bab III analisa pengaruh kadar bioetanol terhadap destilasi bertingkat

16
BAB III TEORI 3.1. Bioetanol Bioetanol bersumber dari gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah melalui proses fermentasi dihasilkan etanol. Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (gasohol) (Wiratmaja, 2011). a. Sifat-sifat fisis etanol 1) Rumus molekul : C2H5OH 2) Berat molekul : 46,07 gram / mol 3) Titik didih pada 1 atm : 78,4°C 4) Titik beku : -112°C 5) Bentuk dan warna : cair tidak berwarna (Perry, 1984) b. Sifat-sifat kimia etanol 1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air III-1

Transcript of bab III analisa pengaruh kadar bioetanol terhadap destilasi bertingkat

BAB III

TEORI

3.1. Bioetanol

Bioetanol bersumber dari gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah melalui proses

fermentasi dihasilkan etanol. Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon,

hydrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon yang

mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair, tidak

berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dalam air

dengan segala perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut

untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus,

asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol juga

untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (gasohol) (Wiratmaja,

2011).

a. Sifat-sifat fisis etanol

1) Rumus molekul : C2H5OH

2) Berat molekul : 46,07 gram / mol

3) Titik didih pada 1 atm : 78,4°C

4) Titik beku : -112°C

5) Bentuk dan warna : cair tidak berwarna (Perry, 1984)

b. Sifat-sifat kimia etanol

1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air

2) Diperoleh dari fermentasi gula

Pembentukan etanol

C6H12O6 enzim CH3CH2OH

Glukosa etanol

3) Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O

Pembakaran etanol

CH3CH2OH + 3O2 2CO2 + 3H2O + energi

(Fessenden & Fessenden, 1997)

III-1

Tabel 1. Konversi biomasa menjadi bioetanol

(Sumber BPPT ,2005)

Bioetanol merupakan istilah untuk etanol yang terbuat dari bahan baku nabati dan

diproduksi oleh mikroorganisme melalui proses yang disebut dengan fermentasi. Etanol

merupakan nama trival dari etil alkohol (C2H2OH), sering pula disebut alkohol saja.

Bentuknya berupa cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas (Natsir,

2013).

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku,

bahan bakar, dan senyawa sintetis antara senyawa-senyawa organic lainnya. Etanol sebagai

pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, dan resin maupun

laboraturium. Di Indonesia, industri minuman merupakan pengguna terbesar etanol,

disusul berturut-turut oleh industri asam asetat, industri farmasi, kosmetika, rumah sakit,

dan industry lainnya. Sebagai bahan baku, etanol digunakan untuk pembuatan senyawa

asetaldehid, dietil eter, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya (Paturau, 1981; dalam

Natsir, 2013 ).

Jika dibakar, etanol menghasilkan karbondioksida dan air. Dengan mencampur

etanol dan bensin, maka dapat dihasilkan bahan bakar campuran yang dapat terbakar

dengan sempurna dan dapat mengurangi emisi pencemaran udara (Ahring, 2007 ; dalam

Natsir, 2013 ).

Menurut Hambali et al. (2007),dalam jurnal natsir. (2013), bioetanol memiliki karakteristik

yang lebih baik dibandingkan dengan bensin berbasis petrokimia karena beberapa hal:

1. Bioetanol mengandung 35% oksigen, sehingga dapat meningkatkan efisiensi

pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca

2. Bioetanol memiliki nilai oktan yang lebih tinggi sehingga dapat menggentikan

fungsi bahan aditif seperti metal tetra butyl eter dan tetra etil timbale.

III-2

3. Bioetanol memiliki nilai oktan (ON) 96-113, sedangkan nilai oktan bensin hanya

85-96.

4. Bioetanol bersifat ramah lingkungan, karena gas buangannya rendah terhadap

senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai karbon monoksida, nitrogen oksida,

dan gas-gs rumah kaca.

5. Bioetanol mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air.

6. Bioetanol dapat diperbaharui (renewable energy) dan proses produksinya relatif

lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi bensin.

Umumnya, penggunaan bioetanol masih dalam bentuk campuran dengan bensin pada

konsentrasi 10% (E-10) yaitu 10% bioetanol dan 90% bensin. Campuran bioetanol dalam

bensin disamping dapat menambah volume BBM, juga dapat meningkatkan nilai oktan

sehingga mencapai poin ON 92-95. Selain itu, penambahan etanol dalam bensin juga dapat

berfungsi sebagai pengganti MTBE (metal tetra butyl eter) yang sekarang ini banyak

digunakan sebagai bahan aditif alam bensin (Hambali et al., 2007:dalam natsir, 2013).

3.1.1. Pembuatan Bioetanol

Secara umum produksi bioetanol mencakup tiga rangkaian proses yaitu, persiapan

bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai

tanaman yang menghasilkan gula seperti tebu dan molase dan juga tanaman penghasil pati

atau tepung seperti jagung, singkong dan juga sagu. Pada tahapan persiapan, bahan baku

berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya

difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk

larutan gula seperti molase dapat secara langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai

perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat

dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, dan jagung) sebelum memasuki

tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi proses liquifikasi dan sakarifikasi.

Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi gula (Hambali, E., dkk. 2008).

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada

tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan

enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada suhu sekitar 27 - 320C . pada tahap ini akan

dihasilkan gas CO2 sebagai by product dan sludge sebagai limbahnya. Gas CO2 yang

dihasilkan memiliki perbandingan stoikiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan

III-3

yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan

baku gas dalam minuman berkarbonat (Hambali, E., dkk. 2008).

Tahap berikutnya adalah pemurnian bioetanol yang diperoleh. Tahap ini dilakukan

dengan metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni yaitu

pada kisaran 78 – 1000C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memilki kemurnian

hingga 96%. Etanol hasil destilasi kemudian dikeringkan melalui metode purifikasi

menggunakan molecular sieve untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga memenuhi

spesifikasi bahan bakar ataupun untuk keperluan industri (Hambali, E., dkk. 2008; dalam

jurnal ).

3.2. Singkong

Singkong, (nama botani: Manihot Esculenta Crantz) yang juga dikenal sebagai

ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris bernama Cassava, adalah pohon tahunan

tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai

makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan

umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 5 – 10 cm dan

panjang 50 – 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya

berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun

ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru

gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong

merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber

protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam

amino metionin.

Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar karbohidrat

sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi tepung. Tanaman ubi

kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan yang kurang subur serta masa

panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya dapat berlangsung sepanjang

tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial

untuk pembuatan bioetanol (Prihardana, R., dkk. 2008).

III-4

Gambar 3.1 Singkong/ Ubi Kayu

Di Indonesia, ubi kayu dinilai sebagai sumber karbohidrat yang paling potensial untuk

diolah menjadi bioetanol. Hal ini karena ubi kayu memiliki daya tahan yang tinggi terhadap

penyakit, dapat diatur waktu panennya serta dapat tumbuh di tempat yang kurang subur. Namun,

kadar patinya tergolong rendah (30%) dibandingkan dengan jagung (70%).

3.3. Ragi

Ragi adalah kelompok jamur uniseluler berukuran lima hingga dua puluh mikron

yang umum dipergunakan untuk fermentasi roti dan minuman beralkohol, lebih dari seribu

spesies ragi telah teridentifikasi hingga saat ini dan yang paling umum dipergunakan

adalah Saccharomyces cerevisiae Hansen. Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah

mikroorganisme yang anaerob fakultatif. Ragi memproduksi energi dalam kondisi

ketiadaan oksigen dengan mengubah gula menjadi etanol dan karbon dioksida. Etanol

adalah produk yang diinginkan dalam pembuatan minuman beralkohol namun dalam

pembuatan roti, yang diinginkan adalah peran karbon dioksida sehingga roti dapat

mengembang sedangkan etanol yang terbentuk dibiarkan menguap (European

Bioinformatics Institute, 1996).

Sebuah sel ragi mampu memfermentasi glukosa dengan massa yang sama dengan

massa selnya sendiri dalam jangka waktu satu jam. Ragi dapat bereproduksi secara

aseksual dengan membentuk tunas ataupun secara seksual dengan pembentukan ascospora.

Selama proses reproduksi aseksual, sebuah tunas baru tumbuh dari ragi dengan kondisi

tertentu dan saat mencapai ukuran dewasa ia akan melepaskan diri dari sel induknya.

Reproduksi seksual ragi umumnya berlangsung pada kondisi kekurangan nutrisi

pertumbuhan dengan cara pembentukan ascospora (European Bioinformatics Institute.

1996).

3.4. Hidrolisis

III-5

Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah terurai

Reaksi antara air dan pati berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator untuk

memperbesar kereaktifan air. Katalisator bisa berupa asam maupun enzim. Katalisator asam yang

biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat. Dalam industri umumnya

digunakan enzim sebagai katalisator.

Salah satu proses hidrolisis yaitu hidrolisis asam, dimana katalisatornya menggunakan

asam. Asam berfungsi sebagai katalisator dengan mengaktifkan air. Di dalam industri asam yang

dipakai adalah H2SO4 dan HCl. HCl lebih menguntungkan karena lebih reaktif dibandingkan

H2SO4. (Groggins,1992)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada hidrolisis pati antara lain :

a. Suhu

Dari kinetika reaksi, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi. Tetapi

apabila proses berlangsung pada suhu yang tinggi, konversi akan menurun. Hal ini

disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang.

b. Waktu

Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar dan pada batas waktu

tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut diperpanjang,

pertambahan konversi kecil sekali.

c. Pencampuran pereaksi

Karena pati tidak larut dalam air maka pengadukan perlu diadakan agar persentuhan butir-

butir pati dan air dapat berlangsung dengan baik.

d. Konsentrasi katalisator

Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi. Jadi semakin banyak

jumlah katalisator yang dipakai makin cepat reaksi hidrolisis. Dalam waktu tertentu pati

yang berubah menjadi glukosa juga meningkat.

e. Kadar suspensi pati

Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat.

(Groggins,1992)

Reaksi antara air dan pati berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan

katalisator untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator bisa berupa asam maupun

enzim. Katalisator asam yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam

sulfat. Dalam industri umumnya digunakan enzim sebagai katalisator.

III-6

3.5. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses perubahan – peubahan kimia dalam suatu substrat organik

yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh

mikrobia – mikrobia tertentu

Fermentasi dapat diartikan juga sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa

bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman

susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi

senyawa nitrogen organik. Perubahan gula pereduksi menjadi etanol dilakukan oleh

enzyme invertrase, yaitu enzim kompleks yang terkandung dalam ragi. Reaksinya adalah

sebagai berikut (Wiratmaja, 2011):

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP

Glukosa Etanol+karbondioksida+ (Energi = 118 kJ per mol)

Sehingga secara garis besar dapat dilihat sebagi berikut (Wiratmaja, 2011):

(Gula) Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + (glukosa, fruktosa) Energi

(ATP).

Ditinjau dari reaksi diatas, terlihat O2 tidak diperlukan, hanya ada pengubahan zat

organik yang satu menjadi zat organik yang lain (glukosa menjadi etanol). Selanjutnya

apabila etanol telah melewati rentang waktu fermentasinya maka akan terjadi proses

fermentasi lanjutan berupa fermentasi asam asetat dimana mula-mula terjadi pemecahan

gula sederhana menjadi etanol, selanjutnya etanol menjadi asam asetat (Wiratmaja, 2011).

2C2H5OH + 2 O2 2 CH3COOH + 2H2O

Bakteri yang aktif (Wiratmaja, 2011):

1. Acetobacter aceti

2. Acetobacter pasteurianum

3. Acetobacter oxydans, dan lain-lain.

Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur minuman, bir,

roti dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi (Sukmawati, 2009):

1. Keasaman (pH)

III-7

Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam perkembangan bakteri. Kondisi

keasaman yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah 4-5.

2. Mikroba

Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan

di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.

Berbagai macam jasad renik dapat digunakan untuk proses fermentasi antara lain

yeast. Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media agar-agar atau dalam

bentuk dry yeast yang diawetkan.

3. Suhu

Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama

fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan optimal, yaitu

suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan perbanyakan diri secara tercepat.

Pada suhu 30 °C mempunyai keuntungan terbentuk alkohol lebih banyak karena

ragi bekerja optimal pada suhu itu.

4. Oksigen

Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk

memperbanyak atau menghambat mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan

oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru

dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) akan tumbuh

lebih baik pada keadaan aerobik, tetapi akan melakukan fermentasi terhadap gula

jauh lebih cepat pada keadaan anaerobic.

5. Makanan

Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan menyediakan:

a. Energi biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung karbon.

b. Nitrogen untuk sintesis protein. Salah satu contoh sumber nitrogen yang dapat

digunakan adalah urea.

c. Mineral yang dipergunakan mikroorganisme salah satunya adalah asam

phospat yang dapat diambil dari pupuk NPK.

d. Vitamin, sebagian besar sumber karbon dan nitrogen alami sudah

mengandung semua atau beberapa vitamin yang dibutuhkan mikroorganisme.

3.6. Destilasi

III-8

Destilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yang

dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi

farksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil fermentasi

glukosa atau dektrosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen-

komponen tertentu yang mudah tercampur. Umumnya destilasi berlangsung pada tekanan

atmosfer, contoh dalam hal ini adalah sistem alkohol air, yang pada tekanan atmosfer

memiliki titik didih sebesar 78,6oC (Sukmawati, 2009).

Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu campuran

yang terdiri dari dua atau lebih cairan melalui pemanasan. Pemanasan dimaksudkan untuk

menguapkan komponen-komponen yang lebih mudah menguap (titik didih lebih rendah)

dan kemudian uap yang diperoleh dikondensasi kembali menjadi cair dan kemudian

ditampung dalam suatu bejana penerima (Susilo, 2009).

Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung

pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa cair. Semua

komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair

melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Susilo, 2009).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi

adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan

larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang

medidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan

(Susilo, 2009).

Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: evaporasi yaitu memindahkan pelarut

sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan

komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang

kurang volatil dan kondensasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih

volatil (Susilo, 2009).

Proses-proses distilasi yaitu proses distilasi normal, proses distilasi bertingkat dan

proses distilasi vakum. Proses distilasi normal yaitu suatu proses distilasi dengan

menggunakan tekanan atmosfer. Pada proses ini titik didih campuran cukup besar

perbedaannya, sehingga proses pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh yaitu

campuran benzen dan toluen. Benzene pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2ºC,

III-9

sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1ºC. Proses

penyulingan juga temasuk dalam kelompok proses distilasi normal (Susilo, 2009).

Proses distilasi bertingkat yaitu suatu proses distilasi dengan letak pengambilan

hasil bertingkat-tingkat atau setelah didistilasi, hasilnya didistilasi lebih lanjut untuk

memperoleh konsentrasi yang lebih baik. Proses ini banyak dipakai dalam bidang minyak

bumi, juga pada proses distilasi campuran azeotrop dengan menambahkan komponen

ketiga yang dapat larut dalam salah satu komponen pada campuran tersebut (Susilo, 2009).

Proses distilasi vakum yaitu suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan

yang sangat rendah (vakum), pada proses ini titik didih campuran yang akan dipisahkan

mendekati sehingga pemisahannya menjadi sulit. Kemudian dengan jalan mengubah

tekanan operasi akan memberikan perubahan tekanan uap masing-masing komponen,

sehingga pemisahan dapat dijalankan, sebagai contoh campuran air dengan air berat

(Susilo, 2009).

Proses destilasi bertingkat (fraksinasi) ini digunakan untuk komponen yang

memiliki titik didih yang berdekatan. Sistem kerjanya sama dengan destilasi sederhana,

perbedaannya adalah adanya kolom fraksinasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara

bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-

beda ini bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih baik daripada plat-plat di

bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya (Agustin, 2013).

Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioethanol atau alkohol yang mempunyai

kemurnian sekitar 30-40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. Untuk

memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai

bahan baker, harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan

memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan

kembali untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Destilasi

bertingkat sangat efektif digunakan pada pemisahan fraksi minyak mentah menjadi

berbagai komponennya (Agustin, 2013).

Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat

dipergunakan sebagai bahan bakar harus melewati proses destilasi untuk memisahkan

alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut

yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian

hingga 99,5-99,8%. Oleh karena itu untuk mendapatkan FGE, dilaksanakan pemurnian

lebih lanjut dengan azeotropic destilation dan dehidrasi (Agustin, 2013).

III-10

Dilaporkan bahwa pengolahan bioetanol dengan menggunakan proses destilasi

bertingkat (dua kali proses destilasi) menghasilkan bioetanol dengan kadar 69,2-89,1%.

Diharapkan dengan menggunakan destilasi 3 tingkat akan diperoleh bioetanol dengan

kadar di atas 95% (Agustin, 2013).

III-11