Vol.41, No.1, 2003

Page 15: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

78

bisa dicapai dengan melaksanakan lima prinsip dasar (maqasid as-syari‟ah) yang

menjadi patokan dalam penetapan sebuah hukum, yaitu, hifz ad-din, hifz an-nafs,

hifz an-nasl, hifz al-mal dan hifz al-„ird.

Dalam persoalan euthanasia memang terdapat tujuan mulia yaitu

menghilangkan penderitaan pasien. Namun yang harus disadari, tujuan mulia

tidak disertai dengan perbuatan yang sama, bahkan dengan memasukkan obat

dalam kondisi tertentu kepada pasien, di mana hal ini berakibat pada

kematiannya. Dengan melihat kasus ini, tampak sekali bahwa euthanasia

bertentangan dengan prinsip hifz an-nafs yang harus menjadi pegangan dalam

sebuah tindakan hukum. Sebagaimana yang terjadi dalam hukum Islam, dalam

Hukum Pidanapun kata euthanasia juga belum tercantum seperti penjelasan di

atas tentang kejahatan euthanasia menurut Pasal 344 KUHP dan sanksi

hukumannya.

Dengan demikian para pelaku euthanasia dan yang menganjurkan

tindakan eutahansia bisa dikenai hukuman karena telah melakukan perbuatan

melawan hukum. Sementara dalam hukum Islam dikatakan bahwa sebuah

tindakan baru termasuk kategori jarimah jika telah memenuhi tiga unsur seperti

telah disebutkan di atas. Jika diteliti dengan seksama, euthanasia positif bisa

dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja, karena telah memenuhi tiga unsur,

yakni pertama adanya larangan dalam nas terhadap tindakan membunuh, kedua

Page 16: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

79

dokter melakukan suatu tindakan untuk mengakhiri hidup pasien, misalnya

dengan menyuntikkan obat dengan dosis tinggi ke tubuh pasien.

Ketiga dokter adalah orang yang diberikan kelebihan dan kemampuan

untuk menangani orang yang sakit, oleh karenanya mustahil jika seorang dokter

tidak cakap hukum. Sedangkan di sisi lain, al-qatl al-„amd memiliki kriteria yang

sama, yaitu adanya alatyang bisa mematikan, adanya unsur penganiayaan yang

ditandai dengan terpakainyaalat untuk membunuh serta pelaku yang cakap

hukum. Selain itu hal yang dapat mengindikasikan kuat bahwa euthanasia aktif

sama dengan pembunuhan sengaja adalah adanya korelasi antara tindakan yang

dilakukan dengan akibat yang ditimbulkannya, yaitu kematian pasien. Berangkat

dari uraian di atas, maka euthanasia aktif merupakan sebuah kategori dari

pembunuhan, di mana bagi pelaku harus dikenai sanksi pembunuhan sengaja atau

al-qatl al-„amd. Adapun euthanasia pasif atau negatif lebih mengarah pada letting

the person die atau membiarkan pasien menemukan kematiannya secara alamiah.

Dalam euthanasia jenis ini dokter tidak melakukan apa-apa untuk

mengakhiri pasien, namun hanya tidak memberikan perawatan, karena telah

diketahui bahwa penyakit yang dideritanya tak mungkin dapat disembuhkan lagi.

Tindakan dokter yang demikian mengakibatkan pasien meninggal dunia. Secara

sepintas euthanasia jenis ini juga mempunyaiefek yang sama dengan yang terjadi

pada euthanasia aktif, yaitu berujung pada kematian pasien.

Page 17: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

80

Namun yang membedakan adalah dokter tidak melakukan apa-apa

untuk memperpendek kehidupan pasien. Dari sini dapat diketahui bahwa salah

satu unsur jarimah yang berupa alat yang bisa mematikan tidak didapatkan,

karena adanya alat yang bisa mematikan adalah representasi dari adanya unsur

kesengajaan dan penganiayaan. Selain itu, hukum asal dari berobat adalah Sunnah

bagi seseorang yang sedang menderita penyakit. Jadi bagi pasien , ia berhak

menerima ataupun menolak perawatan yang diberikan kepadanya, terlebih bila

sudah diketahui bahwa pengobatan tidak akan membawa dampak yang labih baik.

Hal ini sejalan dengan hak-hak pasien yang terdapat dalam kode etik kedokteran.

Dengan demikian dokter atau keluarga yang melakukan tindakan

euthanasia negatif terhadap pasiennya tidak bisa disanksi dengan sanksi yang

dibebankan kepada seorang pembunuh, karena tidak terdapat unsur-unsur yang

menunjukan adanya jari<mah. Dengan kata lain euthanasia negatif bukan

termasuk dalam kategori pembunuhan. Islam sebagai alat untuk mencari solusi

atas sejumlah persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena

itu, perlu adanya ijtihad-ijtihad baru untuk menghadapi persoalan kekinian

dengan menggunakan metode-metode yang telah diwariskan oleh para ulama‟

masa lalu.

Ada beberapa pendapat tentang euthanasia, diantaranya adalah adanya

yang mengatakan bahwa euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung

dan sebuah tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dikarenakan

Page 18: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

81

dalam hal ini manusia tidak mempunyai kewenangan untuk memberi hidup dan

atau menentukan kematian seseorang, seperti dijelaskan di dalam QS: Yunus, 56:

وييت وإليه ت رجعون ۦهو يى

Artinya: “Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-

lah kamu dikembalikan”.98

Pendapat lain ynag menyatakan bahwa euthanasia dilakukan dengan

tujuan baik yaitu untuk menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang

menjadi pedoman pendapat ini adalah kaidah manusia tidak boleh dipaksa untuk

menderita. Para pendukung euthanasia ini berargumentasi bahwa memaksa

seseorang untuk melanjutkan kehidupan penuh derita adalah sesuatu yang

irasioanl.99

Sebagaimana telah diketahui bahwa Islam sangat menghargai

kehidupan dan kehidupan yang baik sangat terkait dengan terpeliharanya

kesehatan seseorang. Oleh karenanya Islam menganjurkan berobat bagi yang

terkena suatu penyakit serta berusaha untuk mencari kesembuhan, karena tidak

ada penyakit yang tak ada obatnya. Namun yang harus disadari, pada

kenyataannya, ada beberapa penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan

obatnya, tentu pesoalan ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi pasien dan

98

QS. Yunus (10): 56, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, Departemen Agama Republik Indonesi. 99

Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama,(Bandung: Penerbit Mizan,

1997), 168.

Page 19: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

82

keluarganya atau tim dokter yang menanganinya untuk segera menghentikan

perawatan. yang sudah tidak ada artinya.

Jika perawatan yang sudah tidak berarti lagi tetap dilanjutkan, maka

berarti melakukan kesia-siaan. Sedangkan dalam ajaran agama apapun melakukan

hal yang sia-sia adalah dilarang. Dalam kondisi ini, menurut penulis, usaha

penyembuhan harus tetap dilakukan selama penyembuhan tersebut memberikan

hasil yang positif. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka perawatan

harus segera dihentikan, karena hal itu merupakan perbuatan yang sia-sia. Selain

itu, perawatan yang dipaksakan sama dengan pemaksaan diri keluarga pasien

yang akan menyebabkan mereka terjebak pada kesengsaraan, karena biaya yang

ditanggungnya sangat besar. Jadi menjalankan perintah harus dilakukan sesuai

dengan kemampuan masing-masing.

Tabel 1

Persamaan dan Perbedaan Tindak Pidana Euthanasia dalam Jinayah dan KUHP

Jenis Persamaan Perbedaan

1. Tindak Pidana

Euthanasia dalam

Fiqh Jinayah

1. Merupakan tidak pidanan

pembunuhan

2. Dapat dibebani hukuman

atau sanksi

3. Menghilangkan nyawa

seseorang

1. Diatur tindak pidana

pembunuhan yang

diatur dalam al-

qur‟an dan hadis

pembunuhan

2. Sanksi hukumannya

berupa qishas,

diyad,kafarat, dan

pencabutan hak-hak

tertentu

3. Merupakan

pembunuhan bukan

karena permintaan

sendiri

4. Dalam fiqh jinayah

Page 20: BAB IV STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA ...digilib.uinsby.ac.id/6164/7/Bab 4.pdfadanya rasa keputus-asaan pasien dengan keadaan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, sehingga kematian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

83

pembunuhan atas

permintaan sendiri

diistilahkan dengan

pembunuhan

euthanasia

2. Kejahatan

Euthanasia dalam

KUHP

1. Merupakan tidak pidanan

kejahatan

2. Dapat dibebani hukuman

atau sanksi

3. Menghilangkan nyawa

seseorang

1. Tindak pidana

pembunuhan diatur

dalam KUHP pasal

344

2. Sanksi pidana

dengan hukuman 12

tahun penjara

3. Merupakan

pembunuhan atas

permintaan sendiri

atau keluarga pasien

4. Dalam KUHP

kejahatan

euthanasia

merupakan

pembunuhan bukan

merupakan bunuh

diri, karena bunuh

diri sudah diatur

dalam pasal

tersendiri