BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji
hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb).
1.1 Uji Lipat
Uji lipat (folding test) merupakan bentuk pengujian fisik untuk mengetahui
tingkat kekenyalan suatu produk. Kekenyalan merupakan gaya yang diperlukan
untuk kembali ke bentuk semula (Ranggana 1986 dalam Afriwanty 2008) dan
merupakan salah satu parameter penentu mutu baso kerang darah. Muljanah et al.
(1986) mengatakan bahwa baso ikan yang disukai konsumen umumnya memiliki
tingkat kekenyalan dengan kriteria cukup kenyal sampai sangat kenyal.
Berdasarkan Tabel 7 berikut, nilai rata-rata kekenyalan baso kerang darah
yang ditambahkan tepung tapioka, berkisar antara 2 hingga 4 yang berarti
kekenyalan baso tersebut berkisar antara kurang kenyal hingga kenyal. Nilai rata-
rata terendah, yaitu 2 terdapat pada baso kerang darah yang ditambahkan tepung
tapioka 5%, sedangkan nilai rata-rata tertinggi, yaitu 4 terdapat pada baso kerang
darah yang ditambahkan tepung tapioka 15%.
Tabel 1. Nilai Rata-rata Kekenyalan Baso Kerang Darah Berdasarkan
Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka (%) Rata-rata
5 2 c
7,5 3 b
10 3 b
12,5 3 b
15 4 a
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan ada perbedaan yang nyata menurut uji perbandingan
pada tingkat kesalahan 15%.
-
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung tapioka
berdasarkan uji lipat baso kerang darah, penambahan 15% berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa dalam penelitian yang dilakukan
pada penambahan 5% hingga 15% menghasilkan penambahan 15% adalah yang
paling baik. Hal ini disebabkan tepung tapioka memiliki komponen amilosa yang
berfungsi dalam daya serap air dan kesempurnaan proses gelatinisasi produk
(Hidayat dkk. 2007). Fungsi penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan baso
adalah sebagai bahan pengental dan pengikat adonan, sehingga akan terbentuk
tekstur baso yang baik.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Wibowo (1999) yang
menyatakan bahwa untuk menghasilkan baso yang lezat dan bermutu tinggi, maka
jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak adalah 15%. Berdasarkan
sifat fisiokimia dan reologinya dapat memperkuat penjelasan bahwa jumlah
tepung tapioka rendah memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi.
1.2 Uji Organoleptik
Karakteristik organoleptik merupakan salah satu parameter yang penting
untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap suatu produk makanan. Uji
organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik didukung juga dengan
metode bayes dan uji skoring. Adapun parameter karakteristik organoleptik yang
diamati adalah kenampakan, aroma, tekstur dan rasa.
1.2.1 Uji Hedonik
a) Kenampakan
Kenampakan merupakan karakteristik pertama yang dapat dinilai pertama
kalinya oleh konsumen. Penilaian kenampakan ini bertujuan untuk mengetahui
penerimaan panelis yang dinilai dari kenampakan permukaan, keutuhan,
kerapihan, dan warna baso. Nilai rata-rata uji hedonik terhadap kenampakan baso
kerang darah disajikan pada Tabel 8.
-
Tabel 2. Nilai rata-rata kesukaan terhadap Kenampakan Baso Kerang
Darah Berdasarkan Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka(%) Median Rata-rata
5 7 6,33 a
7,5 7 5,93 a
10 7 6,87 a
12,5 7 6,33 a
15 7 5,80 a
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
Penilaian panelis pada kenampakan baso kerang darah mempunyai nilai
rata-rata berkisar antara 5,80 hingga 6,87. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
terhadap kenampakan baso kerang darah terendah sebesar 5,80 pada perlakuan
penambahan tepung tapioka 15%, sedangkan penilaian tertinggi sebesar 6,87 pada
perlakuan penambahan tepung tapioka 10%. Tingginya angka rata-rata kesukaan
terhadap baso kerang darah dengan penambahan tepung tapioka 10% disebabkan
oleh adanya titik temu antara kecerahan dan kepadatan produk.
Hasil perhitungan statistik dengan nilai rata-rata tersebut pada taraf 15%
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari semua perlakuan dengan nilai
median 7 (suka) yaitu warna cokelat, agak cerah bentuk bulat agak beraturan,
berongga halus dikarenakan kenampakan baso yang tidak terlalu berbeda jauh.
Hal ini disebabkan tapioka memberikan warna terang pada produk.
Tapioka telah banyak digunakan sebagai sumber karbohidrat atau sebagai
pengental (Somaatmadja 1984). Tapioka sering digunakan dalam pembuatan baso
ikan karena disamping harganya yang murah juga memberikan warna
transparan/netral pada produk (Redley 1976 dalam Erdiansyah 2006), sehingga
dari semua perlakuan penambahan tepung tapioka hingga 15% menunjukan
kenampakan warna yang tidak berbeda nyata.
-
b) Aroma
Aroma merupakan parameter yang mempengaruhi mutu suatu produk
olahan. Aroma atau bau makanan dapat menentukan kelezatan bahan makanan
tersebut. Pada umumnya, bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan perpaduan empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus
(Winarno 1997). Nilai rata-rata uji hedonik terhadap aroma baso kerang darah
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 3. Nilai Rata-rata Kesukaan Terhadap Aroma Baso Kerang Darah
Berdasarkan Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka(%) Median Rata-rata
5 5 5,27 a
7,5 5 5,40 a
10 5 6,20 a
12,5 7 6,20 a
15 5 5,67 a
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
Penilaian panelis pada aroma baso kerang darah mempunyai nilai rata-rata
berkisar antara 5,27 hingga 6,20. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma baso kerang darah terendah sebesar 5,27 pada perlakuan penambahan
tepung tapioka 5%, sedangkan penilaian tertingi sebesar 6,20 pada perlakuan
penambahan tepung tapioka 10% dan 12,5%.
Hasil uji statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata tehadap tingkat
kesukaan panelis pada taraf 15% walaupun nilai median berkisar anatara 5 (biasa)
hingga 7 (suka). Nilai median tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan
tepung tapioka 12,5%.
Penambahan tepung tapioka 5% memberikan aroma yang tidak terlalu
spesifik bau khas kerang darah pada baso yang dihasilkan, sedangkan
penambahan tepung tapioka 12,5 % memberikan aroma harum yang spesifik khas
kerang darah. Hal ini bertolak belakang dengan teori Redley yang menyatakan
-
bahwa tepung tapioka memberi aroma yang tidak berbau (netral) (Redley 1976
dalam Erdiansyah 2006).
c) Rasa
Rasa merupakan parameter penting untuk menentukan diterima atau
tidaknya suatu produk. Setinggi apapun kandungan gizi suatu produk, jika rasanya
tidak disukai maka produk tersebut akan ditolak oleh panelis dan tujuan
peningkatan gizi dalam produk tidak tercapai (Maharani 2009). Hasil uji hedonik
parameter rasa baso kerang darah disajikan pada Tabel 10.
Penilaian panelis pada rasa baso kerang darah mempunyai nilai rata-rata
berkisar antara 4,47 hingga 7,27. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap
rasa baso kerang darah terendah sebesar 4,47 berada pada perlakuan penambahan
tepung tapioka 5%, sedangkan penilaian tertinggi sebesar 7,72 terdapat pada
perlakuan penambahan tepung tapioka 12,5%. Hal ini disebabkan oleh interaksi
konsentrasi penambahan tepung tapioka, kerang darah dan komponen rasa lain
yang seimbang sehingga menghasilkan rasa yang paling disukai panelis.
Tabel 4. Nilai Rata-rata Kesukaan Terhadap Rasa Baso Kerang Darah
Berdasarkan Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka(%) Median Rata-rata
5 3 4,47 a
7,5 5 5,40 ab
10 7 6,20 ab
12,5 7 7,27 b
15 5 6,20 ab
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
Hasil statistik menunjukan bahwa penambahan tepung tapioka sebesar
5%, memiliki perbedaan yang nyata dibandingkan dengan penambahan tepung
tapioka sebesar 12,5%. Hal ini berbeda dengan hasil uji skoring panelis yang
-
menyatakan bahwa penambahan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh yang
nyata.
Perbedaan yang nyata terjadi disebabkan rasa dipengaruhi suhu,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1988).
Menurut Haryadi (1993), pangan berpati umumnya menjadi enak dan dikatakan
sudah masak setelah pati mengalami gelatinisasi, pada keaadaan tersebut rasa
bahan berpati menjadi dapat diterima secara inderawi.
d) Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor yang menentukan penerimaan suatu
produk. Penilaian tekstur bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis
terhadap tingkat elastisitas atau kekenyalan suatu produk yang dapat dinilai
menggunakan indera peraba, yaitu lewat rangsang sentuhan. Hasil uji hedonik
mengenai tekstur baso kerang darah disajikan pada Tabel 11.
Tabel 5. Nilai Rata-rata Kesukaan Terhadap Tekstur Baso Kerang Darah
Berdasarkan Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka(%) Median Rata-rata
5 3 3,27 a
7,5 5 4,73 ab
10 5 6,07 b
12,5 7 7,53 c
15 7 7,00 bc
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
Penilaian panelis pada tekstur baso kerang darah mempunyai rata-rata
berkisar antara 3,27 hingga 7,53. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap
tekstur baso kerang darah terendah sebesar 3,27 pada perlakuan penambahan
tepung tapioka 5%, sedangkan penilaian tertinggi sebesar 7,53 pada perlakuan
penambahan tepung tapioka 12,5%.
-
Hasil uji statistik menunjukan bahwa penambahan tepung tapioka 12,5%
berpengaruh nyata dengan perlakuan 5%, 7,5%, dan 10% hal ini disebabkan
tepung tapioka memiliki komponen amilosa yang berfungsi dalam daya serap air
dan kesempurnaan gelatinisasi produk.
Komponen amilosa yang terdapat dalam tepung tapioka berfungsi dalam
daya serap air dan kesempurnaan proses gelatinisasi produk (Hidayat dkk. 2007).
Fungsi penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan baso adalah sebagai bahan
pengental dan pengikat adonan, sehingga akan terbentuk tekstur baso yang baik.
1.2.2 Uji Skoring
a) Kenampakan
Kenampakan merupakan karakteristik pertama yang dapat dinilai pertama
kalinya oleh konsumen. Penilaian kenampakan ini bertujuan untuk mengetahui
penerimaan panelis yang dinilai dari kenampakan permukaan, keutuhan,
kerapihan, dan warna baso. Nilai rata-rata uji skoring terhadap kenampakan baso
kerang darah disajikan pada Tabel 12.
Tabel 6. Nilai Rata-rata kenampakan Baso Kerang Darah Berdasarkan
Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka% Median Rata-rata
5 5 4,20 a
7,5 5 5,13 ab
10 5 5,13 ab
12,5 7 6,73 b
15 7 6,20 ab
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji
perbandingan pada tingkat kesalahan 15%.
Penilaian panelis pada kenampakan baso kerang darah memiliki median
berkisar antara 5 (biasa) hingga 7 (suka). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
terhadap kenampakan baso kerang darah tertinggi sebesar 6,73 (warna cokelat
agak cerah bentuk bulat agak beraturan, berongga halus) pada perlakuan
-
penambahan tepung tapioka 12,5%, sedangkan penilaian terendah sebesar 4,20
(warna cokelat, agak kusam, bentuk bulat agak beraturan, agak seragam dan
berongga halus dan sedikit) pada perlakuan penambahan tepung tapioka 5%.
Hasil perhitungan statistik diperoleh bahwa penambahan tepung tapioka
memberikan perbedaan yang nyata terhadap kenampakan baso, ditunjukan dari
hasil pengamatan pada perlakuan penambahan tepung tapioka sebesar 5% dengan
penambahan tepung tapioka 12,5%, hal ini disebabkan tapioka memberikan warna
terang pada produk.
Tapioka sering digunakan dalam pembuatan baso ikan karena disamping
harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada
produk (Redley 1976 dalam Erdiansyah 2006).
b) Aroma
Aroma merupakan parameter yang banyak menentukan mutu suatu produk
olahan. Aroma atau bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan
tersebut. Pada umumnya, bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan perpaduan empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus
(Winarno 1997). Nilai rata-rata uji skoring terhadap aroma baso kerang darah
disajikan pada Tabel 13 di bawah.
Tabel 7. Nilai Rata-rata Aroma Baso Kerang Darah Berdasarkan
Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka% Median Rata-rata
5 7 6,87 a
7,5 7 6,07 a
10 7 6,87 a
12,5 7 6,33 a
15 7 5,93 a
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
-
Penilaian panelis pada aroma baso kerang darah memiliki nilai median 7
(suka). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma baso kerang darah
tertinggi sebesar 6,87 (agak amis, tercium spesifik aroma kerang darah lembut)
berada pada perlakuan penambahan tepung tapioka 5% dan 10%, sedangkan
penilaian terendah sebesar 5,93 terdapat pada perlakuan penambahan tepung
tapioka 15%.
Hasil analisis statistik uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan tepung tapioka pada baso kerang darah tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap aroma baso kerang darah, hal ini di sebabkan tepung tapioka
memberikan aroma netral terhadap produk. (Redley 1976 dalam Erdiansyah
2006).
c) Rasa
Rasa merupakan parameter penting untuk menentukan diterima atau
tidaknya suatu produk. Setinggi apapun kandungan gizi suatu produk, jika rasanya
tidak disukai maka produk tersebut akan ditolak oleh panelis dan tujuan
peningkatan gizi dalam produk tidak tercapai (Maharani 2009). Hasil uji skoring
parameter rasa baso kerang darah disajikan pada Tabel 14.
Tabel 8. Nilai Rata-rata Rasa Baso Kerang Darah Berdasarkan Penambahan
Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka% Median Rata-rata
5 5 4,73 a
7,5 5 5,00 a
10 5 5,53 a
12,5 7 6,47 a
15 7 6,33 a
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
-
Penilaian panelis pada rasa baso kerang darah memiliki median berkisar
antara 5 (biasa) hingga 7 (suka). Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
baso kerang darah tertinggi sebesar 6,47 (enak, rasa kerang darah agak dominan)
berada pada perlakuan penambahan tepung tapioka 12,5%, sedangkan penilaian
terendah sebesar 4,73 (agak enak, rasa kerang darah sedikit) terdapat pada
perlakuan penambahan tepung tapioka 5%.
Berdasarkan hasil analisis Friedman, semua perlakuan penambahan tepung
tapioka tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa baso kerang darah.
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung tapioka tidak mempengaruhi
rasa pada baso kerang darah karena kandungan pati yang terdapat dalam tepung
tapioka menyebabkan rasa baso menjadi netral (Redley 1976 dalam Erdiansyah
2006).
d) Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor yang menentukan penerimaan suatu
produk. Penilaian tekstur bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis
terhadap tingkat elastisitas atau kekenyalan suatu produk yang dapat dinilai
menggunakan indera peraba, yaitu lewat rangsang sentuhan. Hasil uji skoring
mengenai tekstur baso kerang darah disajikan pada Tabel 15.
Tabel 9. Nilai Rata-rata Tekstur Baso Kerang Darah Berdasarkan
Penambahan Tepung Tapioka
Penambahan Tepung Tapioka% Median Rata-rata
5 5 4,60 a
7,5 5 5,67 a
10 5 6,07 ab
12,5 7 6,60 b
15 7 6,47 b
Keterangan: Perlakuan yang memiliki taraf nyata dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji perbandingan pada
tingkat kesalahan 15%.
-
Penilaian panelis pada tekstur baso kerang darah memiliki median berkisar
antara 5 (biasa) hingga 7 (suka). Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap
tekstur baso kerang darah tertinggi sebesar 6,60 (agak padat, agak kompak,
kenyal) berada pada perlakuan penambahan tepung tapioka 12,5%, sedangkan
penilaian terendah sebesar 4,60 (agak padat, agak kompak, agak kenyal) terdapat
pada perlakuan penambahan tepung tapioka 5%.
Hasil uji statistik menunjukan bahwa penambahan tepung tapioka
sebanyak 5% berbeda nyata dengan perlakuan penambahan tepung tapioka
sebanyak 12,5% dan 15%. Penambahan tepung tapioka menyebabkan nilai tekstur
baso kerang darah cenderung bertambah dan meningkat.
Kelebihan yang dimiliki oleh tepung tapioka adalah larutannya yang
jernih, kekuatan gel nya yang bagus, mempunyai rasa yang netral mempunyai
daya rekat yang baik, dan menghasilkan warna yang mengkilap pada produk yang
dihasilkannya (Radley 1976 dalam Erdiansyah 2006).
1.3 Uji Bayes
Tabel 10. Nilai Bobot Kriteria Baso Kerang Darah
Kriteria Penilaian Bobot
Kenampakan 0,328
Aroma 0,210
Rasa 0,162
Tekstur 0,300
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai bobot kriteria tertinggi baso
kerang darah sebesar 0,328 terdapat pada kriteria kenampakan, diikuti oleh
kriteria tekstur sebesar 0,300, kriteria aroma sebesar 0,210 dan terakhir kriteria
rasa sebesar 0,162. Hal ini menunjukkan bahwa kenampakan merupakan kriteria
terpenting yang menentukan keputusan akhir panelis dalam memilih produk baso
kerang darah.
-
Tabel 11. Matriks Keputusan Penilaian Baso Kerang Darah
Penambahan
Tepung
Tapioka
Kenampakan Aroma Rasa Tekstur Nilai
Alternatif Rank
(5%) 6,33 5,27 4,47 3,27 4,83 0,164
(7,5%) 5,93 5,40 5,40 4,73 5,37 0,182
(10%) 6,87 6,20 6,20 6,07 6,33 0,214
(12,5%) 6,33 6,20 7,27 7,53 6,83 0,231
(15%) 5,80 5,67 6,20 7,00 6,17 0,209
Bobot Kriteria 0,328 0,210 0,162 0,300 29,53 1
Berdasarkan hasil perhitungan uji Bayes didapatkan hasil baso kerang
darah yang ditambahkan tepung tapioka sebanyak 12,5% memiliki nilai alternatif
tertinggi, yaitu sebesar 6,83, diikuti oleh penambahan tepung tapioka 10% sebesar
6,33, penambahan tepung tapioka 15% sebesar 6,17, penambahan tepung tapioka
7,5% sebesar 5,37, dan terakhir penambahan tepung tapioka 5% sebesar 4,83.
Berdasarkan semua parameter yang diamati, penggunaan tepung tapioka
sebesar 12,5% merupakan perlakuan yang memiliki karakteristik terbaik, disukai
panelis, dan mempunyai nilai alternatif tertinggi.
1.4 Hasil Analisis Kimia
Analisis kimia terhadap sampel kerang darah yang digunakan dalam
pembuatan baso dilakukan dengan metode APHA di Pusat Penelitian Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Universitas Padjadjaran Bandung dengan hasil
kandungan timbal (Pb) sebesar 0.0558 ppm. Hal ini bahwa kerang darah masih
layak untuk dikonsumsi dan layak sebagai bahan baku untuk pembuatan baso.
-
Menurut BPOM no. 00.06.1.52.4011 penetapan batas maksimum cemaran
mikroba dan kimia dalam makanan sebesar 1,5 ppm.
1.5 Hasil Pengamatan
Hasil seluruh pengamatan penambahan tepung tapioka pada baso kerang
darah disajikan pada Tabel 18.
Tabel 12. Hasil Keseluruhan Pengamatan Terhadap Baso Kerang Darah
Pengamatan
Perlakuan (%)
5 7,5 10 12,5 15
Hasil
Uji
Bayes
Uji lipat 2c 3b 3b 3b 4a
Uji hedonik
Kenampakan 6,33a 5,93a 6,87a 6,33a 5,80a 0,328
Aroma 5,27a 5,40a 6,20a 6,20a 5,67a 0,210
Rasa 4,47a 5,40ab 6,20ab 7,27b 6,20ab 0,162
Tekstur 3,27a 4,73ab 6,07b 7,53c 7,00bc 0,300
Nilai
alternatif
4,83 5,37 6,33 6,83 6,17 29,53
Hasil uji elastisitas dengan uji lipat menunjukkan bahwa perlakuan
penggunaan tepung tapioka 12,5%, menghasilkan baso yang cukup kenyal dan
agak padat. Perlakuan penggunaan tepung tapioka 15% cenderung kenyal dan
padat. Perlakuan penggunaan tepung tapioka 5% cenderung kurang kenyal dan
lunak. Perbedaan ini diakibatkan pengaruh daya serap air dengan tingkat
penambahan tepung tapioka pada produk, sehingga menyebabkan tingkat
kekenyalan yang berbeda.
Hasil uji organoleptik (hedonik) dengan uji Bayes untuk pengambilan
keputusan dari panelis menunjukan kriteria kenampakan merupakan pertimbangan
utama dalam memilih produk baso kerang darah kemudian diikuti oleh tekstur,
aroma dan rasa. Berdasarkan hasil nilai alternatif menunjukan bahwa perlakuan
-
penambahan tepung tapioka 12,5% lebih disukai dibandingkan dengan perlakuan
lainnya.
Berdasarkan semua parameter yang diamati, terutama jika dilihat dari hasil
uji organoleptik yang dilakukan dari seluruh perlakuan maka penggunaan tepung
tapioka 12,5% mengahasilkan baso kerang darah yang lebih disukai dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.