BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

71
73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 PDAM Kabupaten Majalengka 4.1.1.1 Kerangka Regulasi PDAM Kabupaten Majalengka didirikan tahun 1988 berdasarkan perda no 11 tahun 1988 tentang pendirian PDAM Kabupaten Majalengka, kemudian karena adanya penerapan otonomi daerah, perda pendirian PDAM di rubah dengan perda no 26 tahun 2001. PDAM KabupatenMajalengka berkedudukan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang pengelolaannya di bawah pengawasan Bupati Majalengka melalui Badan pengawas PDAM dan mempunyai tugas pokok yaitu menyelenggarakan pengelolaan air minum untuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan, pelayanan umum dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan. Berdasarkan BAB II, pasal 2 Perda no 5 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Air Minum Kabupaten Majalengka, secara rinci PDAM mempunyai kedudukan sebagai berikut : - Perusahaan Daerah Air Minum adalah Perusahaan Milik Pemerintah Daerah sebagai suatu alat kelengkapan Otonomi Daerah, yang berusaha di bidang penyediaan pelayanan air bersih/air minum bagi kepentingan umum di samping mendapatkan keuntungan. - Perusahaan Daerah Air Minum di selenggarakan atas dasar ekonomi Perusahaan dalam kesatuan sistem pembinaan ekonomi Indonesia yang menjamin kelangsungan demokrasi ekonomi dan berfungsi sebagai

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

73

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 PDAM Kabupaten Majalengka

4.1.1.1 Kerangka Regulasi

PDAM Kabupaten Majalengka didirikan tahun 1988 berdasarkan

perda no 11 tahun 1988 tentang pendirian PDAM Kabupaten Majalengka,

kemudian karena adanya penerapan otonomi daerah, perda pendirian

PDAM di rubah dengan perda no 26 tahun 2001. PDAM

KabupatenMajalengka berkedudukan sebagai Badan Usaha Milik Daerah

yang pengelolaannya di bawah pengawasan Bupati Majalengka melalui

Badan pengawas PDAM dan mempunyai tugas pokok yaitu

menyelenggarakan pengelolaan air minum untuk meningkatakan

kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan,

pelayanan umum dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan.

Berdasarkan BAB II, pasal 2 Perda no 5 tahun 2006 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Air Minum Kabupaten Majalengka,

secara rinci PDAM mempunyai kedudukan sebagai berikut :

- Perusahaan Daerah Air Minum adalah Perusahaan Milik Pemerintah Daerah sebagai suatu alat kelengkapan Otonomi Daerah, yang berusaha di bidang penyediaan pelayanan air bersih/air minum bagi kepentingan umum di samping mendapatkan keuntungan.

- Perusahaan Daerah Air Minum di selenggarakan atas dasar ekonomi Perusahaan dalam kesatuan sistem pembinaan ekonomi Indonesia yang menjamin kelangsungan demokrasi ekonomi dan berfungsi sebagai

74

alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. - Tujuan Perusahaan Daerah Air Minum adalah salah satu

sumber Pendapatan Asli Daerah dan sebagai sarana pengembangan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah.

- Perusahaan Daerah Air Minum di pimpin oleh Direktur dan di bawah pengawasan suatu badan pengawas. Tugas Pokok Perusahaan Daerah Air Minum adalah menyelenggarakan pengelolaan air bersih/air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan, pelayanan umum dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya, Perusahaan Daerah

Air Minum mempunyai fungsi sebagai berikut:

- Memberikan pelayanan dan penyediaan air minum kepada pelanggan dan masyarakat pada umumnya di dalam wilayah Kabupaten Majalengka.

- Memberikan jasa pelayanan teknik kepada masyarakat yang berhubungan dengan air minum.

- Menyelenggarakan pemanfaatan sumebr sumber/potensi air, baik yang di atas maupun di bawah tanah dan meningkatkan pendapatan asli daerah.

Berdasarkan Keputusan menteri Dalam Negeri no 08 tahun 2000

tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum.Untuk

mendukung pelaksanaan Pedoman Akuntansi PDAM tersebut ditetapkan

penggolongan PDAM berdasarkan jumlah pelanggan yang dilayani oleh

PDAM, penggolongan PDAM ini sebagai dasar dalam menetapkan bentuk

organisasi PDAM.Dalam Pasal 3 Kepmendagri no 8 tahun 2000 di

nyatakan bahwa penggolongan tersebut di dasarkan pada :

1. Tipe A adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sampai dengan 10.000 (sepuluhribu) sambungan pelanggan;

2. Tipe B adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 10.001 (sepuluh ribusatu) sampai dengan 30.000 (tiga puluh ribu) sambungan pelanggan;

3. Tipe C adalah PDAM yang jumlah pelanggannya

75

sebanyak 30.001 (tiga puluh ribusatu) sampai dengan 50.000 (lima puluh ribu) sambungan pelanggan;

4. Tipe D adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 50.001 (lima puluhribu satu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu) sambungan pelanggan;

5. Tipe E adalah PDAM yang jumlah pelanggannya lebih dari 100.000 (seratus ribu)sambungan pelanggan.

Berdasarkan penggolongan PDAM tersebut, PDAM Kabupaten

Majalengka termasuk dalam kategori PDAM tipe B, karena saat ini jumlah

pelanggan PDAM Majalengka 14.913 SL. Sehingga susunan organisasi

PDAM Kabupaten Majalengka adalah terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama

dan 3 (tiga) Kepala Bagian yang membidangiBagian Administrasi dan

Keuangan, Bagian Teknik dan Bagian Hubungan Langganan,masing-

masing bagian dapat memiliki minimal 4 dan maksimal 5 seksi. Untuk

UnitCabang dikepalai oleh seorang Kepala Unit setingkat Kepala Bagian

dan bertanggungjawab langsung kepada Direksi.

Dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 8

Tahun 2000 tersebut, Pemerintah Kabupaten Majalengka mengeluarkan

Perda Nomor 05 Tahun 2006 tentang Struktur Organisasi dan Tatalaksana

Kerja PDAM. Direksi PDAM mempunyai 1 orang Direksi dan dibantu

oleh 3 orang Kepala Bagian serta para kepala cabang dan unit yang

berjumlah 10 cabang dan unit.

Susunan organisasi PDAM Kabupaten Majalengka adalah sebagai

berikut :

a. Badan Pengawas b. Direktur

76

c. Unsur Pembantu Direktur, terdiri dari: 1. Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan,membawahkan:

- Sub bagian Administrasi Umum - Sub bagian Manajemen SDM - Sub bagian Keuangan - Sub bagian Pembukuan

2. Kepala bagian Hubungan Pelanggan, membawahkan: - Sub bagian Informasi dan Pengaduan Pelanggan - Sub bagian Pemasaran

3. Kepala Bagian Teknik, membawahkan: - Sub bagian Perencanaan Teknik - Sub bagian Produksi - Sub bagian Distribusi - Sub bagian Pemeliharaan dan Workshop

4. Kepala Cabang/unit, membawahkan: - Sub bagian Administrasi dan Keuangan - Sub bagian Teknik

Berdasarkan susunan organisasi diatas, cabang dan unit PDAM Kabupaten

Majalengka merupakan front liner Pelayanan, jumlah cabang dan unit saat ini ada

10 buah yang tersebar di 8 Kecamatan.Dalam operasionalnya cabang dan unit

menyelenggarakan 13 jenis Pelayanan kepada masyarakat. Namun, dari sisi

kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangannya, cabang dan unit belum mempunyai

kekuatan yang ditetapkan oleh manajemen.Hal ini membuat pengambilan

keputusan di cabang dan unit tidak optimal.

Berdasarkan kondisi eksisting yang ada, dari 10 kantor cabang dan unit,

sebagian besar menyewa, sehingga tidak ada kepastian kantor Pelayanan yang

tetap, hal ini menyulitkan manajemen cabang dan unit dalam Pelayanan, karena

sewaktu waktu kantor dapat berpindah kalau tidak ada perpanjangan kontraknya.

Keterbatasan dana operasional kantor cabang dan unit, menimbulkan cabang dan

unit kesulitan dalam melakukan Inovasi Inovasi dalam Pelayanan yang

berimplikasi pada biaya.

77

4.1.1.2 Personil Pengelola

Sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam

operasional dan pengelolaan PDAM, berdasarkan data terakhir dari PDAM

Kabupaten Majalengka tentang kondisi SDM dapat di gambarkan sebagai berikut;

Jumlah seluruh pegawai PDAM adalah 125 orang, yang terdiri dari 1 orang

direktur, 3 orang kepala bagian, 112 karyawan penuh, 3 orang karyawan 80 % dan

6 orang tenaga honorer. Di lihat dari tingkat pendidikannya, berdasarkan data dari

PDAM Kabupaten Majalengka di ketahui ; 24 orang tamatan Sarjana, 4 orang

Diploma 3, 90 orang tamatan SLTA, 6 orang tamatan SLTP dan 1 orang lulusan

Sekolah Dasar.

Dilihat dari sebaran jumlah pegawai PDAM dapat di rinci sebagai berikut :

42 orang pegawai merupakan pegawai yang di tempatkan di kantor Pusat,

termasuk di dalamnya direktur dan 3 kepala bagian, sedangkan 83 pegawai di

tempatkan di kantor cabang/ unit yang tersebar di 10 kantor cabang dan unit.

Peningkatan kapasitas pegawai dalam hal operasional dan manajemen

penyelenggaraan Pelayanan masih sangat terbatas di lakukan, terutama dalam hal

manajemen Pelayanan prima, pemasaran dan pelatihan kewirausahaan bagi

karyawan. Kondisi ini dapat berpengaruh pada Inovasi Inovasi karyawan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggan.

4.1.1.3 Sarana dan Prasarana

Sumber air baku yang digunakan berasal dari beberapa sumber air, yaitu

mata air, air permukaan dan air tanah dalam, dengan total kapasitas terpasang

sebesar 370 l/detik dan kapasitas termanfaatkan sebanyak 219 l/detik.

78

Tabel 1. Sumber air baku PDAM Majalengka

No Sumber Air Lokasi Kapasitas terpasang

1 Mata air Cilongkrang Ds Argalingga

24 lt/dt

2 Mata air Cisurian Ds Sukadana 50 lt/dt 3 Mata air Cipadung Ds Pajajar,

Rajagaluh 70 lt/dt

4 Mata air Cihaneut Ds Teja, Rajagaluh

7,5 lt/dt

5 Mata air Cibulakan Tarik

Ds Sunia, Banjaran

15 lt/dt

6 Mata air Citamba Ds Sunia 5 lt/dt 7. Mata air Cigowong 5 lt/dt 8. Mata air Sangiang

Meri Ds. Jagasari 5 lt/dt

9. Sungai Cilutung 20 lt / dt 10 Mata air Colom Cikijing 15 lt/dt 11 Sumur dalam 1

Tonjong Majalengka 15 lt/dt

12 Sumur dalam II cigasong

Majalengka 15 lt/dt

13 Sumur dalam III Kawunghilir

Majalengka 15 lt/dt

14 Sumur Dalam IV Cikalong

Sukahaji 5 lt/dt

Sumber Bussines Plan PDAM Majalengka, 2010

Sistem transmisi dari sumber air ke reservoir terdiri dari pipa berdiameter

4 - 8 inch dengan panjang pipa transmisi keseluruhan adalah sepanjang + 52 km

dengan kondisi masih cukup bagus. Panjang pipa distribusi yang ada saat ini

adalah sepanjang 230 km, sebagian besar pipa sudah melebihi umur pakainya, rata

rata umur pipa sudah lebih dari 28 tahun. Saat ini ada sebagian pipa distribusi

yang letaknya ada di As jalan sehingga akan menyulitkan apabila terjadi

kerusakan. Sistem pengaliran airnya dilakukan secara gravitasi.

79

Panjang pipa retikulasi diseluruh system sekitar 68.696 meter, kondisinya

kurang memenuhi syarat, karena sebagian besar pipa pada awalnya di disain untuk

Pelayanan perdesaan sehingga perlu penyesuaian dalam penggunaan pipa dengan

diameter yang sesuai.

4.1.1.4 Teknis Oprasional

PDAM Kabupaten Majalengka mempunyai 10 zona Pelayanan yang

tersebar di 8 Kecamatan, yang terdiri dari 6 cabang dan 4 unit.Jumlah sambungan

langganan saat ini berjumlah 14.913 SL. Pelanggan PDAM sebagian besar

merupakan pelanggan rumah tangga berjumlah 138.807 SL dan sisanya

merupakan pelanggan dalam kategori pelanggan non domestic. Tingkat Pelayanan

saat ini baru mencapai 5,8% dari jumlah penduduk administrasi atau 27,46% dari

jumlah penduduk daerah Pelayanan.

Sumber air baku yang digunakan berasal dari beberapa sumber air, yaitu

mata air, air permukaan dan air tanah dalam, dengan total kapasitas terpasang

sebesar 370 l/detik dan kapasitas termanfaatkan sebanyak 219 l/detik.

Sistem transmisi dari sumber air ke reservoir terdiri dari pipa berdiameter 4 - 8

inch dengan panjang pipa transmisi keseluruhan adalah sepanjang +52 km.

Panjang pipa distribusi yang ada saat ini adalah sepanjang 230 km, panjang pipa

retikulasi diseluruh system sekitar 68.696 meter. Sumber air baku di peroleh dari

3 sistem, yaitu mata air, pompa air dalam dan dari sungai.

Tingkat kehilangan air di PDAM Kabupaten Majalengka dihitung

berdasarkan selisih angka yang terjadi antara pencatatan meter kubik air di water

80

meter di cabang/unit dan pencatatan di meter pelanggan. Berdasarkan data dari

laporan bulanan pada bulan Desember 2010 tingkat kehilangan air yang tercatat

berkisar antara 24 % sampai 30% untuk seluruh system, dengan rata rata

kehilangan airnya sekitar 27% di seluruh system.

4.2Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di

PDAM Kabupaten Majalengka.

Undang-undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan negara wajib melayani

setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam

rangka pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh

karenanya dalam pemerintahan yang baik (good governance) harus selalu

diupayakan pelayanan yang tidak hanya berorientasi kepada hasil, tetapi harus

senantiasa bermuara kepada manfaat yang dihasilkan, yang pada hakekatnya

tercipta pelayanan publik yang prima.

Di era otonomi daerah saat ini, seharusnya pelayanan publik menjadi lebih

responsif terhadap kepentingan publik, di mana paradigma pelayanan publik

beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih

memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan

(customer-driven government) dengan ciri-ciri: (a) lebih memfokuskan diri pada

fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya

kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat, (b) lebih

memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat

mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang

81

telah dibangun bersama, (c) menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan

pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang

berkualitas, (d) terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang

berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan, (e)

lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, (f) memberi akses

kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang

pelayanan yang diterimanya, (g) lebih mengutamakan antisipasi terhadap

permasalahan pelayanan, (h) lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan

pelayanan, dan (i) menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.

Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain:

(1) memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, (2) memiliki

wide stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untuk akuntabel kepada

publik, (5) memiliki complex and debated performance indicators, serta (6)

seringkali menjadi sasaran isu politik (Mohamad, 2003)

Pada dasarnya pemerintah Kabupaten Majalengka telah melakukan

berbagai upaya agar menghasilkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, manusiawi,

murah, tidak diskriminatif, dan transparan. Selain itu, Pemerintah juga sedang

menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik yang isinya

akan memuat standar pelayanan minimum. Namun, upaya-upaya yang telah

ditempuh oleh pemerintah di daerah nampaknya belum optimal. Salah satu

indikator yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah pada fungsi pelayanan

publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan

dari masyarakat karena masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat

82

penggunanya. Kemudian, pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat

direktif yang hanya memperhatikan/mengutamakan kepentingan

pimpinan/organisasinya saja. Masyarakat sebagai pengguna seperti tidak memiliki

kemampuan apapun untuk berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka

harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan

paradigma yang bersifat supportif serta lebih memfokuskan diri kepada

kepentingan masyarakatnya, pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi

pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani.

Salah satu tugas pemerintah yang sekaligus juga hak dari warga adalah

terselenggaranya pelayanan publik. Secara sederhana pelayanan publik meliputi

tiga aspek yaitu :

1. Administrasi 2. Pengadaan infrastruktur 3. Pemenuhan kebutuhan dasar (basic nedeed) Pelayanan publik saat ini bukan lagi sebatas program, bukan lagi sebuah

teori. Pelayanan publik harus sudah menjadi tindakan nyata setiap aparatur

pemerintah. Pelayanan publik merupakan tanggung jawab negara terhadap

rakyatnya yang dilaksanakan pemerintah dan memerlukan partisipasi semua

pihak.

Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004

tetang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Dalam kaitan dengan peningkatan

kualiats pelayanan publik, secara tegas dalam Inpres tersebut di perintahkan

kepada segenap jajaran aparatur untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat baik dalam bentuk barang, jasa, maupun administratif melalui

83

transparansi dan standarisasi pelayanan yang meliputi persyaratan, target waktu

penyelesaian dan tarif biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan

menghapuskan biaya atau tarip diluar yang telah ditetapkan.

Salah satu tonggak penting dalam penyelenggaraan pembaharuan

pelayanan publik di daerah ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004. Adapun esensi Undang-Undang tersebut pada dasarnya

adalah desentralisasi atau pemberian otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggung jawab. Dalam konsep manajemen pelayanan, desentralisasi adalah

salah satu cara memotong birokrasi, sehingga mempercepat pelayanan kepada

masyarakat.

Pada saat ini telah diberlakukan juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik yang intinya mengamanatkan negara berkewajiban

memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan

yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima

dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas

barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Pemerintah Kabupaten Majalengka terus menerus berupaya untuk

membangun good governance, atau tata kelola kepemerintahan yang baik agar

dapat bersaing dalam dunia perdagangan bebas di era globalisasi. Untuk

mewujudkan upaya atau strategi dan arah kebijakan serta program pembangunan

tersebut ditempuh melalui Strategi Gerakan Membangun Masyarakat Religius,

84

Maju dan Sejahtera (Gerbang Mas Remaja) yang ditempuh melalui 4 pilar

strategi prioritas pembangunan, yaitu :

1. Gerakan Pembangunan Masyarakat Cerdas, Sehat, Beragama dan

Berbudaya (Gerbang Cahaya).

Strategi Gerbang Cahaya dimaksudkan untuk peningkatan kualitas sumber

daya manusia sebagai kerangka landasan yang kokoh dalam meraih

kemajuan melalui upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat

(pendidikan, kesehatan), peningkatan keagamaan serta pelestarian budaya

dan kearifan lokal.

2. Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas).

Strategi ini dimaksudkan untuk lebih memacu peningkatan kemajuan

perekonomian masyarakat melalui pendekatan ekonomi kerakyatan dengan

memanfaatkan potensi dan sumber alam serta unggulan daerah yang

dimiliki. Wilayah Kabupaten Majalengka adalah wilayah pertanian yang

dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang

lebih maju dan stabil.

3. Gerakan Pembangunan Pembangunan Pengentasan Kemiskinan Berbasis

Kecamatan dan Desa (Gerbang Kencana).

Gerakan ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat dalam upaya

pengurangan tingkat kemiskinan dengan memecahkan berbagai

permasalahan yang menyebabkannya. Pemanfaatan potensi dan sumber

yang dimiliki melalui sinergitas program, penguatan kecamatan, dan

85

penguatan kapasitas pemerintahan desa serta pemberdayaan masyarakat

dalam pembangunan untuk mewujudkan desa yang mandiri.

4. Gerakan Pembangunan Pertumbuhan Modal Dan Investasi (Gerbang

Permata).

Gerakan ini dimaksudkan sebagai strategi percepatan pertumbuhan

ekonomi masyarakat melalui peningkatan investasi sesuai pengembangan

tata ruang kewilayahan dengan peningkatan pelayan pemerintah yang

optimal, cepat dan tepat yang ditunjang oleh kondisi masyarakat yang

partisipatif dan kondusif serta infrastruktur yang memadai.

Dengan strategi tersebut Pemerintah Kabupaten Majalengka berupaya

membuat terobosan dalam rangka memberikan kemudahan, kecepatan,

kenyamanan, keamanan dan kepastian dalam pelayanan publik masyarakat dalam

memenuhi standar pelayanan prima.Berdasarkan indicator - indikator

permasalahan yang ada di PDAM Kabupaten Majalengka yang menjadi latar

belakang penelitian ini, kiranya perlu di perhatikan bahwa sejak diberlakukannya

UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah daerah sebagai

penyelenggara pelayanan dituntut untuk terus berupaya memperbaiki akses

maupun kualitas pelayanan yang diselenggarakannya serta tanggap (responsive)

terhadap kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan. Upaya perbaikan pelayanan

publik bidang pengelolaan sumberdaya air ini dilakukan secara efektif didasarkan

pada harapan pengguna layanan.Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka mendorong pegawai di

86

lingkungannya untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan melalui pendidikan lanjut

dan pelatihan seperti pelatihan teknis, pelatihan manajemen dan berbagai

pelatihan lainnya, salah satunya dalam rangka Peningkatan Pelayanannya, PDAM

Kabupaten Majalengka dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik dan

mengimplemetasikan kebijakan peningkatan pelayanan manajemen alternatif

pelayanan publik sejalan dengan amanah dalam UU No. 25/2009 tentang

Pelayanan Publik bekerjasama dengan DSF World Bank mengimplementasikan

sistem manajemen strategis manajemen alternatif pelayanan publik. Hal ini

sejalan dengan Surat Mendagri (No 118/96/PUM) Tanggal 3 Juni 2010 tentang

penetapan daerah percontohan penerima program manajemen alternatif pelayanan

publik (MAPP/AMSD) dan surat penetapan dari sekertaris daerah Provinsi Jawa

Barat (No.061/2332/org) Tanggal 14 Juni 2010 yang menerangkan bahwa

Kabupaten Majalengka sebagai daerah percontohan penerima program untuk

dilaksanakan dan diawasi secara langsung oleh Kementrian Dalam Negeri.

Sistem manajemen strategis manajemen alternatif pelayanan publik tersebut

dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan tim teknis dan pelanggan.

Adapun yang menjadi maksud dan tujuan program ini sejalan dengan keterangan

yang diberikan oleh informan sebagai berikut :

“adapun yang menjadi tujuan diimplementasikannya program MAPP adalah untuk menerapkan apa yang diamanahkan dalam regulasi terkait dan melaksanakan perbaikan kinerja pelayanan PDAM yang lebih baik dan didasari pada pelaksanaan yang sesuai dengan kode etik pelayanan1”.

1Hasil Wawancara dengan Konsultan MAPP Tanggal 10 Januari 2013.

87

Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut

menyatakan bahwa pada dasarnya yang menjadi tujuan diimplementasikannya

kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka

adalah dalam rangka mengimplementasikan berbagai kegiatan yang telah

diamanahkan dalam regulasi terkait untuk perbaikan pelayanan publik dan

pelaksanaan pelayanan bidang pengelolaan sumber daya air yang lebih baik.

Adapun dalam mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan

publik tersebut dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi rencana aksi peningkatan

pelayanan PDAM, kesepakatan kinerja yang fleksibel, perbaikan standar

pelayanan serta menyiapkan dasar dasar draf kode etik pelayanan.

Sebagai alat untuk menganalisis bagaimana peran program

manajemen alternatif pelayanan public, maka diperlukan teori sebagai unit

analisis yang mendalam. Adapun teori yang menjadi rujukan penulis

adalah Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn menunjukan

bahwa kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat

ketercapaian standar dan tujuan tertentu yang harus dicapai. Adapun

keterkaitannya dengan penelitian ini, dimensi impelementasi kebijakan

Van Meter dan Horn digunakan untuk mempermudah proses analisis data

penelitian. Oleh karena itu implementasi kebijakan Manajemen Alternatif

Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka dianalisis melalui proses

aspek standar dan tujuan kebijakan, sumber – sumber kebijakan, komunikasi antar

organisasi yang efektif, ciri badan pelaksana, sikap para pelaksana, lingkungan

ekonomi, sosial dan politik sebagai berikut:

88

4.2.1.Aspek Standart dan Tujuan Kebijakan DalamImplementasi

Kebijakan Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan

Publik di PDAM Kabupaten Majalengka.

Suatu kebijakan harus menegaskan standar dan tujuan kebijakan yang

harus di capai oleh para pelaksana kebijakan. Hal ini penting dilakukan karena

kinerja suatu kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat

tercapainya standar dan tujuan kebijakan tersebut. Oleh karena itu kebijakan

pemerintah akan efektif apabila tujuan dirumuskan dengan jelas, tepat dan

konsisten diantara pembuat kebijakan dengan para pelaksana sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai. Dimensi Kejelasan dan konsistensi tujuan akan

menyoroti isi kebijakan terutama yang terkait dengan tujuan kebijakan itu sendiri

dengan cara bagaimana mencapai tujuan kebijakan. Ketegasan dalam upaya

mencapai tujuan sangat penting agar para pelaksana mempunyai dasar hukum

yang kuat dalam melaksanakan kebijakan, khususnya kebijakan manajemen

alternatif pelayanan publik di PDAM Kabupaten Majalengka.

Kebijakan yang mengatur pelaksanaan kebijakan Manajemen Alternatif

Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka didasari atas diberlakukannya

UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah daerah Kabupaten

Majalengka sebagai penyelenggara pelayanan dituntut untuk terus berupaya

memperbaiki akses maupun kualitas pelayanan yang diselenggarakannya serta

tanggap (responsive) terhadap kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan.

PDAM Kabupaten Majalengka dalam rangka meningkatkan kualias

pelayanan publik dan mengimplemetasikan kebijakan peningkatan pelayanan

manajemen alternatif pelayanan publik sejalan dengan amanah dalam UU No.

89

25/2009 tentang Pelayanan Publik bekerjasama dengan DSF World Bank dengan

legalitas Surat Mendagri (No 118/96/PUM) Tanggal 3 Juni 2010 tentang

penetapan daerah percontohan penerima program manajemen alternatif pelayanan

publik (MAPP/AMSD) dan surat penetapan dari sekertaris daerah Provinsi Jawa

Barat (No.061/2332/org) Tanggal 14 Juni 2010 yang menerangkan dimana

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah percontohan penerima

program untuk dilaksanakan dan diawasi secara langsung oleh Kementrian Dalam

Negeri telah melakukan penyusunan sistem manajemen strategis manajemen

alternatif pelayanan publik.

Hal ini dipertegas lagi dengan adanya regulasi pokok atas desentralisasi

yang terangkum dalam tiga undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah dan Undang-undang

Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ditetapkannya

ketiga undang-undang tersebut telah memberikan kekuatan baru bagi

pengembangan otonomi pemerintah daerah, di mana terdapat kejelasan arah yang

ingin dicapai dan fleksibilitas yang diberikan sudah lebih besar dari yang

sebelumnya. Artinya, daerah sudah diberi kewenangan yang lebih luas untuk

merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan serta mengevaluasi

kebijakan-kebijakan daerah termasuk didalamnya untuk pelayanan publik melalui

Kebijakan Manajemen Alaternatif Pelayanan Publik.

Perumusan Visi PDAM Kabupaten Majalengka tentunya harus menunjuk

pada Visi Pelayanan Publik secara Nasional dipadukan dengan Visi

90

KabupatenMajalengkayaitu sebagai berikut :” Kabupaten Majalengka Maju Dan

Sejahtera Berlandaskan Masyarakat Yang Beriman Dan Bertaqwa.”

Adapun yang menjadi misinya yaitu sebagai berikut :

1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa, sehat,

cerdas dan berkehidupan layak serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK).

2. Mewujudkan perekonomian daerah yang stabil, dengan bertumpu pada

pembangunan agribisnis berbasis ekonomi kerakyatan.

3. Mewujudkan infrastruktur yang proporsional dan berkelanjutan.

4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

5. Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup.

Sejalan dengan visi dan misi Kabupaten Majalengka di atas, sejalan dengan

keerangan informan memberikan informasi lebih lanjut tentang aspek standart tujuan

dalam implementasi kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik sebagai berikut :

“PDAM Majalengka pada dasarnya merupakan lembaga otonom yang pengelolaanya merupakan tanggung jawab direksi dan manajemen perusahaan. Dalam penyelenggaraan MAPP telah dilakukan PDAM Majalengka yang dimulai dengan sosialisasi dan beragam rangkaian program lainnya yang tersusun dalam agenda program MAPP2”. Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut, pada dasarnya

PDAM Kabupaten Majalengka merupakan lembaga otonom yang pengelolaannya secara

penuh menjadi hak dan tanggung jawabmanajemen perusahaan. Hubungan dengan

pemerintah daerahsebagai pemilik perusahaan diformulasikan melalui

pembentukanBadan Pengawas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintahdaerah,

kalangan intelektual dan wakil pelanggan yang terkaitdengan operasional PDAM.

2Hasil Wawancara dengan Konsultan MAPP Tanggal 10 Januari 2013.

91

Kegiatan awal kebijakan MAPP telah dilakukan pada PDAM Majalengkadimulai

dengan kegiatan sosialisasi MAPP pada tahun 2010,dengan melibatkan Bagian

Organisasi, stakeholders terkait dan pelanggan yang dilaksanakan dengan metode

lokakarya. Kegiatan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan assessment awal oleh

STC - Majalengka dan Tim Kelompok Kerja PDAM Majelengka untuk memetakan

kondisi pelayanan PDAM dan untuk mengetahui upaya/langkah apa saja yang telah

dilakukan oleh PDAM Majalengka dalam penyelenggaraan pelayanannya.

Temuan hasil pemetaan awal yang berkaitan dengan prosespenyelenggaraan

Pelayanan beserta instrument pendukungnya, dari aspek system manajemen strategis

menunjukkan bahwa perlu PDAM Kabupaten Majalengka perlu melakukan penyesuaian

dan redefinisi terhadap misi dan visi yang telah ada, hal ini di tujukan agar arah

pengembangan PDAM dan tujuan PDAM menjadi terarah dan terukur, karena visi dan

misi yang ada di nilai oleh tim teknis terlalu ambisius tidak sesuai dengan kemampuan

PDAM3.

Apa yang menjadi temuan dalam laporan konsultan MAPP tidak sejalan dengan

arah kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Majalengkayang sudah ditetapkan

unuk periode 2005-2025 yaitu untuk: 1) Mewujudkan kulalitas sumber daya manusia

melalui peningkatan derajat kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan

pemahaman dan pengamalan agama, pengendalian jumlah penduduk, peningkatan peran

pemuda dan perempuan dalam pembangunan, peningkatan kualitas tenaga kerja dan

pengentasan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial; 2) Mewujudkan

perekonomian yang stabil melalui pengembangan teknologi pertanian, peningkatan nilai

tambah produk pertanian, pengembangan industri unggulan, peningkatan iklim investasi,

peningkatan permodalan dengan sistem perbankan, peningkatan keanekaragaman dan

3Data Laporan Akhir Konsultan MAPP Kabupaten Majalengka 2012

92

mutu perdagangan, jasa dan ekspor, serta pengembangan potensi pariwisata; 3)

Mewujudkan infrastruktur yang proporsional dan berkelanjutan melalui peningkatan

kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi, peningkatan kualitas dan kuantitas

jaringan irigasi, peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan air minum, peningkatan

pelayanan energi dan telekomunikasi, pengembangan perumahan rakyat, penanganan

persampahan, serta pemanfaatan dan pengendalian penggunaan ruang; 4) Mewujudkan

tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas aparatur, penegakkan

hukum, dan peningkatan partisipasi; 5) Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup

melalui pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Berdasarkan hasil evaluasi internal yang dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten Majalengka terhadap pencapaian hasil pembangunan pada tahap

pertama RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun sebelumnya juga mencermati

dinamika pembangunan Regional dan Nasional serta potensi atau modal dasar

yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Majalengka, maka dalam rangka

peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran pembangunan bukan hanya

difokuskan pada pertumbuhan ekonomi, melainkan juga pada peningkatan

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini sejalan dengan keterangan yang

diberikan oleh informan sebagai berikut :

“Pengembangan kapasitas sumber daya manusia di Kabupaten Majalengka menjadi salah satu fokus sasaran untuk perbaikan pelayanan publik di Kabupaten Majalengka, dengan adanya program MAPP maka diharapkan kualitas penyelenggaraan air bersih di Kabupaten Majalengka dapat berjalan lebih baik dengan peran serta stakeholder terkait4”.

4Hasil wawancara dengan jajaran pimpinan PDAM Kabupaten Majalengka Tanggal 17 Januari

2013

93

Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut pada

dasarnya dalam peningkatan kualitas SDM, diharapkan mampu mengelola potensi

daerah secara optimal, memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan

pembangunan Kabupaten Majalengka serta mampu menempatkan manusia

sebagai titik sentral, sehingga masyarakat bukan hanya sebagai objek

pembangunan tapi juga sebagai subjek yang mampu berperan aktif dalam semua

proses kegiatan pembangunan.

Segala kebijakan yang telah ditetapkan dengan berpedoman pada

kebijakan yang lebih tinggi kenyataannya tidak diikuti oleh tersediannya anggaran

sebagaimana amanat undang – undang. Berdasarkan Anggaran belanja yang

ditetapkan dalam APBD Kabupaten Majalengka setelah Perubahan untuk tahun

2010 sebesar Rp. 51.288.160.508,00 dengan capaian realisasi sebesar Rp.

43.437.295.948,00 atau 84,69% dari anggaran belanja. Belanja Pegawai, dengan

capaian realisasi sebesar Rp. 17.754.199.183,00 atau 97,51% dari target anggaran

sebesar Rp. 18.207.913.358,00. Belanja Barang dan Jasa, dengan capaian realisasi

sebesar Rp. 6.680.030.800,00 atau 76,68% dari target anggaran sebesar Rp.

8.712.133.000,00. Belanja Modal,dengan capaian realisasi sebesar Rp.

19.033.065.965,00 atau 77,98% dari target anggaran sebesar Rp.

24.368.114.150,00.5

Terlaksananya program pelayanan publik melalui kebijakan

pengembangan manajemen alternatif pelayanan publik di PDAM Kabupaten

Majalengkamemberikan dampak pada kegiatan perencanaan anggaran yang

5Data APBD Majalengka 2012

94

seharusnya disusun berdasarkan pendekatan kinerja dengan menggunakan standar

analisa belanja. Mekanisme peningkatan pelayanan publik dilakukan dengan

berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunan Aparatur Negara Nomor 25

Tahun 2009.

Tiap tahun kebutuhan akan kegiatan meningkat tetapi anggaran selalu

mengacu pada anggaran sebelumnya. Situasi ini berdampak pada tidak optimalnya

pelayanan administrasi kantor secara umum karena kurang tersedianya kebutuhan

administrasi perkantoran, dan khusus aktivitas peningkatan Pelayanan Publik.

Selain itu pula Tidak mampu mengakomodir program dan kegiatan prioritas di

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka sehingga pencapaian

kinerja dalam rangka mewujudkan visi/misi pelayanan publik yang prima tidak

tercapai sesuai harapan. Permasalahan lain terkait dengan kendala dalam

menetapkan satu kebijakan publik di Kabupaten Majalengka diterangkan oleh

informan dalam penelitian ini sebagai berikut :

“dalam menetapkan satu kebijakan saya pikir ini sama terjadi pada daerah lain juga. Dalam penetapan satu kebijakan publik dalam tahapan perumusannya yang meibatkan legislatif seringkali dipermasalahkan substansi dari kebijakan yang cenderung diliputi oleh beragam kepentingan kelompok dan golongan. hal ini menimbulkan polemik tersendiri6”. Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut, sering

munculnya permasalahan dalam proses penetapan suatu kebijakan publik, baik

pada tahap perumusannya oleh lembaga legislatif maupun penetapannya. Secara

umum yang dipermasalahkan adalah kesesuaian dari substansi kebijakan itu

6Hasil wawancara dengan informan dari pemerintah Kabupaten Majalengka tanggal 10 Januari

2013.

95

dengan kepentingan kelompok sasaran kebijakan (masyarakat) yang akan terkena

dampak (impact) dari ketentuan kebijakan yang bersangkutan. Ketidaksesuaian

substansi kebijakan dengan kepentingan kelompok sasaran akan berakibat

masyarakat yang menjadi sasaran (target group) dari kebijakan publik itu sendiri

justru menentang akan kehadiran kebijakan.

Suatu kebijakan harus dirumuskan secara jelas dan konsisten, hal itu

menyangkut tujuan dan sasaran yang ingin diwujudkan serta cara

mengimplementasikannya. Kebijakan yang dilaksanakan oleh para pelaksana

biasanya belum dijelaskan secara rinci, oleh karena itu pemerintah harus

menerjemahkannya kedalam bentuk juklak dan juknis yang diatur dengan jelas,

lengkap dan konsisten. Standar dan tujuan kebijakan yang ditegaskan dalam isi

kebijakan tertentu harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. Untuk

mencapainya diperlukan ketegasan karena tingkat kinerja kebijakan pada

dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan tujuan

sehingga dapat disajikan pedoman untuk mengevaluasi apakah suatu kebijakan itu

berhasil atau mengalami kegagalan.

Kesulitan dalam menentukan sasaran dan tujuan kebijakan terutama

terletak pada aspek pengidentifikasikannya. Sejalan dengan pendapat Van Horn

dan Meter (1975 : 464) dimana terdapat dua penyebab mengapa identifikasi

sasaran dan tujuan kebijakan seringkali menenuhi kesulitan, yaitu pertama

disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan kompleks.

Kedua akibat dari kekaburan-kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam

pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan.

96

Berdasarkan hasil lapangan yang mengacu pada data yang telah

dikemukakan dalam penelitian ini, berkaitan dengan ketepatan akan sasaran

kebijakan dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan publlik yang ada di

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka tentunya akan berdampak

pada tercapainya tujuan dari kebijakan itu sendiri. Melalui ketepatan sasaran dan

ketepatan anggaran dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik

itusendiri akan dapat membantu pemerintah dalam melakukan prediksi- prediksi

dan estimasi yang digunakan untuk mendorong, memfasilitasi dan

mengkoordinasikan kegiatan pelayanan di lingkungan Perusahaan Daerah Air

Minum Kabupaten Majalengka sehingga dapat mempercepat peningkatan kualitas

pelayanan publikbidang sumber daya air yang ada di Kabupaten Majalengka.

4.2.2.Aspek Sumber - Sumber Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di

PDAM Kabupaten Majalengka.

Salah satu aspek penyebab tidak tercapainya tujuan kebijakan adalah

terbatasnya sumber kebijakan baik tenaga kerja maupun sarana dan prasarana

serta waktu yang ada sehingga hasil yang diinginkan tidak tercapai. Kesadaran

dalam membentuk organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan seringkali sulit

terlaksana karena sumber – sumber organisasi sangat terbatas, dimana suatu

organisasi tentunya seringkali berhadapan dengan aspek efisinesi dan efektivitas.

Sumber-sumber kebijakan sangat penting dalam implementasi kebijakan

yang efektif. Tanpa sumber-sumber kebijakan yang dirumuskan di atas kertas

mungkin hanya akan menjadi rencana dan tidak pernah ada realisasinya. Yang

97

menyebabkan tidak tercapainya tujuan kebijakan antara lain terbatasnya sumber-

sumber, baik tenaga, material, waktu dan sebagainya. Sumber-sumber yang layak

diperhatikan dalam menunjang keberhasilan implementasi kebijakan mencakup

dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar

implementasi yang efektif. Sumber-sumber yang mendukung kebijakan yang

efektif meliput: sejumlah personil yang memiliki pengetahuan dan kemampuan,

kewenangan, information dan fasilitas.

Dalam mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan

publik di Kabupaten Majalengkadalam implementasinya telah didukung oleh

sumberdaya manusia yang terdiri dari aparatur Diinas Pemerintah Daerah, kepala

PDAM, pelaksana dan pengawas. PDAM Kabupaten Majalengka termasuk dalam

kategori PDAM tipe B, karena saat ini jumlah pelanggan PDAM Majalengka

14.913 SL. Sehingga susunan organisasi PDAM Kabupaten Majalengka adalah

terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 3 (tiga) Kepala Bagian yang

membidangiBagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Teknik dan Bagian

Hubungan Langganan,masing-masing bagian dapat memiliki minimal 4 dan

maksimal 5 seksi.

Untuk Unit Cabang dikepalai oleh seorang Kepala Unit setingkat Kepala

Bagian dan bertanggungjawab langsung kepada Direksi. PDAM Kabupaten

Majalengka mempunyai 10 Kantor Cabang dan unit yang tersebar di 9

Kecamatan, dengan jumlah karyawan sebanyak 125 orang, yang terdiri dari 1

orang direktur, 3 orang kepala bagian, 112 karyawan penuh, 3 orang karyawan 80

% dan 6 orang tenaga honorer. Di lihat dari tingkat pendidikannya, berdasarkan

98

data dari PDAM Kabupaten Majalengka di ketahui ; 24 orang tamatan Sarjana, 4

orang Diploma 3, 90 orang tamatan SLTA, 6 orang tamatan SLTP dan 1 orang

lulusan Sekolah Dasar. Tingkat Pelayanan saat ini baru mencapai 5,8% dari

jumlah penduduk administrasi atau 27,46% dari jumlah penduduk daerah

Pelayanan, dengan tingkat kehilangan air yang tercatat berkisar antara 24 %

sampai 30% untuk seluruh system, dengan rata rata kehilangan airnya sekitar 27%

di seluruh sistem7.

Berdasarkan kondisi eksisting yang ada di Perusahaan Daerah Air

Minum Kabupaten Majalengka tersebut, dalam menjalankan kebijakan pelayanan

publik yang telah ditetapkan melalui program Manajemen Alaternatif Pelayanan

Publikdengan segala keterbatasan yang ada dalam penyelenggaraan pelayanan

publik PDAM Kabupaten Majalengka, membutuhkan peran serta yang tinggi dari

sumber daya manusia yang ada. Sumber daya aparatur PDAM Kabupaten

Majalengka dengan jumlah 125 orang secara kuantitas dapat dikatakan cukup

memadai untuk mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan

publik yang ada. Akan tetapi keberadaan aparatur tersebut harus diikuti dengan

kemampuan untuk dapat menjalankan dan mengelolah keuangan berdasarkan

program kerja yang ada dengan tidak menyenyampingkan permasalah pelayanan

publik lainya yang mendesak dilakukan.

Potensi sumber daya yang dimiliki oleh PDAM Kabupaten Majalengka

dalam mengimplementasikan Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik

sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan dalam penelitian ini juga

7Data perusahaan daerah air minum Kabupaten Majalengka 2012

99

tidak dapat lepas dari ketersediaan sarana penunjang seperti gedung, sarana

pendukung kegiatan, perkantoran dan sampai pada kejelasan informasi yang

disampaikan dari kantor pusat hingga kantor wilayah PDAM di Kabupaten

Majalengka.

Staf atau personilyang ada di PDAM Kabupaten Majalengka pada

dasarnya merupakan sumber daya yang paling esensial dalam implementasi

kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik, karena banyak terjadi dalam

pengimplementasian kebijakan yang gagal ternyata dipengaruhi oleh kemampuan

personil yang kurang handal. Jumlah personil yangbanyakpun tidak menjamin

suksesnya suatu implementasi kebijakan, apabila tidak dibarengi dengan

keterampilan dan keahlian. Namun di sisi lain kekurangan staf juga akan

menimbulkan persoalan yang pelik dalam implementasi kebijakan.

Persoalan lain dalam pelaksanaan kebijakan adalah faktor sumber daya

anggaran hal ini sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan sebagai

berikut:

“Tentu saja dalam mengimplementasikan anggaran merupakan satu hal yang menentukan, kalo tidak ada anggaran bagaimana mengimplementasikan kebijakan. Namun menurut hemat saya bagaimanapun dana bukan merupakan jaminan berhasil tidaknya implementasi kebijakan. semuanya kembali ke faktor SDM yang memiliki peranan penting8”.

Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan, pada dasarnya

sumber daya anggaran dalam mengimpelementasikan kebijakan MAPP bukan

merupakan alternatif jawaban terhadap kesulitan yang mungkin timbul. Karena

8Hasil wawancara dengan pihak pelaksana di PDAM Kab. Majalengka Tanggal 21 Januari 2013

100

bagaimanapun besarnya dana, bila tidak dibarengi dengan sistem manajemen yang

baik, akan tetap sulit untuk mencapai efektifitas implementasi dari suatu

kebijakan.

Bila melihat beragam fenomena tersebut, terlihat bahwa pentingnya

faktor sumber daya manusia pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan

dalam setiap aktivitas pemerintahan. Hal ini dikarenakanmanusialah yang

merupakan pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan.

Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan dengan baik dan

sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek atau pelakunya

harus baik pula.

Keberadaan sumber daya dalam mengimplementasikan kebijakan

manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka memiliki arti

dan peranan yang besar dalam kehidupan organisasi Perusahaan dasera air minum

Kabupaten Majalengka. Tercapainya tujuan organisasi dengan cepat dan mudah

adalah sumbangan yang besar dari sumber daya. Sumber daya manusia di

lingkungan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka sejalan dengan

keterangan yang diberikan oleh informan, merupakan sumber daya yang memiliki

peranan yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan pencapaian suatu tujuan

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka.Halini terlihat

dalammefaksanakan kegiatan baik dalam organisasi publik maupun privat

keberadaan sumber daya manusia sangat diperhitungkan.

Dalam organisasi apapun baik organisasi swasta maupun pemerintah,

sumber daya manusia menentukan kelangsungan hidup organisasi tersebut. Dalam

101

organisasi pemerintah, sumber daya manusia sangat berperan dalam menjabarkan

makna dari fungsi pemerintahan dan mampu menterjemahkan serta melaksanakan

fungsi- fungsi pemerintahan tadi dengan efektif dan efesien.

Kebijakan yang diberlakukan di suatu organisasi yang dibuat secara jelas

dan mudah agar dapat dijadikan pedoman kerja pegawai dalam melaksanakan

pekerjaannya. Unsur manusia di dalam organisasi, mempunyai kedudukan yang

sangat strategis, karena manusialah yang bisa mengetahui input-input apa saja

yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana caranya untuk mendapatkan

input-input tersebut, tehnologi dan cara yang dianggap tepat untuk mengolah atau

mentranformasikan input-input tadi menjadi output yang memberikan keinginan

publik (lingkungan).

Kemampuan aparatur PDAM Kabupaten Majalengka sebagai sumber

daya manusia dalam suatu organisasi sangat penting arti dan keberadaannya bagi

peningkatan produktivitas kerja di lingkungan pelayanan publik bidang air bersih.

Manusia merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan berhasil atau

tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan dan menggembangkan misinya.

Pengelolaan seluruh kegiatan sumber daya manusia perlu didasarkan pada suatu

manajemen sehingga pemberdayaannya dapat optimal.

Pemeliharaan sumber daya manusia di lingkungan PDAM Kabupaten

Majalengka menjadi sangat strategis karena pengelolaannya membutuhkan

kebijakan yang menyeluruh dari organisasi. Pencapaian tujuan organisasi

membutuhkan pemberdayaan seluruh komponen yang ada dalam organisasi

termasuk sumber daya manusia. Kualitas personil sumber daya manusia yang

102

melaksanakan kebijakan sangat penting, karena personil yang kurang atau tidak

berkualitas akan mengurangi kapasitas pelaksanaan. Dimensi sumber daya

manusia ini memiliki dua karakteristik yang harus dipenuhi agar mampu menjadi

pelaksana kebijakan yang baik yaitu :

1) Terpenuhinya jumlah yang cukup, dimana indikatomya adalah jumlah personil dibandingkan dengan beban kerja, jumlah kelompok sasaran, serta luas wilayah

2) Memiliki kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan .

Kapabilitas disini meliputi kemampuan teknik, kemampuan manajerial,

pemahaman mengenai substansi kebijakan yang akan dilaksanakan, serta

sikap/perilaku (attitude), yaitu keinginan dan rasa tanggung jawab untuk

keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Hal lainya dari aspek sumber daya adalah

tersedianya informasi yang terwujud dalam dua bentuk yaitu : (1) kejelasan

mengenai langkah tindakan yang harus dilaksanakan dan (2) informasi dalam

bentuk data yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan.

Informasi merupakan sumber penting kedua dalam implementasi.

Informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi bagaimana

memperoleh dan mempertimbangkan informasi yang sesuai untuk merumuskan

kebijakan. Kedua, informasi yang esensial dan berhubungan dengan data yang

tepat tentang ketaatan personil terhadap peraturan pemerintah. Kurangnya

informasi akan berakibat beberapa kebijakan tidak pernah dilaksanakan dan

kurangnya staf yang memadai merupakan masalah utama dalam mendapatkan

data yang diperlukan. Demikian pula fasilitas yang memadai juga merupakan

103

sumber penting dalam implementasi, tanpa fasilitas implementasi kebijakan

mungkin dapat berjalan, tetapi belum optimal.

Demikian pula hanya dengan wewenang (authority) dalam kaitannya

dengan sumber daya . Wewenang merupakan kekuasaan untuk mengambil

keputusan yang membimbing tindakan-tindakan individu lainnya. Wewenang

merupakan hubungan antara individu, satu atasan lainnya bawahan. Kewenangan

dapat dipahami sebagai kekuasaan atau hakyang diberikan atau didelegasikan,

keputusan untuk mengambil keputusan ataumengadili, bertindak atau memerintah

yang harus dibedakan dengan istilah kesewenang-wenangan (authocracy-

authocratic). Oleh karena itu, karenadidelegasikan maka kewenangan harus

dipertanggungjawabkan (the obligation to act answer and responsibility).

Wewenang merupakan sumber lain yang penting. Wewenang ada dalam

banyak bentuk, dari memberi bantuan sampai memaksakan perilaku. Wewenang

yang memadai seringkali langkah terutama dalam hal mengatur personil-personil

lain. Pada saat yang lain, para pelaksana mempunyai wewenang formal. Tetapi

dibatasi oleh penggunaannya. Kurangnya wewenang yang efektif disadari oleh

para pejabat, dan karena itu mereka membutuhkan kerjasama dengan pelaksana-

pelaksana lain jika mereka ingin melaksanakan program dengan berhasil. Tanpa

kewenangan yang cukup, implementor tidak dapat melakukan tindakan-tindakan

tertentu untuk mencapai tujuan kebijakan. Artinya, kewenangan merupakan salah

satu aspek yang menentukan efektivitas implementasi suatu kebijakan.

Ajaran Max Weber (1864-1920) menyatakan bahwa kewenangan

pemerintah adalah bersifat legal-rasional sehingga birokrasi didorninasi oleh

104

sernangat "formalistic-impersonality" yang kemudian dibantah oleh Chester I.

Barnard bahwa bangunan birokrasi diuji oleh kenyataan "whether orders are

accepted by those who receive them" yang pada dasarnya tidak mengakui

paradigma hirarkhis dan top bottom model ofauthority. Kewenangan hirarkhis

yang diberikan "secara tertulis (formal)" dan "atas perintah atasan ", atau "saya

hanya pelaksana saja" tidak berlaku karena selain tidak efisien (birokrasi dibentuk

oleh Weber dalam rangka efisiensi), juga rnengabaikan tanggung jawab

implernentator, melemparkan kernbali kesalahan dan tanggungjawab ke atas.

Tidaklah pentingnya juga dalam aspek sumber daya adalah tersedianya

sumber keuangan (financial capacity) untuk membiayai kegiatan implementasi

kebijakan. Keterbatasan anggaran ini merupakan salah satu kendala yang dialami

oleh pemerintah khususnya Pemerintah Daerah, untuk membiayai implementasi

kebijakan baik itu kebijakan daerah sendiri, maupun kebijakan yang dibuat dan

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Hal tersebut dikemukakan oleh Rasyid

(1997:148) : " Masalah pembiayaan yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik karena

terbatasnya sumber-sumber penerimaan yang ada maupun karena kurang

intensifuya pengembangan dan penggarapan sumber-sumber penerimaan potensial

yang dimiliki".

Keterbatasan sumber daya keuangan dalam upaya pemenuhan kebutuhan

pelayanan publik air bersih yang prima di Kabupaten Majalengka diakomodir

dengan adanya kebijakan dari pemerintah pusat melalui kebijakan manajemen

alternatif pelayanan publik. Peningkatan mutu pelayanan publik di

105

KabupatenMajalengka menjadi sangat berarti. Hal ini terlihat walaupun daerah

dalam kondisi keterbatasan alokasi anggaran pelayanan publik dari APBD namun

kepedulian Pemerintah Pusat sangat besar dibuktikan dengan pemberian program

Manajemen Alternatif Pelayanan Publik untuk perbaikan kualitas pelayanan

publik di Kabupaten Majalengka.

Faktor ketidakcukupan anggaran untuk membiayai implementasi

kebijakan ini dialami oleh banyak Pemerintah Daerah di negara-negara

berkembang. Cheema dan Rondinelly (1983: 305) menggambarkan hasil kajian

beberapa sarjana antara lain di Brazilia, dimana penerimaan daerah dari pajak

setiap tahun makin menurun. Di Meksiko juga terjadi ketidakseimbangan

penerimaan anggaran, antara total penerimaan anggaran daerah yang hanya

mencapai kurang dari 10% total anggaran nasional.

Pentingnya sumber daya keuangan bagi pembiayaan pelaksanaan

kebijakan menjadikan aspek anggaran sebagai faktor yang sangat penting dalam

aktivitas Kebijakan Publik. Pembahasan berkisar diantara upaya untuk

memperoleh besarnya anggaran yang diperlukan, proses pengelolaannya serta

pemanfaatan agar berjalan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu, ada

pendekatan bercabang dalam hal penganggaran ini, yaitu : pendekatan politik,

ekonomi, hukum dan manajerial.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa faktor sumber

daya, khususnya sumber daya manusia dalam mengimplementasikan kebijakan

manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka merupakan

faktor penting. Dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai, pengelolaan

106

alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang baik akan dapat membantu PDAM

Kabupaten Majalengka dalam melayani masyarakat melalui peningkatan

pelayanan publik yang ada.

Implementasi kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik

membutuhkan dukungan aparat pelaksana dilapangan sehingga dapat mencapai

sasaran atau tujuan. Aparat pelaksana PDAM Kabupaten Majalengka yang ada

dilapangan mengetahui secara mendalam bagaimana suatu kebijakan itu dapat

dilaksanakan dengan efektif, karena mereka lebih mengetahui apa yang menjadi

kebutuhan dari masyarakat. Pemahaman situasi dan kondisi masyarakat membuat

aparat pelaksana menjadi diperhitungkan dalam mengimplementasikan suatu

kebijakan.

Dukungan sumber daya dalam implementasi kebijakan manajemen

alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka akan terlihat dari ketepatan

jumlah yang ada baik ketepatan jumlah sumber daya manusianya, sumberdaya

keuangan maupun sarana dan prasarana lainnya. Anggaran merupakan wujud

komitmen dari budget holder kepada pemberi kewenangan. Keberhasilan dalam

implementasi kebijakan manajemen alternatifpelayanan publik akan dilihat dari

tercapainya target anggaran dan efisinensi pelaksanaan anggaran. Ketepatan

dalam jumlah angaran akan merupakan alat yang efektif untuk mengendalian dan

penilaian kinerja. Ketepatan jumlah tersebut akan terlihat dan diketahui selain dari

pencana kerja yang telah ditetapkan, juga melalui koordinasi dan komunikasi

yang terjadi antar unit kerja. Ketepatan jumlah anggaran yang disusun dengan

107

baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam

pencapaian tujuan organisasi.

4.2.3.Aspek Komunikasi Dalam Implementasi Kebijakan Implementasi

Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di PDAM

Kabupaten Majalengka.

Komunikasi merupakan proses kegiatan atau hubungan seseorang baik

melalui hubungan langsung maupun lambang-lambang agar orang lain mengerti

maksud dan tujuan tertentu. Komunikasi adalah instrumen kebijakan yang

berfungsi untuk mengalirkan perintah-perintah dan arahan dari sumber pembuat

kebijakan atau keputusan kepada mereka yang diberi tanggungjawab untuk

melaksanakannya. Komunikasi dikatakan efektif, jika pesan disampaikan oleh

pengirim pesan sama dengan apa yang diterima oleh penerima pesan itu.

Sedangkan implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan

dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian

kebijakan.

Dalam Implementasi kebijakan, sering timbul masalah yang disebut

kompleksitas tindakan bersama. Dalam kenyataannya komunikasi di dalam dan

antar organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit. Hal ini

disebabkan karena implementasi kebijakan biasanya menyangkut berbagai pihak

atau unit organisasi sehingga dalam pelaksanaanya diperlukan koordinasi.

Koordinasi dan komunikasi diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat

dalam program sudah barang tentu bukanlah sekedar menyangkut persoalan

mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur informasi

108

yang cocok, bukan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar yaitu praktek

pelaksanaan kekuasaan. Kejelasan tujuan dalam suatu kebijakan perlu ditunjang

dengan pola komunikasi interorganisasi secara jelas yang memudahkan para

pelaksana kebijakan memahami apa yang menjadi tujuan kebijakan.

Pemanfaatan teknologi informasi dankomunikasi dalam

menunjangaktivitas pelayanan publik telah menciptakanberbagai peluang dan

inovasi. Di sektortelekomunikasi, teknologi informasi dankomunikasi telah

memungkinkankita mengirimkan pesan singkat melaluifasilitas short message

service (SMS).Masih segar dalam ingatan bahwadulu untuk mengirim pesan

singkat harus menghubungi call center dariperusahaan pager, menyampaikan

isipesan kepada operator, untuk kemudianoperator mengetikkan dan

mengirimkanpesan ke pager teman. Konvergensiyang terjadi antara dunia

teknologiinformasi dengan telekomunikasi telahmemungkinkan kita

menggunakanfasilitas e-mail, mengakses Internet,melakukan transfer rekening

dan banyakhal lainnya dengan menggunakan telepongenggam yang kini harganya

lebihmurah dari pager. Di sektor perbankan,teknologi informasi dankomunikasi

telah memungkinkan hadirnyaAnjungan Tunai Mandiri (ATM), InternetBanking,

Phone Banking, SMS Banking,yang memberikan banyak pilihan bagiseorang

nasabah untuk melakukantransaksi. Penetrasi teknologi khususnyateknologi

informasi dankomunikasi telah hadir dalam berbagai bentukdan semakin

menyentuh banyak aspekkehidupan sehingga pada akhirnya semua menerimanya

sebagai sebuahkeniscayaan, sebagai suatu hal yangtidak bisa dihindari karena

sudahmenjadi bagian dari kehidupan.

109

Teknologi informasi dankomunikasi juga diharapkan dapat

menghadirkanberbagai inovasi untuk meningkatkankualitas pemerintah dalam

melayanimasyarakat umum, masyarakat bisnis,dan juga sesama lembaga

pemerintah.Kritikan yang dilontarkan terhadaplayanan pemerintah seperti

misalnyaungkapan “kalau bisa dibuat susahmengapa mesti dibuat mudah”

adalahcermin harapan masyarakat agar layananpemerintah dapat lebih cepat,

lebihmudah, lebih profesional, dan lebihtransparan. Pemanfaatan teknologi

informasi dankomunikasi dalamproses pemerintahan juga diharapkandapat

meningkatkan efisiensi, efektivitas,transparansi, dan

akuntabilitaspenyelenggaraan pemerintahan.

Beberapa daerah telahberinovasi dengan membentuk unitpelayanan

terpadu termasuk Kabupaten Majalengka yang mempermudahdan mempercepat

pelayanan kepadamasyarakat. Masyarakat tidak perlu lagiberkunjung dari satu

tempat ke tempatlain, dari satu instansi pemerintah keinstansi pemerintah lainnya,

untukmendapatkan layanan yang dibutuhkan.Mereka cukup mendatangi satu

tempatyang dinamakan Pelayanan Terpadu dansemua urusan dapat diselesaikan

disana.Bahkan saluran pelayanan lain sepertimisalnya SMS, portal webmulai

diperkenalkan.

Faktor transparansi dihadirkan denganpemberian informasi yang jelas

mengenaijenis perijinan, waktu penyelesaian, sertabiayanya.

Kenyamananberurusan dengan pemerintah jugadihadirkan dengan penataan

fasilitaspelayanan yang tampil ramah danprofesional dalam melayani masyarakat.

Hal ini pula yang dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik

110

merupakan hal mendasar yang menjadi arahan untuk perbaikan pelayanan publik

bidang air bersih di Kabupaten Majalengka.Masyarakat tidak perlu lagi antri

sambilberdiri namun cukup mengambil nomorantrian dari mesin pencetak

otomatis seperti yang seringditemui di bank. Perubahanyang terjadi juga

dilakukan terhadapberbagai kelengkapan untuk memperlihatkanperformanceyang

lebih baikseperti misalnyaseragam pelayan masyarakat yang lebihramah serta

berbagai poster pelayanan publik bidang air bersih di Kabupaten Majalengka. Hal

ini sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan sebagai berikut :

“Dalam perbaikan pelayanan publik bidang air bersih yang kami lakukan tentunya sejalan dengan apa yang menjadi tujuan impelementasi program MAPP. intinya perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam hal Komunikasi tentunya hasilnya PDAM kabupaten Majalengka setelah adanya program MAPP harus dapat lebih mampu untuk menyampaikan pesan yang komunikatif sesuai dengan tujuan PDAM Kabupaten Majalengka9”. Hadirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009tentang Pelayanan

Publik semakinmenegaskan pentingnya menghadirkanpelayanan publik yang

berkualitas.Dalam UU tersebut dinyatakan bahwapelayanan publik haruslah

berasaskankepentingan umum, kepastian hukum,kesamaan hak, keseimbangan

hak dankewajiban, profesional, partisipatif, tidakdiskriminatif, terbuka, akuntabel,

tepatwaktu, cepat, mudah, dan terjangkau.

Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwamasyarakat berhak

mengetahuikebenaran isi, mengawasi pelaksanaan,mendapatkan tanggapan

ataspengaduan, mendapatkan pemenuhanpelayanan, mendapatkan pelayananyang

9Hasil wawancara dengan pimpinan PDAM Kabupate Majalengka, Tanggal 21 Januari 2013

111

berkualitas dan bahkan dapatmengadukan penyimpangan pelayanankepada

Komisi Ombudsman.Pemenuhan hak tersebut tentunya jugaharus diimbangi

dengan kewajibanmasyarakat untuk mematuhi danmemenuhi ketentuan dan

peraturansebagaimana dipersyaratkan, memeliharasarana, prasarana, dan/atau

fasilitaspelayanan publik, dan berpartisipasi aktif.

Teknologi informasi dankomunikasi, tentunyadapat berperan untuk

meningkatkanefisiensi, efektivitas, transparansi, danakuntabilitas

penyelenggaraan pelayananpublik. Maklumat pelayanan, standarpelayanan, serta

berbagai ketentuandan peraturan dapat diwujudkan denganmemanfaatkan

teknologi informasi dankomunikasi sehingga prosespelayanan dapat menjadi lebih

cepatdan lebih mudah. Penyelenggara jugaakan merasa lebih aman karena

aturankepatuhan telah terwujudkan dalamteknologi yang digunakan.

Kehadiran Undang-undnag Nomor 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan

Transaksi Elektronik, juga semakin menguatkan peran teknologi informasi

dankomunikasi dalam pelayanan publik. Pasal 4 dalamUU Informasi dan

Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa teknologi informasi dankomunikasi

jugaditujukan untuk meningkatkan efektivitasdan efisiensi pelayanan publik. UU

ITEjuga menegaskan bahwa InformasiElektronik maupun Dokumen

Elektronikserta hasil cetaknya merupakan alat buktihukum yang sah seperti

tertulis di Pasal 5.Kemudian di Pasal 11 disebutkan bahwatanda tangan elektronik

juga memilikikekuatan hukum dan akibat hukum yangsah. Kesemua hal di atas

memberikanrasa aman dan kepastian hukum dalampemanfaatan teknologi

informasi dankomunikasi untuk menunjangpenyelenggaraan pelayanan publik.

112

Dalam menyelenggarakan pelayananpublik, badan publik juga terikat

denganUU No. 14 tentang KeterbukaanInformasi Publik (UU KIP) untuk

dapatmenyampaikan informasi secara terbuka.Hal ini berarti bahwa siapa saja

yangmenjalankan tugas dan fungsi dengandana yang bersumber dari

APBN/APBDdan sumbangan dana publik, harusmenyampaikan informasi secara

terbukakepada masyarakat kecuali informasiyang dikecualikan seperti

misalnyainformasi strategi dan rahasia bisnisyang menjadi hak perusahaan,

informasirahasia negara, informasi intelijen, daninformasi yang bersifat

pribadi.Keterbukaan informasi publik menjadisarana untuk

mengoptimalkanpengawasan publik terhadappenyelenggaraan negara dan

badanpublik lainnya serta segala sesuatuyang berakibat pada kepentinganpublik.

Di dalam UU KIP disebutkanbahwa setiap informasi publik bersifatterbuka dan

dapat diakses oleh setiappengguna informasi publik (Pasal 2 ayat1) dan setiap

orang berhak memperolehinformasi publik sesuai dengan ketentuanUU KIP

(Pasal 4 ayat 1).Lebih rinci lagi, dalam Pasal 4ayat 2disebutkan bahwa setiap

orang berhakmelihat dan mengetahui informasipublik,menghadiri pertemuan

publik yangterbuka untuk umum untuk memperolehinformasi publik,

mendapatkan salinaninformasi publik melalui permohonan sesuai dengan UU

KIP, dan/ataumenyebarluaskan informasi publik sesuaidenganperaturan

perundang-undangan.Masih dalam pasal yang sama, di ayat4disebutkan bahwa

setiap pemohoninformasi publik berhak mengajukangugatanke pengadilan apabila

dalammemperoleh informasi publik mendapathambatanatau kegagalan sesuai

denganketentuan UU KIP.Hadirnya UU KIP semakin menegaskanpentingnya

113

menyelenggarakanpelayanan publik yang profesional, tidakdiskriminatif, terbuka,

dan akuntabel

Di dalam implementasi kebijakan prospek-prospek tentang implementasi

yang efektif ditentukan oleh kejelasan (clarity), ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan

yang dinyatakan dan oleh ketepatan (accuracy) dan konsistensi (consistency)

dalam mengkomunikasi ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan tersebut. Pendapat

senada juga dikemukakan oleh Edwards (1980 : 126), yang membahas tiga hal

kepentingan dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmition (transmisi),

consistency (konsistensi) dan clarity (kejelasan). Lebih lanjut dijelaskan bahwa,

persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan efektif adalah bahwa mereka

yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

Hal tersebut tentunya sangat tergantung pada sejauhmana pesan disampaikan

dengan baik.

Jika kebijakan akan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan,

maka petunjuk-petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana

kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas (clarity). Jika

petunjuk-petunjuk pelaksana itu tidak jelas, maka para pelaksana (implementor)

akan mengalami kebingungan. Di samping itu bawahan dapat mempunyai

keleluasaan untuk mempunyai pandangan yang mungkin berbeda dengan atasan.

Aspek lain dari komunikasi adalah persoalan konsistensi. Keputusan-

keputusan yang bertentangan akan membingungkan dan menghalangi staff

administratif dan menghambat mereka untuk melaksanakan kebijakan dengan

efektif. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana

114

kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan

maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan

menjalankan tugasnya dengan baik. Disamping itu perintah-perintah yang tidak

konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat

longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat konsistensi keputusan menyangkut kerumitan

kebijakan publik, masalah-masalah yang mengawali program-program baru dan

akibat banyaknya ketidakjelasan tujuan. Ketidakkonsistenan seperti halnya

kekaburan berasal dari semakin besarnya kepentingan yang bersaing yang

berusaha untuk mempengaruhi implementasi kebijakan.

Implementasi kebijakan pelayanan publik dalam bidang air bersih di

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengkaberkaitan dengan aspek

komunikasi dalam program manajemen alternatif pelayanan publik sangat jelas

terlihat tingkat perubahannya, hal ini sejalan dengan keterangan yang diberikan

oleh informan yang memberikan informasi sebagai berikut :

“salah satu program dalam MAPP ini adalah perbaikan kualitas pelayanan. tentunya dalam peningkatan kualitas pelayanan harus dapat memberikan pelayanan maksimal. pelaksana harus komunikatif dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Oleh karena itu pelayanan dalam program MAPP menjadi kegiatan unggulan. dalam peningkatan kapasitas pelayanan yang komunikatif dalam program MAPP ini seluruh sumber daya manusia yang ada khususnya bagian pelayanan di PDAM Kabupaten Majalengka mendapatkan pendidikan khusus dengan tenaga profesional yang ahli dibidangnya. dan ini sangat bermanfaat10”.

10Hasil wawancara dengan informan Konsultan MAPP tanggal 21 Januari 2013

115

Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan, memberikan

informasi tentang perbaikan proses komunikasi yang ada di lingkungan PDAM

Kabupaten majalengka sebelum dan sesudah diberlakukannya program MAPP.

Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan setelah diberlakukannya

program MAPP ini kegiatan pelayanan jauh lebih baik terlebih dari sisi

Komunikasinya.

Selaku perpanjangan tangan dari pemerintah kabupaten, PDAM

Kabupaten Majalengka didalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang

telah diberikan kewenangan untuk dapat mengkomunikasikan dengan seluruh

aparat pelaksana di dalam pelayanan publik bidang air bersih. Dengan

keterbatasan dana yang ada, Kepala PDAM memiliki kewajiban untuk

menjelaskan kepada Cabang PDAM tentang segala apa yang telah ditetapkan

untuk dilaksanakan. Situasi yang ada di PDAM Kabupaten Majalengka

memperlihatkan bagaimana pentingnya komunikasi yang harus dijalankan oleh

implementor kebijakan pelayanan publik bidang air bersih. Untuk dapat

menjalankan komunikasi dengan baik diperlukannya kemampuan berbahasa,

kejelasan informasi, ketepatan penggunaan sarana komunikasi sehingga pesan

ataupun informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

Permasalahan pelayanan publik memiliki keterkaitan dengan kepentingan

masyarakat umum termasuk didalamnya pengusulan, penetapan dan penggunaan

anggaran untuk membiayai pelayanan publik khususnya bidang air bersih

yangmenjadi bahasan dalam penelitian ini. Keterlibatan kelompok kepentingan,

SKPD maupun PDAM Kabupaten Majalengka itu sendiri dalam hubungannya

116

dengan pelayanan publik bidang air bersih memerlukan proses komunikasi dan

koordinasi yang tepat dan baik. Komunikasi merupakan salah satu kunci bagi

tercapainya koordinasi. Koordinasi merupakan media untuk menghasilkan

keputusan – keputusan yang efektif. Hal ini didiorong oleh besar tidaknya

partisipasi masing – masing bagian yang akan dilibatkan untuk menyetujui apa

yang harus dicapai, apa yang harus mereka lakukan, kapan pekerjaan itu harus

dilakukan dan kapan berakhir. Sebagai konsekwensi dari implementasi kebijakan

pelayanan publik, tumpang tindih, benturan dan kesimpangsiuran ataupun

kekakuan yang mudah menimbulkan kelambanan dan berbelitnya prosedur

pelaksanaan perlu untuk dikoordinasikan, diinterpretasikan dan disinergikan untuk

saling mendukung.

Untuk menjamin suatu kebijakan agar dapat diimplementasikan

sebagaimana yang diinginkan seperti halnya implementasi kebijakan perbaikan

pelayanan publik melalui program manajemen aternatif pelayanan publik maka

petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan,

tetapi juga isi dari komunikasi tersebut harus jelas. Sering kali instruksi yang

diteruskan pada implementor bersifat kabur dan umum serta tidak menetapkan

kapan dan bagaimana suatu program harus dilaksanakan. Ketidak jelasan pesan

komunikasi yang disampaikan dalam implementasi kebijakan akan mendorong

terjadinya interpretasi yang salah dan bahkan mungkin bertentangan dengan

tujuan kebijakan.

Setiap unit kerja pemerintah termasuk didalamnya unit pelayanan publik

khususnya PDAM Kabupaten Majalengka terlibat dalam proses implementasi

117

kebijakan yang ada. Melalui proses ini terlihat bahwa anggaran sebagai alat

koordinasi dan komunikasi (Coordination and Communication Tool). Anggaran

yang mampu mendeteksi setiap tahapan kerja yang dapat menunjukkan ketepatan

maupun kejelasan penggunaan dan pemanfaatan, oleh karenanya anggaran harus

dikomunikasikan sampai ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.

Komunikasi menempati urutan teratas mengenai apa saja yang harus

dibuat dan dikerjakan untuk menghasilkan motivasi efektif, usaha-usaha

komunikatif berpengaruh terhadap antusiasme kerja. Melalui komunikasi maka

dapat memberikan keterangan tentang pekerjaan yang membuat karyawan PDAM

dapat bertindak dengan rasa tanggung jawab pada diri sendiri yang pada waktu

bersamaan dapat mengembangkan semangat kerja para pegawai. Adanya kerja

sama yang harmonis ini diharapkan dapat meningkatkan kerja para pegawai,

karena komunikasi berhubungan dengan keseluruhan proses pembinaan perilaku

manusia dalam organisasi.

Salah satu tantangan besar di dalam komunikasi organisasi adalah

bagaimana menyampaikan informasi keseluruh bagian organisasi dan bagaimana

menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Proses ini berhubungan

dengan aliran informasi dimana dalam aliran informasi ada tiga cara yaitu

serentak, berurutan dan kombinasi keduanya. Maka dalam hal itu sangat

dibutuhkan suatu kerja sama yang baik, baik dengan kepala sekolah, guru kelas

dengan orang tua yang tergabung dalam paguyuban kelas dalam hal pemberian

laporan ataupun informasi baik yang berkaitan dengan perkembangan anak serta

kebutuhan – kebutuhan sekolah yang urgen untuk dipenuhi. Komunikasi sebagai

118

proses pemberitahuan dari satu pihak ke pihak lain yang dapat berupa rencana-

rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, saran-saran dan lain sebagainya.

Komunikasi merupakan alat utama untuk menyempurnakan hubungan

dalam organisasi. Tidak adanya komunikasi akan mengakibatkan timbulnya salah

pengertian, dan bila dibiarkan akan mempengaruhi kehidupan organisasi, baik

pimpinan maupun para pegawai di lingkungan PDAM Kabupaten Majalengka.

Disini akan dikemukakan definisi komunikasi antara lain: dikemukakan oleh

Nitisemito, (1982;239) bahwa komunikasi adalah proses pemberitahuan dari satu

pihak ke pihak lain yang dapat berupa rencana-rencana, petunjuk-petunjuk, saran-

saran dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Handoko, (1995; 271) komunikasi

adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk atau informasi dari seseorang

ke orang lain.

Jalinan interaksi komunikasi dalam sebuah organisasi, dapat diandaikan

sebagai metamorfosis (perubahan perilaku dalam organisasi) yang selalu berusaha

keras agar komunikasi di dalam dan di luar organisasi selalu berjalan secara

terbuka, jujur, dan jelas. Artinya efektivitas organisasi dalam upaya pencapaian

tujuan sangat bergantung dari bagaimana jalinan interaksi komunikasi yang

berlangsung baik secara internal antar sesama unit-unit organisasi dalam

berkoordinasi dan menjalankan fungsinya maupun secara eksternal memberikan

informasi mengenai pelaksanaan tugas dan fungsinya itu kepada publik. Jalinan

interaksi komunikasi baik secara internal maupun eksternal itu dimaksudkan

untuk terbangunnya saling pertukaran informasi.

119

Pola hubungan komunikasi yang terbangun dalam suatu organisasidapat

berupa komunikasi tata muka langsung maupun dengan perantaraan media/

saluran komunikasi. Blake dan Haroldsen (1972:28) dan Sandjaja (1994:25)

menggambarkan pola komunikasi organisasi bahwa:

Komunikasi organisasi menunjuk kepada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan komunikasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Bahkan Komunikasi organisasi ini memiliki karakteristik yang demikian dominan dalam komunikasi interpersonal yang terfokus pada interaksi secara tatap muka.

Bangunan komunikasi organisasi sebagaimana dikemukakan tersebut di

atas menunjuk pada suatu proses saling pertukaran informasi yang dilakukan

secara sendiri-sendiri maupun dalam kelompok organisasi baik formal maupun

informal berkenaan dengan tugas dan fungsi keorganisasian dan dapat

berlangsung secara tatap muka.

Pemerintah dalam menyelenggarakan fungsi pelayanan publik selalu

berinteraksi atau berkomunikasi baik antar sesama individu dalam organisasi,

organisasi dengan organisasi atau dengan masyarakat. Selama jalinan interaksi itu

berlangsung terjadi proses pertukaran informasi. Hakikat komunikasi organisasi

adalah perilaku pengorganisasian, yakni bagaimana sumber daya organisasi

melaksanakan fungsinya dan saling berinteraksi serta memberi interpretasi makna

atas proses interaksi yang sedang terjadi. Oleh karena itu Pace dan Faules

(2000:33) mengemukakan bahwa “fokus perhatian komunikasi organisasi adalah

pada transaksi verbal dan non verbal yang sedang terjadi”.

120

Penyelenggaraan pelayanan publik tidak dapat berjalan dengan baik

tanpa dukungan nyata dari masyarakat. Peran serta masyarakat merupakan wujud

nyata dalam partisipasinya sehingga penyelenggaraan pelayanan publik dapat

berjalan dengan baik. Dalam penerapan konsep good governance,

penyelenggaraan pemerintahan termasuk didalamnya penyelenggaraan pelayanan

air bersih memerlukan peran serta masyarakat sebagai bagian dari domain good

governance yaitu pemerintah, swasta dan masyarakatserta masyarakat termasuk

didalamnya dalam bentuk partisipasi dalam pembangunan.

Pentingnya peran aktif dalam menyelenggarakan pelayanan publik dapat

dijelaskan dalam konteks partisipasi. Partisipasi publik berhubungan erat dengan

kedua belah pihak; pemerintah dan masyarakat. Melalui sisi pemerintah, bisa

melihat penerapan kebijakan dan pengunaan teknik-teknik manajemen dalam

pemberian pelayanan kepada masyarakat sekaligus dalam rangka penegakkan

peraturan, sedangkan pada sisi masyarakat adalah keterlibatan dalam berdisiplin

dan menaati aturan, serta dukungan langsung dalam proses pemberian pelayanan

publik.

Peran pada sisi pemerintah, penggunaan teknik-teknik manajerial dalam

pemberian pelayanan kepada masyarakat dilakukan dengan cara menyiapkan dan

memanfaatkan seluruh sumber daya organisasi yang dimiliki untuk mencapai

tujuan. Sedangkan peran pada sisi masyarakat adalah partisipasi aktif baik dalam

hal ketaatan, maupun dukungan langsung dalam proses penyelenggaraan

pelayanan publik.

121

Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan publik haruslah mendapat

dukungan partisipasi dari masyarakat termasuk pelayanan air bersih di Kabupaten

Majalengka. Konsep partisipasi masyarakat terhadap fungsi pelayanan yang

diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati pemerintah,

membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku, dan

dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses

penyelenggaraan pelayanan umum.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pelayanan publik dapat

diwujudkan melalui partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam

penerapan keputusan, partisipasi dalam menikmati hasil, serta partisipasi dalam

evaluasi. Warga masyarakat diharapkan ikut serta merencanakan, melaksanakan,

memelihara, dan menikmati hasil pembangunan. Pada taraf perencanaan, warga

masyarakat diharapkan ikut bermusyawarah untuk menentukan apa yang akan

dilaksanakan dan bagaimana cara melaksanakannya. Partisipasi dalam

pelaksanaan meliputi kerja gotong royong dan memberi sumbangan pikiran,

tenaga, atau harta benda. Bentuk partisipasi dalam pemeliharaan antara lain ikut

mengawasi dan merawat hasil pembangunan.

4.2.4.Aspek Badan Pelaksana Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di

PDAM Kabupaten Majalengka.

Dalam melihat karakteristik badan-badan pelaksana, pembahasan ini

tidak lepas dari struktur birokrasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa struktur birokrasi

diartikan sebagai "karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola

122

hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang

mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka

miliki dengan menjalankan kebijakan". Birokrasi merupakan salah satu badan

yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan.

Dengan merujuk peran tersebut, maka struktur birokrasi merupakan faktor yang

fundamental untuk dikaji dalam implementasi kebijakan. Ripley (1985:10),

menjelaskan bahwa, "struktur birokrasi pelaksana, yang meliputi karakteristik,

norma dan pola hubungan, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu

implementasi". Pendapat senada juga disampaikan oleh Affan (1998:14),

bahwa,"birokrasi pemerintah bukan hanya sebagai salah satu proses variabel yang

mempengaruhi proses implementasi kebijakan".

PDAM Kabupaten Majalengka merupakan lembaga otonom

yangpengelolaannya secara penuh menjadi hak dan tanggung jawabmanajemen

perusahaan. Hubungan dengan pemerintah daerahsebagai pemilik perusahaan

diformulasikan melalui pembentukanBadan Pengawas yang terdiri dari unsur-

unsur instansi pemerintahdaerah, kalangan intelektual dan wakil pelanggan yang

terkaitdengan operasional PDAM.

Kegiatan awal pelaksanaan manajemen alternatif pelayanan publiksejalan

dengan keterangan informan telah dilakukan pada PDAM Majalengkadimulai

dengan kegiatan sosialisasi PMKP3 pada tahun 2010,dengan melibatkan Bagian

Organisasi, stakeholders terkait danpelanggan yang dilaksanakan dengan metode

lokakarya. Kegiatantersebut ditindaklanjuti dengan melakukan assessment awal

olehSTC - Majalengka dan Tim Kelompok Kerja PDAM Majelengka

123

untukmemetakan kondisi pelayanan PDAM dan untuk mengetahuiupaya/langkah

apa saja yang telah dilakukan oleh PDAMMajalengka dalam penyelenggaraan

pelayanannya.Temuan hasil pemetaan awal dalam pelaksanaan Manajemen

Alternatif Pelayanan Publik yang berkaitan dengan prosespenyelenggaraan

Pelayanan beserta instrument pendukungnya,dari aspek system manajemen

strategis menunjukkan bahwa perluPDAM Kabupaten Majalengka perlu

melakukan penyesuaian danredefinisi terhadap misi dan visi yang telah ada, hal

ini di tujukanagar arah pengembangan PDAM dan tujuan PDAM menjadi

terarahdanterukur, karena visi dan misi yang ada di nilai oleh tim teknisterlalu

ambisius tidak sesuai dengan kemampuan PDAM.Selain itu dari aspek tata

laksana Pelayanan perlu melengkapiinstrument pendukung dalam Pelayanan,

seperti SOP Pelayanan,Maklumat Pelayanan, slogan Pelayanan, karena selama ini

PDAMbelum pernah menyusun standar Pelayanan publik dan

maklumatPelayanan, sedangkan SOP yang ada belum di terapkan.

Di atur dalam pasal 4 Keputusan Menteri Dalam Negeri no 8 tahun2000

tentang Pedoman Akutansi Perusahaan daerah Air Minum, dinyatakan bahwa :

1. Bentuk organisasi harus memperhatikan beban kerja, fleksibel dalam arti

mudah dikembangkan dan disesuaikandengan perkembangan PDAM dan

membagi tugas secarahabis dalam struktur organisasi;

2. Bentuk organisasi harus mempertimbangkan rentang kendali serta

pendelegasian wewenang yang jelas daristruktur organisasi yang efisien,

efektif dan proporsional;

124

3. Sesuai dengan sifat kegiatan PDAM sangat relevan mengembangkan

jabatan fungsional daripada memperbesarstruktur (litbang, laboratorium,

EDP dll);

4. Bentuk organisasi PDAM disusun dalam Struktur Organisasi, Uraian

Tugas dan tata kerja yang tidak tumpang tindih, terkoordinasi,

terintegrasi dan sinkronisasi yang ditetapkandalam Surat Keputusan

Kepala Daerah

5. Organisasi PDAM harus mengarah kepada peningkatanpelayanan untuk

mencapai keputusan pelanggan.

Selain itu dalam pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri no 2 tahun2007

tentang Organ dan Kepegawaian Perusahaan air minum, diatur bahwa jumlah

pelanggan sampai dengan 30.000 pelangganmaka hanya ada satu orang direksi.

Oleh karena PDAM KabupatenMajalengka jumlah pelanggannya sebesar 14.913

SL, maka dalamorgan Kepegawaiannya hanya di pimpin oleh 1 orang direksi dan

3orang Kepala Bagian serta beberapa Kepala cabang dan unit. Masingmasing

kepala bagian dan cabang serta unit adalah:

1. Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan.

2. Kepala Bagian Hubungan Pelanggan

3. Kepala Bagian Teknik

4. Kepala Cabang, apabila jumlah pelanggan di daerah pelayanannya

lebih dari 1000 SL.

125

5. Kepala Unit, apabila jumlah pelanggan di daerah pelayannya masih di

bawah 1000 SL.

Bagian administrasi dan keuangan merupakan bagian yang sangatpenting

dan berat, karena tugas yang sangat mendasar ada di bagianini, yaitu tugas tentang

administrasi umum, manajemen sumberdaya manusia, keuangan dan pembukuan.

Apabila di kaitkan denganpasal 4 ayat 1 kepmendagri no 2 tahun 2000 yang

mengatur tentangbentuk organisasi harus memperhatikan tentang beban kerja

danfleksibilitas, maka terlihat bahwa bagian administrasi dan

keuanganmempunyai beban kerja yang sangat besar, kecuali mengaturtentang

system pengelolaan keuangan, juga harus mengatur danmerencanakan hal hal

penting lainnya yaitu bidang administrasiumum dan pengembangan Sumber Daya

Manusia.Di bagian inimemerlukan SDM yang kuat dan mempunyai kompetensi

yang baikuntuk mengendalikan keuangan perusahaan dan PengembanganSDM.

Hasil assessment yang dilaksanakan dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa :

1. Belum adanya rencana strategis pengembangan dan peningkatan SDM.

2. Belum adanya peta kompetensi kepegawaian.

3. Belum disusunnya Tugas pokok dan fungsi pegawai

4. Belum adanya peta regulasi yang di perlukan guna menunjang

pelayanan.

5. Fungsi penelitian dan pengembangan belum berjalan dengan optimal.

6. Belum adanya system reward dan punishment terhadap pegawai.

126

7. Perlu adanya system penyelenggaraan kedisiplinan pegawai.

8. Belum adanya ketentuan etika kerja pegawai.

9. Belum adanya penguatan kelembagaan forum kepegawaianyang

sistematis.

Berbagai persoalan tersebut telah menimbulkan berbagai dampakdalam,

Pelayanan dan teknik operasional khususnya dalamkedisiplinan pegawai, budaya

Pelayanan yang belum memadai,kurangnya Inovasi pegawai dalam Pelayanan dan

teknis operasionalserta kecenderungan pegawai melaksanakan tugas secara rutin

dankurang termotivasi dalam melakukan berbagai terobosan

dalamPelayanan.Sedangkan dalam masalah keuangan, saat ini tingkat penjulanan

airpertahunnya sudah mencapai 3.011.497 m3/th dan berdasarkan hasil

perhitungan tim SMS MAPP, PDAM akan mengalami labaapabila tingkat

penjualan air setelah kebocoran minimal 2.428.000m3/th, sehingga dengan angka

penjulan tersebut sebenarnya PDAMmasih rentan dalam pendapatan dari

penjualan air. Sehingga diperlukan promosi dan pemasaran yang lebih baik

supaya terjadipeningkatan penjualan air.Bagian Hubungan Pelanggan mempunyai

tugasmenyelenggarakankegiatan layanan informasi, pengaduan pelanggan dan

pemasaranproduk PDAM. Selain itu, bagian ini mempunyai tiga fungsi

utamayaitu: Penyelenggaraan kegiatan Pelayanan dan penangananmasalah

pengaduan langganan, Penyelenggaraan kegiatanpembinaan/ pengawasan

pelanggan serta sosialisasi tentangperaturan Pelayanan dan penyelenggaraan

kegiatan penyuluhanserta pemasaran.

127

Suatu kebiajakan yang telah ditetapkan untuk selanjutnya dilaksanakan

memerlukan organisasi pelaksana, sebab dengan organisasi itulah kewenangan

dan berbagai sumber daya yang mendukung diberikan guna menterjemahkan

konteks kebijakan tersebut dalam pelayanan publik. Peran aspek badan pelaksana

dalam implementasi kebiajkan program manajemen alternatif pelayanan publik

tidak dapat dipisahkan dari stuktur organisasi dan tata kerja PDAM Kabupaten

Majalengka selaku BUMD yang dipercayakan dalam implementasi kebijakan

program manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka.

Pembentukan PDAM Kabupaten Majalengka berdasarkan Keputusan

menteri Dalam Negeri no 08 tahun 2000tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan

Daerah Air Minum.PDAM KabupatenMajalengka termasuk dalam kategori

PDAM tipe B, karena saat inijumlah pelanggan PDAM Majalengka 14.913 SL.

Sehingga susunanorganisasi PDAM Kabupaten Majalengka adalah terdiri dari 1

(satu)Direktur Utama dan 3 (tiga) Kepala Bagian yang

membidangiBagianAdministrasi dan Keuangan, Bagian Teknik dan Bagian

HubunganLangganan,masing-masing bagian dapat memiliki minimal 4

danmaksimal 5 seksi. Untuk UnitCabang dikepalai oleh seorang KepalaUnit

setingkat Kepala Bagian dan bertanggungjawab langsungkepada Direksi.Dengan

berpedoman pada Peraturan menteri dalam Negeri no 8tahun 2000 tersebut,

Pemerintah Kabupaten Majalengkamengeluarkan Perda no Nomor 05 Tahun

2006 tentang StrukturOrganisasi dan Tatalaksana Kerja PDAM mempunyai 1

orangDireksi. Direksi PDAM dibantu oleh 3 orang Kepala Bagian dan parakepala

cabang dan unit yang berjumlah 10 cabang dan unit.

128

Bila dilihat dari desain strukturnya, organisasi PDAM Kabupaten

Majalengka menganut model birokrasi mesin (Mintzberg, 1983 :163) yang

dicirikan dengan padatnya tugas – tugas operasional rutin yang harus dicapai

melalui spesialisasi, peraturan perundang-undangan yang sangat formal, tugas –

tugas yang dikelompokkan ke dalam departemen – departemen fungsional,

kekuasaan yang tersentralisasi, lingkup rentang kendali yang sempit dan

pengambilan keputusan yang mengikuti rantai perintah.

Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan

bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Majalengka tidak berjalan

sesuai dengan desain birokrasi mesin tersebut. Kenyataan ini terlihat dimana seksi

sebagai operasional kegiatan belum mempunyai standart desain baku dalam

menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tugas pokoknya. Keadaan ini juga

berlaku di level bidang. PDAM Kabupaten Majalengka belum mempunyai

prosedur dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang pasti dan jelas karena

belum dilengkapi dengan prosedur operasional standar. Sebuah organisasi harus

didukung dengan prosdur operasional standar sehingga dapat menyelenggarakan

kegiatan secara efektif, efisien dan konsisten. Operasional prosedur merupakan

pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang ada dalam organisasi

yang akan digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, tindakan

maupun penggunaan fasilitas termasuk dana dilakukan dengan tepat dan benar.

Dalam desain struktur juga terlihat penempaatan Bidang Bidang

Perencanaan, Pelaporan dan Penjaminan Mutu pada level middle line. Hal ini

tidak sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Mintzberg karena

129

lembaga yang berada pada posisi middle line adalah lembaga yang melakukan

fungsi pelaksanaan kebijakan sedangkan Bidang Bidang Perencanaan, Pelaporan

dan Penjaminan Mutu adalah lembaga yang melakukan fungsi perencanaan.

Perencanaan itu sendiri bukanlah pelaksanaan kebijakan akan tetapi pembuat

kebijakan untuk dilaksanakan sehingga masuk fungsi pendukung atau supporting.

Oleh karenanya jika mengacu pada pendapat Mintzberg maka bidang perencanaan

seharusnya mesuk dalam unsure support staff yang dalam struktur berada di

bawah sekretaris.

Akibat dari desain struktur yang ada ini membawa dampak pada

manajemen operasional kegiatan PDAM Kabupaten Majalengka. Dampaknya

adalah terjadinya proses pembuat kebijakan dengan alur terbalik. Kepala PDAM

yang seharusnya mendapatkan masukan data dan informasi dan bahan untuk

pembuatan perencanaan/kebijakan dari support staff justru mendapatkannya dari

middle line (Bidang Perencanaan). Dengan kata lain middle line yang seharusnya

berfungsi melaksanakan kebijakan Kepala PDAM justru menjadi lembaga

pemasok data, informasi dan bahan untuk pembuatan kebijakan. Demikian pulah

halnya dengan pelaporan dan penjaminan mutu termasuk pengelolaan data

pelayanan publik bidang air bersih di Kabupaten Majalengka.

Pada dasarnya, para pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang

dilakukan dan mempunyai cukup keinginan serta sumber-sumber untuk

melakukannya, tetapi dalam pelaksanaannya mereka mungkin masih terhambat

oleh struktur-struktur organisasi dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut

termasuk besarnya lingkup permasalahn yang harus diimplementasikan. Menurut

130

Edwards III (dalam Winarno, 2002 : 150), ada dua karakteristik dari birokrasi

yang menghambat implementasi kebijakan, yakni prosedur-prosedur kerja atau

ukuran-ukuran dasar yang sering disebut sebagai Standar Operating Procedural

(SOP) dan fragmentasi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya keinginan untuk

keseragaman terhadap pelaksanaan kebijakan ataupun pertentangan kepentingan.

Sehingga jika suatu badan yang mempunyai fleksibilitas yang rendah dalam misi-

misinya, maka badan itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar

kemungkinan akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan

perubahan. Walaupun SOP dapat menghambat implementasi kebijakan, namun

demikian organisasi-organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan dan

kontrol yang besar atas program yang luwes dan mungkin dapat menyesuaikan

dengan tanggungjawab yang baru.

Kejelasan struktur yang diikuti dengan prosedur-prosedur kerja yang

tepat akan memberikan dampak yang positif bagi implementasi kebijakan. Oleh

karenanya struktur organisasi dan tata kerja dalam implementasi kebijakan

manajemen alternatif pelayanan publik di PDAM Kabupaten Majalengka perlu

untuk di tata secara baik dan benar termasuk didalamnya penataan baik aspek

personil, perlengkapan, pembiayaan dengan mengedepankan prinsip efisiensi,

efektivitas dan responsive dalam penyelenggaraan implementasi kebijakan

peningkatan pelayanan publik sehingga pencapaian terhadap sasaran dan tujuan

kebijakan dapat tercapai.

131

4.2.5.Aspek Sikap Pelaksana Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di

PDAM Kabupaten Majalengka.

Sikap para pelaksana kebijakan merupakan komitmen untuk

melaksanakan kegiatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. dengan

demikian sebaik apapun kebijakan telah ditetapkan apabila para pelaksana tidak

mempunyai komitmen dan tanggung jawab terhadap kebijakan maka dalam

pelaksanaanya kebijakan tersebut menjadi tidak efektif atau tidak tepat sasaran.

Implementasi kebijakan akan efektif apabila para pelaksana tidak hanya paham

apa yang harus dan akan dilakukan oleh mereka akan tetapi juga harus memiliki

kemampuan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Sikap para pelaksana

kebijakan akan juga dipengaruhi oleh kognisis, arah respon pelaksana terhadap

implementasi kebijkan dan intensitas respon mereka yang menguasai sumber

kewenangan dari unit yang bersangkutan. Oleh karenanya loyalitas, keahlian,

dedikasi dan pemahaman terhadap tujuan kebijakan akan merupakan bagian dari

sikap pelaksana itu sendiri.

Implementasi kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di

PDAM Kabupaten Majalengka secara teknis dilaksanakan oleh PDAM Kabupaten

Majalngka Dengan demikian keberhasilan implementasinya juga tergantung sikap

aparatur PDAM Kabupaten Malengka dan pemangku kepentingan. Sikap aparatur

PDAM Kabupaten Majalengka dapat dilihat dari penerimaan atas tugas diberikan

oleh Undang – Undang dan otoritas yang lebih tinggi dengan semangat

melaksanakannya.

132

Observasi lapangan menunjukan dimana banyaknya permasalahan

pelayanan publik bidang air bersih di Kabupaten Majalengka antara lain :

1. Keterbatasan dalampengembangan kapasitaspernonil.

2. Tingkat kehilangan air yang tercatat berkisar antara 24 % sampai

30% untuk seluruh system, dengan rata rata kehilangan airnya

sekitar 27% di seluruh system.

3. Terdapat 148 Standar Operasional Prosedur dalam bidang teknis

operasional, hubungan langganan dan administrasi keuangan.

Tetapi untuk penyelenggaraan pelayanan belum terdapat SOP.

4. Penyelenggaraanpelayanan pelangganmasih

diselenggarakansecara manual, sehinggawaktu pelayanan

relatiflebih lama.

5. Telah diselenggarakanpenanganan pengaduanpelanggan tetapi

belumberjalan optimal.

6. Penguatan pelanggan belum berjalan secara optimal

Perilaku pada dasamya berorientasi pada tujuan (goal oriented). Dengan

perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan

untuk mencapai tujuan tertentu. Tegasnya bahwa sikap dan perilaku sangat

tergantung pada motif, tujuan dan aktivitas yang membentuk perilaku. Sebagai

suatu program, suatu kebijakan pada umumnya melibatkan dua kelompok utama,

yaitu para pelaksana program dan kelompok yang menjadi sasaran program atau

kebijakan. Sikap pelaksana adalah komitmen dari para pelaksana untuk

133

melakukan perbuatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Perilaku patuh

seorang pelaksana kebijakan tidak selamanya menunjukkan loyalitas yang

bersangkutan terhadap apa yang menjadi kewajibannya, tetapi berhubungan

dengan penilaian individu yang bersangkutan terhadap pandangan untung ruginya

yang akan diperoleh jika mengikuti ketentuan-ketentuan yang di atur dalam

kebijakan.

Peran pengawasan sangat dibutuhkan untuk menjamin efektivitas

implementasi kebijakan. Disamping itu pengorganisasian perilaku melalui

program juga berpengaruh dan menentukan sikap pelaksana. Implementasi

kebijakan yang melibatkan banyak organisasi pelaksana relatif lebih sulit

dilaksanakan dibandingkan dengan implementasi kebijakan yang hanya

melibatkan satu organisasi. Implementasi kebijakan yang melibatkan sejumlah

badan pelaksana yang bertanggunjawab kepada atasan yang berlainan seringkali

melahirkan pertentangan diantara petunjuk yang diberikan oleh masing-masing

pejabat. Dalam situasi seperti ini pelaksana akan cenderung mengikuti petunjuk-

petunjuk yang diberikan oleh atasannya masing-masing atau mengikuti petunjuk

dari atasan yang mempunyai pengaruh paling kuat atas eksistensi pelaksana

(penilaian prestasi, jabatan, kepangkatan, keuangan) dalam jangka panjang.

Implementasi bisa gagal bila para pelaksana menolak apa yang mereka

duga. Konflik sikap terjadi sebab bawahan pelaksana menolak tujuan dari atasan.

Resistensi tersebut di pandang melanggar harga diri personal pelaksana atau

loyalitas ekstra organisasi, melanggar kepentingan pribadi mereka, atau mengubah

perbuatan organisasi dan bermaksud mempertahankan prosedur para pelaksana.

134

Sikap para pelaksana dipengaruhi oleh sumber-sumber kebijakan, komunikasi

interorganisasi dan aktifitas pelaksanaan, karakteristik badan pelaksana,

lingkungan dan pelaksana.

Faktor sikap pelaksana kebijakan berpengaruh terhadap berhasil dan

tidaknya suatu implementasi kebijakan, karena seringkali kegagalan implementasi

kebijakan disebabkan para pelaksana tidak memahami sepenuhnya atas kebijakan

yang dihadapi, terlebih apabila menolak tujuan yang terkandung dalam kebijakan

tersebut. Untuk mengatasi hal itu, maka para pelaksana dituntut memiliki

keahlian, dedikasi dan pemahaman tentang tujuan kebijakan.

Sikap aparatur pelaksana juga akan berdampak pada tanggungjawab yang

diberikan dalam pelaksanaan tugas kaitannya dengan isi dan batas

pertanggungjawaban. Dalam pertanggungjawaban terdapat dua aspek yaitu hukum

dan pencapaian sasaran/tujuan. Lemahnya tanggungjawab para pelaksana

implentasi kebijakan akan mengakibatkan tujuan kebijakan tidak tercapai.

Dalam wawancara yang dilakukan kepada sejumlah kepala seksi di

PDAM Kabupaten Majalengka diperoleh penjelasan bahwa semangat untuk

menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagian besar belum menjalankan

pelayanan secara baik termasuk dalam menjalankan kebijakan manajemen

alternatif pelayanan publik. Data menunjukkan bahwa dalam hal pembuatan

perencanaan anggaran, meskipun sesuai dengan aturan aturan dan telah diusulkan

oleh PDAM Kabupaten Majalengka tidak semuanya disetujui untuk dilanjutkan

dalam pembahasan dengan DPRD dalam APBD. Tanggung jawab yang telah

dijalankan oleh unit yang satu tidak dapat ditindak lanjuti oleh unit kerja lainnya.

135

Sikap pelaksana dimaksudkan adalah sikap atau perspektif para

implementator kebijakan. Perlu adanya kesamaan sikap atau perspektif antara para

pengambil kebijakan (decision makers) atau formulator kebijakan, dengan para

implementator kebijakan. Dikatakan bahwa para irnplernentator (birokrat) secara

umum mempunyai kemungkinan menyimpang dalam sikap dan perspektifnya

tentang kebijakan, dan ini dapat menjadi penghambat utama bagi keefektifan

implementasi kebijakan.

Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan antara para pengambil

kebijakan/keputusan, dengan para pelaksana kebijakan (implementator) yang

memiliki kebebasan (independence) untuk menafsirkan makna, serta menentukan

cara menjalankan kebijakan. Ada beberapa pertanyaan mendasar lebih lanjut dari

keadaan di atas, yaitu : apa yang menyebabkan perbedaan sikap pandang tentang

kebijakan antara pernbuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan, mengapa para

pimpinan unit pelaksana kebijakan mempunyai kemampuan yang terbatas untuk

menempatkan petugas pelaksana yang lebih responsif untuk rnenjalankan

programnya, dan bagaimana mempengaruhi sikap petugas pelaksana melalui

pemberian intensif sebagai penghargaan (rewards).

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan

sikap/perspektif dari petugas pelaksana kebijakan. Yang pertama adalah sikap

pandang atau cara pandang sempit, yang menganggap bahwa sektor pekerjaannya

sangat penting, dan lebih penting daripada sektor lainnya. Oleh karena itu, mereka

akan selalu berlomba untuk memperoleh dukungan dari pimpinan bagi

perkembangan dan kelangsungan organisasinya. Kondisi inilah yang

136

menyebabkan terjadinya perbedaan sikap pandang tentang kebijakan antara

petugas pelaksana dengan pimpinan tidak langsung, maupun antar petugas

pelaksana dari sektor pekerjaan yang lain, serta timbulnya sikap pandang yang

sempit tentang kepentingan organisasi.

Hal yang kedua adalah sikap pandang pelaksana yang lebih

mengutamakan perolehan penghasilan untuk kesejahteraan mereka sendiri. Disini

dapat terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam menjalankan kebijakan, dengan

tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri, sehingga kebijakannya

itu sendiri menjadi terabaikan, atau berjalan tapi tidak sesuai dengan tujuan. Hal

yang ketiga yang dapat menyebabkan hambatan pelaksanaan kebijakan dan faktor

sikap pelaksana adalah ketidak mampuan pimpinan unit pelaksana untuk memilih

dan menempatkan petugas pelaksana yang dinilai lebih tanggap terhadap perintah

pimpinannya. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa aparat

pelaksana sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Untuk itu

aparat pelaksana harus ditingkatkan keterampilannya sehingga dapat

mengimplementasikan kebijakannya sesuai dengan suasana kebutuhan pada saat

kebijakan itu dibuat.

4.2.6.Aspek Lingkungan Ekonomi, Sosial Dan Politik Kebijakan Dalam

Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan Manajemen

Alternatif Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka.

Lingkungan kebijakan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan

suatu kebijakan dalam implementasinya. Jika kondisi lingkungan positif maka

kebijakan akan menghasilkan dukungan positif pula, situasi ini akan membuat

137

mereka berpartisipasi dalam mensukseskan lingkungan kebijakan. Sebaliknya jika

lingkungan berpandangan negatif maka akan mengakibatkan benturan sikap

sehingga proses implementasi terancam kurang berhasil atau bahkan gagal sama

sekali.

Kondisi lingkungan di PDAM Kabupaten Majalengka yang selalu

berubah baik sosial budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun peraturan

perundang – undangan membawa konsekwensi terhadap implementasi kebijakan

pelayanan publik. Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan Manajemen

Alternatif Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka, kondisi lingkungan

sosial budaya, ekonomi, politik dan demografi setidaknya merupakan aspek

lingkungan kebijakan yang mewarnai jalannya implementasi kebijakan perbaikan

pelayanan publik.

Konflik yangtimbul sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh

informan adalah dalam penganggaran, hal ini sebagamana informasi yang

dikemukakan sebagai berikut :

“kaitannya dalam pengelolaan satu perusahaan daerah tentunya konflik kepentingan selalu ada, saya kira ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Majalengka. hal hal yang berkaitan dengan penganggaran, pengambilan keputusan itu pasti ada11”. Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan menyatakan

bahwa dalam hal-hal yang berkaitan dengan ketepatan alokasi sumber-sumber

sosial, pengajuan titik-titik yang fokal yang dianggap penting yang perlu dijadikan

bahan pertimbangan pemerintah dalam pengambilan keputusan , memperjelas

11Hasil wawancara dengan pelaksana pelayanan di PDAM Kab. Majalengka Tanggal 30 Januari

2013

138

hubungan-hubungan politik dan memberikan gambaran konflik - konflik politik,

anggaran sebagai alat untuk menjamin terlaksananya akuntabilitas.

Apa yang dikemukakan oleh informan tersebut pada dasarnya sejalan

dengan pemahaman konflik dalam anggaran publik tinggi yang disebabkan oleh

berbagai faktor anggaran public sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gosling

(1992:6), yaitu (a) Mengalokasikan bagian sumber masyarakat, (b) Melayani

sebagai titik tolak untuk pembuatan keputusan berdasarkan pertimbangan yuridis,

(c) Mengeliminasi hubungan political dan menggambarkan secara garis besar

konflik ditengah tengah politik, (d). Melayani sebagai alat akuntabil Sedangkan

konflik-konflik dalam politik lebih banyak ditimbulkan oleh karena perbedaan

nilai, perbedaan mengenai preferensi instrumen kebijakan, konflik peranan,

perbedaan partisan, rivalitas institusional, dan interes konstituenti.

Selain konflik politik, penyusun anggaran yang ada di linkungan PDAM

Kabupaten Majalengka juga berhadapan dengan kompleksitas, masalah teknik ,

masalah organisasi dan hampir selalu berlebihan jumlah dan strukturnya, maupun

jenis materinya. Serta banyaknya nomenklatur khusus, berbagai teknik yang

diperlukan, penetapan batas waktu secara ketat. Penganggaran karena merupakan

inti permasalahan politik, maka di dalamnya terdapat keputusan yang mengatur

siapa yang akan diuntungkan oleh program-program pemerintah, dan siapa pula

yang akan dikenakan beban.

Pelaksanapenganggaran dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan

publik di lingkungan PDAM kabupaten majalengka juga menghadapi pilihan

politik yang terbatas yaitu bahwa mereka harus melakukan pilihan dalam

139

lingkungan nilai-nilai normatif yang bersifat kompetitif, divergensi prioritas

kebijakan, dan penyeimbangan antara interes pribadi dan interes publik atau

kepentingan umum. Pembuat keputusan dalam anggaran selalu mencari cara yang

paling sederhana, yang mungkin akhimya mengorbankan kecermatan.

Kondisi lingkungan kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik

sangat berpengaruh terhadap efektivitas pengimplementasian kebijakan MAPP di

Kabupaten Majalengka. Lebih lanjut sejalan dengan keterangan yang diberikan

oleh informan menjelaskan bahwa perbedaan kondisi tersebut dapat

mempengaruhi persepsi mengenai kadar pentingnya masalah yang akan

ditanggulangi oleh suatu peraturan, jika pada waktu tertentu ada masalah sosial

yang lebih penting maka kemungkinan dukukugan politik akan menurun secara

drastis. Keberhasilan implementasi mungkin akan lebih sulit mengingat perbedaan

tersebut, perbedaan tersebut akan menimbulkan desakan untuk membuat aturan

yang lebih luwes dan memberi keleluasaan yang lebih kepada implementor.

Perlu dipertimbangkan bahwa pembahasan kondisi lingkungan dalam

mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik di

Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari sumber-sumber daya ekonomi yang

berguna dalam organisasi pelaksana untuk mendukung keberhasilan

implementasi; sejauh mana kondisi ekonomi dan sosial dipengaruhi oleh

peiaksanaan kebijakan; apakah opini publik yang menonjol sesuai dengan isu

kebijakan; apakah elit mendukung atau menentang implementasi kebijakan;

apakali karaktenstik dari pendukung organisasi pelaksana, menentang atau

mendukung kebijakan; apakali karaktenstik dari pendukung organisasi pelaksana,

140

menentang atau apakah kelompok kepentingan telah dimobilisasi didalam

mendukung atau menentang suatu kebijakan.

Di samping itu kondisi sosial, ekonomi dan politik menjadi dimensi yang

penting dalam mempengaruhi kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik di

Kabuapaten Majalengka, terdapat pula jalinan implementasi melalui perubahan-

perubahan dalam kelompok kepentingan dan dukungan kontrol terhadap

kebijakan melalui badan legislatif, eksekutif atasan dari pelaksana. Hal ini

sebagaimana yang diungkapkan oleh informan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

“keterikatan antara eksekutif, legislatif dan pelaksana MAPP tentunya terkait satu sama lain, khususnya dalam pemanfaatan sumber daya anggaran yang dilaksanakan untuk program MAPP. Kami sebagai perwakilan masyarakat yang duduk di DPR akan mendukung sepenuhnya semua program kebijakan yang bila memang itu utuk kepentingan rakyat dalam hal ini masyarakat majalengka. Dengan adaya program MAPP pun kami merasa banyak terjadi perubahan di PDAM kabupaten Majalengka12”. Sejalan dengan informasi yang diberikan oleh informan pada dasarnyapara

pejabat pelaksana dapat memberikan respon positif terhadap perubahan yang

terjadi pada kondisi lingkungan, khususnya jika perubahan tersebut mendukung

program. Oleh karenanya khusus dalam implementasi kebijakan anggaran, Asep

Kartiwa (2004:20) mengungkapkan permasalahan yang terkait dengan penerapan

anggaran keuangan di daerah, antara lain sebagai berikut:

Pertama, proses perencanaan masih menitikberatkan pada pembagian

jatah anggaran. Aspirasi masyarakat yang merupakan aspek penting dalam

12Hasil wawancara dengan anggota DPRD Kab. Majalengka, Tanggal 30 Januari 2013

141

penyusunan anggaran sering kali belum tercermin dalam APBD, dengan alasan

ketidakcukupan dana. Sehingga anggaran dari para penyusunnya dalam hal ini

hanya didominasi oleh kepentingan control legislatif dan eksekutif, sedangkan

proses ‘ penjaringan dan sosialisasi kepada masyarakat jaran sekali ditinggalkan

dalam proses ini. Sehingga APBD yang dihasilkan dirasa kurang control dari

lagislatif terhadap kebutuhan masyarakat.

Kedua, Belum adanya parameter kinerja dalam penyusunan APBD.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Analisa Belanja (SAB)

merupakan hal penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, namun

sampai saat ini kedua hal tersebut belum ada. SPM berkaitan dengan pelayanan

pangkal/pokok/wajib yang harus diselenggarakan oleh daerah yang otomatis akan

menjadi bagian dari alokasi keuangan daerah (sebagai parameter kinerja

‘minimal’), maka SAB berkaitan dengan perkiraan kewajaran jumlah alokasi

anggaran pengeluaran unit kerja pemerintah daerah (sebagai parameter kewajaran

‘input’).

Ketiga, Skedul Perencanaan Agggaran yang belum dapat dilaksanakan

dengan efektif. Dalam Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 (yang diundangkan

dalam UU No. 17 Tahun 2003) disebutkan bahwa pembahasan perencanaan

anggaran mulai dilaksanakan pada bulan Mei dengan aktivitas penyusunan arah

dan kebijaksnaan umum APBD dan diakhiri pada bulan Nopember-Desember

dengan aktivitas pembahasan rencana APBD. Dalam prakteknya skedul tersebut

belum dapat dilaksanakan dengan efektif karena salah satunya informasi

mengenai alokasi dana dari pemerintah pusat (intergovernmental transfer) untuk

142

membiayai kegiatan desentralisasi belum dapat diketahui secara pasti oleh daerah

pada tanggal yang ditentukan. Sehingga daerah belum mampu memperkirakan

kekuatan anggaran daerahnya untuk membiayai pembangunan daerah. Hal ini

sebagai konsekuensi dari ketergantungan yang sangat besar keuangan daerah

terhadap transfer dari pemerintah pusat. Adanya keterlambatan pelaksanaan

APBD sebagai akibat keterlambatan dalam perencanaan dan penyusunan APBD

membawa implikasi bahwa pelaksanaan berbagai program dan kegiatan tertunda.

Keempat, Ketidaksiapan berbagai perangkat untuk mentaati aturan dan

prinsip dalam anggaran. Hal itu membutuhkan reformasi moral birokrat kontrol.

Agar pelaksanaannya kontrol efektif, berbagai transaksi dan alokasi anggaran

harus didasarkan pada transaksi ‘nyata’ dana didasarkan pada tujuan yang akan

dicapai. Hal ini membutuhkan dan penyiapan aparatur yang berdedikasi,

akuntabel, dan efisien juga harus menjadi agenda dalam pelaksanaan anggaran

berbasis kinerja.

Kelima, Pada tahap pengendalian ini juga masih terdapat berbagai

ketidaksiapan. DPRD sebagai pengontrol langsung dalam pengelolaan anggaran

daerah masih kurang memahami secara jelas peran dan fungsinya dalam

mengontrol alokasi keuangan daerah. Pada saat ini dimana terdapat “legislative

heavy” dalam manajemen pemerintahan daerah . Peran DPRD cenderung bersifat

self-oriented. Peran control keuangan daerah dimanfaatkan untuk kepentingan-

kepentingan lain dalam lembaga ini. Sebagai hasilnya bentuk kolusi baru antara

control legislatif dan eksekutif muncul dalam mekanisme kontrol ini dan DPRD

terkadang hanya concern kepada berbagai alokasi yang menguntungkan lembaga

143

ini. Hal ini semakin diperparah dengan belum adanya kesiapan Pemerintah

Daerah dan DPRD untuk mempublikasikan laporan keuangan daerah. Sebagai

akibat dari belum adanya keterbukaan laporan keuangan daerah, kontrol

masyarakat secara otomatis tidak berjalan. Masyarakat tidak mampu memainkan

fungsi kontrol terhadap alokasi keuangan daerah.

Sejalan dengan keterangan informan, observasi dan kajian

mendalam tentang aspek lingkungan ekonomi, sosial dan politik kebijakan dalam

implementasi kebijakan implementasi kebijakan manajemen alternatif pelayanan

publik di PDAM Kabupaten Majalengka. dapat dikatakan bahwa Kondisi

lingkungan di PDAM Kabupaten Majalengka yang selalu berubah baik sosial

budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun peraturan perundang – undangan

membawa konsekwensi terhadap implementasi kebijakan pelayanan publik.

Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan Manajemen Alternatif

Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka, kondisi lingkungan sosial

budaya, ekonomi, politik dan demografi setidaknya merupakan aspek lingkungan

kebijakan yang mewarnai jalannya implementasi kebijakan perbaikan pelayanan

publik.Lingkungan kebijakan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan

suatu kebijakan dalam implementasinya. Jika kondisi lingkungan positif maka

kebijakan akan menghasilkan dukungan positif pula, situasi ini akan membiat

mereka berpartisipasi dalam mensukseskan lingkungan kebijakan. Sebaliknya jika

lingkungan berpandangan negatif maka akan mengakibatkan benturan sikap

sehingga proses implementasi terancam kurang berhasil atau bahkan gagal sama

sekali.