BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Universitas...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Universitas...
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah menjelaskan metodelogi yang digunakan dalam penelitian,
selanjutnya pada Bab ini akan dibahas mengenai analisis deskriptif, hasil analisis
ekonometrik, dan analisis ekonomi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
mengenai penduduk, PDRB, pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama
sekolah, dan kesehatan yang diukur berdasarkan angka harapan hidup terhadap
angka kemiskinan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 sampai 2017.
Hasil dari analisis ekonometrik dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Kemudian,
analisis statistik digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi dalam penelitian
melalui pengujian statistik terhadap model yang digunakan, serta untuk melihat
seberapa jauh variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.
Sedangkan, analisis ekonomi bertujuan untuk menjelaskan hasil dari penelitian
dengan hipotesis-hipotesis yang telah dibuat sebelumnya dengan berlandaskan
teori ekonomi.
4.1 Analisis deskriptif
Bagian ini akan memberitahukan uraian deskripsi secara umum mengenai
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Varibel-variabel yang
diteliti yaitu angka kemiskinan, penduduk, PDRB, pendidikan yang diukur
melalui rata-rata lama sekolah, dan kesehatan yang diukur melalui angka harapan
55
hidup di 27 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Hasil dari deskripsi
statistik secara umum dari setiap variabel adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Statistik Deskriptif
Variabel Observasi Min Mean Max Std. Deviasi
POVER 135 12,68 161,22 499,10 108,204
POP 135 179,70 1.729,51 5.715,01 1.165,06
GRDP 135 2,374 44,912 228,726 49,841
EDUC 135 5,29 8,01 10,93 1,5124
HEALTH 135 67,90 71,47 74,63 1,5684
Sumber : Hasil pengolahan data
4.4.1 Angka Kemiskinan
Setiap wilayah pasti memiliki penduduk dengan status yang bermacam-
macam. Status tersebut mencakup penduduk golongan miskin, menengah, dan
kaya. Angka kemiskinan adalah jumlah penduduk di suatu wilayah yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan
tabel 4.1. angka kemiskinan antar kabupaten/kota di Jawa Barat di tunjukkan oleh
variabel POVER. Angka kemiskinan terendah dalam kurun waktu penelitian ini
terdapat di kota Banjar pada tahun 2014 sebesar 12.680 jiwa. Sedangkan, angka
kemiskinan tertinggi dalam kurun waktu penelitian ini terdapat di Kabupaten
Bogor pada tahun 2013 sebesar 499.100 jiwa.
Pada grafik 4.1. menunjukkan kondisi kemiskinan yang terjadi di
kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat dari tahun 2013 hingga 2017, dimana setiap
56
daerah memiliki angka kemiskinan yang fluktuatif. Kabupaten Bogor merupakan
daerah yang memiliki angka kemiskinan tertinggi, yaitu sebesar 499.100 jiwa di
tahun 2013. Namun, angka kemiskinan tersebut perlahan-lahan menurun hingga
mencapai kisaran 487.280 jiwa di tahun 2017. Sedangkan, untuk daerah dengan
angka kemiskinan terendah terdapat di Kota Banjar, yaitu sebesar 12.680 jiwa di
tahun 2014.
Grafik 4.1. Angka Kemiskinan per Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2013-2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2014-2018
4.1.2 Penduduk
Menurut Badan Pusat Statistik, penduduk adalah semua orang yang
berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih
dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan namun berniat untuk
0
100
200
300
400
500
600
kab
.Bo
gor
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Gar
ut
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Cia
mis
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Maj
ale
ngk
a
Kab
. Su
med
ang
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Pu
rwak
arta
Kab
. Kar
awan
g
Kab
. Be
kasi
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Kab
. Pan
gan
dar
an
Ko
ta B
ogo
r
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
and
un
g
Ko
ta C
ireb
on
Ko
ta B
eka
si
Ko
ta D
ep
ok
Ko
ta C
imah
i
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta B
anja
r
Ke
mis
kin
an (
rib
u ji
wa)
Kabupaten/kota
2013
2014
2015
2017
57
menetap. Secara umum, penduduk merupakan orang yang tinggal dan menetap
disuatu wilayah dengan kurun waktu tertentu. Penduduk di provinsi Jawa Barat
setiap tahunnya terus meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik, jumlah penduduk di provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 sebesar
45.340.799 jiwa, kemudian meningkat hingga di tahun 2017 menjadi sebesar
48.037.827 jiwa atau meningkat sebesar 5.95%.
Berdasarkan pada tabel 4.1. jumlah penduduk kabupaten/kota di provinsi
Jawa Barat ditunjukan oleh variabel POP. Dalam periode penelitian, jumlah
penduduk tertinggi berada di kabupaten Bogor tahun 2017 yaitu sebesar 5.715.010
jiwa. Sedangkan, daerah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah
kota Banjar pada tahun 2013 yaitu sebesar 179.706 jiwa.
Grafik 4.2. Jumlah penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2013-2017
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2014-2018
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
kab
.Bo
gor
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Gar
ut
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Cia
mis
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Maj
ale
ngk
a
Kab
. Su
med
ang
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Pu
rwak
arta
Kab
. Kar
awan
g
Kab
. Be
kasi
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Kab
. Pan
gan
dar
an
Ko
ta B
ogo
r
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
and
un
g
Ko
ta C
ireb
on
Ko
ta B
eka
si
Ko
ta D
ep
ok
Ko
ta C
imah
i
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta B
anja
r
Pe
nd
ud
uk
(jiw
a)
Kabupaten/kota
2013
2014
2015
2016
2017
58
Grafik 4.2. memperlihatkan keadaan jumlah penduduk antar kabupaten/kota
di Jawa Barat dari tahun 2013 hingga 2017. Dalam periode penelitian, penduduk
di setiap daerah terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Jumlah penduduk
terbesar di provinsi Jawa Barat berada di kabupaten Bogor, kemudian kabupaten
Bandung, dan kabupaten Bekasi. Sedangkan, daerah dengan jumlah penduduk
terendah berada di kota Banjar.
4.1.3 Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah barang/jasa atau
output yang dihasilkan dari segala kegiatan perekonomian di suatu wilayah pada
periode waktu tertentu. PDRB merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Dalam perhitungan
PDRB, dapat menggunakan harga yang berlaku dan harga konstan. PDRB
nominal merupakan nilai barang/jasa yang dihitung menggunakan harga yang
berlaku pada tahun saat itu. Sedangkan PDRB riil/harga konstan merupakan
PDRB yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu yang dijadikan
sebagai acuan atau harga dasar. Dalam penelitian ini, menggunakan data PDRB
riil dengan tahun dasar 2010.
Berdasarkan tabel 4.1. PDRB kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat tahun
2013-2017 ditunjukan oleh variabel GRDP. Selama periode penelitian, daerah
dengan PDRB tertinggi terdapat di Kabupaten Bekasi pada tahun 2017 yaitu
sebesar Rp. 228,726 milyar. Sedangkan daerah dengan PDRB per kapita terendah
terdapat di Kota Banjar pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 2,374 milyar.
59
Grafik 4.3. PDRB Harga Konstan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2013-2017
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (data diolah)
Grafik 4.3. menunjukkan kondisi perekonomian provinsi Jawa Barat yang
diukur dengan PDRB riil antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2013-
2017. Setiap daerah memiliki trend PDRB yang meningkat di setiap tahunnya.
Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa PDRB tertinggi terdapat di
Kabupaten Bekasi tahun 2017 sebesar Rp. 228,7 milyar. Setelahnya, posisi
tertinggi kedua berada di Kota Bandung dan selanjutnya terdapat di Kabupaten
Bogor. Tinggi nya angka PDRB menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Provinsi
Jawa Barat. Sedangkan, daerah dengan PDRB terendah terdapat di Kota Banjar
tahun 2013 yaitu sebesar 2,3 milyar.
0,000
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000ka
b.B
ogo
r
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Gar
ut
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Cia
mis
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Maj
ale
ngk
a
Kab
. Su
med
ang
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Pu
rwak
arta
Kab
. Kar
awan
g
Kab
. Be
kasi
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Kab
. Pan
gan
dar
an
Ko
ta B
ogo
r
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
and
un
g
Ko
ta C
ireb
on
Ko
ta B
eka
si
Ko
ta D
ep
ok
Ko
ta C
imah
i
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta B
anja
r
PD
RB
(m
ilyar
ru
pia
h)
Kabupaten/kota
2013
2014
2015
2016
2017
60
4.1.4 Pendidikan
Setiap manusia membutuhkan pendidikan agar mendapatkan ilmu yang
berguna untuk menjalani kehidupannya. Dengan ilmu yang telah diperoleh,
diharapkan setiap orang akan memiliki keahlian (skills) sehingga dapat bersaing
dengan pihak lain dalam hal mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Tingkat
pendidikan suatu daerah, bisa dilihat dari Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik, Rata-
rata Lama Sekolah (RLS) yaitu rata-rata total tahun belajar yang sudah
diselesaikan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas dalam mengenyam
pendidikan formal.
Berdasarkan tabel 4.1. pendidikan yang diukur dengan Rata-rata Lama
Sekolah di kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat tahun 2013-2017 ditunjukan
oleh variabel EDUC. Dalam periode penelitian, daerah yang memiliki Rata-rata
Lama Sekolah tertinggi berada di Kota Cimahi pada tahun 2017 yaitu 10,93 tahun
(pendidikan yang telah ditempuh sekitar 10 tahun 11 bulan atau setingkat dengan
SMA). Sedangkan, daerah yang memiliki Rata-rata Lama Sekolah terendah
berada di Kabupaten Indramayu pada tahun 2013 yaitu 5,29 tahun (pendidikan
yang telah ditempuh sekitar 5 tahun 4 bulan atau setingkat SD).
61
Grafik 4.4. Rata-rata Lama Sekolah per Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2013-2017
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
Pada grafik 4.4. menunjukan tingkat pendidikan yang diukur melalui Rata-
rata Lama Sekolah di setiap kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat tahun 2013-
2017. Tiap daerah menunjukan trend rata-rata lama sekolah yang meningkat di
setiap tahunnya. Dalam periode penelitian, daerah dengan rata-rata lama sekolah
tertinggi terdapat di kota-kota besar, seperti kota Cimahi, kota Bekasi, dan kota
Bandung. Sedangkan, untuk rata-rata lama sekolah terendah berada di kabupaten
Indramayu.
4.1.5 Kesehatan
Kesehatan merupakan sebuah pondasi dasar bagi setiap mahluk hidup.
Manusia yang sehat akan lebih produktif dalam menjalankan aktivitasnya. Dalam
penelitian ini, tingkat kesehatan diukur berdasarkan Angka Harapan Hidup antar
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2013-2017. Menurut Badan Pusat
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00ka
b.B
ogo
rK
ab. S
uka
bu
mi
Kab
. Cia
nju
rK
ab. B
and
un
gK
ab. G
aru
tK
ab. T
asik
mal
aya
Kab
. Cia
mis
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Maj
ale
ngk
aK
ab. S
um
edan
gK
ab. I
nd
ram
ayu
Kab
. Su
ban
gK
ab. P
urw
akar
taK
ab. K
araw
ang
Kab
. Be
kasi
Kab
. Ban
du
ng
Bar
atK
ab. P
anga
nd
aran
Ko
ta B
ogo
rK
ota
Su
kab
um
iK
ota
Ban
du
ng
Ko
ta C
ireb
on
Ko
ta B
eka
siK
ota
De
po
kK
ota
Cim
ahi
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta B
anja
r
Rat
a-ra
ta la
ma
seko
lah
(tah
un
)
Kabupaten/kota
2013
2014
2015
2016
2017
62
Statistik, angka harapan hidup merupakan perkiraan banyaknya tahun yang dapat
dijalani oleh seseorang selama hidup. Berdasarkan tabel 4.1. tingkat kesehatan
yang diukur dari angka harapan hidup per kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat
tahun 2013-2017 ditunjukan oleh variabel HEALTH.
Grafik 4.5. Angka Harapan Hidup per Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2013-2017
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan grafik 4.5. diketahui bahwa setiap kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat dari tahun 2013 hingga 2017 memiliki trend Angka Harapan Hidup
yang meningkat. Angka Harapan Hidup tertinggi terdapat di kota Bekasi,
kemudian kota Depok, dan kota Bandung. Angka Harapan Hidup tertinggi di
provinsi Jawa Barat berada di kota Bekasi pada tahun 2017 sebesar 74,63 tahun
(74 tahun 7 bulan). Sedangkan, Angka Harapan Hidup terendah berada di
kabupaten Tasikmalaya tahun 2013 yaitu sekitar 67,90 tahun (67 tahun 11 bulan).
64,00
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
76,00
kab
.Bo
gor
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Gar
ut
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Cia
mis
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Maj
ale
ngk
a
Kab
. Su
med
ang
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Pu
rwak
arta
Kab
. Kar
awan
g
Kab
. Be
kasi
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Kab
. Pan
gan
dar
an
Ko
ta B
ogo
r
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
and
un
g
Ko
ta C
ireb
on
Ko
ta B
eka
si
Ko
ta D
ep
ok
Ko
ta C
imah
i
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta B
anja
r
An
gka
Har
apan
Hid
up
(tah
un
)
Kabupaten/kota
2013
2014
2015
2016
2017
63
4.2 Hasil Estimasi
Penelitian ini menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) untuk
mengetahui pengaruh dari variabel independen penduduk, PDRB, pendidikan
yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah, dan kesehatan yang diukur
berdasarkan angka harapan hidup terhadap angka kemiskinan. Namun sebelum
melakukan estimasi, penulis melakukan pengujian Chow dan Hausman untuk
menentukan model terbaik yang akan digunakan. Uji Chow dilakukan untuk
memilih model terbaik antara Pooled Least Square dan Fixed Effect Model.
Sedangkan, Uji Hausman untuk menentukan model terbaik antara Random Effect
Model dan Fixed Effect Model.
4.2.1 Uji Chow
Dalam penelitian ini, uji Chow dilakukan dengan menggunakan aplikasi
STATA.1.4. Berikut merupakan hasil dari uji Chow:
Tabel 4.2. Hasil Uji Chow
Prob > F Signifikansi 𝜶
0.0000 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data
Hasil dari uji Chow menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya sebesar
0.0000 dan nilai tersebut lebih kecil daripada tingkat signifikansi 𝛼 sebesar 0.05
sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut uji Chow model terbaik yang bisa
digunakan adalah Fixed Effect Model.
64
4.2.2 Uji Hausman
Dalam penelitian ini, pengujian Hausman dilakukan melalui aplikasi
STATA.1.4. Berikut merupakan hasil dari uji Hausman:
Tabel 4.3. Hasil Uji Hausman
Prob>x2 Signifikansi 𝜶
0.0001 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data
Hasil dari uji Hausman menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya sebesar
0.0001 dan nilai tersebut lebih kecil daripada tingkat signifikansi 𝛼 sebesar 0.05
sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut uji Hausman model terbaik yang bisa
digunakan adalah Fixed Effect Model.
Berdasarkan uji Chow dan Hausman, model terbaik yang dapat digunakan
adalah Fixed Effect Model. Namun setelah dilakukan pengujian, estimasi model
ini memiliki permasalahan heteroskedastisitas dan autokorelasi, jadi untuk
mengatasinya dilakukan dengan metode Generalized Least Square. Setelah
dilakukan proses regresi melalui aplikasi STATA.1.4, maka hasil yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
65
Tabel 4.4. Hasil Estimasi
Variables GLS Random Effect Fixed Effect
POP 0.08764***
(0.00348)
0.07982***
(0.007474)
0.02536
(0.01548)
GRDP - 0.47505***
(0.08448)
- 0.45685***
(0.13487)
- 0.21518
(0.17775)
EDUC - 29.72339***
(3.0844)
- 17.42612***
(4.0839)
- 7.2643
(4.7539)
HEALTH - 0.1859
(3.0816)
- 6.8975*
(4.0091)
- 9.5467**
(4.4212)
Constant 253.9828
(200.852)
674.4161***
(265.3908)
865.6603***
(294.6)
Observations
R-Squared
135
0.9038
135
0.8962
135
0.7309
Standard errors in the parentheses
*** p<0.01, **p<0.05, *p<0.1
Sumber: Hasil pengolahan data
4.3 Pengujian Statistik
4.3.1 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar
variasi dari variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen.
Koefisien determinasi menginformasikan baik atau tidaknya model regresi. Hasil
estimasi diperoleh nilai R2 sebesar 0,9038 yang berarti bahwa variabel independen
(penduduk, PDRB, pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, dan
kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup) pada model ini dapat
menjelaskan 90,38% dari variabel dependennya (angka kemiskinan), sementara
sisanya sebesar 9,62% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
66
4.3.2 Uji Signifikansi Simultan
Uji signifikansi Simultan digunakan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan. Untuk mengetahuinya, maka dilakukan pengujian
Wald Chi-Square. Hasil dari uji Wald Chi-square yang dilakukan di aplikasi
STATA adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Hasil pengujian dari uji Wald- X2
Prob > Chi2 Signifikansi 𝜶
0.0000 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil uji Wald Chi-Square diketahui bahwa nilai
probabilitasnya sebesar 0.0000 lebih kecil daripada nilai signifikansi 𝛼, yaitu
sebesar 0.05. Jadi, ketika nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai signifikansi
𝛼, dapat diartikan bahwa variabel independen yang terdiri dari penduduk, PDRB,
pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah, dan kesehatan yang
diukur berdasarkan angka harapan hidup secara bersama-sama (simultan)
mempunyai pengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan kabupaten/kota di
provinsi Jawa Barat tahun 2013-2017.
4.3.3 Uji Signifikansi Parsial
Uji signifikansi parsial digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui pengaruhnya,
bisa melihat probabilitas nilai z. Hasil dari pengujian signifikansi parsial dengan
uji z adalah sebagai berikut:
67
Tabel 4.6. Hasil pengujian signifikansi parsial
Variabel Prob z H0 Keterangan
POP 0.000 H0 ditolak Signifikan pada 𝛼 = 1%
GRDP 0.000 H0 ditolak Signifikan pada 𝛼 = 1%
EDUC 0.000 H0 ditolak Signifikan pada 𝛼 = 1%
HEALTH 0.952 H0 tidak dapat ditolak Tidak signifikan
Sumber: Hasil pengolahan data melalui STATA.1.4
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa variabel penduduk, PDRB dan
pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah secara parsial signifikan
berpengaruh terhadap angka kemiskinan dengan tingkat signifikansi 1%.
Sedangkan variabel kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup secara
parsial tidak mempengaruhi angka kemiskinan secara signifikan.
4.4 Pengujian Masalah Asumsi Klasik
4.4.1 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah permasalahan yang timbul pada model regresi yang
diakibatkan adanya korelasi atau hubungan antar variabel bebas. Uji
Multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen dalam model regresi saling berhubungan satu sama lain atau tidak.
Untuk mendeteksi multikolinearitas, bisa dilihat dari korelasi antar variabel
independen, jika korelasi antar variabel lebih dari 0.8 berarti model regresi
tersebut terdapat masalah multikolinearitas (Gujarati 2009).
68
Tabel 4.7. Korelasi Antar Variabel Independen
POP GRDP EDUC HEALTH
POP 1.000
GRDP 0.6833 1.000
EDUC -0.0647 0.1407 1.000
HEALTH 0.1307 0.3370 0.7673 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data
Berdasarkan tabel 4.7. menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi antar
variabel independen dalam model tidak ada yang melebihi 0.8 sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat masalah
multikolinearitas.
4.4.2 Uji Heteroskedastisitas
Permasalahan heteroskedastisitas biasanya terjadi pada data cross-section
sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi masalah heteroskedastisitas pada
data panel. Sebelumnya, berdasarkan pengujian chow dan hausman model yang
dipilih adalah fixed effect model. Oleh karenanya, model ini perlu dilakukan
pengujian heteroskedastisitas, untuk mengujinya bisa menggunakan Wald test.
Jika nilai (Prob>Chi2) lebih kecil daripada Alpha, maka model tersebut
mempunyai masalah heteroskedastisitas. Berikut merupakan hasil yang diperoleh:
Tabel 4.8. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Prob>Chi2 Tingkat signifikansi
0.0000 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data
69
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa terdapat masalah
heteroskedastisitas pada model penelitian karena nilai (Prob>chi2) lebih kecil dari
𝛼= 0.05. Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan heteroskedastisitas, maka
dilakukan transformasi model dari fixed effect model menjadi metode Generalized
Least Square (GLS) dimana metode ini mentransformasi variabel sehingga bisa
mempertahankan efisiensi estimatornya tanpa menghilangkan unbiased dan
konsistensi estimator. Hasil dari estimasi GLS adalah homoskedastisitas sehingga
dalam metode GLS permasalahan heteroskedastisitas dapat teratasi (Gujarati
2009).
4.4.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara
anggota observasi yang satu dengan yang lainnya pada periode waktu yang
berbeda. Berdasarkan pengujian chow dan hausman, model yang dipilih adalah
fixed effect model. Oleh karena itu, model ini perlu dilakukan pengujian
autokorelasi. Uji autokorelasi bisa dilakukan dengan menggunakan Wooldridge
test. Jika (Prob>F) lebih kecil daripada Alpha, maka model tersebut mempunyai
masalah autokorelasi. Berikut merupakan hasil dari uji autokorelasi:
Tabel 4.9. Hasil Uji Autokorelasi
Prob>F Tingkat Signifikansi
0.0078 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil pengujian, diketahui bahwa nilai (Prob>F) lebih kecil
daripada 𝛼=0.05. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah autokorelasi maka
70
dilakukan transformasi model dari fixed effect model menjadi Generalized Least
Square (GLS), dimana tidak terdapat korelasi diantara error term, sehingga error
term di periode waktu tertentu tidak berkorelasi dengan variabel di periode lain,
oleh karenanya pada metode GLS tidak terdapat masalah autokorelasi
(Wooldridge 2015).
4.5 Analisis Ekonomi
4.5.1 Pengaruh Penduduk terhadap Angka Kemiskinan
Nilai koefisien variabel penduduk terhadap angka kemiskinan yaitu sebesar
0,08764 dan signifikan di tingkat signifikansi 1%. Berarti, ketika terjadi
peningkatan penduduk sebesar 1000 penduduk, maka akan menyebabkan
penduduk miskin bertambah sebesar 87 orang dengan asumsi ceteris paribus. Hal
ini menunjukkan bahwa penduduk memiliki hubungan yang positif terhadap
angka kemiskinan per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2013-2017.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar and
Wahyuniarti (2007) yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk memiliki
hubungan positif terhadap angka kemiskinan. Menurutnya, peningkatan jumlah
penduduk relatif lebih besar di keluarga miskin. Oleh sebab itu, pemerintah harus
lebih memperhatikan pertumbuhan penduduk dan perlu mengontrol pertumbuhan
penduduk dengan meningkatkan program Keluarga Berencana, khususnya untuk
keluarga miskin. Kemudian, menurut Nakibullah and Rahman (1996) yang
menjelaskan bahwa penduduk berhubungan positif dengan kemiskinan. Artinya,
jika terjadi peningkatan penduduk maka akan menyebabkan angka kemiskinan
71
bertambah. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk akan
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran, sedangkan kemiskinan akan
menurun selaras dengan penurunan tingkat kemiskinan. Sementara itu, menurut
Todaro and Smith (2012) menjelaskan teori siklus populasi kemiskinan yang
menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk yang sangat cepat akan
menimbulkan berbagai konsekuensi yang merugikan perekonomian.
Pembangunan ekonomi di negara berkembang akan terhambat jika pertumbuhan
penduduk terus meningkat. Oleh karenanya, pertumbuhan penduduk bisa
berhubungan positif dengan angka kemiskinan.
4.5.2 Pengaruh PDRB terhadap Angka Kemiskinan
Nilai koefisien variabel PDRB terhadap angka kemiskinan yaitu sebesar
-0,47505 dan signifikan di tingkat signifikansi 1%. Berarti, ketika terjadi
peningkatan PDRB sebesar 1 milyar, maka akan menyebabkan penduduk miskin
menurun sebesar 475 orang dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini
mengindikasikan bahwa variabel PDRB berhubungan negatif dengan angka
kemiskinan di Provinsi Jawa Barat selama periode penelitian, yaitu tahun 2013-
2017. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Todaro and Smith (2012)
bahwa ketika terjadi peningkatan pendapatan, maka akan membuat tingkat
kesejahteraan meningkat dan kemiskinan menurun.
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Siregar and Wahyuniarti (2007) yang menyebutkan bahwa peningkatan
PDRB akan menyebabkan penurunan kemiskinan secara signifikan. Sementara
72
itu, Simanjuntak (2001) menyebutkan bahwa semakin tinggi PDRB suatu daerah
maka akan meningkatkan potensi sumber penerimaan daerah dan juga berpotensi
meningkatkan pendapatan penduduk di daerah tersebut. Jadi, dengan
meningkatnya PDRB di suatu daerah akan berdampak terhadap meningkatnya
kesejahteraan penduduknya dan akan mengurangi jumlah penduduk miskin di
daerah tersebut.
4.5.3 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Angka Kemiskinan
Nilai koefisien variabel pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama
sekolah terhadap angka kemiskinan yaitu sebesar -29.72339 dan signifikan di
tingkat signifikansi 1%. Berarti, ketika terjadi peningkatan pendidikan dalam
waktu 1 tahun, maka penduduk miskin akan menurun sebesar 29.723 orang
dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel
pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah berhubungan negatif
dengan angka kemiskinan di provinsi Jawa Barat selama periode penelitian, yaitu
tahun 2013-2017.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Bakhtiari and Meisami (2010) yang menyebutkan bahwa meningkatnya tingkat
pendidikan akan menyebabkan penurunan kemiskinan secara signifikan.
Pendidikan adalah hal mendasar untuk meningkatkan kualitas manusia. Dengan
dibekali pendidikan, manusia akan mempunyai keahlian (skills) yang bisa
digunakan untuk memperoleh pendapatan. Dengan memiliki pendapatan, manusia
73
akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan membuat tingkat kesejahteraannya
meningkat.
Pendidikan berperan penting untuk merespons permasalahan kemiskinan
karena pendidikan merupakan investasi pada sumber daya manusia. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka orang tersebut akan lebih produktif.
Hasilnya, pendapatan yang diperoleh pun akan meningkat seiring dengan
peningkatan produktivitas yang telah dilakukannya (Levin 1995).
4.5.4 Pengaruh Tingkat Kesehatan terhadap Angka Kemiskinan
Nilai koefisien variabel kesehatan yang diukur berdasarkan angka harapan
hidup terhadap angka kemiskinan adalah sebesar -0.1859 tetapi tidak signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika terjadi peningkatan kesehatan yang diukur
dengan angka harapan hidup sebesar 1 tahun, maka akan menyebabkan penduduk
miskin menurun sebesar 185 orang dengan asumsi ceteris paribus. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh (Olavarria-Gambi 2003) yang menyatakan bahwa meningkatnya
kesehatan akan menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Meskipun hasil
estimasi menunjukkan bahwa variabel kesehatan tidak berpengaruh signifikan
terhadap angka kemiskinan, namun variabel kesehatan tetap mempunyai
hubungan yang negatif terhadap angka kemiskinan kabupaten/kota di provinsi
Jawa Barat tahun 2013-2017.
Menurut Todaro and Smith (2012) kesehatan memilliki peranan penting
sebagai modal manusia (human capital) dalam pembangunan ekonomi, serta
74
kesehatan juga merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas. Manusia
yang sehat mampu melakukan aktivitasnya dengan lancar dan memiliki
produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang kurang sehat.
Oleh karenanya, manusia yang memiliki produktivitas lebih tinggi akan
memperoleh pendapatan yang lebih besar dan tingkat kesejahteraannya
meningkat.
Berdasarkan hasil estimasi, kesehatan yang diukur dengan angka harapan
hidup tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan. Tidak
adanya pengaruh signifikan dari angka harapan hidup terhadap angka kemiskinan
mengindikasikan bahwa ketika terjadi peningkatan angka harapan hidup kurang
berdampak bagi tingkat produktivitas. Menurut Badan Pusat Statistik, usia
produktif manusia berada di usia 15-64 tahun. Sementara itu, tingkat kesehatan
penduduk provinsi Jawa Barat dalam periode penelitian yang diukur berdasarkan
angka harapan hidup memiliki rata-rata angka harapan hidup sekitar 71,47 tahun.
Hal ini tentu melampaui usia produktif manusia yang hanya mencapai 64 tahun.
Oleh karenanya, ketika terjadi peningkatan angka harapan hidup, maka tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap angka kemiskinan.
Sementara itu, hasil dari penelitian ini sependapat dengan penelitian
Khodabakhshi (2011) yang menyebutkan bahwa angka harapan hidup tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang bisa
menurunkan kemiskinan, hal ini dikarenakan adanya ketimpangan distribusi
pendapatan dan juga perbedaan golongan penduduk. Adanya ketimpangan
pendapatan yang mengakibatkan perbedaan golongan penduduk mengindikasikan
75
pembangunan ekonomi belum tercapai. Perbedaan golongan penduduk yang di
akibatkan ketimpangan pendapatan dapat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan
penduduk tersebut. Golongan penduduk yang memiliki pendapatan lebih tinggi
tentu lebih sejahtera dan kesehatannya pun lebih terjamin dibanding penduduk
yang memiliki pendapatan rendah.