Case Contusio Cerebri

30
BAB I STATUS NEUROLOGI I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. TS Usia : 21 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMA Pekerjaan : Mahasiswa Agama : Islam Alamat : Jl. H Gani Pesanggrahan RT 7/ RT 8, Petukangan utara, Pesangrahan, Jakarta Selatan. Masuk RS : 21 Januari 2013 Pengambilan Data : 24 Januari 2013 II. ANAMNESIS Keluhan Utama Riwayat penurunan kesadaran selama 15 menit, 1 jam sebelum masuk rumahsakit Keluhan Tambahan Muntah dan nyeri kepala Riwayat Penyakit Sekarang 1

Transcript of Case Contusio Cerebri

Page 1: Case Contusio Cerebri

BAB I

STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. TS

Usia : 21 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. H Gani Pesanggrahan RT 7/ RT 8, Petukangan utara,

Pesangrahan, Jakarta Selatan.

Masuk RS : 21 Januari 2013

Pengambilan Data : 24 Januari 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Riwayat penurunan kesadaran selama 15 menit, 1 jam sebelum masuk rumahsakit

Keluhan Tambahan

Muntah dan nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien diantar ke RSUP Fatmawati dibawa oleh temannya dengan riwayat

penurunan kesadaran selama 15 menit sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

Menurut teman yang mengantar, pasien sedang mengendarai motor bersama temannya

dengan kecepatan kurang lebih 50km/jam, kemudian saat sedang melaju tiba-tiba

sebuah mobil menyebrang, dan terjadi tabrakan. Teman pasien tidak ingat bagaimana

mekanisme jatuh. Setelah tertabrak teman pasien masih sadar dan hanya mengalami

lecet-lecet saja, tetapi pasien pingsan kurang lebih 15 menit. Karena itu pasien

kemudian dibawa ke RSF. Saat di perjalanan pasien mulai sadar namun tampak

1

Page 2: Case Contusio Cerebri

kebingungan dan menanyakan apa yang terjadi kepada temannya. Pasien juga tidak

ingat mekanisme jatuh. Saat kejadian pasien menggunakan helm setengah muka, saat

tabrakan helm korban tidak pecah. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala. Sakit

kepala tersebut terasa memberat seperti ada yang menekan kepalanya. Pasien juga

tiba-tiba muntah tanpa disertai rasa mual terlebih dahulu. Bicara tidak nyambung atau

kacau, darah keluar dari telinga ataupun hidung disangkal. Keluhan kelemahan pada 1

sisi tubuh, kesemutan pada 1 sisi tubuh, pendangan double, demam, dan kejang

disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat tekanan darah

tinggi (-), kolesterol (-), kencing manis (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-),

kejang (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol (-),kencing manis (-),penyakit jantung (-),

asma (-), alergi (-), kejang (-).

Riwayat Sosial

Riwayat merokok (+) 4 batang perhari, minum alkohol (-), penggunaan obat-obatan

terlarang (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 24 Januari 2013 )

a. Status generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : E4M6V5 = 15

Sikap : Berbaring

Koperasi : kooperatif

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84x/mnt

Suhu : 36,7 0C

Pernafasan : 24x/mnt

2

Page 3: Case Contusio Cerebri

b. Keadaan Lokal

Kepala : Cephal hematom pada temporal dextra

Mata : Sclera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-, hematom periorbita -/-

Hidung : Perdarahan aktif -/-, clotting -/-

Telinga : Perdarahan aktif -/-, clotting -/-

Leher : Tidak terdapat jejas, KGB tidak teraba membesar

: Pulsasi Aa. Carotis Teraba pulsasi kanan & kiri equal, regular, isi

cukup

Thorax : Jejas (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : ICS III linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS V garis midklavikularis sinistra

Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.

Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Ekstremitas

Akral hangat : + +

+ +

Edema : - -

- -

Pembuluh Darah Perifer : Capillary Refill Time < 2 detik

Trauma Stigmata : Vulnus eksoriasi di ke empat ekstemitas

Columna Vertebralis : letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

3

Page 4: Case Contusio Cerebri

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri

Kaku Kuduk (-)

Laseque > 70° > 70°

Kernig > 135° > 135°

Brudzinski I (-) (-)

Brudzinski II (-) (-)

Saraf-saraf Kranialis Kanan Kiri

N. I ( N. Olfactorius ) Normosmia Normosmia

N. II ( N. Optikus )

Acies Visus

Visus Campus

Melihat Warna

Funduskopi

Baik

Baik

Baik

tidak dilakukan

karena keterbatasan alat

Baik

Baik

Baik

tidak dilakukan

karena keterbatasan alat

N. III ( N. Okulomotorius ), N. IV ( N. Trokhlearis ), N. VI ( N. Abdusen )

Kedudukan Bola Mata

Pergerakan Bola Mata

Ke Nasal

Ke Temporal

Ke Nasal Atas

Ke Temporal Atas

Ke Temporal Bawah

Eksopthalmus

Nistagmus

Pupil

Bentuk

Refleks Cahaya Langsung

Refleks Cahaya Konsensual

Akomodasi

Konvergensi

Orthoposisi

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

(-)

(-)

Isokhor

Bulat, Ø 3mm

(+)

(+)

Baik

Baik

Orthoposisi

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

(-)

(-)

Isokhor

Bulat, Ø 3mm

(+)

(+)

Baik

Baik

4

Page 5: Case Contusio Cerebri

N. V ( N. Trigeminus )

Cabang Motorik

Cabang Sesorik

Optahalmik

Maxilla

Mandibularis

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

N. VII ( N. Fasialis ) Kanan Kiri

Motorik Orbitofrontal

Motorik Orbicularis

Pengecap Lidah

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

N. VIII ( N. Vestibulo- kokhlearis)

Vestibular

Vertigo

Nistagmus

Cochlear

Tuli Konduktif

Tuli Perspeptif

Test berbisik

(-)

(-) (-)

(-)

(-)

Baik

N. IX ( N. Glosofaringeus ) , N. X ( N. Vagus )

Motorik

Sensorik

Baik

Baik

Baik

Baik

N. XI ( N. Aksesorius )

Mengangkat bahu

Menoleh

Baik

Baik

Baik

Baik

N. XII ( N. Hipoglosus )

Pergerakan Lidah

Atrofi

Fasikulasi

Tremor

Simetris

(-)

(-)

(-)

5

Page 6: Case Contusio Cerebri

Sistem Motorik

Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5 5 5 5 5 5 5 5

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 5 5 5 5

Gerakan Involunter

Tremor : (-)

Chorea : (-)

Mioklonik : (-)

Sistem Sensorik

Proprioseptif : baik/baik

Eksteroseptif : baik/baik

Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

Ataxia : Baik

Tes Rhomberg : Baik

Disdiadokinesia : Baik

Jari-Jari : Baik/Baik

Jari-Hidung : Baik/Baik

Tumit-Lutut : Baik/Baik

Rebound Pheomenon : (-)

Hipotoni : (-)

Fungsi Luhur

Astereognosia : (-)

Apraksia : (-)

Afasia : (-)

Fungsi Otonom

Miksi : Inkontinensia urin (-)

Defekasi : Inkontinensia alvi (-)

Sekresi Keringat : Baik

6

Page 7: Case Contusio Cerebri

Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi : (-)

Demensi : (-)

Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri

Bisep

Trisep

Radius

Dinding Perut

Patella

Achilles

Cremaster

(++)

(++)

(++)

(+)

(++)

(++)

(++)

(++)

(++)

(++)

(+)

(++)

(++)

(++)

Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri

Hoffman Tromner

Babinsky

Chaddock

Gordon

Gonda

Schaeffer

Klonus Lutut

Klonus Tumit

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tanggal 21 Januari 2013)

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

HEMATOLOGI

Hb 13.2–17.3 g/dl 15,1 g/dl

Ht 33-45 % 39%

Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 12,9 ribu/ul

Trombosit 150-440 ribu/ul 315 ribu/ul

7

Page 8: Case Contusio Cerebri

Eritrosit 4.40-5.90 juta/uL 4,59 juta/uL

FUNGSI HATI

SGOT 0-34 mg/dl 30 mg/dl

SGPT 0-40 mg/dl 35 mg/dl

FUNGSI GINJAL

Ureum 20-40 mg/dl 21 mg/dl

Kreatinin 0,6-1,5 mg/dl 0.6 mg/dl

GLUKOSA

GDS 70-140 mg/dl 91 mg/dl

ELEKTROLIT

Natrium 135 – 147 mmol/l 139 mmol/l

Kalium 3,10 – 5,10 mmol/l 4,02 mmol/l

Klorida 95 – 108 mmol/l 98 mmol/l

I. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK ( 21 Januari 2013 )

Rontgen Thorax Posterior-Anterior

Thoraks simetris kanan dan kiri

Dinding thoraks tidak ada massa

Tulang klavikula, costae, stenum tampak tidak ada diskontinuitas

Sela iga dalam batas normal dan simetris

Jantung -CTR <50%

-elongasi aorta tidak ada

Paru -tidak ada infiltrat, kalsifikasi, maupun massa.

-corakan bronkovaskular tidak meningkat

Diafragma bentuk kubah kanan dan kiri

Sinus costo phrenicus lancip kanan dan kiri

Kesan: Tidak ada fraktur tulang. Jantung dalam dan paru dalam batas normal.

CT scan Kepala

8

Page 9: Case Contusio Cerebri

Kesan:

Subdural hematom temporal dextra

Edema cerebri

Cefal hematom

VI. RESUME

Pasien diantar ke RSUP Fatmawati dibawa oleh temannya dengan riwayat

penurunan kesadaran selama 15 menit sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

Menurut teman yang mengantar, pasien sedang mengendarai motor bersama

temannya dengan kecepatan kurang lebih 50km/jam, kemudian saat sedang melaju

tiba-tiba sebuah mobil menyebrang, dan terjadi tabrakan. Teman pasien tidak ingat

bagaimana mekanisme jatuh. Setelah tertabrak teman pasien masih sadar dan hanya

mengalami lecet-lecet saja, tetapi pasien pingsan kurang lebih 15 menit. Karena itu

pasien kemudian dibawa ke RSF. Saat di perjalanan pasien mulai sadar namun

tampak kebingungan dan menanyakan apa yang terjadi kepada temannya. Pasien juga

tidak ingat mekanisme jatuh. Saat kejadian pasien menggunakan helm setengah muka,

saat tabrakan helm korban tidak pecah. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala. Sakit

kepala tersebut terasa memberat seperti ada yang menekan kepalanya. Pasien juga

tiba-tiba muntah tanpa disertai rasa mual terlebih dahulu.

9

Page 10: Case Contusio Cerebri

Pemeriksaan Fisik

Trauma Stigmata : Vulnus eksoriasi di ke empat ekstemitas

CT- Scan

Kesan : Subdural hematom temporal dextra

: Edema cerebri

: Cefal hematom

VII. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : Riwayat penurunan kesadaran, cefalgia, Vomitus

Diagnosis Etiologi : Contusio Cerebri

Diagnosis Topis : Regio temporal, lobus temporal dextra

VIII. PENATALAKSANAAN

Non-Medika Mentosa

1. Elevasi kepala 30°

2. O2 3 L/menit

Medika Mentosa

1. Manitol 4 x 125 cc 4x100cc à 4x75cc à 4x50 cc

2. Citicholin 1000 mg /12 jam (Drip)

3. Ketorolac 2 x 1 amp

4. IVFD RL 0,9% 500 cc/12 jam

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fungtionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: Case Contusio Cerebri

TRAUMA KAPITIS

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang

terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma

(sekunder). Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi

meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa

terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering

disebabkan oleh kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi

alkohol yang berlebihan.

11

Page 12: Case Contusio Cerebri

Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi

primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak,

saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang

tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun

perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma

pada arteria meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek

atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut

dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat

menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).

Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,

deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan

isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan

lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian-

bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi

deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat

tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi

kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi

(penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas

jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.

Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat

yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari

sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis

pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif

hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi

tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat

benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar

jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah

lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.

12

Page 13: Case Contusio Cerebri

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga

menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung

menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.

Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan

countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya

perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan

menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum,

gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan

ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di

batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada

batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di

dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang

ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis

menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah

frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak

yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot

mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini

menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari

akibat dari edema otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya

negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada

cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga

13

Page 14: Case Contusio Cerebri

terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah

beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena

penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai

perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma

kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan

salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,

mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan

gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan

terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul

kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Tipe trauma kepala:

1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal

sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba

eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas

os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan

trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis

tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar.

Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

2. Trauma kepala tertutup

a. Komusio serebri ( Gegar otak )

14

Page 15: Case Contusio Cerebri

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari

10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan

linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah

terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.

Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan

struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,

tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang

abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa

jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,

menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-

gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang

lebih dari beberapa minggu.

Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.

Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih

merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi

setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah

penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan

terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu

dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius

yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya

cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah,

sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat

kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang

mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak.

Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan

asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari

pertama.

15

Page 16: Case Contusio Cerebri

b. Kontusio serebri (Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya

pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai

adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi

edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain

barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya.

Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan

interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya

edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada

pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan

hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya

auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga

memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih

lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan

herniasi otak.

Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi

pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala

berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio

yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan

otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak

yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati

dengan kebingungan atau bahkan koma.

16

Page 17: Case Contusio Cerebri

c. Perdarahan intrakranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang

tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan

karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma

subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak

(hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT

scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan

gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering

terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala

setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak,

menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.

Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak

mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran

sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan

pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi

kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

o Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara

meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal ini terjadi

karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri

memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit

kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam

kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian

muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.

Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan,

pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada

CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat

lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga

dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

o Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.

Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa

17

Page 18: Case Contusio Cerebri

saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma

subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia

lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera

tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil

pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena

tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil

pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,

yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui

pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

1). Sakit kepala yang menetap

2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3). Linglung

4). Perubahan ingatan

5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

  EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL HEMATOM

Robek Robeknya A. Meningia media Robeknya “Bridging vein”

Gejala klinik

Interval lucid, hemiparese/plegia yang terjadi kemudian, pupil anisokor, serangan kejang fokal, TIK meningkat, refleks babinski yang terjadi kemudian.

Sefalgia kronik progresif, penurunan kesadaran yang semakin memburuk hemiparesis, hemihipestesia, epilepsi fokal, papil edema, Hiperrefleks, Babinski +, TIK meningkat

Letak lesi Letaknya diantara os. Kranii-duramater

Letaknya antara arachnoid-duramater.

Gambaran Ct-Scan

Hiperdens Biconveks Hiperdens Lesi bulan sabit.

18

Page 19: Case Contusio Cerebri

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya

cedera otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai menjadi :

1. minimal = simple head injury

- GCS = 15 (normal)

- Kesadaran baik

- Tidak ada amnesia

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

2. cedera kepala ringan

- GCS = 13 - 15

- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit

- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

3. cedera kepala sedang

- GCS = 9 – 12

- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam

- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis

- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam

- CT-Scan abnormal

4. cedera kepala berat

- GCS = 5 – 8

- Penurunan kesadaran > 6 jam

- Terdapat defisit neurologi

- Amnesia pasca cedera > 24 hari

- CT-Scan abnormal

Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis, sebagai berikut:

1. minimal

- tirah baring, kepala ditinggikan 300

19

Page 20: Case Contusio Cerebri

- istirahat dirumah

- kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan epidural

2. cedera otak ringan

- tirah baring, kepala ditinggikan 300

- observasi di rumah sakit selama 2 hari

- beri obat simptomatis

- antibiotik (dengan indikasi)

3. cedera otak sedang dan berat

- terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas darah

- terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK,

simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan indikasi)

- rehabilitasi

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami

penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya

kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area,

sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya

yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak

untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa

pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah

dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8

tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan

yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)

dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya

menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan

menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan

tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.

Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan

pulih kembali.

20

Page 21: Case Contusio Cerebri

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah

P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

2. Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com

3. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme

Medical Publisher, New York,1996, 22

21

Page 22: Case Contusio Cerebri

4. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition,

Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178

5. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah

Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

6. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis

Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

7. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis,

http://iwansain.wordpress.com/2007

22