Bab IV Abses Cerebri
-
Upload
padri-setiawan -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
description
Transcript of Bab IV Abses Cerebri
BAB IV
Pembahasan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien An.T dengan, Abses
Cerebri, diruang Anak lantai dasar RSUP Dr.Kariadi Semarang. Maka pada Bab
ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan Praktik. Adapun
pembahasan ini meliputi proses dari pengkajian, diagnose keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi.
A. Pengkajian
Proses keperawatan pertama kali dilakukan pada tahap pengkajian yang
dilakukan dimana penulis berusaha mengkaji klien secara menyeluruh
melalui aspek bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Hasil pengkajian berupa
data subyektif, data obyekktif, dan data penunjang. Pada tahap pengkajian
tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.
Dalam penatalaksanaan medis yang dilakukan terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus, pada teori untuk pemeriksan diagnostic klien dengan
abses cerebri harus dilakukan pemeriksaan darah, CT-Scan, dan pada kasus
ini klien dlakukan sesuai dengan yang ada dalam teori yaitu pemeriksaan
darah dan CT-Scan. Hasil dari pemeriksaan darah didapatkan leukosit yang
tinggi diatas normal menunjukan teradapatnya infeksi. Pada pemeriksaan CT-
Scan menunjukan terdapatnya cairan infeksi yang menunjukan terdapatnya
abses pada otak. Pemeriksaan penunjuang ini dilakukan ketika klien belum
dilakukan operasi sedangkan penulis melakukan pengkajian saat setelah klien
dilakukan operasi kraniotomi.
Faktor pendukung dalam pembuatan laporan asuhan keperawatan ini
adalah tersedianya buku referensi sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Pada pelaksanaan askep dengan abses cerebri ini tidak terdapat kendala dan
klien maupun keluarga sangat kooperatif dengan perawat yang memberikan
asuhan keperawatan.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada tinjauan teori yang telah dijelaskan dalam BAB II bahwasannya pada
kasus abses cerebri terdapat sepuluh diagnose keperawatan, yaitu :
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan proses
peradangan, peningkatan tekanan intrakranial.
2. Resiko injuri jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan
kesadaran, dan status mental.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit
neurologis.
4. Hertermia berhubungan dengan infeksi
5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,
kehilangan cairan.
6. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
7. Nyeri berhubungan dengan iritasi meningeal, kaku kuduk.
Pada kasus An.T ditemukan tiga diagnose keperawatan yaitu : hipertemia
berhubungan dengan infeksi dan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelelahan otot, dan nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.
Pada kasus ini tidak semua diagnosa yang ada dalam tinjauan teori
muncul, hanya tiga diagnosa yang muncul seperti yang telah dijelaskan
diatas. Pada diagnosa nyeri akut etiologi yang didapat berbedan dengan yang
ada dalam tinjauan teori. Hal ini terjadi dikarenakan pada kasus nyeri
disebabkan oleh luka post operasi dukan pada iritasi meningeal atau tekanan
pada otak. Hal ini dikarnakan pengkajian setelah klien dilakukan oerasi bukan
saat klien baru pertama kali masuk rumah sakit atau dirawat dirumah sakit.
Namun dari ketiga masalah yang muncul diatas terdapat juga dalam tinjauan
teori.
C. Perencanaan Keperawatan
Proses keperawatan selanjutnya adalah menetapkan rencana keperawatan
untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut. Kegiatan peencanaan ini
meliputi : memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan, criteria hasil, serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
dalam memprioritaskan masalah, merumuskan masalah, meruuskan tujuan,
criteria hasil, serta tindakan. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan
kebutuhan maslow yaitu mulai dari kebutuhan dasar. Perumusan tujuan pada
asuhan keperawatan berdasarkan pada metode SMART (spesifik, measurable,
asureble, reality and time) yaitu secara spesifik dapat diukur maupun diatasi
dengan tindakan keperawatan.
Faktor pendukung terdapat kerjasama yang baik dalam melaksanakan
perencanaan yang telah dibuat antara mahasiswa dan perawat ruangan. Factor
penghambat dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan karena
kurangnya pemahaman penulis dalam membuat rencana tindakan dalam
kasus ini, pemecahan masalah penulis akan lebih giat lagi agar dapat
menetapkan masalah sesuai dengan rencana.
D. Pelaksanaan keperawatan
Pada tahap pelaksanaan, penulis dapat melaksanakan semua rencana
keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Pelaksanaan
keperawatan dilakukan secara dependent yaitu memberikan terapi injeksi,
rencana keperawatan pada ketiga diagnose dapat dilaksanakan dalam waktu
yang telah dilakukan.
Faktor pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya kerjasama
yang baik antara mahasiswa perawat dan perawat ruangan dalam melakukan
tindakan keperawatan. Pada implementasi ini tidak terdapat kendala yang
berarti dan keluarga maupun klien kooeperatif dengan perawat. Rencana
kedepan adalah dapat mengajarkan pada kleuarga tindakan-tindakan mandiri
yang dapat dilakukan orangtua kepada klien saat dirumah.
E. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap akhir dan alat ukur
keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apakah tujuan keperawatan
berhasil. Evaluasi dilakukan sesuai dengan konsep SOAP dan dilakukan 1
kali dalam sehari selama tiga hari pelaksanaan asuhan keperawatan. Namun
jka tujuan dan kriteria hasil belum dapat tercapai maka dapat dilakukan
intervensi keperawatan kembali pada klien dan tetap dilakukan evaluasi
keperawatan.
Pada diagnosa yang pertama hipertermia berhubungan dengan infeksi.
dapat teratasi dengan data hari terakhir pelaksanaan tindakan adalah tidak
terjad kenaikan suhu pada klien yaitu 36,8oC, pada kuit klien tidak teraba
panas. Pada diagnosa yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan luka
post operasi teratasi dengan hasil yang didapatkan adalah An.T mengatakan
nyeri sudah sangat berkurang, Ayah An.T mengatakan anaknya sudah tidak
mengeluhkan nyeri. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan prnurunan
kekuatan otot juga dapat teratasi dengan data akhir yang didapatkan adalah
ayah An.T mengtakan kaki klien sudah lentur dan cukup kuat untuk
digerakkan, selain itu ketika dilakukan pemeriksaan kekuatan otot klien
didapatkan pada ekstrimitas bawah adalah 4/5.