BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

102
1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Kejahatan Korporasi Di Dalam Hukum Positif Di Indonesia 1. Korporasi Sebagai subyek Hukum Dan Pelaku Tindak Pidana dalam Perundang-undangan di Indonesia Pengaruh kemajuan globalisai yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap peradaban dan budaya manusia, baik dibidang ilmu pengetahuan, teknologi terutama dibidang teknologi informasi dan komunikasi juga dibidang transportasi yang melaju semakin pesatnya, menjadikan bumi ini semakin sempit dan begitu mudah untuk dijangkau dalam hitungan waktu yang begitu singkatnya. Globalisasi disegala bidang berjalan begitu cepat sehingga tidak mungkin suatu negara mampu mengisolasi diri baik secara politik, sosial budaya, ekonomi bahkan masalah hukum dalam keterkaitan antar negara. Kehidupan ekonomi antar satu negara dengan negara lain semakin saling bergantung, sehingga

Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

1

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Kejahatan Korporasi Di Dalam Hukum

Positif Di Indonesia

1. Korporasi Sebagai subyek Hukum Dan Pelaku Tindak

Pidana dalam Perundang-undangan di Indonesia

Pengaruh kemajuan globalisai yang semakin pesat

sangat berpengaruh terhadap peradaban dan budaya

manusia, baik dibidang ilmu pengetahuan, teknologi

terutama dibidang teknologi informasi dan komunikasi

juga dibidang transportasi yang melaju semakin

pesatnya, menjadikan bumi ini semakin sempit dan

begitu mudah untuk dijangkau dalam hitungan waktu

yang begitu singkatnya. Globalisasi disegala bidang

berjalan begitu cepat sehingga tidak mungkin suatu

negara mampu mengisolasi diri baik secara politik, sosial

budaya, ekonomi bahkan masalah hukum dalam

keterkaitan antar negara.

Kehidupan ekonomi antar satu negara dengan

negara lain semakin saling bergantung, sehingga

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

2

ketentuan-ketentuan hukum dibidang perdagangan

internasional dan bisnis transnasional semakin

diperlukan. Pada Jaman dahulu dikenal suatu istilah yang

menyatakan: “ semakin miskin suatu bangsa maka akan

semakin tinggi pula tingkat kejahatan yang terjadi.”

Istilah tersebut sekarang ini hanya berlaku bagi kejahatan

konvensional semata, tetapi tidak berlaku bagi kejahatan

yang bersifat ekstra ordinary crime. Soedjono

Dirdjosisworo mengatakan” :

“ Kejahatan sekarang menunjukkan bahwa kemajuan

ekonomi juga menimbulkan kejahatan bentuk baru yang

tidak kurang bahaya dan besarnya terhadap korban yang

diakibatkannya. Indonesia dewasa ini sudah dilanda

kriminalitas kontemporer yang cukup mengancam

lingkungan hidup, sumber energi dan pola-pola kejahatan

di bidang ekonomi seperti kejahatan Bank, kejahatan

computer, penipuan terhadap konsumen berupa barang-

barang produksi kualitas rendah yang dikemas indah dan

dijajakan lewat advertensi secara besar-besaran dan

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

3

berbagai pola kejahatan korporasi yang beroperasi lewat

penetrasi dan penyamaran”. 1

Didalam Konggres PBB V tentang Pencegahan

Kejahatan dan Pembinaan Pelanggaran Hukum ( the

Prevention of Crime and treatment of Offender) dalam

tahun 1975 kemudian dipertegas kembali dalam

konggres PBB VII tahun 1985, menunjukkan bahwa

terdapat kejahatan-kejahatan bentuk baru yang dilakukan

oleh korporasi yang digerakkan oleh pengusaha

terhormat yang membawa dampak yang sangat negative

pada perekonomian negara yang bersangkutan. 2

Kejahatan Korporasi yang semakin canggih baik bentuk

maupun jenisnya juga berkaitan dengan modus

operandinya sering melampaui batas-batas negara (trans

border crime) dan juga sering dipengaruhi oleh negara

lain akibat era globalisasi. Akibat pengaruh globalisasi

yang semakin melaju tak terbendung ini kejahatan

korporasi yang menonjol adalah yang dikenal dengan

istilah Price Fixing (memainkan harga barang secara

1 Soedjono Dirdjosisworo, Respon Terhadap kejahatan, Introduksi Hukum

Penanggulangan Kejahatan, Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Bandung: hal.65 2 Andi Hamzah, Kejahatan di Bidang Ekonomi Dan Cara Penanggulangannya,

Makalah, Jakarta, 1994, hal. 1.

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

4

tidak sah), false advertising (penipuan iklan) dan

environmental crime (kejahatan lingkungan hidup). 3

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, bahwa

pembangunan hukum di Indonesia pada hakekatnya

menuntut adanya perubahan sikap mental sedemikian

rupa dan menghendaki agar hukum tidak lagi hanya

dipandang sebagai perangkat norma semata-mata

melainkan hukum harus dipandang sebagai sarana untuk

merubah masyarakat (law as a tool as social

engenering). Hukum tidak lagi berkembang dengan

mengikuti masyarakat, melainkan hukum harus dapat

memberikan arah kepada masyarakat sesuai dengan

tahap-tahap pembangunan yang dilaksanakan.

Sejalan dengan hal tersebut Satjipto Rahardjo

menyatakan : “ Pembangunan hukum mengandung

makna ganda, pertama, ia bisa diartikan sebagai suatu

usaha untuk memperbaharui hukum positif sendiri

sehingga sesuai dengan kebutuhan untuk melayanai

masyarakat pada tingkat perkembangannya yang

3 Dwidja Priyatno, Antisipasi Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi

Dalam Era Globalisasi, Dalam Karya Vira Jati No. 90 Tahun 1995, Bandung:

Seskoad, 1995, hal 47-48.

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

5

mutakhir, suatu pengertian yang biasanya disebut sebagai

modernisasi hukum. Kedua, ia bisa diartikan sebagai

suatu usaha untuk memfungsionalkan hukum dalam

masa pembangunan , yaitu dengan cara turut

mengadakan perubahan-perubahan sosial sebagaimana

dibutuhkan oleh suatu masyarakat yang sedang

membangun”. 4

Melihat kenyataan diatas bahwa peranan dunia

usaha swasta dalam pertumbuhannya ternyata lebih

memberikan peranan terhadap suatu badan

hukum/korporasi. Korporasi disini sebagai subyek tindak

pidana masih merupakan hal yang baru. Konsep

korporasi sebagai subyek tindak pidana berkembang

sejalan dengan adanya kejahatan yang menyangkut

korporasi sebagai subyek tindak pidana, yang disebabkan

oleh adanya pengaruh perkembangan dunia usaha baik

nasional maupun internasional yang melaju demikian

pesatnya itu.

Berkaitan dengan hal diatas Andi Hamzah

menyatakan : “ Indonesia dalam perundang-undangannya

4 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Perubahan Sosial, Bandung: Alumni, 1983,

hal.231.

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

6

baru muncul dan dikenal badan hukum/korporasi sebagai

subyek tindak pidana pada tahun 1951 yaitu dalam

undang-undang penimbunan barang-barang dan mulai

dikenal secara luas dalam undang-undang Darurat No. 7

Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi”. 5

Selain didalam Undang-Undang Darurat No. 7

Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, pengaturan

korporasi sebagai subyek Tindak Pidana juga dapat

ditemukan antara lain dalam Undang-Undang No 11

PNPS tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi, Pasal

49 Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang

Penyimpanan Narkotika, Undang-undang No 6 tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, kemudian disusul dengan Undang-Undang

No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang Undang

No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-

Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Undang

Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,

Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,

5 Andi Hamzah, Tanggung Jawab Korporasi Dalam Tindak Pidana Lingkungan

Hidup, Makalah disampaikan dalam diskusi dua hari, Masalah-masalah Prosedural

Dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Jakarta : Kantor Mentri Negara

KLH, 1989,hal. 32.

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

7

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Pasal 20 Undang-undang No.

31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 4

Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.

2. Formulasi beberapa Perundang-Undangan Tentang

Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana.

Beberapa undang-undang yang ada di Indonesia

sebagaimana kami paparkan diatas telah

memformulasikan didalam masing-masing pasalnya

tentang pengadopsian suatu bentuk pemikiran mengenai

dimungkinkannya korporasi sebagai pelaku tindak

pidana. Pasal-pasal didalam undang-undang dimaksut,

antara lain :

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

8

a. Pasal 11 Undang-Undang Darurat No. 17 Tahun 1951

tentang Penimbunan Barang-barang yang berbunyi

sebagai berikut :

1). Bilamana suatu perbuatan yang boleh

dihukum berdasarkan undang-undang ini,

dilakukan oleh suatu badan hukum, maka

tuntutan itu dilakukan dan hukuman

dijatuhkan terhadap badan-badan hukum itu

atau terhadap orang-orang termaksud dalam

ayat (20 pasal ini, atau terhadap kedua

duanya;

2). Suatu perbuatan yang dapat dihukum

berdasarkan undang-undang ini dilakukan

oleh suatu badan hukum, jika dilakukan oleh

seorang atau lebih yang dapat dianggap

bertindak masing-masing atau bersama-sama

melakukan atas nama badan hukum;

b. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 7

Tahun 1965 tentang Tindak Pidana Ekonomi

berbunyi :

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

9

“ Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh

atau atas nama suatu badan hukum, suatu

perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnja,

atau suatu jajasan, maka tuntutan pidana

dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata

tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum,

perseroan, perserikatan atau jajasan itu, baik

terhadap mereka yang meberi perintah melakukan

tindak pidana ekonomi itu atau yang bertindak

sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian

itu, maupun terhadap kedua duanja. “

c. Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 11 PNPS

Tahun 1963 tentang Tindak Pidana subversi

(Undang-Undang ini telah dicabut dengan Undang-

Undang No. 26 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999)

berbunyi :

“ Djika suatu tindak pidana subversi dilakukan

oleh atau atas nama suatu badan hukum,

perseroan, perserikatan orang,jajasan, atau

organisasi lainnja, maka tindakan peradilan

dilakukan, baik terhadap badan hukum, perseroan,

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

10

perserikatan orang, jajasan atau organisasi

lainnja itu, baik terhadap mereka jang member

perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut

atau jang bertindak sebagai pemimpin dalam

perbuatan itu, maupun terhadap kedua-duanja”.

d Pasal 49 Undang-Undang No.9 Tahun 1976

tentang Penyimpanan Narkotika, berbunyi :

“ Jika suatu tindak pidana mengenai narkotika

dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum,

suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang

lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana

dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata

tertib, dijatuhkan, baik terhadap badan hukum,

perseroan, perserikatan atau yayasan itu, maupun

terhadap mereka yang memberi perintah

melakukan tindak pidana narkotika itu atau yang

bertindak sebagai pemimpin atau

penanggungjawab dalam perbuatan atau kelalaian

itu, ataupun terhadap kedua-duanya.

e. Pasal 45 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi :

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

11

“ Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam

Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan

hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau

organisasi lain ancaman pidana denda diperberat

dengan sepertiganya”.

Pada Pasal 46 ayat (1) undang undang ini

menentukan :

“ Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam

bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan

hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau

organisasi lain tuntutan pidana dilakukan dan

sanksi pidana serta tindakan tata tertib

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan

baik terhadap badan hukum, perseroan,

perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut

maupun terhadap mereka yang memberi perintah

untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang

bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu

atau terhadap kedua-duanya. “

f. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

12

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun2001 mengadopsi pemikiran tersebut

dalam Pasal 20, khususnya ayat (1), berbunyi :

“ Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh

atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan

dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap

korporasi dan atau pengurusnya”.

g. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun

2003, Pasal 4 ayat (1) berbunyi :

“ Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus

dan/atau kuasa pengurus atas nama korporasi,

maka penjatuhan pidana dilakukan baik terhadap

pengurus dan/atau kuasa pengurus maupun

terhadap korporasi.”

Setelah mempelajari bunyi undang-undang diatas,

penulis berpendapat, bahwa sebagai berikut:

1. Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang

Tindak Pidana Khusus yang telah menerima korporasi

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

13

sebagai subyek tindak pidana belum jelas menganut

ajaran pertanggungjawaban pidana korporasi tertentu.

2. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

tentang Tindak Pidana Korupsi, pembuat undang-undang

mengadopsi ajaran identifikasi dalam membebankan

pertanggungjawaban pidana korporasi dengan kobinasi

ajaran agregasi.

B. Perlindungan Hukum bagi Konsumen Korban Kejahatan

Korporasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Eksistensi hukum dalam masyarakat adalah untuk

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-

kepentingan seluruh anggota masyarakat. Pengaturan

kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada

keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu

dan melindungi kepentingan masyarakat. Tatanan yang

diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek

hukum diberi hak dan kewajiban.

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan

kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

14

peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk

hak individual di satu pihak yang tercermin dalam kewajiban

pada pihak lawan, hak dan kewajiban inilah yang diberikan

oleh hukum.

Secara leksikal, perlindungan diartikan sebagai tempat

berlindung, hal atau perbuatan, melindungi. Perlindungan

diartikan sebagai perbuatan memberi jaminan atau

keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari

pelindung kepada yang dilindungi atas segala bahaya atau

resiko yang mengancamnya.

Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus

Hadjon ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat

yaitu: Pertama, perlindungan hukum preventif artinya rakyat

diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum

keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang

bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua,

perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan

sengketa.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 disebutkan bahwa

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

15

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen. Sedangkan konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Dalam konteks penulisan ini, konsumen

seringkali menjadi korban kejahatan suatu korporasi, maka

sebagai korban konsumen mempunyai hak untuk

mendapatkan perlindungan hukum.

Sebagaimana telah disinggung dalam bab terdahulu,

pengertian perlindungan korban menurut Barda Nawawi

Arief, dapat dilihat dari 2 (dua) makna, yaitu :

a. Pertama, dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum

untuk tidak menjadi korban tindak pidana” (berarti

perlindungan Hak Asasi Manusia atau kepentingan

hukum seseorang)

b. Kedua, dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk

memperoleh jaminan/ santunan hukum atas

penderitaan/ kerugian orang yang telah menjadi korban

tindak pidana” (jadi identik dengan “penyantunan

korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

16

nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin

(antara lain dengan pemaafan) pemberian ganti rugi

(restitusi, kompensasi, jaminan/ santunan kesejahteraan

sosial) dan sebagainya.6

Dalam analisis ini penulis mengacu pada pengertian

perlindungan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Barda

Nawawi Arief tersebut di atas. Artinya pengertian

perlindungan hukum tersebut meliputi perlindungan untuk

tidak menjadi korban tindak pidana dan yang kedua

perlindungan hukum untuk memperoleh jaminan/santunan

hukum atas penderitaan dan atau kerugian orang yang telah

menjadi korban tindak pidana.

Apabila dicermati maka perlindungan hukum

terhadap konsumen tampak pada beberapa aspek, yakni dari

konsideran, dictum pasal-pasal yang tercantum di dalamnya

maupun dalam penjelasan pasal-pasal.

Dalam konsideran huruf d merumuskan bahwa

untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,

kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi

6 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung: hal. 56

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

17

dirinya serta menumbuh kembangkan sikap perilaku usaha

yang bertanggung jawab. Dalam perumusan tersebut maka

dari perspektif perlindungan terhadap korban termasuk pada

usaha untuk tiak menjadi korban tindak pidana.

Kemudian dalam rumusan pasal-pasal ataupun

penjelasannya juga tampak perlindungan hukum bagi

korban. Pasal-pasal dimaksud adalah sebagai berikut :

Pasal 2 :

“ perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta

kepastian hukum.”

Pasal 2 tersebut merumuskan tentang asas-asas

perlindungan konsumen. Dalam penjelasan terhadap pasal

tersebut dinyatakan asas manfaat dimaksudkan untuk

mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan

konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas

keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan

kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

18

haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas

keseimbangan dimaksud untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, perilaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. Asas

kesamaan dan keselamatan kepada konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas kepastian

hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara

menjamin kepastian hukum.

Adanya asas-asas hukum yang terdapat di dalamnya

maka dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum yang

diberikan melalui ketentuan normatif ini sudah termasuk

sebagai perlindungan hukum yang terintegrasikan melalui

sistem hukum. Hal ini berbeda ketika belum terbitnya

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK). Artinya, dari segi

kerangka landasan hukum/tata hukum nasional (legal frame

work), sebenarnya tanpa UUPK pun, norma-norma

perlindungan konsumen itu sudah ada, hanya tersebar dalam

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

19

berbagai instrumen hukum-hukum pokok, tetapi tidak pada

hukum-hukum sektoral.

Az Nasution menyebutkan bahwa hukum

perlindungan konsumen tersebar dalam bentuk peraturan

perundang-undangan dan berbagai cabang hukum perdata,

hukum dagang, hukum pidana, dan hukum administrasi

negara, yang kadang-kadang tampak melindungi konsumen,

atau yang tercampur aduk sehingga memerlukan penafsiran

atau yang hanya sekedar sampiran dari suatu peraturan7.

Betapapun lemahnya instrumen-instrumen hukum pokok

itu, bukan berarti konsumen tak dilindungi hukum. Jadi,

sebelum berlakunya UUPK, perlindungan konsumen di

Indonesia tidak dapat dipandang sebagai suatu perlindungan

konsumen.

Dalam rangka hukum-hukum sektoral, UUPK dapat

dipandang sebagai suatu sistem perlindungan (hukum)

terhadap konsumen. Sebagai suatu bidang hukum baru, ia

setidaknya merupakan hukum-hukum yang dibutuhkan

dibidang ekuin (ekonomi, keuangan dan industri) dan kesra

(kesejahteraan rakyat). David Oughton dan Lowry

7 AZ Nasution, 1986, Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum dan

Pembangunan, hal. 568-581

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

20

memandang hukum perlindungan konsumen (conumer

protection law) sebagai sebuah fenomena modern yang khas

abad ke- 20, namun sebagaimana ditegaskan dalam

perundang-undangan, perlindungan konsumen itu sendiri

dimulai seabad lebih awal.8

Dalam hubungan ini, A Zen Umar Purba

berpendapat sebagai berikut :”Perlindungan konsumen

sebagai satu konsep terpadu merupakan hal baru, yang

berkembangnya dimulai dari negara-negara maju. Namun

demikian, saat sekarang konsep ini sudah tersebar kebagian

dunia lain. Di Republik Rakyat Cina (RRC) saja, atau

negara yang tidak memiliki ekonomi pasar, konsep

perlindungan konsumen sudah mulai dijabarkan dalam

seperangkat peraturan perundang-undangan.”9

Dalam perspektif yang lain keberadaan asas-asas

hukum dalam suatu peraturan perundang-undangan

mempunyai posisi yang strategis. Dalam setiap undang-

undang yang dibuat pembentuk undang-undang, biasanya

dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari

8 Davis Oughton dan John Larwy, 1997, Textbook on Consumer Law, Blackstone

Ltd, London, hal. 10-11 9 A Zen Umar Purba, 1992, Perlindungan Konsumen, Sendir-sendi Pokok

Pengaturan Hukum dan Pembangunan, No. 4 Tahun XXII. Hal. 393

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

21

diterbitkannya undang-undang itu. Asas-asas hukum

merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan-

peraturan pelaksanaannya. Bila asas-asas dikesampaingkan,

maka runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap

peraturan pelaksanaannya. Sudikno Mertokusumo

memberikan ulasan atas hukum sebagai berikut : “... bahwa

asas hukum bukan merupakan hukum konkret, melainkan

merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau

merupakan latar belakang peraturan kongkrit yang terdapat

dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma

dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim

yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan

dengan mencari sifat-sifat atas ciri-ciri yang umum dalam

peraturan konkrit tersebut”.10

Sejalan dengan pendapat Sudikno Mertokusumo,

Satjipto Rahardjo juga berpendapat bahwa asas hukum

bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa

dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di

10

Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, hal. 5-6

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

22

dalamnya. Asas hukum ini memberi makna etis kepada

peraturan-peraturan hukum serta tata hukum11

.

Selanjutnya Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa

asas hukum ia ibaratkan sebagai “jantung” peraturan hukum

luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti

penerapan peraturan-peraturan hukum itu bisa dikembalikan

kepada asas hukum. Kedua, karena asas hukum

mengandung tuntutan etis, maka asas diibaratkan sebagai

“jembatan” antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-

cita sosial dan pandangan etis masyarakat12

.

Pasal 3 :

Pasal 3 UUPK merumuskan bahwa perlindungan konsumen

bertujuan :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan

kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan

cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian

barang dan/atau jasa;

11

Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni Bandung, hal. 87 12

Ibid, hal. 85

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

23

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam

memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya

sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang

mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan

informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai

pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh

sikap-sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berushaa;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang

menjamin kelangsungan usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan

keselamatan konsumen.

Pasal 3 di atas merumuskan tentang tujuan

perlindungan konsumen. Dalam rumusan Pasal 3 UUPK

tampak bahwa dari perspektif perlindungan terhadap korban

termasuk pelaku usaha untuk tidak menjadi korban tindak

pidana. Hal ini tampak antara lain dalam rumusan huruf a

yakni “meningkatkan kesadaran,kemampuan, dan

kemandirian konsumen untuk melindungi diri”. Demikian

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

24

pula pada rumusan huruf b, c dan d yakni, (b). Mengangkat

harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang

dan/atau jasa; (c). Meningkatkan pemberdayaan konsumen

dalam memilih menentukan dan menuntut hak-haknya

sebagai konsumen; (d). Menciptakan sistem perlindungan

konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi.

Apabila dicermati dari aspek yang lain, Pasal 3

UUPK ini menurut Ahmad Miru dan Sutarman Yodo,

merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan

perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran

akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan

dibidang hukum perlindungan konsumen13

.

Pasal 4 :

Hak Konsumen adalah :

13

Ahmad Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali

Pers, Jakarta, hal. 35

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

25

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa;

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta

mendapatkan barang dan / atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau

jasa yang digunakan ;

d) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,

dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan

konsumen secara patut;

e) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan

konsumen;

f) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara

benar dan jujur serta tidak diskriminatif ;

g) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi

dan / atau penggantian, apabila barang dan / atau

jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya;

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

26

h) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Pasal 4 ini jelas menunjukkan adanya perlindungan hukum

bagi konsumen yang meliputi perlindungan hukum untuk

tidak menjadi korban dan perlindungan hukum untuk

memperoleh jaminan/santunan hukum atas

penderitaan/kerugian orang yang telah menjadi korban

tindak pidana, antara lain dengan merumuskan hak-hak

yang seharusnya diperoleh oleh konsumen. Hak-hak

tersebut meliputi hak asasi kenyataan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Hak untuk memilih barang dan/atau jasa tersebut sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan; Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; Hak

untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan; Hak untuk mendapatkan

advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut; Hak untuk mendapat

pembinaan dan pendidikan konsumen; Hak untuk

diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

27

diskriminatif; Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti

rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa

yang telah diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya; serta hak-hak yang diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 4 UUPK lebih luas dari pada hak-hak dasar konsumen

sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden

Amerika Serikat J.F Kennedy didepan kongres pada tanggal

15 Maret 1962 yaitu terdiri atas :

a. hak memperoleh keamanan;

b. hak memilih;

c. hak mendapat informasi;

d. hak untuk didengar14

.

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari

Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB

pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing Pasal 3, 8,

19, 21 dan Pasal 26 yang diperoleh Organisasi Konsumen

Sedunia (International Organization of Consumers Union –

14

Mariam Darus Badrulzaman, 1986, Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat

dari Sudut Perjanjian Baku, Dimuat dalam hasil Simposium Aspek-aspek Masalah

Perlindungan Konsumen, Bina Cipta, Jakarta, hal. 61

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

28

IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya

yaitu :

a. hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

b. hak untuk memperoleh ganti rugi;

c. hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

d. hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih

dan sehat15

.

Di samping itu, masyarakat Eropa juga telah

menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut :

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan;

b. Hak perlindungan kependingan ekonomi;

c. Hak mendapat ganti rugi;

d. Hak atas penerangan;

e. Hak untuk didengar16

.

Memperhatikan hak-hak yang disebutkan di atas

maka secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 macam

hak konsumen yakni sebagai berikut :

a. Hak atas keamanan dan keselamatan;

b. Hak untuk memperoleh informasi;

15

C, Tanri dan Sularsi, 1995, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan

Konsumen, Yayasan Konsumen Indonesia, The Asia Foundation, Jakarta, hal 19-21 16

Mariam Darus Badrulzaman, Op cit, hal. 61

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

29

c. Hak untuk memilih;

d. Hak untuk didengar;

e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

f. Hak untuk memperoleh ganti rugi;

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih

dan sehat;

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai

tukar yang diberikannya;

j. Hak untuk mendapatkan upah penyelesaian hukum

yang patut17

.

Oleh Ahmadi Miru dikatakan bahwa bagaimanapun

ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah

dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi

menjadi tiga hak yang menjadi prinsip dasar yaitu :

a. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari

kerugian, baik kerugian personal maupun kerugian hak

kekayaan;

b. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan

harga yang wajar;

17

Ahmadi Miru dan Sutarman, Yodo, Op Cit, hal. 40

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

30

c. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut

terhadap permasalahan yang dihadapi18

.

Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut

merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana

diatur dalam UUPK, maka hal ini sangat esensial bagi

konsumen, sehingga dapat dijadikan/ merupakan prinsip

perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia.

Hal menarik lain yang dapat dibahas disini adalah

adanya perumusan dalam huruf h bahwa konsumen berhak

untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang tidak

diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

Namun masih perlu dikaji lebih lanjut apa yang

dimaksud dengan kompensasi. Apakah sama dengan yang

dimaksud dalam perspektif viktimologi. Sebagaimana telah

dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya, dalam

viktimologi dikenal pengertian tentang kompensasi.

Elias memberikan pengertian kompensasi sebagai

bagian atas pelayanan korban sebagaimana dilakukan di

18

Ahmadi Miru, 2000, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di

Indonesia, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 40

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

31

Amerika bahwa Victim compensation, ...victims with

goverment payments to restore the losses incurred from

victimization19

.

Doener & Lab, mengatakan tentang kompensasi

terhadap korban bahwa “Victim compensation takes place

when the state, rather than the perpetrator, reimburses the

victim for losses sustained at the hands of the criminal20

.

Graborsky tentang aspek yang dihitungkan dalam

pemberian kompensasi bahwa Crime compensation covers

such items as lost wages, medical bills, prothetics, funeral

expenses and, in some instance, mental health counseling21

.

Pengertian kompensasi serta aspek-aspek yang perlu

diperhitungkan dalam kompensasi juga dikemukakan oleh

Schembri sebagai:”... compensation is a meaningful and

visitable demonstration of societal concern that criminal

wrongs be righted. Adequate compensation should repair

direct damages incurred by the victim, including the cost of

necessary treatment and hospitalization, and loss of

earning; it should provide support for the dependent of

19

Robert Elias, 1996, Community Control, Criminal Justice and Victim Service.

Dalam Form Crime Polisy to Victim Policy Reorientatting the Justice System,

Ezzat Abel, Fattah (ed) Macmillan Press Ltd London, hal. 291 20

William G. Doemer, Steven P, Lab 1998, OP Cit, hal. 83 21

Ibid

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

32

deceased victims, as well as compensation for pain and

sufferings resulting from the injury or death.22

Kompensasi merujuk pada tanggungjawab atau

kewajiban finansial untuk merehabilitasi warga negara yang

mengalami kerugian bagaikan perusahaan asuransi

menanggung nasabahnya (customer)23

Berkaitan dengan kompensasi dinyatakan oleh

Angkasa bahwa kompensasi dalam perspektif viktimologi

berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari

perbuatan jahat. Karena perbuatan jahat tersebut merugikan

korban, oleh karena itu dapat disebut kompensasi atas

kerugian fisik, moral, maupun harta benda yang diderita

korban atas suatu tindak pidana. Kompensasi juga

merupakan suatu indikasi pertanggungjawaban masyarakat

atas tuntutan pembayaran kompensasi yang berkarakter

perdata. Dengan demikian tergambar suatu tujuan non

pidana dalam kasus pidana24

.

Mendasarkan atas pengertian kompensasi dalam

perspektif viktimologi tersebut dan apabila dalam rumusan

22

Anthony J. Schembri, 1976, The Victim and the Criminal Justice System dalam,

Victims and Society, emilio C. Viano (ed) Vissage Press, Inc, Washingtom DC,

hal,. 358 23

Andrew Karmen, 1984, Op Cit, hal. 176 24

Angkasa, 2004, Op cit, hal. 119

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

33

Pasal 4 huruf h UUPK yang menyatakan konsumen

mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi merupakan

implementasi atas rekomendasi sebagaimana yang ada

dalam berbagai instrumen internasional.

Kompensasi bagi korban sangatlah bermanfaat

karena seperti yang dikemukakan Doerner & Lab, bahwa

kompensasi dalam bentuk pemberian sejumlah uang

(moneter) dapat dirasakan sebagai obat segala penyakit

(pancea)25

.

Kompensasi yang diterima korban dapat merupakan

pemenuhan atas harapan korban berupa dukungan dari

pemerintah berupa ganti rugi finansial, pemberian informasi

serta perbaikan emosional26

.

Berdasarkan kesimpulan dan rekomendasi Institut

Studi Internasional Viktimologi (Conclusion and

Recommendations International Study Institute on

Victimology) di Bellagio, Italy tanggal 1 – 12 Juli 1975,

kompensasi sangat diperlukan bagi korban untuk

meringankan kesulitan mereka serta untuk mencapai

keadilan sosial. Kompensasi juga merupakan suatu contoh

25

William G Doener and Steven P, Lab, 1995, Op Cit,. hal. 156 26

Joanna Shapland, Jon Willmore, Petter Duff, 1985, Op Cit, hal. 185

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

34

nyata tentang kepedulian sosial dari negara untuk

memperbaiki kerugian dan/atau penderitaan korban.

Kompensasi diutamakan diberikan kepada korban yang

langsung menjadi korban, termasuk biaya yang diperlukan

untuk perawatan dan rumah sakit serta hilangnya

pendapatan27

.

Dikatakan oleh Shapland et.al. bahwa kompensasi

bukanlah suatu kebijakan yang dapat menghancurkan sistem

peradilan pidana. Namun sebagai langkah reorientasi

menuju suatu ideologi retributif yang masih memandang

perlu adanya suatu rasa kasih sayang dan usaha membantu

korban28

.

Konsep tersebut di atas telah diadopsi oleh Hodgson

Committee yang menyatakan sebagai berikut : “We believe

that too much attention is paid to punishment and too little

to redressing the wrong done and that nothing like enough

consideration is given to the victim in the criminal justice

process. We find much wisdom in the writings of Jeremy

Bentham. “Compensation”, he wrote, “will answer the

27

Emilio C. Viano, 1976, Victims and Society, Visage Press, inc. Washingtom DC

hal. 624 28

Joanna Shapland, John Willmore, Peter Duff, Op Cit, hal. 181

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

35

purpose of punishment but punishment will not answer the

purposes of compensation. By compensation there fore the

two great ends of justice are both answered at a time, by

punishment only once”.29

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas

menunjukkan bahwa melalui kompensasi, akan tercapai dua

tujuan keadilan meliputi pemidanaan dan perbaikan bagi

korban.

Selain kompensasi, dalam rumusan Pasal 4 huruf h

juga dinyatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan

ganti kerugian. Ganti kerugian disini tampaknya dapat

dipersamakan dengan restitusi dalam konsep viktimologi.

Dalam perspektif viktimologi restitusi menurut

Angkasa berkaitan dengan perbaikan atau restorasi

perbaikan atas kerugian fisik, moral maupun harta benda,

kedudukan dan hak-hak korban atas serangan pelaku tindak

pidana (penjahat). Restitusi merupakan indikasi

pertanggungjawaban pelaku tindak pidana. Restitusi

merupakan indikasi pertanggungjawaban pelaku tindak

29

Ibid

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

36

pidana yang berkarakter pidana dan menggambarkan suatu

tujuan koreksional dalam kasus pidana.30

Dalam Webster’s World University Dictionary

pengertian restitusi dinyatakan sebagai berikut : Restitution

is the act of restoring to the original owner, making good a

loos, indemnification: restitution is reparation to an

original shape: said of elastic bodies. Synonim

compensation, damages, reparation, return.31

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka

tampak terdapat suatu pengertian yang merupakan hakikat

restitusi yaitu merupakan ganti kerugian dari pelaku

terhadap korbannya untuk tujuan pengembalian semula

yang dapat berupa sejumlah uang dan/atau berupa

pelayanan32

.

Masih berkaitan dengan restitusi, dikatakan pula

oleh para viktimolog antara lain Austern, Schembri dan

Doerner & Lab, Geraborsky serta Galaway sebagaimana

disitir berikut ini.

30

Angkasa, 2004, OP cit, hal. 118 31

Webster, 1985, Word University Dictionnary copyrightm 1965, By Books Inc,

Printed in The United Stated of America, Publisher Indonesia Washingtom DC,

hal. 841 32

Angkasa, Loc Cit, hal. 119-120

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

37

Pertama, adalah pendapat Austern yang menyatakan

sebagai berikut : Restitution can provide direct monetary

awards to victims, as the person convicted of a crime pay

the victim for the purpose of making the victim whole, or

putting the victim in the same position as before the crime.

Restitution can take many forms, both of money and

services.33

Kedua, adalah Anthony J. Schemberi yang menyatakan : ...

is a sanction permitting a payment of money or anything

done by the offender for purpose of making good the

damage to the victim. Since the purpose is to restore, as far

as possible, the financial, physical or psychological loss.34

Ketiga, pendapat Doerner & Lab, yang menyatakan sebagai

berikut : ... offender restitution involves the transfer of

service or money from the offender to the victim for

damages inflicted by the offender.35

33

David asustern, 1987, The Crime Victim;s Handbook Your Right and the role in

the Criminal Justice System, First Published in simultanioue hardcover and

paperback editions by Viking Penguin Inc, Published Simultanious in Canada, hal.

155 34

Anthony J. Schembri, 1976, The Victim and the Criminal Justice System. Dalam

Victim and Society, emilio C. Viano (ed) Vissage Pers Indonesia,. Washington DC,

hal. 358 35

William G,. Doenner, Steven P, Lab, 1998, Op Cit, hal. 74

Page 38: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

38

Keempat, pendapat Graborsky, menyatakan sebagai berikut

:... restitution is the payment of money or provision of

service to a crime victim by offender. The principle of

restitution the offender should hear the cost of “restoring”

the victim ...36

Kelima, pendapat Burt Galaway yang secara komprehensif

menyatakan sebagai berikut : Restitution is defined to mean

a requipment, either imposed by agents of the criminal

justice system, or under taken voluntary by the wrong-doer

but with the consent of the criminal justicesystem, by which

the offender engages is acts designed to make reparation

for harm resulting from the criminal offence. The definition

has three central components: action by oofender which

may the either voluntery or coerced, knowledge and consent

of the agents the criminal offence. The definition has three

central component: action by offender which may be either

voluntery or coerced, knowledge and consent of the agents

36

Peter Grabosky, 1989, Victim dalam The Criminal Justice System Vol two,

George Zdenkovski Chris ronald and Mark Richardson (ed) Pluto Perss Australia,

hal. 151

Page 39: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

39

of the criminal justice system and the repairing od

damages37

.

Berdasarkan atas kelima pendapat Victimolog

tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa restitusi pada

hakikatnya merupakan penggantian kerugian yang

dibayarkan oleh para pelaku terhadap korbannya atas

kerugian dan/atau penderitaan korban sebagai usaha

perbaikan yang dinyatakan dalam pemberian sejumlah

uang, barang dan/atau pelayanan38

.

Pengertian restitusi sebagaimana dinyatakan tersebut

di atas senada dengan pengertian restitusi berdasarkan

Kesimpulan dan Rekomendasi Institut Studi International

viktimologi (Conclusion and Recommendations

International Study Institute on Victimology) di Bellagio,

Italy tanggal 1 – 12, bulan Juli 1975 yang menyatakan

bahwa restitusi adalah: “...payment by the offender for or

his working to repair the damage done to the victim-

recognize the victim’s needs and reaffirms social value39

s.

37

John Harding, 1982, Victims and Offenders Needs and Responbility Bedford

Square Pres/NVCO, hal. 16 38

Angkasa, 2004, Loc Cit, hal. 121 39

Emilio C. Viano, 1976, Victims and Society, Visage Pres Inc, Washingtom DC

hal. 626

Page 40: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

40

Demikian pula dalam Declaration of Basic

Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of

Power yang tertuang dalam The Protection of Human

Rights in the Administration of Criminal Justice A

Compendium of United Nations Norms and Standards juga

terdapat pengertian tentang restitusi yang tercermin dalam

salah satu rumusan ketentuannya (ketentuan No. 8).

Ketentuan tersebut merumuskan sebagai berikut: Offenders

or third parties responsible for their behaviour should,

where appropriate, makefair restitution to victim, their

families or dependents. Such restitution should include the

return of property or payment for the harm or loss suffered,

reimbursement of expenses incurred as a result of the

victimization, the provision of services and the restoration

of rights.40

Selain ketentuan tersebut masih dalam dokumen The

Protection of Human Rights in the Administration of

Criminal Justice A Compendium of United Nations Norms

and Standards dalam ketentuan No. 9, 10 dan 11 juga

mengatur tentang kompensasi.

40

M. Cherif Basiouni, 1994, OpCit, hal. 279

Page 41: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

41

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 9,

menyatakan: “Pemerintah harus mereview kembali

kebiasaan, peraturan dan hak hukumnya untuk

mempertimbangkan restitusi sebagai pilihan hukumnya

yang tersedia dalam kasus pidana, selain sanksi pidana

lainnya.”.

Kemudian dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-

Bangsa Nomor 10 menyatakan: “Dalam kasus kerugian

besar terhadap lingkungan, apabila diperintahkan, restitusi

termasuk hingga perbaikan lingkungan, pembangunan

kembali infrastruktur, penggantian fasilitas umum dan

penggantian biaya relokasi, apabila kerugian yang

ditimbulkan mengakibatkan terlepasnya suatu masyarakat”.

Sama halnya dengan kompensasi, restitusi apabila

dapat berjalan dengan efektif maka akan banyak

manfaatnya bagi berbagai pihak meliputi korban,

masyarakat serta pelaku itu sendiri.

Arti pentingnya program restitusi bagi korban dan

pelaku serta masyarakat dinyatakan oleh Doerner & Lab,

sebagai berikut: In general, restitution has enjoyed a warm

reception from victims, offenders, the general public and

Page 42: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

42

system personal (Gandy, 1978; Gandy and Gandy, 1980;

Hudsonand Galaway, 1980; Keldgord, 1978; Kigin and

Novak, 1980; Novak, et. Al, 1980).41

Restitusi bermanfaat untuk kepentingan korban dan

pelaku juga dinyatakan oleh Margery Fry. Ia yang mengacu

pada pandangan Schafer (1960) menyatakan bahwa restitusi

merupakan suatu sistem yang akan memberikan keuntungan

kepada korban dan pelaku42

.

Khusus bagi korban, berdasarkan studi Barnet dan

Mc. Donald restitusi dapat merupakan sarana untuk

menolong korban dengan alasan bahwa selama ini korban

hanya merupakan pihak yang dirugikan ketika sistem

peradilan pidana dioperasikan43

.

Kemudian manfaat restitusi bagi pelaku dinyatakan

oleh Margery Fry yang juga berpandangan bahwa walaupun

restitusi tidak dapat menghapus kesalahan pelaku, namun

akan dapat mengobati luka yang ditimbulkan dan memiliki

nilai pendidikan yang baik bagi para pelaku44

.

41

William G, Doener, Seteven P. ab, Op Cit, hal. 77 42

Sandra Walklate, 1989, Victimology, The Victim and The Criminal Justice

Process, Publisherd by the Academic Division of Unwin Hyman Ltd London, UK,

hal. 117 43

Andrew Karmen, Op Cit. hal. 186 44

John Harding, 1982, Op cit, hal. 8

Page 43: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

43

Albert Eglash seorang psikolog Amerika

memperkenalkan istilah “Creative restitution” untuk

menjelaskan teori restitusi. Eglash menggambarkan bahwa

restitusi merupakan cara efektif untuk rehabilitasi bagi

pelaku. Pertama restitusi memberikan akses dan

kemampuan bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan

bermakna yang bermanfaat menegakkan harga diri.

Selanjutnya Eglash yakin bahwa restitusi membuat perasaan

lebih baik. Restitusi merupakan latihan psikologi yang

dapat melatih ego bagi pelaku45

.

Berdasarkan hasil studi (Barnett, 1981; Hofrichter, 1980;

Hudson dan Galaway, 1980) banyak program restitusi

digunakan untuk memberikan keuntungan yang nyata bagi

pelaku46

. Dasar argumennya adalah dengan memberi

restitusi bagi korban yang membutuhkan dirasakan akan

meringankan beban kesalahan pelaku dan dapat diterima di

masyarakat di masa mendatang.

Selain bagi korban dan pelaku, bagi masyarakat atau

pemerintah, program restitusi juga memberikan banyak

manfaat. Beberapa kemampuan program restitusi

45

Ibid 46

William G. Doener, Steven Lab, Op Cit, hal. 75

Page 44: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

44

berdasarkan kajian Rowley, Schneider, Erwin and

Schneider, Hudson and Lawrence, bermanfaat menurunkan

angka residivisme, berdasarkan studi title restitusi juga

mempunyai efek pencegahan (deterrence effect) bagi

pelaku. Mempunyai efek pencegahan karena diasumsikan

bahwa seseorang tidak akan kembali melakukan tindak

pidana apabila masa pidananya selesai dijalani.47

Berkaitan dengan hal tersebut di atas yaitu

kompensasi dan restitusi tampaknya terdapat semangat

untuk menyatakan keprihatinan secara internasional

terhadap para korban tindak pidana itu, paralel dengan

keinginan dunia internasional untuk memperbaiki nasib

konsumen di berbagai negara, terutama di negara-negara

berkembang, melalui suatu resolusi Perserikatan Bangsa-

Bangsa tanggal 18 April 1985 No. 39/248 tentang

Perlindungan Konsumen (The United Nations Guidelines

for Consumer Protection).

Dua diantaranya, enam kepentingan konsumen yang

dikedepankan resolusi itu, yaitu: perlindungan konsumen

dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya

47

William G. Doener, Steven P. Kabupaten, Loc cit,

Page 45: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

45

serta tersedianya upaya ganti yang efektif (right to redness),

tidak dapat dilepaskan dari pemikiran-pemikiran

viktomologi yang telah berkembang selama ini.

Dengan merujuk pada kedua deklarasi tersebut, hak

korban untuk memperoleh ganti rugi (access to prompt

redness) dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Hak untuk mendapatkan restitusi (restitution) (Butir A.

8-11).

Restitusi yang dibayarkan pelaku tindak pidana kepada

korban, keluarga yang menjadi tanggungannya

mencakup; pembayaran harta milik, pembayaran atas

kerusakan, kerugian yang diderita, penggantian biaya-

biaya yang ditimbulkan sebagai akibat jatuhnya korban

(seperti: biaya perawatan, biaya pemakaman),

penyediaan jasa (jasa penasehat hukum), dan

pemulihan hak-hak (seperti: penggantian penghasilan

yang hilang, ganti rugi karena cacat). Restitusi menjadi

kewajiban negara untuk membayarkannya kepada

korban, dalam hal terjadi penyalahgunaan secara

melawan hukum kekuasaan umum oleh pejabat-pejabat

pemerintah (public officials) atau wakil-wakilnya yang

Page 46: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

46

lain (other agnes), misal: kesesatan peradilan (judicial

error), dan penangkapan atau penahanan yang

sewenang-wenang (arbitrary arrest or detection).

2. Hak untuk mendapatkan kompensasi (compensation)

(Butir A. 12-13).

Kompensasi merupakan imbalan keuangan dari negara

kepada:

a. Para korban yang menderita luka jasmani berat

atau kemerosotan kesehatan fisiknya atau mental

sebagai akibat kejahatan yang serius;

b. Keluarga, terutama tanggungan dari orang-orang

yang meninggal atau yang menjadi lumpuh secara

fisik atau mental sebagai akibat kejahatan tersebut;

yang berasal dari dana-dana nasional, jika ganti

rugi tidak sepenuhnya tersedia dari pelaku tindak

pidana atau sumber-sumber lain.

Pasal 7 UUPK

Kewajiban Pelaku Usaha adalah :

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa

Page 47: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

47

serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan

dan pemeliharaan;

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara

benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d) Menjamin mutu barang dan / atau jasa yang

diproduksi dan / atau diperdagagkan berdasarkan

ketentuan standar mutu barang dan / atau jasa yang

berlaku;

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk

menguji, dan/ atau mencoba barang dan / atau jasa

tertentu serta memberi jaminan dan / atau garansi

atas barang yang dibuat dan / atau diperdagangkan;

f) Memberi kompensasi, ganti rugi dan / atau

penggantian atas kerugian akibat penggunaan,

pemakaian dan pemanfaatan barang dan / atau jasa

yang diperdagangkan;

g) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau

penggantian apabila barang dan / atau jasa yang

diterima atau yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Page 48: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

48

Pasal 7 UUPK yang mengatur kewajiban pelaku

usaha dimaksud, tampak adanya perlindungan hukum bagi

konsumen untuk tidak menjadi korban. Bentuk

perlindungannya diimplementasikan dalam aturan bahwa

pelaku usaha harus beritikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya; memberikan informasi yang benar;

jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/

atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan,

dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani

konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

menjami mutu barang dan/jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku; memberi kesempatan kepada

konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta menjamin dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/ atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau diperdagangkan.

Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan

tersebut antara lain wajib memberi kompensasi, ganti rugi,

dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan

pemakaian dan pamanfaatan barang dan/atau jasa yang

Page 49: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

49

diperdagangkan [Pasal 7 huruf (h)]. Selain itu pelaku usaha

juga wajib untuk memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/

atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang

diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian

[Pasal 7 huruf (g)].

Pasal 8 UUPK :

1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan / atau

memperdagangkan barang dan / atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan

standar yang dipersyaratkan dan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih

atau netto, dan jumlah dalam hitungan

sebagaimana yang dinyatakan dalam label

atau etiket barang tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran,

timbangan dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,

keistimewaan, atau kemajuan sebagaimana

Page 50: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

50

dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan

barang dan / atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,

komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,

atau penggunaan tertentu sebagaimana

dinyatakan dalam label atau keterangan

barang dan / atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan

dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau

promosi penjualan barang dan / atau jasa

tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa

atas jangka waktu penggunaan / pemanfaatan

yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan produksi secara

halal sebagaimana pernyataan “halal” yang

dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat

penjelasan barang yang memuat nama barang,

ukuran, berat / isi bersih atau netto, aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,

Page 51: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

51

nama dan alamat pelaku usaha, serta

keterangan lain untuk penggunaan yang

menurut ketentuan harus dipasang / dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan / atau

petunjuk penggunaan barang dalam bahasa

Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang

yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa

memberikan informasi secara lengkap dan benar

atas barang dimaksud

3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan

farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas

dan tercemar dengan atau tanpa memberikan

informasi secara lengkap dan benar

4) Pelaku usaha yang melakukan pada ayat (1) dan

ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan /

atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari

peredaran.

Dalam perumusan Pasal 8 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

Page 52: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

52

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh produsen dalam menjalankan usaha produksi barang

dan atau jasa. Beberapa larangan diatur di dalamnya adalah

tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-

undangan; tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau

netto, dan dalam jumlah hitungan sebagaimana yang

dinyatakan dalam tabel atau tiket barang tersebut; tidak

sesuai dengan ukuran, takaran timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; tidak sesuai

dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran,

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan

barang dan/ atau jasa tersebut; tidak sesuai dengan mutu,

tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau

penggunaan tertentu sebagaimana dalam label atau

keterangan barang dan/ atau jasa tersebut; tidak sesuai

dengan janji dalam label, etiket, keterangan, iklan atau

promosi penjualan barang dan/ atau jasa tersebut; tidak

mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang

tertentu; tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara

Page 53: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

53

“halal” yang dicantumkan dalam label; tidak memasang

label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan

pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan

alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk

penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/

dibuat.

Larangan lainnya pelaku usaha dilarang

memperdangangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap

dan benar atas barang yang dimaksud. Pelaku usaha juga

dilarang memperdangkan barang yang rusak, cacat atau

bekas tersemar tanpa memberikan informasi secara lengkap

dan benar atas barang yang dimaksud.

Pada intinya menurut Nurmadjito substansi pasal

ini tertuju pada dua hal, yaitu larangan memproduksi barang

dan/atau jasa yang dimaksud yaitu untuk mengupayakan

agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat

merupakan produksi yang layak edar. Antara lain asal usul

Page 54: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

54

kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui

label, etiket, iklan dan lain sebagainya48

.

Atas pelanggaran aturan tersebut maka sanksinya

dirumuskan dala ayat (4) dilarang memperdangkan barang

dan/atau jasa serta wajib menariknya diperadaran.

Pasal 9 UUPK

1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,

mengiklankan suatu barang dan / atau jasa secara

tidak benar dan / atau seolah-olah;

a. Barang tersebut telah memenuhi dan / atau

memiliki potongan harga, harga khusus,

standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,

karakteristik tertentu, sejarah atau guna

tertentu;

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan / atau

baru;

c. Barang dan / atau jasa tersebut telah

mendapatkan dan / atau memiliki sponsor,

48

Nurmadjito, 2000, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang

Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dan Neni Sri

Imaniyati, Penyunting Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung,

hal. 18

Page 55: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

55

persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan

tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu;

d. Barang dan / atau jasa tersebut dibuat oleh

perusahaan yang mempunyai sponsor,

persetujuan atau afiliasi;

e. Barang dan / atau jasa tersebut tersedia;

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat

tersembunyi;

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari

barang tertentu;

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. Secara langsung atau tidak langsung

merendahkan barang dan / atau jasa lain;

j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan,

seperti aman, tidak berbahaya, tidak

mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa

keterangan yang lengkap;

k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji

yang belum pasti

2) Barang dan / atau jasa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan

Page 56: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

56

3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap

ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi,

dan pengiklanan barang dan/ atau jasa tersebut.

Dalam perumusan Pasal 9 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Apabila diketahui bahwa itu

melanggar maka barang dan/jasa sebagaimana dimaksud

dilarang untuk diperdagangkan. Pelaku usaha yang

melakukan pelanggaran tersebut maka dilarang melanjutkan

penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/ atau jasa

tersebut.

Beberapa larangan diatur di dalamnya adalah

dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan

suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau

seolah-olah barang tersebut telah memenuhi dan atau

memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu

tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,

sejarah atau guna tertentu; barang tersebut dalam keadaan

baik dan/ atau baru; Barang dan/ atau jasa tersebut telah

Page 57: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

57

mendapat dan/atau memiliki sponsor, persetujuan,

perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja,

atau aksesori tertentu; Barang dan/jasa tersebut dibuat oleh

perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau

afiliasi; Barang dan/atau jasa tersebut tersedia; Barang

tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; Barang

tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

Barang tersebut berasal dari daerah tertentu; Secara

langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/jasa

lain; Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman,

tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek

samping tanpa keterangan lengkap; Menawarkan suatu yang

mengandung janji yang belum pasti.

Larangan terhadap pelaku usaha tersebut di atas

membawa akibat bahwa pelanggaran atas larangan tersebut

dikualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum. Tujuan

dari peraturan ini menurut Nurmadjito adalah untuk

mengupayakan terciptanya tetib perdangangan dalam

rangka menciptakan iklim usaha yang sehat. Ketertiban

tersebut sebagai bentuk perlindungan konsumen, karena

larangan itu untuk memastikan bahwa produk yang dijual

Page 58: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

58

belikan dalam masyarakat dilakukan dengan cara tidak

melanggar hukum. Seperti praktik menyesatkan pada saat

menawarkan, mempromosikan, mengiklankan,

memperdagangkan atau mengedarkan produk barang dan /

atau jasa yang palsu, atau hasil dari suatu kegiatan

pembajakan49

.

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa

yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang

menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau

membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan

mengenai :

a. Harga barang atau tarif suatu barang dan / atau

jasa;

b. Kegunaan suatu barang dan / atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi

atas suatu barang dan / atau jasa;

d. Bahaya penggunaan barang dan / atau jasa.

49

Ibid

Page 59: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

59

Dalam perumusan Pasal 10 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam menawarkan

barang dan/ atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau

membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan

mengenai : Harga atau tarif barang dan/ atau jasa; Kegunaan

suatu barang dan/ atau jasa: Kondisi, tanggungan, jaminan,

hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/ atau jasa;

Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang

ditawarkan; Bahaya penggunaan barang dan/ atau jasa.

Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui

cara obral atau lelang, dilarang mengelabui / menyesatkan

konsumen dengan :

a. menyatakan barang dan / atau jasa tersebut seolah-

olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b. menyatakan barang dan / atau jasa tersebut seoalah-

olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

Page 60: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

60

c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan

melainkan dengan maksud untuk menjual barang

lain;

d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan

/ atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual

barang yang lain;

e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau

dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa

yang lain;

f. menaikan harga atau tarif barang dan/ atau jasa

sebelum melakukan obral

Dalam perumusan Pasal 11 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam hal penjualan

yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang

mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: menyatakan

barang dan/ atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi

standar mutu tertentu; menyatakan barang dan/atau jasa

tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

Page 61: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

61

tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan

melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; tidak

menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/ atau

jumlah yang cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam

jumlah yang cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;

menaikkan harga atau tarif barang dan/ atau jasa sebelum

melakukan obral.

Nurmadjito mengatakan bahwa berbagai macam

cara penjualan tersebut diatas ada kalanya terjadi akses

seperti penjualan obral dilakukan pada saat barangnya

berada dalam posisi over stock atau mode produk tersebut

sudah tidak mutakhir, yang lebih banyak dikenal dengan

istilah cuci gudang (Garage Sale).50

Pasal 12 :

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau

mengiklankan suatu barang dan / atau jasa dengan harga

atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika

pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk

50

Ibid, hal. 19

Page 62: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

62

melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang

ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan

Dalam perumusan Pasal 12 UUPK juga memuat

perlindungan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha

dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan

suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus

waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak

bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu

dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.

Pasal 13 :

1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan

atau mengiklankan suatu barang dan / atau jasa

dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa

barang dan / atau jasa secara cuma-cuma dengan

maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak

sebagaimana yang dijanjikannya

2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan

atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen

makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan

kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian

hadiah berupa barang dan / atau jasa

Page 63: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

63

Dalam perumusan Pasal 13 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/ atau jasa. Pelaku usaha dilarang menawarkan,

mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau

jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa

barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud

tidak memberikannya atau tidak memberikan sebagaimana

yang dijanjikannya. Pelaku usaha juga dilarang

menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat-obat

tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa

pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian

hadiah berupa barang dan/ atau jasa.

Pasal 14 :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa

yang ditujukan utnuk diperdagangkan dengan memberikan

hadiah melalui undian, dilarang untuk :

a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas

waktu yang dijanjikan;

b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;

Page 64: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

64

c. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai

hadiah yang dijanjikan

Dalam perumusan Pasal 14 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam menawarkan

barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang

untuk: tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas

waktu yang dijanjikan; mengumumkan hasilnya tidak

melalui media massa; memberikan hadiah tidak sesuai

dengan yang dijanjikan; menganti hadiah yang tidak setara

dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Pasal 15 :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa

dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain

yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun

psikis terhadap konsumen

Dalam perumusan Pasal 15 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

Page 65: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

65

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam menawarkan

barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara

pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan

gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

Pasal 16

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa

melalui pesanan dilarang untuk :

a. Tidak menepati pesanan dan / atau kesepakatan

waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;

b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan / atau

prestasi

Dalam perumusan Pasal 16 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam menawarkan

barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak

menepati barang dan/ atau kesepakatan waktu penyelesaian

Page 66: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

66

sesuai yang dijanjikan; tidak menepati janji atas suatu

pelayanan dan/ atau prestasi.

Pasal 17

1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan

yang :

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas,

kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang

dan / atau tarif jasa, serta ketepatan waktu

penerimaan barang dan / atau jasa;

b. Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang

dan / atau jasa;

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak

tepat mengenai barang dan / atau jasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko

pemakaian barang dan / atau jasa;

e. Mengekspoitasi kejadian dan / atau seseorang

tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan

yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan / atau ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai periklanan.

Page 67: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

67

2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan

peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan

pada ayat (1)

Dalam perumusan Pasal 17 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha periklanan dilarang

memproduksi iklan yang : mengelabui konsumen mengenai

kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/

atau jasa, serta ketepatan waktu penarikan barang dan/ atau

jasa; mengelabui jaminan/ garansi terhadap barang dan/ atau

jasa; memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat

mengenai barang dan/ atau jasa; tidak memuat informasi

mengenai risiko pemakaian barang dan/ atau jasa;

mengekploitasi kejadian dan/ atau seseorang tanpa seizin

yang berwenang atau bertujuan yang bersangkutan;

melanggar etika dan/ atau ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai periklanan.

Dalam praktek iklan dapat merugikan konsumen,

namun bagi banyak produsen di Indonesia, iklan seolah-

Page 68: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

68

olah dianggap sebagai alat promosi yang tidak memiliki

akibat hukum51

.

Iklan yang dapat merugikan konsumen dapat berupa

bait advertising, blind advertising dan false advertising.

Bait advertising, adalah suatu iklan yang menarik,

tetapi penawaran yang disampaikan tidak jujur untuk

menjual produk karena pengiklan tidak bermaksud menjual

barang yang diiklankan. Tujuan agar konsumen mengganti

membeli barang yang diiklankan dengan barang jualan

lainnya yang biasanya lebih mahal atau lebih

menguntungkan pengiklan52

.

Blind advesiting, adalah suatu iklan yang cenderung

membujuk konsumen untuk berhubungan dengan

pengiklanan namun tidak menyatakan tujuan utama iklan

tersebut untuk menjual barang atau jasa, dan tidak

menyatakan identitas pengiklan.

False adversiting, adalah jika representasi tentang

fakta dalam iklan adalah salah, yang diharapkan untuk

membujuk pembeli barang yang diiklankan, dan bujukan

51

Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, 2004, Op cit, hal. 125 52

Stanley Morganster, 1978. Legal Protection for the Consumer, Second Edition,

Oceana Publications, Inc, Dobbc Ferry New York, hal. 22

Page 69: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

69

pembelian tersebut merugikan pembeli, serta dibuat atas

dasar tindakan kecurangan atau penipuan.53

Pasal 18

1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau

jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang

membuat atau mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen dan / atau perjanjian apabila;

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku

usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak

menolak penyerahan kembali barang yang

dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak

menolak penyerahan kembali uang yang

dibayarkan atas barang dan/ atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen

kepada pelaku usaha baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk melakukan segala

53

Milton Handler, 1972, Business Tort, Case dan Materials, Foundation Pres New

York, hal. 475

Page 70: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

70

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang

yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya

kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang

dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk

mengurangi manfaat jasa atau mengurangi

harga kekayaan konsumen yang menjadi objek

jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada

peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,

lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa

konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa

kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak

tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang dibeli oleh konsumen

secara angsuran.

2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku

yang letak atau bentuknya sulit dilihat atau tidak

Page 71: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

71

dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti

3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh

pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum

Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang

bertentangan dengan undang-undang ini.

Dalam perumusan Pasal 18 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pelaku usaha dalam menawarkan

barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdangangkan

dilarang membuat atu mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: menyatakan

pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; menyatakan

bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen; menyatakan bahwa pelaku

usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang

dibayarkan atas barang dan/ atau jasa yang dibeli oleh

Page 72: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

72

konsumen; menyatakan pemberian kuasa dari konsumen

kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak

langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang

berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran; mengatur perihal pembuktian atas hilangnya

kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh

konsumen; memberi hak kepada pelaku usaha untuk

mengurangi manfaat jasa dan mengurangi harta kekayaan

konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; menyatakan

tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/ atau perubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh palaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya; menyatakan bahwa

tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang

dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pasal 19

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan / atau kerugian

konsumen akibat mengkonsumsi barang dan / atau

jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;

Page 73: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

73

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat berupa pengambilan uang atau penggantian

barang dan / atau jasa yang sejenis setara lainnya,

atau perawatan kesehatan dan / atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku;

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang

waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi;

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan

kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan;

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat

membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan

kesalahan konsumen.

Dalam perumusan Pasal 19 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

mendapatkan ganti kerugian apabila pelaku usaha

menghasilkan produk yang rusak, mencemari atau

Page 74: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

74

menimbulkan kerugian akibat mengkonsumsi produk

tersebut. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa

pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi

atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen

akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan

atau diperdagangkan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud

dapat berupa pengembalian uang atau pengembalian barang

dan/ atau jasa yang sejenis atau setara nilaianya, atau

perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberian ganti rugi dilaksanakan dala tenggang waktu 7

(tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Walaupun ganti

kerugian sudah dilakukan oleh pihak pelaku usaha namun

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya

unsur kesalahan.

Dalam perspektif viktimologi konsep ganti rugi

kerugian ini tampaknya dapat dipersamakan dengan

restitusi. Dalam perspektif viktimotologi restitusi berkaitan

dengan perbaikan atau restorasi perbaikan atas kerugian

fisik, moral ataupun harta benda, kedudukan dan hak-hak

Page 75: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

75

korban pertanggungjawaban pelaku tindak pidana. Restitusi

merupakan suatu tindakan restitutif terhadap pelaku tindak

pidana yang berkarakter pidana dan menggambarkan suatu

tujuan koreksional dalam kasus pidana54

.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan

yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh

iklan tersebut

Dalam perumusan Pasal 20 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Dalam ketentuan Pasal 20 dirumuskan

bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas

iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan

oleh iklan tersebut :

Pasal 21

1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat

barang yang diimpor apabila importasi barang

54

Angkasa, 2004, Loc Cit, hal. 118

Page 76: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

76

tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan

produsen luar negeri

2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia

jasa asing apabila penyediaan jasa barang tersebut

tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan jasa asing

Dalam perumusan Pasal 21 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

pelaku usaha dalam menjalankan usaha produsi barang dan/

atau jasa. Dalam perumusan pasal 21 dinyatakan bahwa

importir apabila importasi barang bertanggung jawab

sebagai pembuat barang yang impor apabila importasi

barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan

produsenluar negeri; impor jasa bertanggung jawab sebagai

penyedia jasa asing apabila penyedia jasa asing tersebut

tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa

asing.

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam

kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat

(4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan

Page 77: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

77

tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan

bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.

Dalam perumusan Pasal 22 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) yang

dapat diartikan sebagai upaya perlindungan dalam rangka

untuk memperoleh jaminan/santunan hukum atas

penderitaan/kerugian orang yang telah menjadi korban

tindak pidana dengan memberikan peluang yang besar

dalam hal beban pembuktian. Pasal 22 mengatur bahwa

pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam

kasus pidana sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (4),

Pasal 20, Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab

pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk

melakukan pembuktian.

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan / atau memberi tanggapan

dan / atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntunan

konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan

Page 78: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

78

ke badan peradilan setempat di tempat kedudukan

konsumen.

Dalam rumusan Pasal 23 UUPK juga tampak adanya

usaha perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen)

untuk mendapatkan ganti kerugian terhadap pelaku usaha

yang menolak dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas

tuntutan konsumen yaitu dapat digugat melalui badan

penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke

badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.

Pasal 24 :

1) Pelaku usaha yang menjual barang dan / atau jasa

kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas

tuntutan ganti rugi dan / atau gugatan konsumen

apabila;

a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen

tanpa melakukan perubahan apa pun atas

barang dan / atau jasa tersebut;

b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli

tidak mengetahui adanya perubahan barang

dan / atau jasa yang dilakukan oleh pelaku

Page 79: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

79

usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu,

dan komposisi.

2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti

rugi dan / atau gugatan konsumen apabila pelaku

usaha lain yang membeli barang dan/ atau jasa

menjual kembali kepada konsumen dengan

melakukan perubahan atas barang dan / atau jasa

tersebut.

Dalam rumusan Pasal 24 UUPK tampaknya juga

memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat

(konsumen) untuk mendapatkan ganti rugi terhadap pelaku

usaha yang menimbulkan kerugian melalui gugatan ganti

rugi. Dalam ketentuan tersebut antara lain mengatur bahwa

pelaku usaha yang menjual barang dan/ atau jasa kepada

pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti

rugi dan/ atau gugatan konsumen apabila : pelaku usaha lain

menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan

apapun atas barang dan/ atau jasa tersebut; pelaku usaha

lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya

Page 80: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

80

perubahan barang dan/ atau jasa yang dilakukan oleh pelaku

usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu dan komposisi.

Pasal 25 :

1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang

pemanfaatannya berkelanjutan dalam batasa waktu

sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib

menyediakan suku cadang dan / atau fasilitas purna

jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai

dengan yang diperjanjikan.

2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan /

atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha

tersebut:

a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku

cadang dan/atau fasilitas perbaikan;

b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan

atau garansi yang diperjanjikan.

Dalam rumusan Pasal 25 UUPK tampaknya juga

memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat

(konsumen) untuk mendapatkan ganti kerugian terhadap

pelaku usaha dengan mengatur pelaku usaha yang

Page 81: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

81

memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan

dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib

menyediakan suku cadang dan/ atau fasilitas penjualan dan

wajib memenuhi jaminan garansi sesuai dengan yang

diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib

memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati

dan/atau yang diperjanjikan

Dalam rumusan pasal 26 UUPK juga memuat

perlindungan hukum bagi masyarakat (konsumen) untuk

tidak menjadi korban kejahatan korporasi yang dilakukan

oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha produksi

barang dan/atau jasa. Pengaturannya bagi pelaku usaha yang

memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/ atau

garansi yang disepakati dan/ atau yang diperjanjikan.

Selain ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal-pasal

tersebut di atas, UUPK tampaknya juga menunjuk suatu

lembaga yang berfungsi untuk lebih memperkuat dalam

memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat

(konsumen) untuk tidak menjadi korban kejahatan

Page 82: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

82

korporasi. Lembaga dalam hal ini yang dimaksud adalah

Kementrian yang dilaksanakan oleh menteri dan/atau

menteri teknis terkait. Pembinaan ini antara lain diupayakan

agar tercipta iklim usaha dan timbulnya hubungan yang

sehat antara pelaku usaha dengan konsumen;

berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat; meningkatnya kualitas sumber daya manusia

serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan

dibidang perlindungan konsumen. Selain itu dalam

pengaturan selanjutnya tampak bahwa pengawasan terhadap

penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan

ketentuan peraturan perundang-undangannya

diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Hal ini sebagaimana tampak dalam ketentuan Pasal 29 dan

Pasal 30 UUPK Bab VII tentang pembinaan dan

Pengawasan yang rumusan selengkapnya adalah sebagai

berikut :

Pasal 29

(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan

penyelenggaraan perlindungan konsumen yang

Page 83: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

83

menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku

usaha serta dilaksanakan kewajiban konsumen dan

pelaku usaha;

(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan

perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud ayat

(1) dilaksanakan oleh menteri dan/atau menteri teknis

terkait;

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

melakukan koordinasi atas penyelenggaraan

perlindungan konsumen;

(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya

untuk :

a. Terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan

yang sehat antara pelaku usaha dengan

konsumen;

b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat;

c. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia

serta meningkatnya kegiatan penelitian dan

pengembangan dibidang perlindungan konsumen.

Page 84: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

84

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan

penyelenggaraan perlindungan diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan

konsumen serta penetapan ketentuan peraturan

perundang-undangannya diselenggarakan oleh

pemerintah, masyarakat dan lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat;

(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri dan/ atau

menteri teknis terkait;

(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat

dilakukan terhadap barang dan/ atau jasa yang

berdasar dipasar;

(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan

membahayakan konsumen, menteri dan/atau menteri

Page 85: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

85

teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

(5) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan

ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Selain ketentuan-ketentuan sebagaimana disebutkan dalam

pasal-pasal tersebut di atas, dalam perumusan pasal

selanjutnya UUPK tempaknya juga menunjukkan suatu

lembaga yang bernama Badan Perlindungan Konsumen

Nasional dalam rangka mengembangkan upaya

perlindungan konsumen. Badan Perlindungan Konsumen

Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik

Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden. Badan

perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi

memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah

dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di

Indonesia. Untuk melanjutkan fungsi sebagaimana

dimaksud maka Badan Perlindungan Konsumen Nasional

mempunyai tugas : Memberikan saran dan rekomendasi

kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan

dibidang perlindungan konsumen; Melakukan penelitian

Page 86: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

86

dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan

yang berlaku dibidang perlindungan konsumen;

Melaksanakan penelitian terhadap barang dan/atau jasa

yang menyangkut keselamatan konsumen; Mendorong

berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat; Menyebarluaskan informasi melalui media

mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan

sikap keberpihakan kepada konsumen; Menerima

pengaduan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku

usaha; Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan

konsumen. Dalam melaksnakan tugas, Badan Perlindungan

Konsumen Nasional dapat berkerjasama dengan konsumen

internasional.

Pengaturan tersebut di atas secara lengkap dirumuskan

dalam Bab VIII tentang Badan Perlindungan Konsumen

Nasional sebagai berikut :

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan

konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen

Nasional.

Page 87: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

87

Pasal 32

Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di

Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan Bertanggung

jawab kepada Presiden.

Pasal 33

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai

fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada

pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan

konsumen di Indonesia.

Pasal 34

(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 33, Badan Perlindungan Konsumen

Nasional mempunyai tugas :

a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada

pemerintah dalam rangka penyusunan

kebijaksanaan dibidang perlindungan konsumen;

b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap

barang dan/ atau jasa yang menyangkut

keselamatan konsumen;

c. Mendorong berkembangnya lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

Page 88: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

88

d. Menyebarluaskan informasi melalui media

mengenai perlindungan konsumen dan

memasyarakatkan sikap keprihatinan kepada

konsumen;

e. Menerima pengaduan tentang perlindungan

konsumen dari masyarakat, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat,

atau pelaku usaha;

f. Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan

konsumen.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Badan Perlindungan Konsumen

Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi

konsumen interasional.

Dalam pasal yang lain juga diatur tentang perlindungan

hukum bagi konsumen sebagai korban dengan memberi

kesempatan mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan

yang berada dilingkungan peradilan umum. Penyelesaian

sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau

Page 89: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

89

di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak

yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana

diatur dalam undang-undang. Apabila telah dipilih upaya

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,

gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu

pihak atau para pihak yang bersengketa.

Dalam pasal berikutnya juga mengatur tentang pihak-pihak

yang dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha

yang meliputi atas pelanggaran pelaku usaha dapat

dilakukan oleh : seseorang konsumen yang dirugikan atau

ahli waris yang bersangkutan; sekelompok konsumen yang

mempunyai kepentingan bersama; lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,

yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam

anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan

didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan

perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya; Pemerintah dan/atau

instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang

Page 90: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

90

dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian

materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Perlindungan hukum tersebut tampak pada ketentuan pasal-

pasal berikut yang rumusannya secara lengkap sebagai

berikut :

Pasal 45

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengugat

pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas

menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha atau melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum;

(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh

melalui peradilan atau di luar peradilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa;

(3) Penyelesaian sengketa di luar peradilan sebagaimana

dimaksud ayat (2) tidak menghilangkan tanggung

jawab pidana sebagaimana diatur undang-undang;

(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui

pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya

Page 91: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

91

tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu

pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 46

(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat

dilakukan oleh :

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris

yang bersangkutan;

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai

kepentingan bersama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu

berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam

anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas

bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut

adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen

dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan

anggaran dasarnya;

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila

barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi atau

dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi

yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit;

Page 92: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

92

(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen,

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,

atau pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf

b, huruf c, dan huruf d diajukan kepada peradilan

umum;

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang

besar dan/ atau korban yang tidak sedikit sebagaimana

dimaksud ayat (1) huruf d diatur dalam Peraturan

Pemerintah.

Pada pasal selanjutnya juga tampak sebagai perlindungan

hukum berupa penyelesaian sengketa di luar pengadilan

adanya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan

diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai

bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tidak terulang

kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Pasal yang

dimaksud adalah Pasal 47 yang secara lengkap

perumusannya adalah sebagai berikut :

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai

bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tidak terulang

kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Page 93: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

93

Dalam pasal selanjutnya UUPK memberikan

perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam arti

perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak

pidana (berarti perlindungan Hak Asasi Manusia atau

kepentingan hukum seseorang) dengan perumusan sanksi.

Dasar pemikirannya penetapan ancaman sanksi pada suatu

peraturan perundang-undangan dapat berfungsi pula sebagai

general prevention. Di sisi lain ketika sangsi yang sudah

dirumuskan efektif berlaku maka dapat dikatakan pula

sebagai perlindungan hukum untuk memperoleh jaminan/

santunan hukum atas penderitaan/ kerugian orang yang

telah menjadi korban tindak pidana (jadi identik dengan

“penyantunan korban”). Perumusan sanksi ini tampak pada

perumusan Pasal 60 hingga Pasal 63. Pasal yang dimaksud

merumuskan sebagai berikut :

Pasal 60

(1) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang

menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku

usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3),

Pasal 20, Pasal 25, Pasal 26;

Page 94: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

94

(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi

paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah);

(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam

peraturan perundang-undangan.

Sanksi Pidana

Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha

dan/ atau pengurusnya.

Pasal 62

(1) Pelaku usaha melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13

ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,

huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda

paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah);

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, ayat (1),

Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf

f dipidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana

Page 95: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

95

denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah);

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatan luka berat,

sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan

ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud Pasal 62,

dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa :

(1) Perampasan barang tertentu;

(2) Pengumuman keputusan hakim;

(3) Pembayaran ganti rugi;

(4) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang

menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

(5) Kewajiban penarikan barang dan perdaran; atau

(6) Pencabutan izin usaha.

Perumusan Pasal 61 tersebut di atas menunjukkan

bahwa terdapat suatu bentuk pertanggungjawaban pidana

yang tidak saja dapat dikenakan terhadap pengurus, akan

tetapi juga kepada perusahaan. Hal ini menurut Nurmadjito

Page 96: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

96

merupakan upaya yang bertujuan menciptakan sistem bagi

perlindungan konsumen. 55

Kemudian dalam Pasal 62, telah memberlakukan

dua aturan hukum sesuai tingkat pelanggaran yang

dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pelanggaran yang

mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau

kematian diberlakukan ketentuan hukum pidana

sebagaimana diatur dalam KUHP, sementara di luar dari

tingkat pelanggaran tersebut berlaku ketentuan hukum

pidana sebagaimana diatur dalam UUPK.

Berdasarkan paparan tersebut di atas maka dapat

dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen secara normatif telah

memberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum

disini dapat diliht dari 2 (dua) makna. Pertama dapat

diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi

korban tindak pidana” (berarti perlindungan Hak Asasi

Manusia atau kepentingan hukum seseorang). Ketentuan

yang demikian diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal

55

Nurmadjito, 2000, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang

Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dkk (penyunting)

Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, hal. 30

Page 97: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

97

18, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 26. Kedua, dapat diartikan

sebagai “Perlindungan untuk memperoleh jaminan/santunan

hukum atas penderitaan/kerugian orang yang telah menjadi

korban tindak pidana” (jadi identik dengan “penyantunan

korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan

nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin

(antara lain dengan pemanfaatan) pemberian ganti rugi

(restiusi, kompensasi, jaminan/santunan kesejahteraan

sosial) dan sebagainya. Ketentuan demikian diatur dalam

Pasal 19, Pasal 22 sampai dengan Pasal 25, Pasal 29 sampai

dengan Pasal 34, Pasal 45 sampai dengan Pasal 47, Pasal 60

sampai dengan Pasal 63.

Hak korban akan ganti rugi menurut Barda Nawawi

Arief pada dasarnya merupakan bagian integral dari hak

asasi dibidang kesejahteraan/jaminan sosial (social

security), seperti terlihat misalnya dalam Artikel 25

Universal Declaration of Human Rights (UDHR). 56

Ketentuan sebagaimana yang telah dirumuskan

dalam UUPK tersebut menunjukkan adanya keselarasan

dengan dokumen-dokumen international maupun

56

Barda Nawawi Arief, Op cit, hal. 56

Page 98: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

98

kecenderungan international serta rekomendasi dari para

viktimolog maupun pakar hukum pidana.

Dalam Magna Charta for Victim merumuskan hak-

hak korban yang mempunyai prinsip-prinsip umum sebagai

berikut :

(1) Hak-hak korban didasarkan pada hak untuk hidup,

kemerdekaan, keamanan pribadi dan kesejahteraan;

(2) Tugas negara berkisar dari kewajiban hukum, tanggung

jawab bersama dan kesetiakawanan sosial;

(3) Korban berhak mendapat ganti rugi dari pelaku;

(4) Korban berhak mendapat ganti rugi dari negara;

(5) Korban berhak atas bantuan dalam penyembuhannya;

(6) Korban berhak atas perlakuan adil dihadapan hukum;

(7) Korban berhak atas keadilan;

(8) Korban dan keluarganya berhak mengetahui fakta-fakta

disekitar keadaan;

(9) Korban berhak atas pengakun dan bantuan dari

masyarakat nasional dan internasional;

(10) Korban berhak atas perlindungan dan tindakan

pencegahan;

Page 99: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

99

(11) Korban tidak boleh ditolak pelayanan sosial dasar dan

akses ke bantuan pengadilan dan pemerintah hanya

karena tidak mempunyai rumah;

(12) Hak-hak korban dan tugas negara tidak tentu

tergantung dari penyelidikan pertanggung jawaban

pidana atau kesalahan pelaku, atau dari pengenalan atau

penahanan tersangka;

(13) Hak-hak ini berlaku bagi keluarga dekat korban, dan

orang-orang yang sangat dekat dengan korban karena

menderita akibat viktimisasi

(14) Hak-hak ini berlaku bagi orang-orang yang dirugikan

dalam campur tangan membantu korban dalam

kesukaran atau yang berusaha mencegah terjadinya

korban akibat tindak pidana, dan yang membantu dalam

penegakan hukum

(15) Penderitaan korban memerlukan tindakan atau

pertolongan dan kerja sama internasional 57

.

Selain itu dalam instrument internasional lainnya

juga merumuskan tentang hak-hak korban sebagaimana

yang tertuang dalam The Protection of Human Rights in the

57

Stephen Schalfer, 1968, Op Cit, hal. 253

Page 100: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

100

Administration of Criminal Justistice A Compendium of

United Nations Norns and Standards58

.

Selanjutnya hak-hak korban juga tertuang dalam

“Declaration of Basic Principles of Justice for Victim of

Crime and Abus of Power” tersebar pada beberapa

ketentuan yang mengatur tentang kesempatan mendapat

keadilan dan perlakuan yang adil (Access to justice and fair

treatment)” memperoleh restitusi (Restitution); mendapat

kompensasi (Compensation); aturan umum (General

Clause); memperoleh asistensi (Assistence).

Hak-hak korban juga dinyatakan oleh Bambang

Poernomo yang menyatakan bahwa korban mempunyai

hak-hak antara lain :

(1) Mendapatkan kompensasi atau penderitaannya, sesuai

kemampuan pembuat korban memberi kompensasi dan

taraf keterlibatan korban dalam terjadinya tindak

pidana;

(2) Menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat

korban (karena korban tidak memerlukannya);

58

M. Cherif Bassiouni, Inc, irving on 1994, The Protection of Human rights in the

Administration of Criminal Justice A Compedium of United States Norms and

Standards, Transnational Publisher Hudson, New York, hal. 277-333

Page 101: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

101

(3) Mendapat kompensasi untuk ahli warisnya (bila korban

meninggal dunia akibat tindak pidana tersebut);

(4) Mendapat pembinaan dan rehabilitasi;

(5) Mendapat kembali hak miliknya;

(6) Menolak menjadi saksi bila akan membahayakan

dirinya;

(7) Mendapat perlindungan dari ancaman pihak pembuat

korban bila melapor dan menjadi saksi;

(8) Mendapat bantuan penasihat hukum;

(9) Menggunakan upaya hukum (rechtsmiddenlen)59

Di Inggris sendiri pada tahun 1990 telah

dideklarasikan The Victims Charter. yang juga telah

diperbaharui pada bulan Juni 1996. Ketentuan-ketentuan

program tersebut antara lain mengemukakan sebagai berikut

:

(1) Korban harus diberitahukan : a) rincian petugas yang

menangani tindak pidana atau kejahatan; b) rincian

kerugian yang dialami korban; c) rincian perkembangan

kasus (the progres of a case) tanggal-tanggal

59

Bambang Poernomo, tanpa tahun, Hukum dan Victimologi (The Legal Victims)

Program Pascasarjana BKU Hukum Pidana- Hukum Bisnis Universitas Padjajaran

Bandung, 24

Page 102: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan ...

102

persidangan (trial dates) peradilan (bail), dan putusan

pemindanaan (sentencing decisions).

(2) Pengadilan harus mempertimbangkan

perintah/hukuman untuk membayar ganti rugi kepada

korban, jika pengadilan menjatuhkan pidana kepada

terdakwa.