BAB IV dan V lapkas

9
74 BAB IV PEMBAHASAN Seorang wanita 25 tahun, dengan usia kehamilan aterm dating ke IGD RSAA tanggal 21 September 2015 dengan keluhan utama kelainan pada jalan lahir yang menyebabkan tidak dapat dilakukannya kelahiran secara normal. Pasien merupakan kiriman dari dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dengan diagnosis G 1 A 0 P 0 gravida aterm + disproporsi sefalo pelvik (CPD). Dua jam sebelum masuk Rumah Sakit, pasien melakukan kontrol kehamilan di klinik, dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG), dan dikatakan oleh dokter bahwa pada jalan lahir pasien terdapat sekat serta panggul pasien sempit sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan proses persalinan normal dan disarankan untuk melakukan operasi sectio caesarea. Pasien mengatakan juga bahwa selama 1 minggu ini sering merasakan perutnya mengeras, sekitar 5 – 10 detik, terutama saat malam hari. Mules hanya kadang-kadang saja dirasakan. Pengeluaran lendir, darah maupun air disangkal oleh pasien. Pergerakan janin masih dirasakan oleh pasien. Disproporsi sefalopelvik (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan

description

bab iv

Transcript of BAB IV dan V lapkas

Page 1: BAB IV dan V lapkas

74

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang wanita 25 tahun, dengan usia kehamilan aterm dating ke IGD

RSAA tanggal 21 September 2015 dengan keluhan utama kelainan pada jalan lahir

yang menyebabkan tidak dapat dilakukannya kelahiran secara normal. Pasien

merupakan kiriman dari dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dengan diagnosis

G1A0P0 gravida aterm + disproporsi sefalo pelvik (CPD). Dua jam sebelum masuk

Rumah Sakit, pasien melakukan kontrol kehamilan di klinik, dilakukan pemeriksaan

ultrasonografi (USG), dan dikatakan oleh dokter bahwa pada jalan lahir pasien

terdapat sekat serta panggul pasien sempit sehingga tidak dimungkinkan untuk

dilakukan proses persalinan normal dan disarankan untuk melakukan operasi sectio

caesarea. Pasien mengatakan juga bahwa selama 1 minggu ini sering merasakan

perutnya mengeras, sekitar 5 – 10 detik, terutama saat malam hari. Mules hanya

kadang-kadang saja dirasakan. Pengeluaran lendir, darah maupun air disangkal oleh

pasien. Pergerakan janin masih dirasakan oleh pasien.

Disproporsi sefalopelvik (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan

ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu. Disproporsi sefalopelvik

disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.1,2

Dari anamnesis kecurigaan yang mengarah pada disproporsi kepala – panggul antara

lain; kepala belum masuk pintu atas panggul pada usia kehamilan > 36 minggu,

pernah memiliki riwayat persalinan lama ataupun bayi besar, pernah memiliki riwayat

TBC tulang maupun trauma pelvis.1

Faktor resiko terjadinya panggul sempit antara lain adanya defek nutrisi dan

lingkungan yang menyebabkan rakhitis dan osteomalacia, adanya penyakit atau

trauma yang melibatkan tulang – tulang panggul – fraktur, tumor, artritis tubercular;

Page 2: BAB IV dan V lapkas

75

tulang vertebrae – kifosis, lordosis, scoliosis, derformitas koksigius, dan pada

ekstremitas bawah adanya poliomyelitis dan penyakit sendi panggul.2

Dari hasil anamnesis pasien, diketahui pasien hamil anak pertama, sehingga

riwayat obstetrik sebelumnya tidak diketahui. Pasien tidak pernah mengalami

penyakit TB tulang maupun trauma daerah panggul.

Tanda-tanda dari CPD antara lain dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan

ukuran janin besar (>4 kg), kepala janin diatas pintu atas panggul, atau adanya

malposisi dan malpresentasi, kemudian hasil pemeriksaan panggul ditemukan ukuran

panggul yang kurang dari normal.

Dari hasil pemeriksaan palpasi abdomen, diukur tinggi fundus uteri adalah

29 cm, sehingga perkiraan berat badan janin dengan rumus Johnson-Toshack adalah

2480 gram, yang berarti berat badan janin masih dalam batas normal, tidak ada tanda-

tanda bayi besar (makrosomia). Dari hasil palpasi juga diketahui letak terendah janin

adalah kepala, sehingga penyebab malpresentasi dan malposisi dapat disingkirkan.

Pasien sebelumnya telah melakukan pemeriksaan USG di dokter kandungan

dan didapatkan pasien berada dalam umur kehamilan 37 minggu dengan posisi bayi

letak kepala dan perkiraan berat badan bayi sekitar 2955 gram. Dari pemeriksaan

USG, ditemukan adanya sekat pada daerah jalan lahir. Pada saat akan dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut menggunakan spekulum, pasien menolak.

Panggul dikatakan sempit (Pelvic Contracted) apabila ukurannya 1-2 cm

kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas

panggul), midpelvis (ruang tengah panggul), outlet (pintu bawah panggul), atau

kombinasi dari inlet, midpelvis, atau outlet. Ukuran pelvis normal (untuk janin rata-

rata) termasuk conjugata diagonalis >12,5 cm, conjugata obstetric (anteroposterior

dari inlet) >10 cm, dan tranversal dari midpelvis >9,5 cm. Panggul atas dikatakan

menyempit jika konjugata obstetric <10 cm atau diameter transversal terbesar <12 cm

Page 3: BAB IV dan V lapkas

76

atau konjugata diagonal <11 cm. Panggul tengah dikatakan sempit jika jumlah dari

diameter interspinosus dengan diameter sagital posterior ≤13 cm. Panggul bawah

dikatakan menyempit jika diameter intertuberositas ischiadica ≤8 cm.31

Tinggi badan biasanya mempengaruhi ukuran pintu atas panggul. Wanita

dengan tinggi badan kurang dari 150 cm biasanya memiliki panggul yang lebih

sempit dari normal. Pasien memiliki tinggi badan 145 cm. Penelitian yang dilakukan

oleh Babin L, et al (2002) mengatakan bahwa tinggi ibu yang kurang dari sama

dengan 154 cm, memiliki nilai p (0,0003) yang signifikan untuk terjadinya CPD.32

Pada pemeriksaan panggul didapatkan promontorium teraba dengan panjang

konjugata diagonalis 10 cm (konjugata vera = ± 8,5 cm), spina ischiadica tidak

menonjol, dan distansia intertuberosum sekitar 11 cm. Spina ischiadica yang tidak

menonjol menandakan tidak adanya penyempitan pintu tengah panggul (midlet

pelvis). Pada pasien diperkirakan terdapat penyempitan pintu atas panggul (PAP)

yakni panjang konjugata vera < 11 cm. Penyempitan PAP 8 – 9 cm disebut

penyempitan relatif, dimana untuk proses kelahiran dapat dijalankan dengan partus

percobaan yang jika gagal dilakukan operasi sectio cesarea.6 Pada pasien ini

dilakukan operasi sectio cesarea (SC) langsung tanpa partus percobaan, dikarenakan

ada sekat yang tampak pada USG yang masih belum diketahui sekat apa yang

ditemukan pada USG tersebut.

Uterus didelfis merupakan anomali duktus Mullerian yang terjadi akibat tidak

menyatunya garis tengah duktus Mullerian sehingga uterus ada dua dan terpisah serta

masing-masing uterus memiliki satu buah ovarium, kanalis endoservikal normal,

serviknya menyatu pada segmen bawah uterus. Akibat gagalnya peleburan lengkap

dua duktus Mullerian sehingga menyebabkan uterus didelfis dengan septum vagina

longitudinal.18

Page 4: BAB IV dan V lapkas

77

Dari anamnesis uterus didelfis, biasanya pasien asimptomatik, terkadang

dapat ditemukan adanya dispareunia atau disminorea, nyeri pada daerah panggul

kronis akibat adanya hematokolpos/hematometrokolpos.33

Dari anamnesis pasien mengalami haid pertama kali pada usia 13 tahun, haid

teratur setiap bulan, haid berlangsung selama 5 – 7 hari dengan 2 – 3 kali berganti

pembalut dalam sehari. Kelainan seperti nyeri haid disangkal oleh pasien, nyeri

panggul yang berkepanjangan juga disangkal oleh pasien. Saat berhubungan intim,

keluhan seperti nyeri saat melakukan hubungan intim disangkal oleh pasien.

Pada saat operasi SC, ditemukan adanya uterus kanan dengan satu buah

ovarium sebelah kanan, didapatkan dua buah uterus terpisah kanan dan kiri dengan

masing-masing memiliki satu buah ovarium serta didapatkan septa pada introitus

vagina. Hal ini sesuai untuk gambaran anomali duktus Mullerian, yaitu uterus didelfis

(anomali kelas III).

Data epidemiologi mengatakan bahwa pada uterus didelfis akibat volume

uterus yang berkurang dan berhubungan dengan inkompeten serviks, dapat

menyebabkan abortus spontan (32-52%) dan kelahiran premature 20-45%. Kehamilan

aterm dapat dicapai dengan istirahat yang cukup, pemberian tokolitik dan cervical

circlage.13

Pada pasien tidak pernah adanya riwayat abortus, pasien juga dapat mencapai

kehamilan cukup bulan, tidak ada riwayat pemberian obat tokolitik, maupun cervical

circlage. Penelitian yang dilakukan oleh Ludmir et al mengatakan dibandingkan

dengan kelainan anomali lainnya (bicornuate, septate, maupun arcuate), uterus

didelfis lebih banyak ditemukan kehamilan cukup bulan dan fetal juga memiliki

survival yang lebih tinggi.30

Penelitian yang dilakukan oleh Heinonen, menemukan bahwa dari 34 orang

dengan uterus didelfis pada kehamilan pertamanya, kehamilan pada tuba hanya 1

Page 5: BAB IV dan V lapkas

78

kasus, aborsi 7 kasus, kehamilan premature 7 kasus dan kehamilan cukup bulan 19

kasus.30

Bayi pasien memiliki jenis kelamin perempuan dengan apgar score 7/9, berat

badan 2500 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 33 cm, anus ada dan tidak

ditemukan kelainan lain.

Kehamilan tunggal pada uterus didelfis memiliki prognosis yang lebih baik

dibandingkan pada neonatal kembar. Pada neonatal kembar dengan ibu uterus didelfis

dapat ditemukan skor apgar yang rendah, bayi kecil, hyaline membrane disease dan

morbiditas pada bayi.17

Tatalaksana terbaik pada ibu dengan uterus didelfis dengan kehamilan cukup

bulan adalah dilakukannya sectio caesarea.30

Page 6: BAB IV dan V lapkas

79

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pasien Ny. WS, 25 tahun, datang dengan kelainan pada jalan lahir yang

menyebabkan tidak dapat dilakukannya persalinan normal. Secara umum,

penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan sudah sesuai dengan literatur yang

ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan

penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah bonam.

5.2. Saran

Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien untuk menegakkan

diagnosis. Perlu penatalaksanaan lebih lanjut jika pasien akan hamil anak kedua.

Sehingga keputusan untuk penatalaksanaan yang tepat kedepannya sesuai

dengan diagnosis yang tepat pula dan kelahiran premature dapat dicegah.