BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

17
52 BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum Kabupaten Bener Meriah Kabupaten Bener Meriah lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh . Pada tanggal 18 Desember 2003 yang merupakan Pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah yang berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tengah 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur 4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tengah. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, Kabupaten Bener Meriah terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan yaitu Kecamatan Bukit sebagai kecamatan yang paling tua dengan ibu kota Redelong, yang saat ini ditabalkan menjadi ibukota Kabupaten Bener Meriah. Luas wilayah 1.454,09 KM², yang terdiri dari : 1. Kecamatan Bukit, luas 121.41 Km² 2. Kecamatan Bandar ,Luas 293,43 Km² 3. Kecamatan Timang Gajah, Luas 158,51 Km² 4. Kecamatan Siah Utama, Luas 560,00 Km² 5. Kecamatan Wih Pesam, Luas 48,14 Km² 6. Kecamatan Permata, Luas 132,59 Km² 7. Kecamatan Pintu Rime Gayo, Luas 140,01 Km²

Transcript of BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

Page 1: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

52

BAB III

SETTING LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran umum Kabupaten Bener Meriah

Kabupaten Bener Meriah lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh . Pada

tanggal 18 Desember 2003 yang merupakan Pemekaran dari Kabupaten Aceh

Tengah yang berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen

2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tengah

3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur

4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tengah.

Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, Kabupaten Bener Meriah

terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan yaitu Kecamatan Bukit sebagai kecamatan yang

paling tua dengan ibu kota Redelong, yang saat ini ditabalkan menjadi ibukota

Kabupaten Bener Meriah. Luas wilayah 1.454,09 KM², yang terdiri dari :

1. Kecamatan Bukit, luas 121.41 Km²

2. Kecamatan Bandar ,Luas 293,43 Km²

3. Kecamatan Timang Gajah, Luas 158,51 Km²

4. Kecamatan Siah Utama, Luas 560,00 Km²

5. Kecamatan Wih Pesam, Luas 48,14 Km²

6. Kecamatan Permata, Luas 132,59 Km²

7. Kecamatan Pintu Rime Gayo, Luas 140,01 Km²

Page 2: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

53

dengan Kecamatan Syiah Utama sebagai kecamatan yang terluas yaitu 560

KM² (38,51 %) dari luas wilayah dan Kecamatan Wih Pesam merupakan kecamatan

yang terkecil, dengan luas wilayah 48,14 KM² (3.31%). Kabupaten Bener Meriah

merupakan daerah yang sangat subur dan memiliki potensi untuk menjadi daerah

agroindustri dan agribisnis dengan mengembangkan berbagai komoditi pertanian,

seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, sayur mayur dan buah-buahan.

Keadaan ini didukung oleh iklim tropis dengan suhu udara bervariasi antara 32 –

20 0C dengan curah hujan setiap tahun berkisar 1.000 mm-2.500 mm yang berada

pada ketinggian 100 – 2600 m diatas permukaan laut. Disamping itu, Kabupaten

Bener Meriah juga memiliki potensi ekonomi lainnya yang menjanjikan, seperti

Pertambangan, Pariwisata, Kehutanan, Peternakan, Perikanan dan Sumber daya

Air, serta potensi budaya yang beragam seperti didong dan tradisi pacuan kuda yang

sangat digemari oleh masyarakat.

3.2 Komposisi Penggunaan Lahan di Kabupaten Bener Meriah

Luas Kabupaten Bener meriah mencapai 1.454.09 Km², dengan komposisi

penggunaan lahan adalah sbb :

1. Sawah : 21.234.00 Ha

2. Pekarangan/Bangunan : 3.172,80 Ha

3. Kebun/Ladang : 50.384,00 Ha

4. Hutan Lindung : 21.604,78 Ha

5. Hutan Produksi : 36.447,00 Ha

6. Lain-lain : 12.567,22 Ha

Page 3: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

54

3.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Bener Meriah

Tabel.3

jumlah penduduk di kabupaten Bener Meriah

No Nama

Kecamatan[2]

Laki-

Laki Perempuan

Jumlah

Penduduk

Luas

Wilayah

Kepadatan

Penduduk

1 Pintu Rime

Gayo 6.902 6.451 13.353

223,56

km²

59,73

jiwa/km²

2 Permata 9.440 8.830 18.270 159,66

km²

114,43

jiwa/km²

3 Syiah Utama 1.710 1.627 3.337 792,71

km²

4,21

jiwa/km²

4 Bandar 12.859 12.650 25.509 88,10

km²

289,55

jiwa/km²

5 Bukit 12.802 12.536 25.338 110,95

km²

228,37

jiwa/km²

6 Wih Pesam 11.951 11.427 23.378 66,28

km²

352,72

jiwa/km²

7 Timang Gajah 10.264 9.862 20.126 98,28

km²

204,78

jiwa/km²

8 Bener

Kelipah 2.379 2.285 4.664

19,75

km²

236,15

jiwa/km²

9 Mesidah 2.802 2.435 5.237 286,83

km²

18,25

jiwa/km²

10 Gajah Putih 4.849 4.555 9.404 73,57

km²

127,82

jiwa/km²

3.4 Deskripsi umum Kecamatan Bandar

Kecamatan Bandar merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Bener Meriah Provinsi Aceh, dengan luas Wilayah 88,10 km². Kecamatan Bandar

juga merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbesar di kabupaten Bener

Meriah yaitu sebesar 289,55% , dengan jumlah keseluruhan penduduk 25.509 jiwa,

yang terdiri dari 12.859 jiwa laki-laki dan 12650 jiwa perempuan dan terdiri dari

44 Desa di antaranya adalah :

Page 4: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

55

Tabel. 4

Daftar Desa di Kecamatan Bandar

No Desa Jumlah Dusun

1 Desa Bahgie Betona 4

2 Desa Bandar Jaya 4

3 Desa Batin Baru 3

4 Desa Bener Kelipah Selatan 5

5 Desa Bener Lukup II 4

6 Desa Beranun Teleden 3

7 Desa Bintang Musara 3

8 Desa Gele semayang 3

9 Desa Gunung Antara 5

10 Desa Gunung Musara 6

11 Desa Hakim Wih ilang 4

12 Desa Janarata 3

13 Desa Jongok Meluem 6

14 Desa Kala Nempan 7

15 Desa Kala Tenang 6

16 Desa Keramat Jaya 4

17 Desa Lewa Jadi 5

18 Desa Makmur Sentosa 6

19 Desa Mutiara 5

20 Desa Muyang Kute Mangku 5

21 Desa Nosar Baru 4

22 Desa Pakat Jeroh 4

23 Desa Paya Baning 3

24 Desa Paya Ringkel 4

25 Desa Petukal Blang Jurong 3

26 Desa Pondok Baru 3

27 Desa Pondok Gajah 3

28 Desa Pondok Ulung 4

29 Desa Puja Mulia 5

30 Desa Bukit Wih ilang 4

31 Desa Jadi Sepakat 4

32 Desa Purwosari 3

33 Desa Remang Ketike Jaya 6

34 Desa Selamat Rejo 4

35 Desa Selisih Nara 3

36 Desa Sidodadi 3

Page 5: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

56

37 Desa Simpang Utama 3

38 Desa Suku Bener 3

39 Desa Suku Wih ilang 3

40 Desa Tanjung Pura 3

41 Desa Tansaran Bidin 4

42 Desa Tawar Sedenge 5

43 Desa Wonosari 3

44 Desa Blang Pulo 3

kecamatan Bandar merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbesar di

kabupaten Bener Meriah yaitu dengan jumlah sebesar 289,55% , dengan jumlah

penduduk 25.509 jiwa, yang terdiri dari 12.859 jiwa laki-laki dan 12650 jiwa

perempuan.

3.4.1 Sarana Peribadatan di Kecamatan Bandar

Sarana ibadah pada masyarakat di kecamatan Bandar adalah masjid dan

Meunasah yang biasanya disebut dengan Mushola, Kecamatan bandar memiliki 21

masjid yang digunakan untuk segala kegiatan ibadah dan keagamaan, untuk semua

status keberadaan masjid itu adalah hasil dari wakaf.

Tabel.5

Daftar Masjid/Sarana Peribadatan di Kecamatan Bandar

NO Nama Masjid Tahun

Berdiri Alamat Status

1 Masjid

Al-Falah 1980 Puja Mulia Wakaf

2 Masjid

Ruhul Islam 1975

Bener Kelipah

Utara Wakaf

3 Masjid

An-Nur 2010 Keramat Jaya Wakaf

4 Masjid

Nurul Yakin 1978 Gajah Putih Wakaf

5 Masjid

Al-Mukmin 2012 Batin Bandar Jaya Wakaf

Page 6: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

57

3.5 Deskripsi Umum Desa Sidodadi

3.5.1 Letak Geografis

Desa sidodadi adalah salah satu desa yang berada di dataran tinggi gayo

Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, dengan luas wilayah 1200 km² dan

ketinggian 1300 mdpl ,Terletak 1,5 km dari ibu kota Kecamatan Bandar, 15 km d

dari ibu kota Kabupaten Bener Meriah dan 201 km dari ibu kota Provinsi Aceh.

6 Masjid

Nurul Jannah 2010 Bahgie Bertona Wakaf

7 Masjid

Miftahul Jannah 1999 Pakat Jeroh Wakaf

8 Masjid

Al-Munawarah 1989 Mangku Wakaf

9 Masjid

Al-Mubarak 1987 Baten Baru Wakaf

10 Masjid

Abdul Rauf 1984 Belang Jorong Wakaf

11 Masjid

Al-Hidayah 2001 Lewa Jadi Wakaf

12 Masjid

An-Nur 2010 Bukit wih Ilang Wakaf

13 Masjid

Baitul Rahman 1989 Pondok keramat Wakaf

14 Masjid

Babul Jannah 2005 Sidodadi Wakaf

15 Masjid

Darur Makmur 1983 Selamt Rejo Wakaf

16 Masjid

Baitul Makmur 1996 Blang Pulo Wakaf

17 Masjid

Baitul Haq 1994 Hakim Wih Ilang Wakaf

18 Masjid

Nurul Yaqin 1996 Suku Wih Ilang Wakaf

19 Masjid

Al-Muttaqin 1970 Pondok Gajah Wakaf

20 Masjid

Ar-Rahman 1990 Wonosari Wakaf

21 Masjid

Al-Huda 1980 Lewa Jadi Wakaf

Page 7: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

58

Desa ini berdampingan dengan desa-desa lain yang berada pada kecamatan Bandar.

Tepatnya terletak pada tepi jalan lintas di antara Kecamatan Bandar menuju

Kecamatan bukit, Kecamatan wih pesam dan Kecamatan Pintu rime gayo.

Letak desa sidodadi memanjang dari timur kebarat dengan batas-batas

wilayah yaitu :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Jadi Sepakat

2. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Belang Jorong

3. Sebelah Utara berbatasan dengan desa kalampan

4. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Tanjung Pura

Letak dan bentuk desa sidodadi tidak jauh berbeda dengan desa-desa

tetangga yang berbatasan dengan desa sidodadi, terutama untuk desa jadi sepakat,

kesamaan letak dan bentuk sangat jelas terlihat dimana bila kita mengunjungi desa

jadi sepakat ataupun desa sidodadi ini dengan sekali lintas saja kita sudah bisa

melihat seluruh bagian desa. Karena hampir keseluruhan bangunan rumah terletak

di sepanjang jalan desa sampai dengan di perbatasan sebelah barat.

3.5.2 Sejarah Desa Sidodadi

Wilayah Desa Sidodadi pada asal mulanya merupakan hutan belantara yang

berada diwilayah kecamatan Bandar. Seirining berjalannya waktu pada daerah ini

dijadikan sebagai pemukiman warga karena masih banyak lahan kosong yang

dimanfaatkan untuk perkebunan kopi sebagai sumber mata pencaharian masyarakat

Aceh kemudian pada tahun 1937 daerah wilayah ini diresmikan menjadi sebuah

desa yang di beri nama desa sidodadi, sebuah nama pemberian dari Almarhum

Page 8: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

59

Bapak Kromo Wijoyo, karena beliau adalah

orang pertama yang bertransmigrasi ke wilayah ini sehingga beliau diberi

keistimewaan oleh masyarakat setempat untuk memberikan nama Desa tersebut.

Seiring dengan berjalannya waktu, Desa Sidodadi terus mengalami perkembangan

dengan pesat hal itu ditandai dengan banyaknya penduduk Aceh berdatangan untuk

ikut membuka lahan pertanian dan membangun tempat tinggal,

Dari mulai sejak berdirinya Desa sidodadi yaitu tahun 1937 sampai saat ini telah

dipimpin oleh 9 orang Kepala Desa. Berturut Jabatan Kepala Desa Di Desa

Sidodadi adalah tercantum dalam table sebagai berikut :

Tabel. 6

Urutan Jabatan Kepala Desa Sidodadi

No Kepala Desa/ Keucik Tahun Pemerintahan

1 Hasanudin 1937-1942

2 Abubakar 1942-1947

3 Teuku Albahrudin 1947-1952

4 M.Hasan 1952-1957

5 Hasballah 1957-1962

6 Sabri Aramiko 1962-1967

7 Subhan Bakri 1967-1972

8 Firdaus 1972-1977

9 Radensyah 1977-1982

10 Ikhsan Mulia 1982-1987

11 Ikhwandi Yusuf 1987-1992

12 Heri syahudin 1992-1997

13 Khairullah 1997-2002

14 Hasbi 2002-2007

15 Gimun 2007-2012

16 Gimun 2012-2017

Page 9: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

60

3.5.3 Jumlah Penduduk Masyarakat Desa Sidodadi

Hingga Bulan Maret 2017, jumlah penduduk di Desa Sidodadi adalah 515

Jiwa, yang terdiri dari 170 Kepala Keluarga dengan klasifikasi sebagai berikut :

a. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tabel.7

Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin

NO Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah

1 WNI Pribumi 259 256 515

2 WNI. KA - - -

3 WNA - - -

Jumlah 259 256 515

Melalui tabel diatas dapat diambil suatu fakta bahwa, 100% warga Desa

Sidodadi adalah mayoritas Warga Indoenesia Asli yaitu sejumlah 515 jiwa. Warga

Negara Keturunan Asing dan Warga Negara Asing dipastikan tidak ada.

b. Jumlah Penduduk Menurut Agama

Tabel.8

Jumlah Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 515

2 Kristen -

3 Hindu -

4 Budha -

4 Katolik -

Jumlah 515

Dari data diatas, dapat diambil suatu kenyataan bahwa agama yang dianut

oleh masyarakat Desa Sidodadi adalah 100% agama Islam yaitu sebanyak 515

Page 10: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

61

jiwa. Sementara untuk agama Kristen, Hindu, Budha dan Katolik dipastikan tidak

ada.

c. Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Umur

Tabel. 9

Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Umur

NO UMUR JUMLAH

1 0-12 Bulan 58

2 1-5 Tahun 63

3 6-16 Tahun 75

4 17-24 Tahun 39

5 25-30 Tahun 54

6 31-40 Tahun 91

7 >40 Tahun 135

Jumlah 515 Jiwa

Dengan memperhatikan tabel diatas dapat dipahami bahwa, kelompok umur

diatas 41 tahun merupakan kelompok umur yang sangat dominan di Desa Sidodaadi

dengan jumlah 135 jiwa. Kemudian diikuti oleh kelompok umur 31-40 tahun

sebagai kelompok umur yang juga dominan di Desa Sidodadi dengan Jumlah 91

Jiwa, sementara dengan jumlah yang paling sedikit berada pada kelompok umur

17-24 Tahun

3.5.4 Sosial Budaya Masyarakat Desa Sidodadi

a. Suku dan Bahasa

Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat desa sidodadi adalah

bahasa gayo, gayo adalah subuah nama salah satu suku yang ada di Aceh. Bahasa

gayo sendiri memiliki dua jenis bahasa yaitu bahasa halus dan kasar , karena

kemajuan zaman dan perubahan yang silih berganti saat ini masyarakat desa

sidodadi cenderung memakai bahasa gayo kasar. Dalam tutur berkeluarga di dalam

Page 11: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

62

suku gayo panggilan ayah di sebut dengan ama, panggilan ibu disebut dengan ine,

panggilan kakak disebut dengan aka, dan panggilan adik disebut dengan engi,

Dalam bahasa gayo, suku gayo juga mengenal tingkat kesopanan dalam

berbicara dan di tunjukan dengan istilah “tutur” (cara memanggil orang) dengan

panggilan yang sopan dan berbeda, hal tersebut menunjukan tata krama, sopan

santun, rasa hormat dan penghargaan untuk orang yang lebih tua misalnya

pemakaian panggilan ko dan kam, yang kedua kata tersebut memiliki arti yang sama

yaitu “anda” biasanya panggilan ko digunakan orang tua kepada orang yang lebih

muda dan panggilan kam digunakan orang yang lebih muda kepada orang tua.

a. Seni dan budaya pada masyarakat Gayo

Suatu unsur yang tidak pernah hilang dikalangan masyarakat gayo

adalah kesenian yang tidak pernah mengalami kemunduran bahkan

cenderung berkembang. Budaya gayo memang sudah ada dari zaman nenek

moyang saat raja linge ada budaya itu mengalami turun menurun sampai

dengan sekarang dan menjadi ciri khas sendiri dari masyarakat suku gayo.

selain untuk hiburan bentuk-bentuk kesenian mempunyai fungsi

ritual pendidikan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan

keseimbangan dan struktur sosil masyarakat. Bentuk kesenian yang paling

terkenal antara lain adalah tari saman dan seni bertutur yang disebut didong

namun masih banyak kesenian lainnya seperti :

1. Didong niet

2. Tuak kukur

3. Melengkah

4. Dabus

Page 12: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

63

5. Tari bines

6. Tari guel

7. Tari munalo

8. Tari sining

9. Tari turun ku aih aunen

10. Tari resam berume

Dalam masyarakat gayo juga ada budaya yang dinamakan sumang,

maksudnya adalah cara orang dalam bermasyarakat yang dilarang atau

interaksi sosial antara orang yang lebih tua dengan orang yang lebih muda

yaitu :

a. Sumang percerakan : tabu dalam cara berbicara.

b. Sumang penengonen : tabu dalam cara melihat.

c. Sumang pelangkahen : tabu dalam cara berjalan.

d. Sumang pekunulen : tabu dalam cara duduk

3.5.5 Sistem Pemerintahan Desa Sidodadi

Masyarakat desa sidodadi hidup dalam komuniti kecil yang di sebut dengan

kampung, setiap kampung dikepalai oleh seorang gecik (reje kampung), kemudian

di bawahi oleh sekretaris dan kepala dusun. Ada beberapa unsur yang membedakan

sistem pemerintahan desa di kabupaten bener meriah dengan sistem pemerintahan

nasional yaitu pada pemerintahan desa di kabupaten bener meriah tidak mengenal

adanya sistem RT/RW yang ada hanya satu bagian saja yang disebut sebagai

“dusun” yang dipimpin oleh kepala dusun. Untuk desa sidoadi memiliki 3(tiga)

dusun yaitu : dusun rahayu, dusun sidorukun dan dusun sidoluhur.

Struktur Pemerintahan Desa sidodadi

Page 13: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

64

.

3.5.6 Sistem Kehidupan Masyarakat Aceh Sebagai Masyarakat Adat

BADAN PEMERIKSA

KEUANGAN

ISWADI

KEPALA DUSUN

SIDORUKUN

AHMADI

KAUR KESAHTERAAN MASYARAKAT

TENGKU KARNO

SEKRETARIS

MULIA SASTRA

KAUR PEMERINTAHAN

NAZARUDDIN

KEPALA DESA/

GECIK

GIMUN

KEPALA DUSUN

SIDOLUHUR

YATIMIN

KEPALA DUSUN

RAHAYU

LEGIMAN

Page 14: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

65

Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia yang sangat menjunjung tinggi

adat istiadat dalam masyarakatnya. Hal ini terlihat dengan masih berfungsinya

institusi-institusi adat di tingkat gampong atau mukim. Meskipun Undang-undang

no 5 tahun 1975 berusaha menghilangkan fungsi mukim, keberadaan Imum Mukim

di Aceh masih tetap diakui dan berjalan. Hukum adat di Aceh tetap masih

memegang peranan dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat Aceh yang

sangat senang menyebut dirinya dengan Ureueng Aceh, terdapat institusi-institusi

adat di tingkat gampong dan mukim, Institusi ini juga merupakan lembaga

pemerintahan. Jadi, setiap kejadian dalam kehidupan bermasyarakat, Ureueng Aceh

selalu menyelesaikan masalah tersebut secara adat yang berlaku dalam

masyarakatnya. Pengelolaan sumber daya alam pun di atur oleh lembaga adat yang

sudah terbentuk.1

Lembaga-lembaga adat dimaksud seperti Panglima Uteun, Panglima Laot,

Keujruen Blang, Haria Pekan, Petua Sineubok. Semua lembaga ini berperan di

posnya masing-masing sehingga pengelolaan sumberdaya alam di gampong

terpelihara. Misalnya Panglima Laot yang bertugas mengelola segala hal berkaitan

dengan laut dan hasilnya. Tentunya semua hal berkaitan dengan laut diatur oleh

lembaga tersebut. Begitu pun dengan lembaga lainnya

Salah satu contoh kokohnya masyarakat dengan peranan lembaga adat

seperti terlihat di Gampong Baro. Kampung yang dulunya berada di pinggir pantai,

namun seiring berjalannya waktu, tsunami telah menelan kampung mereka. Berkat

kepercayaan masyarakat kepada pemangku-pemangku adat di gampongnya,

1 . http://knowledgeisfreee.blogspot.co.id/2015/10/makalah-sistem-kehidupan-

masyarakat.html diakses pada tanggal 24 april 2017 pukul 09:57 WIB

Page 15: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

66

masyarakat Gampong Baro sekarang sudah memiliki perkampungan yang baru,

yaitu di kaki bukit desa Durung, Aceh Besar. Tak pernah terjadi kericuhan dalam

masyarakatnya, sebab segala macam kejadian, sampai pada pembagian bantuan pun

masyarakat percaya penuh kepada lembaga adat yang sudah terbentuk. Nilai

musyawarah dalam masyarakat adat memegang peranan tertinggi dalam

pengambilan keputusan.

Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang di kenal dengan kekentalan

agamanya . Aceh juga di kenal dengan sebutan Serambi Mekkah yang sangat kaya

dengan mesjid-masjid yang megah. Bagi masyarakat Aceh agama sangat berperan

penting sebagai sarana pemersatu dan menjadi rujukan masyarakat ketika

kehilangan arah. Dengan demikian , agama memiliki daya konstruktif, regulatif dan

formatif dalam membangun tatanan hidup masyarakat Aceh.

Bagi orang Aceh agama itu telah di jadikan indikator yang mampu

membentuk satu kesatuan sosial yang kuat di dalam masyarakat, terutama bagi yang

berdomisili di desa-desa. Orang Aceh umumnya selalu patuh pada perintah-

perintah Allah dan Rasul-nya. Mereka meyakini bahwa ajaran Islam akan

menyejahterakan mereka di dunia dan di akhirat kelak.

Lantas kedudukan mesjid dan meunasah dalam sistem sosial masyarakat

Aceh adalah sebagai tempat duek pakat (Musyawarah), melaksanakan ibadah dan

tempat membangun jati diri masyarakat yang sesuai dengan ajaran islam, integrasi

tersebut melahirkan sebuah adagium (hadiah maja) dalam masyarakat Aceh adat

ngon agama lagee zat ngon sifeuet (adat dan agama seperti zat dan sifat). Oleh

karena itu adat dan agama tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan masyarakat

Aceh. Aceh sebagai negeri yang penduduknya mayoritas beragama Islam sangat

Page 16: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

67

kental dengan adat istiadatnya. Ini terlihat dari masyarakat Aceh yang hampir tidak

mampu membedakan antara hukum dan adat. Dalam masyarakat Aceh juga

terdapat teori yang sangat melekat dalam kehidupan masyrakat Aceh sendiri, “adat

bak Po Teumeureuhom hukom bak Syiah Kuala: Hukom Ngon Agama lagee zat

ngon sifeuet.” (Sumber : Muliadi Kurdi, 2009, Aceh dimata sejarawan). Teori

tersebut dikemukakan oleh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin anak

Bagindo Khatib dari Nagari Tarusan.

Dalam Sistem Sosial Di Aceh, terdapat sistem pemerintahan yang sangat

terintegrasi contohnya, gampong dan mukim. Gampong merupakan kesatuan

masyarakat hukum sebagai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah

mukim yang menempati wilayah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan

rumah tangganya sendiri, sedangkan Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum

dalam provinsi Aceh yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang memiliki

batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, serta berkedudukan langsung di

bawah camat yang dipimpin oleh imeum mukim.

Sistem sosial ini telah menjadi adat turun temurun dalam masyarakat Aceh

dan telah digunakan mulai dari masa kerajaan Aceh berdaulat dulunya. Saat itu

Aceh sangat dikenal dimata dunia. Nama Aceh seolah melambung, apalagi di saat

kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) . Beliau berhasil membawa

Aceh kedalam masa kejayaan dan menjadikan Aceh sebagai kerajaan islam

terbesar di Asia Tenggara pada masa itu. kerajaan Aceh saat itu meliputi dua pertiga

pulau Sumatra dan semenanjung melayu. Aceh dengan hasil alam yang melimpah

menjalin hubungan bilateral dengan Negara-negara timur tengah dan Eropa.

Perdagangan cengkeh, lada dan hasil komoditi lainnya menyebabkan Aceh menjadi

Page 17: BAB III SETTING LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran umum ...

68

incaran Negara-negara eropa. Setelah Sultan Iskandar Muda mangkat Aceh seakan

kehilangan marwahnya, apalagi Sejak Belanda resmi menyatakan perang terhadap

kerajaan Aceh, nama Aceh sedikit demi sedikit mulai buram. Akhirnya kerajaan

Aceh menemui masa kelamnya setelah sultan terakhir Aceh Sultan Daud Syah

berdaulat menyerah kepada belanda. Aceh pada masa itu seakan menjadi daerah

tanpa penguasa. Pada saat itu tamping kekuasaan secara sengaja dirampas oleh

belanda. Pada masa itu Aceh di pimpin oleh seorang gobernur yang bernama van

swithen.

Namun ini semua tidak berarti memutuskan garis perjuangan rakyat Aceh.

Rakyat Aceh tetap meneruskan perjuangnya demi menjaga tanah leluhurnya.

Bahkan Belanda mencatat bahwa perang melawan Aceh adalah perang yang paling

melelahkan. Aceh dikenal dengan bangsa yang berperwatakan keras sehinggah

sangat sulit menaklukkan Aceh meskipun belanda berhasil menaklukkan

kesultanan Aceh pada masa itu, namun perjuangan di kalangan rakyat masih tetap

di kobarkan. Aceh hari ini bukanlah aceh yang diharapkan oleh para leluhur, karena

Aceh saat ini cenderung menjadi Aceh yang lemah sekaligus Aceh yang

kehilangan arah. Seharusnya saat ini Aceh harus melawan globalisasi untuk mampu

mempertahankan identitas diri. Aceh harus bangkit mengembangkan ciri khas

sendiri melalui apa yang telah diriwayatkan dari dulu oleh para Endatu. Saatnya

mengembalikan peradaban Aceh yang dahulu dikenal di mata dunia.