Refarat Abscess Cerebri (Autosaved)

29
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR REFARAT “ABSCESS CEREBRI” OLEH : Diansri Pratiwi Syam, S.Ked Elisa Vina Jayanti, S.Ked PEMBIMBING : dr. Siti Nurhani Sp. S REFARAT Februari 2015

description

Refarat Abscess Cerebri

Transcript of Refarat Abscess Cerebri (Autosaved)

REFARATFebruari 2015BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR

REFARATABSCESS CEREBRI

OLEH :Diansri Pratiwi Syam, S.KedElisa Vina Jayanti, S.Ked

PEMBIMBING :dr. Siti Nurhani Sp. S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................iDAFTAR ISI..................................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN.............................................................................1BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI.......................................................................................32.2 EPIDEMIOLOGI.......................................................32.3 ANATOMI OTAK..............................................................................52.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI...................................72.5 HISTOPATOLOGI..............................................92.6 PATOFISIOLOGI........................................................................112.7 MANIFESTASI KLINIS.................................................................142.8 DIAGNOSIS...........................................................................................152.9 PENATALAKSANAAN.........................................................................182.10 DIAGNOSIS BANDING...................................................................222.11 KOMPLIKASI....232.12 PROGNOSIS........................................................................................24BAB III KESIMPULAN....................................................................................25DAFTAR PUSTAKA................................................................................27

BAB IPENDAHULUANEnsefalitis bakterial dikenal pula sebagai ensefalitis supuratif atau abses otak. Faktor penyebab meliputi kuman-kuman stafilokokkus, streptokokkus, eschrciae, pneumokokkus dan sebagainya. Pada bayi dan anak kecil, ensefalitis terjadi sebagai komplikasi meningitis bakterial (jarang terjadi pada dewasa), mastoiditis, infeksi telinga bagian tengah, sinusitis frontalis, etmoidalis, sfenoidalis dan maxillaris. Pada umumnya ensefalitis paling sering terjadi pada umur dibawah 15 tahun, karena pada umur ini frekuensi penyakit-penyakit sinus nasalis maupun mastoiditis masih tinggi . Abses otak jarang terjadi, hanya lebih kurang 2% dari semua tindakan bedah otak. Kurang lebih 5% dari kasus-kasus penyakit jantung bawaan, terutama tetralogi fallot, memberi komplikasi abses otak.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFENISIAbses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.1,2

2.2 EPIDEMIOLOGIPada era preantibiotika, dari hasil analisa pus intrakranial didapati bahwa Staphylococcus Aureus terdapat pada 25-30% penderita, Streptococcus pada 30%, Coliform pada 12% dan tidak adanya pertumbuhan kuman dijumpai sekitar 50% kasus(6). Organisme yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus, Streptococcus, Enterobacteriaceae, Pseudomonas dan Bacteroides, sementara penyebab yang jarang adalah Pneumococcus, Meningococcus dan Haemophilus Influenza.(4)

2.3 ANATOMI OTAKCerebrum atau tak besar didalamrongga kepala (=cavitas cranii) berhadapan denga tulang-tulang yang membentuk atapnya (calvaria) . berkaitan dengan itu, setiap hemisphere cerebri (kiri dan kanan) terbagi dalam lobus (jamak=lobi) yang namanya disesuaikan dengan nama tulang yang berhadapan, yaitu : lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus occipitalis.Dalam rongga kepala, cerebrum mengisi rongga dengan batas bawah pada fossa cerebri media sehingga sebagian besar cerebrum terletak superior terhadap garis frankfurt, yaitu garis yang menghubungkan batas bawah cavitas orbitalis dengan meatus acusticus externus. Permukaan luarnya yang dibentuk oleh cortex cerebri mempunyai permukaan berbenjol-benjol sebagai gyrus dan sulcus.

Gambar 1 anatomi otak potongan sagital

Dibagian dalam cerebrum terdapat beberapa rongga, yaitu ventriculus tertius digaris tengah dan ventriculus lateralis dikedua hemispherium kiri dan kanan. Ventriculus lateralis (kiri-kanan) yang dihubungkan dengan ventriculus tertius oleh foramen interventriculare (monroe), selanjutnya ventriculus tertius dihubungkan dengan ventriculus IV/quartus oleh aquaductus cerebri/mesencephalii (sylvii). Saluran terakhir ini dan dan ventriculuss quartus merupakan bagian dari batang otak.Permukaan cerebrum ditutupi oleh lapisan meninges yang dinamakan piamater. Selaput piamater yang tipis ini melekat erta pada permukaan luar otak mengikuti semua lipatan gyri dan sulci. Sebelum lapisan ini dilepas, tampak pada permukaan otak banyak pembuluh darah. Termasuk diantaranya venae superficial cerebri inferior, venae superficiales cerebri media dan venae superficiales cerebri superior. Pembuluh darah tersebut terletak pada lapisan yang superficial terhadap piamater didalam rongga subarachnoid. Jika piamater dibersihkan dipermukaan otak tidak terlihat pembuluh darah.2. Aliran darah otakPembuluh darah yang mengurus cerebrum sebagian besar berasal dari cabang arteria carotis interna dan sebagian kecil dari arteria cerebri posterior cabang arteria basilaris. Arteria carotis interna masuk rongga intra-cranium melalui foramen lacerum, mencapai otak dikiri kanan chiasma opticus. Dilokasi ini arteria itu mempercabangkan arteria cerebri anterior dan arteri cerebri media .Arteri cerebri anterior menuju lobus frontalis dimedial tractus olfactorius, lalu terdapat dipermukaan medial kedua hemisphere diatas corpus callosum menuju lobus parietalis. Di bagian pangkalnya, arteria cerebri anterior kiri kanan dihubungkan satu sama lain oleh arteria communicans anterior. Arteria cerebri media mengisi celah antara lobus frontalis dan lobus temporalis, sekitar sulcus lateralis, menuju lobus parietalis juga. Arteria cerebri posterior didekat tentorium cerebelli menuju lobus accipitalis. Arteria cerebri posterior dihubungan dengan arteria carotis interna melalui arteria communicans posterior.Selain itu, terlihat juga bahwa sebenarnya pembuluh darah yang mengurus otak, kecuali arteria cerebri media, saling berhubungan satu sama lain . arteria carotis interna, arteria cerebri anterior, dan arteria cerebri posterior bersama arteria communicans anterior serta arteria communicans posterior membentuk sirkuit yang dinamakan circulus arteriosus cerebri (willisi). Sebagai akibatnya, sumbatan yang terjadi pada salah satu pembuluh darah itu dapat diatasi oleh aliran darah dari arteri yang lain.

Gambar 2 Peredaran darah diotak

2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI1Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries)1.Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak1.Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak1.Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum1.Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci (viridians,pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram positif,Bacteroidesspp,Fusobacteriumspp,Prevotellaspp,Actinomycesspp, danClostridiumspp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteusspp,Pseudomonas aeruginosa,Citrobacter diversus, danHaemophilusspp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi1.

.

2.5 HISTOPATOLOGI2.6 PATOFISIOLOGIAbses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.2,7Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1)Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efekmassakarena pembesaran abses8,10.2)Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatanacellular debrisdan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar8,103)Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat8,10.4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut:Bentuk pusat nekrosis diisi olehacellular debrisdan sel-sel radang.Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.Kapsul kolagen yangtebal.Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.7Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.2,7

Respon Imunologik pada Abses Otak.9Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.Adapenjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

2.7 MANIFESTASI KLINIKSakit kepala merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada abses serebri. Trias klasik dari abses serebri berupa sakit kepala, demam dan defisit neurologi fokal ditemukan pada kurang dari 50% penderita. Edema yang berada disekitar jaringan otak dapat meningkat tekanan intrakranial dengan cepat sehingga memperberat sakit kepala, mual dan muntah merupakan gejala awalnya.Sakit kepala yang memberat dengan tiba-tiba dengan kaku kuduk menunjukkan terjadinya ruptus abses otak ke ruang ventrikel. Kejang baik fokal maupun umum sering dijumpai.(2,3,4,5)Gejala fokal seperti gangguan mental dan hemiparesis tampak pada 50% penderita abses tergantung dari lokasinya. Pada abses serebellar gejala yang muncul adalah nistagmus, ataksia dan intention tremor. Pada pemeriksaan neurologis bisa dijumpai papil edema dan tanda neurologi fokal tergantung dari lokasi abses. Pasien dengan abses serebri multipel lebih cepat terjadi peningkatan intrakranial dengan sakit kepala, drowsinnes dengan cepat menjadi stupor.2.8 DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.2,7Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.2Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnomal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah.5,6. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.Kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.6Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.6Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatuserebritis dengan abses.Magnetic Resonance Imagingsaat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebihcepat juga lebih akurat. Pemeriksaan MRI paling sensitif untuk abses. Menunjukkan adanya hypointense pada area nekrosis (abses) dikelilingi sinyal hyperintense (edema) pada T2-weighted atau fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) images9.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber: http://emedicine.medscape.com)Gambaran CT-scan pada abses : Early cerebritis(hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema. Late cerebritis(hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central inflamasi. Early capsule stage(hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi.Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement. Late capsule stage(hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)Pemeriksaan CTscan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri.Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.3,6Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring.Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi darimassaputih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya berkembang di medial.Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasanmassaputih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.3,6

2.9 DIAGNOSIS BANDING

2.10 PENATALAKSANAAN

A. Terapi Konservatif Sebelum abses terbentuk kapsul dan terlokalisasi, pengobatan konservatif bermanfaat pada penderita abses 2. Pengobatan segera dengan antibiotika intravena pada saat infeksi masih stadium serebritis dapat menyebabkan terjadi resolusi total tanpa perlu tindakan intervensi.2 1. Antibiotika Abses dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 cm secara umum respon dengan terapi antimikrobial, sementara abses dengan ukuran lebih dari 2,5 cm tidak memberikan respon terhadap terapi tersebut.2 Pasien dengan gejala kurang dari 1 minggu memiliki respon yang baik terhadap terapi medis dibandingkan dengan gejala menetap lebih dari 1 minggu.2 Sebagai terapi empiris awal untuk abses serebri :3,11 - Penicillin G 10-20 juta unit/hari/iv ditambah - Chloramphenicol 3 gr/hari/iv diberikan setiap 8 jam, ditambah - Metronidazole 2 gr/hari/iv, diberikan setiap 6 jam

Terapi antimikrobial pada abses serebri biasanya lama (6-8 minggu) dikarenakan dibutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan jaringan otak dan ruang abses yang tertutup. Perjalanan awal melalui rute intravena, sering diikuti dengan tambahan 2-6 bulan pemberian oral.1 Jika abses serebri berasal dari prosedur operasi :3 - Vancomycin 1 gr/12 jam/iv Computed Tomography Scanning dan MRI menunjukkan pengurangan dari ukuran lesi, pengurangan edema, serta berkurangnya enhancement ring. Perbaikan pada CT Scan secara umum dan dapat dilihat dalam 1-4 minggu (rata-rata 2.5 minggu) dan resolusi yang komplit dalam 1-11 bulan (rata-rata 3.5 bulan).1

Tabel.6 Pemberian Antibiotika pada Abses Serebri

Anti Edema Serebri Penggunaan dari kortikosteroid ini masih kontroversial. Dimana steroid dapat memperlambat proses encapsulation, meningkatkan nekrosis, mengurangi penetrasi antibiotika ke tempat abses, meningkatkan resiko rupture ventrikel 1. Penggunaan jangka panjang dari kortikosteroid tidak dianjurkan, dikarenakan steroid dapat mengganggu pembentukan jaringan granulasi 4 . Sehingga bila untuk mengurangi edema serebri, terapi harus dalam durasi yang singkat, dosis yang tepat dan waktu yang tepat.1

Pemberian kortikosteroid untuk dewasa, dosis awal : 10-12 mg IV dan dosis lanjutan 4 mg IV/6 jam. Sedangkan untuk anak-anak, dosis awal : 1-2 mg/kg/dosis IV dan dosis lanjutan 1-1,5 mg/kg/ IV.1 3. Anti Konvulsan

Antikonvulsan yang digunakan seperi diphenylhidantoin atau karbamazepin untuk profilaksis ataupun untuk mencegah berulangnya kejang. Umumnya, obat ini diberikan sampai 3 bulan setelah operasi abses.4 B. Terapi Operatif Indikasi dilakukan operasi pada abses serebri, yaitu :1 Penekanan pada otak dan gejala bertambah buruk Ukuran dari abses serebri tidak berkurang dengan terapi konservatif

Penanganan dengan terapi operatif berupa : stereotactic-guided aspiration dan eksisi 1. Aspirasi menyebabkan sedikit kerusakan dari jaringan otak dibandingkan dengan eksisi, CT (atau MRI) guided aspirasi streotaksik melalui burr hole dipertimbangkan menjadi pilihan 6. Beberapa keuntungan dari aspirasi streotaktik yaitu :16 Dapat dilakukan secara cepat dan aman melalui single burr hole dengan pasien dalam anestesi lokal Aspirasi dari abses memungkinkan konfirmasi patologis dari diagnosis, dimana sangat membantu dalam membedakannya dengan tumor Prosedur dasar dari sterotaksik dengan tindakan invasif yang minimal Kultur bakteri dari sampel diambil secara langsung dari abses yang diaspirasi Aspirasi tambahan dapat memberikan keuntungan dan secara mudah dapat dilakukan prosedur streotaksik berulang dengan anestesi lokal

Tindakan eksisi abses dilakukan pada sejumlah keadaan seperti: 1,12 Multiloculated abses Abses yang meluas dengan pemberian antibiotika Herniasi Lesi unencapsulated akibat infeksi jamur dan helminthes Infeksi yang diakibatkan trauma kepala (untuk mengeluarkan benda asing) Penurunan kesadaran Tidak ada perbaikan dalam 7 hari, dan atau terjadi progresifitas dari perkembangan abses

2.11 KOMPLIKASI2.12 PROGNOSIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf RSUP H Adam Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember 2005.2. Brook I. Brain Abcess. 2008. Available From : http://reference.medscape.com/article/212946-treatment3. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7 thedition. New York : McGraw-Hill ; 20004. Bernardini GL. Focal Infections. In : Rowland LP, editor. Merrits Neurology. 10 thedition. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins ; 2000. P.128-133 5. Thomas LE. Brain Abscess. 2008. Available from : http://www.emedicine.medscape.com/article/781021-overview 6. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2 nded. New York : Thieme ;2004 7. Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. 2004. Available from : http://www.jneuroinflammation.com-content/1/1/16 8. Nadalo LA. Brain, Abcess. 2007. Available From : http://emedicine.medscape.com/article/336829-overview9. Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007 10. W Fabiola, Zumelzu C, Staurou I, Castillo M, Eisenhuber E, Knosp E, Thurnher M. Diffusion-Weighted Imaging in the Assesment of Brain Abcess Therapy. AJNR Am JNeuroradiol 25 : 1310-131711. Hankey GJ, Wardlaw JM. Clinical Neurology. 1st12. Su CF, Loh TW, Chen YW, Chen SY, Wang LS. Advantages of Stereotactic Aspiration on Surgical Management of Pyrogenic Brain Abcess. Tsu Chi Med J 2004 ; 16 : 143-150