Dian Yang Tak Kunjung Padam

25
APRESIASI PROSA FIKSI ROMAN “DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM” KARANGAN SULTAN TAKDIR ALISYAHBANA Ditulis untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Apresiasi Prosa Fiksi Disusun Oleh : PROGRAM STUDI DIKSATRASIADA

Transcript of Dian Yang Tak Kunjung Padam

Page 1: Dian Yang Tak Kunjung Padam

APRESIASI PROSA FIKSI

ROMAN “DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM”

KARANGAN SULTAN TAKDIR ALISYAHBANA

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Apresiasi Prosa Fiksi

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI DIKSATRASIADAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWARBANTEN2012/2013

Page 2: Dian Yang Tak Kunjung Padam

APRESIASI PROSA FIKSI

A. Identitas Buku

Judul Roman : Dian yang Tak Kunjung Padam

Pengarang : Sultan Takdir Alisyahbana

Penerbit : Dian Rakyat

Tahun Terbit : Cetakan ke dua puluh satu 2011

Tebal Buku : 156 halaman

B. Biografi Pengarang

Sutan Takdir Alisyahbana dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan,

Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 dalam

usia 86 tahun. Dinamai Takdir karena jari tanganna hanya ada 4. Ibunya seorang

Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara

sementara ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru.

Kakeknya, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai seseorang yang dianggap

memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas.

Mula-mula STA sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) di

Bengkulu (1915-1921) kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool, Bukit

Tinggi, Lahat, Muara Enim (1921-1925) dan Hogere Kweekschool, Bandung

( 1925-1928) serta Hoofdacte Cursus di Jakarta (1931-1933), yang merupakan

sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian

di Rechtschogeschool, Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana

mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Sutan Takdir juga

mengikuti kuliah-kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan

filsafat. Ia menerima gelar Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains,

Penang, Malaysia (1987).

Sutan Takdir pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka

(1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-

1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi

(1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa

Page 3: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa

Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta

(1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang

(1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas

Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).

Sutan Takdir merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah kesusastraan dan

pemikiran kebudayaan di Indonesia. Dia banyak menulis puisi, roman, esai-esai

sastra, bahasa serta tulisan ilmiah mengenai filsafat, ilmu-ilmu sosial dan

kemanusiaan. Dia juga menaruh minat pada sejarah intelektual Islam, khususnya

pemikiran Ibn Rusyd dan menjelang akhir hayatnya kepada Muhammad Iqbal.

Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung

Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung

padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun

(1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi

Lama (1941), dan puisi Baru (1946).

Dalam roman Layar Terkembang yang sudah beberapa kali di cetak ulang

STA merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan

memajukan peranan kaum wanita melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia

yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita.

Diantara Karya-karyanya:

Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)

Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)

Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)

Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)

Layar Terkembang (roman, 1936)

Anak Perawan di Sarang Penyamun (roman, 1940)

Sajak-Sajak dan Renungan (1987).

C. Sinopsis

Yasin merupakan anak tunggal dari keluarga uluan. Dia seorang pemuda

yang baru berumur dua puluh tahun. Tiga bulan yang telah lallu ayahnya

Page 4: Dian Yang Tak Kunjung Padam

berpulang ke Rahmatullah. Sekarang tinggalah ia berdua saja dengan ibunya.

Yang sudah tua. Ia sangat menyayangi ibunya.

Setiap hari Yasin dan ibunya berjualan hasil kebun ke enam belas ilir. Ia

berjualan dengan menggunakan perahu melewati aliran sungai Musi. Suatu pagi

ketika perahu Yasin melewati sebuah rumah besar, ia melihat seorang gadis yang

termashur cantik. Gadis itu bernama Molek. Molek merupakan anak dari Raden

Mahmud yang terkenal kaya dan pedagang yang terkenal dan ibunya bernama Cek

Sitti. Molek merupakan perawan bangsawan yang baru berumur 17 tahun. Ia anak

ketiga dari tiga bersaudara. Molek seorang gadis rendah hati, pengiba dan

penyayang.

Ketika Yasin memandang Molek. Ia merasakan sesuatu yang aneh dalam

hatinya. Ia menjadi riang. Setelah menjual paranya, esoknya ia pulang ke dusun.

Semenjak ia bertemu dengan Molek, Yasin jadi sering tepekur. Ia pun merasakan

hal yang sama dengan Molek. Yasin tidak bisa melupakan Molek.

Setiap yasin melewati rumah Molek, mereka berpandang-pandangan dengan tak

berhenti-henti, penuh dendam birahi. Tanpa saling mengenal, Yasin dan Molek

saling jatuh cinta.

Yasin mempunyai kebun para dan menyadapnya sendiri, di sebelah kebun

paranya ada sebidang tanah yang ditumbuhi pohon pisang. Dua bulan sekali Yasin

menjual pisangnya ke Palembang, perjalanan itu membutuh waktu sehari semalam

dan ketika ia kembali ke kebunnya untuk menjemput ibunya, ia naik kereta api

sampai ke dusun Gunung Megang. Kalau Ysin pergi berjualan pisang, ibunya

tidak pernah dibawa tetapi diantarkan dulu ke rumahnya di dusun.

Sebenarnya Yasin berasal dari Gunung Megang, rumahnya tidak jauh dari halte

kecil di dusun itu. Namun sudah sembilan tahun Yasin dan ibunya tinggal di

kebun para dan hanya sekali-kali mereka pulang. Biasanya mereka pulang, ketika

ada pernikahan atau aku memakamkan mayat sanak saudaranya juga beberapa

hari sebelum puasa dan pada hari raya.

Sejak kanak-kanak Yasin telah menjadi bujang besar sehingga berbeda

dengan anak-anak sebayanya. Hanya buku cerita dan buku melayu yang

menemani hari-harinya ketika tidak ada pekerjaan.

Page 5: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Empat hari jalan kelima Yasin dan ibunya meninggalkan Palembang dan

kembali ke kebun. Namun kalau dari ke Palembang hanya membutuhkan waktu

sehari semalam saja.

Suatu hari ketika yasin dan ibunya sedang di kebun para, tiba-tiba saudara

yang bernama Muluk datang. Muluk disuruh bapak dan kakak Thalib menjemput

Yasin dan ibunya. Sembilan hari lagi majid akan menikah dengan anak haji Tohir.

Keesokan harinya Yasin, ibunya dan Muluk pergi ke Gunung Megang untuk

mengunjungi ke makam kaum kerabatnya dan keesokan harinya lagi mereka

membersihkan rumah Yasin. Hari itu juga mereka pergi ke peranggiran untuk

menemui sanak saudaranya.

Dalam beberapa hari pernikahan hanya disiapkan. Sejak ia tiba di

penanggiran ia berusaha membantu persiapan itu sehingga sejenak bisa

melupakan Molek. Namun pada saat pernikahan dimulai, Yasin malah termenung

selalu memikirkan Molek. Ia takut cintanya kepada Molek tidak terbalaskan.

Dalam keramaian ia merasa sendiri. Termenung memikirkan nasib percintaannya.

Yasin sadar bahwa cintanya kepada Molek banyak alangannya. Alangan itu

karena perbedaan keturunan. Yasin hanyalah seorang anak dusun biasa sementara

Molek, ia seorang anak bangsawan yang kaya raya. Ibu Yasin pun merasa sedih

dengar nasib perantauan anaknya itu. Hari terakhir pada peralatan itu berangkatlah

Yasin dengan kereta api petang ke Gunung Megang. Di Gunung Megang malam

itu yasin tidur sendiri di rumahnya. Ia tidak mau pergi ke rumah saudara sepupu

ibunya. Karena ia ingin mengasingkan dirinya. Esoknya ia ingin menemui Molek.

Ia ingin mengetahui apakah citanya dibalas oleh Molek atau tidak. Pada malam itu

ia memikirkan bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya kepada Yasin

setelah lama berpikir, Yasin menemukan ide bahwa untuk mengungkapkan

perasaan itu yaitu dengan menulis surat.

Setelah sampai di Palembang, ia membeli sehelai sampul dan sebatang

pinsil di kedai orang Cina. Setelah itu mendekati rumah Molek, namun ia tidak

melihat Molek. Ia menjadi kecewa kemudian ia mencari tempat yang baik untuk

mencurahkan isi kalbunya itu. Tempat yang dipilihnya yaitu tempat tidur. Setelah

selesai surat itu, lalu dibacanya beberapa kali. Esoknya Yasin pergi ke rumah

Page 6: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Molek . Ia menyimpan surat itu, maka ia pun mengayuh sampannya ke muara

anak air itu kembali.

Hari itu Molek bangun sedia kala. Ketika ia pergi ke kamar mandi, ia

menemukan sepucuk surat yang terselip. Ia sangat kaget, kemudian perlahan-

lahan ia membaca surat dari Yasin itu. Setelah membaca surat itu, Molek menjadi

bahagia. Ternyata ia pun mencintai Yasin. Namun kebahagiaan itu terhempas oleh

perbedaan keturunan antara Yasin dengan Molek. Sejak berumur sebelas tahun

Molek dipingit oleh orang tuanya. Molek menyimpan surat berharga itu diantara

lipatan bajunya, kemudian ia membalas surat dari Yasin. Dalam surat itu Molek

menyatakan bahwa ia pun mencintai Yasin. Surat itupun diletakan di suatu tempat

tepian.

Hari bertukar minggu, minggu bertukar bulan pun telah bertukar beberapa

kali berganti sehingga telah menjelang setahun dalam masa itu percintaan antara

Yasin tiada berkurang tetapi malah betambah. Tetapi meskipun demikian kasih

sayang mereka hanya dari jauh sebab mereka belum pernah bertemu, di tepian

tempat mandi ada sebuah sudut yang tersembunyi di sanalah mereka meletakan

surat-suratnya dengan tiada diketahui orang lain selam berkasih-kasihan itu, telah

banyak mereka berkirim-kiriman surat. Akhirnya pada suatu hari mereka

ketemuan. Mereka saling berpandangan dan melepaskan rindu. Namun pertemuan

tidak lama, karena kalau ketahuan celakalah mereka.

Setelah betemu dengan Molek, Yasin kembali ke panggiran. Pada suatu

petang, Yasin dengan ibunya, Muluk dan pesirah Thalib dengan isterinya. Mereka

membicarakan tentang nasib percintaan Yasin dengan Molek. Banyak benar

alangan terhadap mereka. Pebedaan keturunan sangat sulit untuk dihilangkan.

Bagaimanapun banyaknya harta keluarga Yasin, tidak ada harganya buat keluarga

Molek. Tapi mereka bertekad untuk meminang Molek. Keesokannya pesirah

thalib mengajak ibu Yasin pergi ke rumah ayahnya untuk mempercakapkan

maksud mereka. Mereka setuju dengan putusan itu dan dua hari sesudah itu

berangkatlah ibu Yasin, bapa dan mertua pesirah Thalib, Muluk dan Yasin ke

Gunung Megang. Di Gunung Megang lima hari lamanya mereka berunding

dengan bibi Munah. Dalam waktu itu yasin sering berziarah. Setelah berunding,

Page 7: Dian Yang Tak Kunjung Padam

mereka pergi ke Palembang. Tiba di Palembang mereka pun tidak berlabuh di

enam belas ilir, dekat rumah Raden mahmud, melainkan di muka benteng dekat

pangkalan di muka rumah Residen.

Selang beberapa waktu ibu Yasin, bibi Munah, ayah dan bunda pesirah

Thalib datang meminang Molek. Tapi mereka pulang dengan tangan hampa,

karena Cek Sitti berterus terang bahwa Molek tidak dapat diserahkan kepada

orang Uluan. Jodohnya mesti seorang bangsawan. Molek sangat sedih mendengar

keputusan ibunya itu. Sikapnya pada ibu dan ayahnya jadi berubah. Ia menangis

dan menangis akhirnya ibunya tahu, kalau Molek menangis karena ibunya

menolak pinangan keluarganya Yasin. Setelah tahu hal itu, ibunya Molek menjadi

marah dan murka. Kemudian ia pun memberitahu Raden Mahmud. Ayahnya

sangat marah kepada Molek. Ia ditampar, ditempeleng dan mengatai Yasin

dengan kata-kata yang pedas. Molek dibenci oleh orangtuanya, seolah-olah ia

melakukan dosa besar. Ayahnya mengancam, kalau Yasin datang lagi menemui

Molek, maka ia akan binasa. Setelah orang tuanya pergi, Molek mulai membaca

surat dari Yasin. Isi surat itu menyatakan kalau keluarga Yasin telah meminang

Molek. Tetapi pinangan itu ditolak. Jadi Yasin memutuskan untuk melepaskan

Molek. Setelah selesai membaca surat itu, kemudian Molek membalas. Isi surat

balasan itu menyatakan bahwa Molek tidak mau ditinggalkan Yasin, dan sabar

menunggu. Sejak menerima surat balasan dari Molek, Yasin tidak ingin lagi

meninggalkan Molek. Namun ia dan keluarganya haus pulang ke Gunung

Megang.

Waktu terus berjalan, Raden Mahmud dan istrinya bertambah lama

bertambah lupa dengan kasalahan Molek. Molek sendiri pun telah jauh berkurang

amarahnya kepada orangtuanya. Pada suatu hari Molek dipinang oleh Syaid

Mustafa, yaitu seorang arab yang ternama kaya dan berharta di kota Palembang.

Pinangan itu diterima. Walaupun ia bukan keturunan nabi atau berasal dari tanah

suci. Molek danYasin putus asa dengan keadaannya. Pada malam esoknya ia akan

dikawinkan, Molek ingin bertemu dahulu dengan Yasin. Akhirnya merekapun

bertemu. Mereka saling melepas rindu. Namun ketika pertemuan itu berlangsung

tiba-tiba ombak menghantam perahu Yasin sehingga mereka berpisah.

Page 8: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Ketika melihat orang-orang keluar dari rumah Molek maka iapun dengan segera

menghanyutkan perahunya sementara Molek jatuh pingsan, tetapi tak berapa lama

Molek pun sadar. Tapi dengan kejadian itu, Molek terpaksa menuruti keinginan

orangtuanya.

Akhirnya pernikahan Molek dan orang Arab itu berlangsung. Setelah

pernikahan itu, orangtua Molek pergi untuk beribadah haji. Sejak menikah Molek

sering termenung dan sendiri. Suaminya tidak mencintai, ia sering ditinggal

suaminya itu. Ternyata dia hanya ingin menguasai harta dan kekayaan orang tua

Molek saja, bahkan suaminya itu tak menafkahinya sehingga ia sangat menderita.

Dalam kesendiriannya itu, Molek menulis surat buat Yasin; isi surat itu,

menyatakan penderitaan Molek selama ini dan ingin bertemu dengan Yasin.

Sebenarnya pertemuan itu pertemuan terakhir. Setelah menerima surat dari Molek,

Yasin dengan segera menemui Molek. Dalam pertemuan itu, Molek menjatuhkan

diri memeluk kaki Yasin. Ia meminta maaf karena telah menikah dengan laki-laki

lain. Perlahan Yasin mengangkat tubuh Molek dan memeluknya. Sambil berkata

bahwa Molek tidak bersalah. Tapi Molek tiba-tiba menjadi kasar kepada Yasin. Ia

mnyuruh Yasin untuk pergi meninggalkannya. Yasin terkejut dengan sikap Molek

itu. Ia pun pegi meninggalkan rumah Molek. Dua hari keesokannya Yasin

melayari sungai Musi. Ia tidak berputus asa untuk menunggu surat dari Molek. Ia

pun pergi ke tepian rumah Molek, tetapi ia tidak menemukan lagi surat itu ketika

di tepian. Tiba-tiba ia terkejut suatu bayangan manusia naik dari tangga dan terus

masuk ke pintu yang terbuka. Yasin tahu, kalau yang masuk itu adalah

Molek.sekejap pintu itu tertutup kembali. Tanpa sadar ia menangis dan firasat

hatinya mengatakan bahwa Molek telah meninggalkan ia untuk selam-lamanya.

Setelah kejadian itu, ia menemukan sebuah surat terakhir dari Molek. Isi surat itu

yaitu demi menjaga kemuliaan cintanya kepada Yasin lebih baik ia berputih

tulang. Surat pertama dari Yasin ia bawa ke liang lahatnya dan Molek pun

menulis kalau ia akan menunggu Yasin di akhirat.

Yasin ingin menggagalkan niat kekasihnya itu namun ia gagal. Esoknya ia

mengetahui kalau Molek telah meninggal dunia. Beberapa hari Yasin tinggal di

Page 9: Dian Yang Tak Kunjung Padam

kuburan Molek bersama-sama dengan orang yang mengaji buat arwah Molek.

Beberapa minggu sesudah itu Yasin pulang ke dusunya.

Beberapa lamanya yasin tinggal bersama-sama ibunya di sungai

Lematang. Suatu hari ibunya sakit, lalu dibawanya ke dusun Gunung Megang.

Disanalah ibunya berpulang dan beberapa hari sesudah itu hilanglah Yasin dari

dusun kecil itu dan tak seorang pun tahu kemana peginya Yasin.

Pada suatu tempat rimba lebat di gunung Seminung, di pekan dusun Sukau

tinggalah seorang laki-laki telah lanjut dan ia adalah Yasin. Disana Yasin

bersahabat dengan anak muda yang bernama Rahman. Kalau Rahman membawa

dagangan ke ranau ia selalu mengunjungi Yasin, lelaki yang lebih tua darinya.

Pada suatu Rahman membawa seorang gadis ke pondok Yasin. Ia melarikan gadis

perempuan itu. Kisah percintaan Rahman dengan gadis itusama dengan kisah

percintaanYasin dan Molek. Esoknya Rahman membawa gadis itu pergi ke Kroi.

Yasin pun teringat dengan Molek, malam itu ia mendapat kemenangan dan

ketenangan dalam hidupnya. Yasin menjadi orang tua yang saleh dan taat

beribadah. Suka menolong siapapun dengan segala tenaganya tanpa pamrih.

Hidupnya aman dan sentosa seakan-akan setiap waktu disinari oleh cahaya Illahi.

D. Unsur Instrinsik

1. Tema

Tema Mayor dalam Roman “Dian yang Tak Kunjung Padam” karya

Sultan Takdi Alisyahbana ini mengusung tema “Cinta yang terhalang oleh jurang

keturunan”.

Tema Minor dalam Roman “Dian yang Tak Kunjung Padam” karya Sultan

Takdi Alisyahbana ini yaitu

Cinta itu tidak bisa dilihat oleh mata, tidak bisa dium oleh hidung. Cinta hanya

bisa dirasakan oleh hati yang paling tulus maka cintailah seseorang itu bukan

karena parasnya, keturunannya, hartanya ataupun derajatnya tapi cintai ia

dengan ketidaksempurnaannya karena tidak akan kita temui manusia

sempurna di dunia ini.

Cinta itu bukan hal yang dapat dilihat dari sudut pandang sebelah mata.

Page 10: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Di dunia ini banyaklah yang terjadi menurut pikiran dan kira-kira kita tetapi

jangan manjdi putus asa. Teruslah berusaha dan berpasrah kepada Allah

karena Allah tidak selalu berikan apa yang kita inginkan tetapi Allah selalu

berikan apa yang kita butuhkan.

Cinta yang suci itu diridhoi oleh Allah.

Cinta yang tulus lebih berharga dari apapun yang paling berharga di dunia ini.

Manusia harus sabar dan tawakal menghadapi segala macam cobaan dan

penderitaan keran sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan.

Kebahagiaan yang abadi terletak dalam hati dan terlepas dari segala ikatan dan

kongkongan dunia.

2. Alur

Alur cerita dalam roman ini menggunakan alur maju.

a) Situation

Perkenalan tokoh utama yasin dan perkenalan kisah cinta antara molek dan

yasin. Yasin, demikianlah nama anak muda yang duduk dimuka perahu

itu, tak dapat menahan paranya menunggu masa yang baik,……. (Hal.3)

Dimuka Yasin pun terbayanglah paras perawan bangsawan yang cantik

itu, seperti tadi, ketika ia berdiri dimuka pintu memandang kebawah,

kesampan dan perahu, keair dan kepada….di, Yasin! (Hal.5)

b) Generation Circum Situation

Kisah percintaan mereka pun tidaklah layaknya kisah-kisah percintaan

remaja jaman sekarang. Keduanya hanya bertatapan dan berbicara

seperlunya saja, itu pun dilakukan sembunyi-sembunyi, karena takut

ketahuan Raden Mahmud, ayah Molek. Mereka bertemu di tempat mandi,

tempat di mana Yasin dapat menyandarkan perahunya, karena rumah

Molek berada di tepian Sungai Musi. Atau sengaja berkirim-kiriman surat

untuk melepas rindu. Cinta antara molek dan yasin terhalang karena jurang

ke turunan,derajat dan kekayaan

Orang Palembang, terutama bangsawan-bangsawannya terbilang amat

benci pada orang yang datang dari Uluan. Tentu cintanya akan sia-sia

Page 11: Dian Yang Tak Kunjung Padam

belaka dan ia akan menjadi si cebol yang merindukan bulan.”(Halaman

14).

Demikianlah beberapa lamanya kedua muda-teruna itu berpandang-

pandangan dengan tak berhenti-henti, penuh dendam-berahi.Hal.16)

Tiada dapat adinda katakana betapa girang hari adinda menerima surat

kakanda itu. Sekarang seakan-akan sudah terbuka bagi adinda suatu jalan

kea rah tempat yang mulia, yang telah lama terbayang-bayang kepada

adinda…..”(Halaman 56)

c) Rising Action

Cinta keduanya pun semakin kuat dengan adanya jurang pemisah tersebut.

Tak terpisahkan walaupun cobaan datang. Hingga pada klimaksnya,

Molek akan dijodohkan dengan seorang kaya raya, Sayid Mustafa.

“Pada suatu hari Molek dipinang pula oleh Sayid Mustafa, yaitu seorang

Arab yang ternama kaya dan berharta di kota Palembang. Pinangan itu

diterima oleh Raden Mahmud…..”(halaman 93)

d) Climax

Namun keduanya tak gentar untuk mewujudkan mimpi mereka yang ingin

hidup bersama. Maka disusunlah sebuah rencana untuk melarikan Molek,

tepat di malam pertunangannya dengan saudagar kaya raya tersebut.

Bukan karena Yasin seorang penakut, kemudian ingin membawa Molek

pergi begitu saja. Namun karena mereka tak punya cara lain untuk hidup

bersama. Yasin pun pernah meminang Molek, namun pinangan itu ditolak

mentah-mentah oleh ibu Molek.

“Perempuan keturunan Raden akan bersuamikan seorang

Uluan……..Baginya tak ada yang lebih hina, lebih aib rasanya daripada

itu. Dan keaiban itu akan menimpa dirinya!!”(halaman 78)

Ketika pada malam itu, Yasin yang telah lama berencana membawa pergi

Molek, ternyata mengurungkan niatnya. Yasin sadar, dengan membawa

pergi Molek, maka hanya akan memberika penderitaan kepada keluarga

Molek, terlebih lagi kedua orang tuanya. Dan Yasin tak ingin membuat

Molek durhaka kepada kedua orang tuanya. Maka dengan berat hati, Yasin

Page 12: Dian Yang Tak Kunjung Padam

kemudian pergi meninggalkan Molek yang saat itu berdiri diambang pintu

dan telah bersiap-siap pergi dengan Yasin. Molek pun jatuh pingsan dan

seketika itu keluarlah seluruh kerabat dan tamu untuk melihat Molek.

e) Denounement

Tidak diceritakan bagaimana kemudian, apakah Molek menikah dan hidup

bahagia atau menderita. Namun kemudian diceritakan, dengan alur

flashback, seorang Yasin yang seakan dipaksa mengingat kembali kisah

cintanya yang pahit. Ketika Rahman, seorang anak muda yang berasal dari

Kroi, membawa lari seorang gadis dan kemudian singgah di rumah Yasin.

“Aku melarikan anak gadis dari dusun Jepara. Mobilku rusak di jalan dan

mala mini aku hendak menumpang di rumah mamak.”(halaman 150)

“Maka terbayanglah dalam kenang-kenangannya malam ia hendak

melarikan kekasihnya itu. Mula-mila dengan harapan besar harapan dan

kepercayaan, tetapi kesudahannya – kecewa – kecewa yang tiada

berhingga.”(halaman 152)

3. Penokohan dan Perwatakan

a) Physical Description

1) Yasin : Muda ,berperawakan tinggi dan cerdas

Dalam cahaya bulan itu tampak laki-laki itu belum berapa usianya,

setinggi-tingginya ia baru berumur dua puluh tahun. Mukanya yang

tenang menunjukkan, bahwa ia seorang yang dalam perhatiannya dan

kaya batinnya. Perawakannya tinggi, tetapi ia tak dapat dikatakan kurus.

Air mukanya, gerak badannya, sekalian menyatakan kepastian,

keberanian dan kecerdasan.(Hal.1-2)

2) Molek : Muda, cantik

…seorang perempuan muda keluar (Hal.4)

……itulah anak Raden Mahmud yang gadis, yang termashur cantiknya.”

(hal.4)

3) Cek Sitti : berumur 40 tahunan, sehat dan kuat

Page 13: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Rupanya masih kuat orang tua itu berjalan, meskipun umurnya telah lebih

dari empat puluh tahun.(Hal.12)

b) Direct Authour Analysis

1) Yasin : cerdas,baik hati, pendiam, sederhana, perhatian, pemberani.

Mukanya yang tenang menunjukkan, bahwa ia seorang yang dalam

perhatiannya dan kaya batinnya. Perawakannya tinggi, tetapi ia tak

dapat dikatakan kurus. Air mukanya, gerak badannya, sekalian

menyatakan kepastian, keberanian dan kecerdasan.(Hal.1-2)

2) Molek : rendah hati, pengiba dan penyayang.

Diceritakan, Molek merupakan seorang yang cantik, baik fisik dan

perangainya. Sehingga kedua orang tua Molek sagat menyayaginya.

Terlebih-lebih Molek adalah anak bungsu dari tiga bersaudara.

“Raden Mahmud dan isterinya amat sayang pada anaknya yang seorang

itu, karena perangainya yang amat berbeda dengan yang lain. Ia rendah

hati, pengiba dan penyayang, baik pada manusia, maupun pada

hewan.”(Halaman 8)

3) Ibunya Yasin : Halus budi, pemikir ,pendiam dan penyayang.

Ibunyapun telah demikian pula. Ia seolah-olah pohon yang dipindahkan

dari negeri kehutan dan hidupnya pun subur ditengah tengah penunggu

rimba itu. Sebagai yasin, anaknya yang dicintai itu, iapun amat halus

budinya, banyak berpikir dan berasa, tetapi jarang mengeluarkan.

(Hal.20)

Bunda yang penuh kasih saying itu…..(Hal.38)

4) Raden Mahmud : saudagar bangsawan yang kaya raya, angkuh, sombong.

….Raden Mahmud,saudagar bangswan yang kaya itu. Hal.44)

5) Cek Sitti : isteri Raden Mahmud, cinta kepada anaknya, kejam, angkuh.

Cek Sitti membelai-belai kepala anaknya,dengan lemah lembut dan penuh

kecintaan seorang ibu;……..(Hal.10).

Ibunya…ibunya yang amat dikasihinya itu….

Tidak, tak pernah disangkanya, bahwa ia akan dapat sekejam itu(Hal.82)

6) Muluk : saudara Yasin, murah senyum.

Page 14: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Menilik pada air muka laki-laki yang ada didalam sampan itu, nyatalah

bahwa ia masih berkaum dengan Yasin. (Hal.24)

Dari jauh Muluk telah tersenyum…….(Hal.25)

7) Pesirah Thalib : saudara Yasin yang terpandang tapi rendah hati.

Pesirah Talib ialah seorang yang rendah hati yang tiada pernah

melagakkan harta dan kekayaannya.Hal.76)

8) Bibi Munah : baik.

9) Ayah dan ibunya pesirah Thalib.

10) Syaid Mustafa : suami Molek, tamak.

11) Rahman : seoarang pemuda yang berasal dari Kroi, baik.

4. Latar

a) Setting Geografis/ Latar Tempat :

1) Sungai Musi

Sungai musi yang lebar itu berkilau-kilau seolah-olah sebuah cermin

yang amat besar. (Hal.1)

2) Palembang

Sinar putih yang permai menerangi seluruh Palembang. (Hal.1)

3) Gunung Megang

Sesungguhnya mereka berasal dari Gunung Megang..(Hal.19)

4) Penanggiran

Mereka itu empat saudara dan keempat-empatnya tinggal di

Penanggiran. (Hal.24)

5) Rumah Yasin

Malam itu mereka tidur di rumah pusakanya…..(Hal.28)

6) Pasar

Yasin telah menjual paranya. Ia pergi membeli-membeli kepasar

Enam Belas Ilir, ..(Hal.13)

b) Setting Historis/ Latar Waktu:

Setiap saat (pagi, siang, sore dan malam)

Page 15: Dian Yang Tak Kunjung Padam

Pagi itu telah beberapa lamanya Cek Siti menantikan anaknya itu….

(Hal.9)

Kira-kira pukul lima ia dibangunkan bundanya….(Hal.15)

Tengah hari mereka itupun sampailah ketepian dimuka kebunnya. (Ha.24)

Senja tibalah mereka disana. (Hal.29)

c) Setting Ekonomis

Setting ekonomis dalam Roman “Dian yang Tak Kunjung Padam” karya

Sultan Takdi Alisyahbana menunjukkan kegiatan perekonomian dan mata

pencaharian .

Alangkah senangnya hidup Raden Mahmud ini, Rumah besar, harta banyak

dan dagangan laris senantiasa !. (Hal.4)

Sepikul dua puluh dua rupiah harganya. Dalam sebulan tiap-tiap orang

hanya dapat mengumpulkan dua pikul sebanyak-banyaknya. Dari pada itu

kuli beroleh seperdua atau enam belas setengah rupiah. (Hal.18)

d) Setting Social

Setting social dalam Roman “Dian yang Tak Kunjung Padam” karya

Sultan Takdi Alisyahbana menunjukkan perbedaan status sosial dalam

masyarakat.

Orang Palembang, terutama bangsawan-bangsawannya terbilang amat

benci pada orang yang datang dari Uluan. Tentu cintanya akan sia-sia

belaka dan ia akan menjadi si cebol yang merindukan bulan.”(Halaman

14).

Perasaan keinsafan akan harga diri sendiri berkobar-kobar dalam sanibari

mereka seakan-akan minta keadilan, sehingga terbayang pada air

mukanya: ”Tiada adil, manusia sama saja, tiada berbeda... “(hal 75)

Perkataan penghabisan itu diucapkannya dengan mata bercahaya-cahaya,

seakan-akan ketika itu telah bangkit pula keangkuhannya memikirkan

bangsawan-bangsawan yang pongah dan sombong itu”. (hal 76)

Page 16: Dian Yang Tak Kunjung Padam

5. Point Of View

Adapun sudut pandang yang digunakan penulis dalam roman ini yaitu

author omniscient dengan sudut pandang orang kedua tunggal.

…Tak usah ia berkayuh kuat, sebab perahunya hanyut menurutkan arus. (Hal.1)

Sedang ia mengembus api,terdengarlah olehnya orang membuka pintu…(Hal7)

6. Gaya/Style

Gaya bahasa dalam roman ini menggunakan bahasa Melayu dan terdapat

banyak majas personifikasi dan majas simile. Sehingga bahasanya agak sulit

dipahami pembaca. Namun itu tidak mengubah keunikan dan keindahan ceritanya.

a) Personifikasi

Personifikasi  adalah majas  perbandingan yang membandingkan benda-nema

tidak beryawa seolah-olah memiliki sfat-sifat manusia.

Bulan memancar amat terang di langit yang tiada berawan. Sinar putih yang

permai menerangi seluruh Palembang. Sungai Musi yang lebar itu berkilau-

kilauan seolah-olah sebuah cermin yang amat besar. Lampu di rumah dan di

perahu terbayang gelisah seperti ular melata di tempat yang licin (hal. 1).

Yasin geli hatinya melihat manusia dan sampan-sampan yang memperebutkan

layang-layang itu...(hal 6).

b) Depersonifikasi

Depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak

bernyawa pada manusia atau insan.

maka tebayang pula dihadapannya wajah laki-laki muda itu...terasa olehnya

pandang matayang tajam, sebagai panah beripuh yang terus menembus

kalbunya, hati nuraninya... (hal 9).

c) Simele

Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan

sesuatu sama dengan hal yang lain.

Aduh!...kalau sudah terambung itu, terempas pula!!” (hal 11).

Page 17: Dian Yang Tak Kunjung Padam

d) Asosiasi atau Perumpamaan

Majas asosiasi atau perumpamaan adalah perbandingan dua hal

yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama.

hati seorang perempuan adalah seperti karang bunga yang amat rapuh.

Tersinggung sedikit sajapun karangan itu boleh rerak, rusak binasa selama-

lamanya... (Hal 51)

e) Repetisi

Repetisi adalah majas yang mengandung pengulangan berkali-kali kata atau

kelompok kata yang sama

Cinta bukannya barang yang dapat dikuasai oleh pikiran. Cinta ialah

kekuatanyang Maha Kuasa, yang tak dapat ditahan atau dimusnahkan. Apa

juapun yang menghalanginya, namun cinta itu akan terus menurut jalannya.

(hal 14)