BAB III 2100023 -...

46
32 BAB III NALAR BAYANI DALAM METODOLOGI ISTINBATH HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang teratur untuk mencapai maksud. Metodologi adalah ilmu tentang metode. 1 Kata Istimbath diderivasi dari bahasa Arab yang berarti mengeluarkan dan menarik. Secara terminologi berarti upaya mengeluarkan hukum dari dalil nash. istinbath juga dapat diartikan sebagai ijtihad. Artinya, bahwa istimbath merupakan suatu proses dan upaya mengambil hukum dari dalil-dalil tertentu dengan menggunakan metodologi istinbat yang telah dirumuskan dalam Ilmu Ushul Fiqh. 2 Berarti Metodologi Istinbath Hukum Islam adalah ilmu tentang metode-metode penggalian hukum Islam dari dalil-dalil nash, yang merupakan sumber hukum Islam. Sebelum kita berbicara lebih jauh, hendaknya kita bedakan dulu pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh. Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang membahas tentang kaidah bagaimana menggali hukum Islam dari dalil-dalil yang terperinci. 3 Sedangkan Ilmu Fiqh adalah ilmu yang mempelajari 1 Drs. Suparno E.P, Glosarium – Kata Serapan Dari Bahasa Barat Dengan Etimologinya, Semarang: Media Wiyata, hlm.100 2 Dr. Mochtar Effendy, S.E, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku 2, Palembang: Penerbit: Universitas Sriwidjaya, Cet.I, Ed.2, 2001, hlm.528 3 M. Jawad Mughniyah, Ilmu Ushul Fiqh fi Tsawbihi al-Jadidah, Beirut: Dar al-Ilmi li al-Mala’in, hlm. 15. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu, dengan beberapa kaidah dan pembahasan tentang bagaimana cara mengambil hukum syar’I yang bersifat amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al- Qalam, hlm.12

Transcript of BAB III 2100023 -...

Page 1: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

32

BAB III

NALAR BAYANI DALAM METODOLOGI ISTINBATH

HUKUM ISLAM

A. Metodologi Istinbath Hukum Islam

Metode berarti cara yang teratur untuk mencapai maksud.

Metodologi adalah ilmu tentang metode.1 Kata Istimbath diderivasi dari

bahasa Arab yang berarti mengeluarkan dan menarik. Secara terminologi

berarti upaya mengeluarkan hukum dari dalil nash. istinbath juga dapat

diartikan sebagai ijtihad. Artinya, bahwa istimbath merupakan suatu proses

dan upaya mengambil hukum dari dalil-dalil tertentu dengan menggunakan

metodologi istinbat yang telah dirumuskan dalam Ilmu Ushul Fiqh.2 Berarti

Metodologi Istinbath Hukum Islam adalah ilmu tentang metode-metode

penggalian hukum Islam dari dalil-dalil nash, yang merupakan sumber

hukum Islam.

Sebelum kita berbicara lebih jauh, hendaknya kita bedakan dulu

pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh. Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang

membahas tentang kaidah bagaimana menggali hukum Islam dari dalil-dalil

yang terperinci.3 Sedangkan Ilmu Fiqh adalah ilmu yang mempelajari

1 Drs. Suparno E.P, Glosarium – Kata Serapan Dari Bahasa Barat Dengan

Etimologinya, Semarang: Media Wiyata, hlm.100 2 Dr. Mochtar Effendy, S.E, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku 2, Palembang:

Penerbit: Universitas Sriwidjaya, Cet.I, Ed.2, 2001, hlm.528 3 M. Jawad Mughniyah, Ilmu Ushul Fiqh fi Tsawbihi al-Jadidah, Beirut: Dar al-Ilmi li

al-Mala’in, hlm. 15. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu, dengan beberapa kaidah dan pembahasan tentang bagaimana cara mengambil hukum syar’I yang bersifat amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, hlm.12

Page 2: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

33

Hukum Syari’at yang bersifat amaliah (perbuatan) yang diperoleh dari dalil-

dalil hukum yang terinci dari ilmu tersebut.4

Yang menjadi obyek kajian Ilmu Ushul Fiqh adalah dalil-dalil

syara’, sebagai landasan hukum, dan tata cara istimbath hukumnya.

Sedangkan obyek kajian Fiqh adalah perbuatan mukallaf (orang yang sudah

dapat dibebani suatu aturan hukum) yang ditetapkan oleh Hukum Syara’.

Tujuan Ilmu Ushul Fiqh adalah pengaplikasian kaidah-kaidah terhadap dalil-

dalil yang menunjukkan hukum syara’. Sedang tujuan Fiqh adalah aplikasi

hukum-hukum syara’ terhadap ucapan dan perbuatan manusia.5 Kedua ilmu

tersebut berkembang seiring dengan perkembangan Islam.6

a. Sumber Hukum Islam

Dalam perkembangan sejarahnya, para Ahli Ushul memakai

dan menetapkan beberapa Sumber Hukum sebagai dasar ketika mereka

melakukan Istimbath. Sumber Hukum atau Dalil adalah sesuatu yang

menjadi dasar hukum syara’ (yang berbentuk perbuatan), baik (proses

penunjukkannya) melalui jalan Qath’i atau Dzanni. Sumber-sumber

Hukum Islam Antara lain:

1. Sumber hukum yang disepakati antara lain: Al-Qur’an, Sunah, Ijma’

dan Qiyas.

2. Sumber hukum yang tidak disepakati – tidak disepakati karena hanya

beberapa Mujtahid yang memakainya, yang lain tidak – antara lain:

4 Drs. H.A. Syafi’i Karim, Fiqh –Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.II, 2001,

hlm.11 5 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm.12-14 6 Ibid, hlm.15

Page 3: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

34

Istihsan, Maslahah Mursalah, Istishab, Urf, Madzhab al-Sahabi dan

Syar’u Man Qablana.7

Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan oleh Ruhul Amin

kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mu’jizat kerasulannya, dan

membacanya adalah ibadah.8 Semua Ahli Ushul Sepakat menjadikan Al-

Qur’an sebagai Hujjah yang kuat bagi mereka dan bahwa ia dan hukum-

hukum di dalamnya wajib ditaati.9

Hadits adalah apa saja yang dikembalikan (bersumber) kepada

Nabi baik berupa ucapan, tingkah laku dan atau ketetapan.10 Seluruh

umat muslimin sepakat bahwa hadits adalah hujjah bagi kaum muslimin

dan sebagai sumber syari’at bagi hukum-hukum syara’.11

Ijma adalah persesuaian faham para mujtahid dari kaum

muslimin pada suatu masa, mengenai suatu hukum.12 Ijma harus

memenuhi empat hal:

1. Harus ada beberapa mujtahid dalam suatu waktu.

2. Seluruh mujtahid harus bersepakat mengenai suatu hukum.

3. Kesepakatan mereka harus dengan pernyataan yang jelas.

7 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, tt, hlm.20-22 8 Drs. H.A. Syafi’i Karim, Fiqh – Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, Cet.II, 2001,

hlm.57 9 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum

Fiqh Islami, Bandung: PT. Alma’aif, Cet.4, 1997, hlm.33 10 Dr. Mahmud Al-Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, Al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa

al-Tawzi’: Daru al-Fikr, hlm.14 11 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.40. Wael B. Hallaq

menyebutkan bahwa Ushul Fiqh bermula dari persoalan yang ditinggalkan teologi, dengan mengasumsikan kebenaran-kebenaran postulat teologi. Salah satunya, kebenaran dan keotoritatifan Qur’an dan Hadits sebagai dasar hukum Islam. Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories, Terj. Sejarah Teori Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.I, 2000, hlm.86

12 Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, Terj. Sejarah Pembinaan Hukum Islam, Jakarta: Jayamurni, Cet.II,1974, hlm.88

Page 4: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

35

4. Kesepakatan tersebut harus merupakan kesepakatan seluruh

mujtahid.

Jika keempat syarat tersebut terpenuhi maka hukum yang ditetapkan

dengan ijma wajib diikuti. Karena hukum tersebut bersifat Qath’i, tidak

boleh bertolak belakang darinya dan dihapus.13

Qiyas (penalaran analogi) adalah pengambilan kesimpulan dari

suatu prinsip tertentu yang terkandung dalam suatu preseden, hingga

suatu kasus yang baru dapat dipersamakan dengannya karena persamaan

‘ilat (Ratio Legis).14 Rukun-rukun qiyas antara lain :

1. Al-Aslu (pokok) adalah sesuatu (perkara) yang dilegitimasi nash.

2. Al-Far’u (cabang) adalah kasus yang dipertautkan dengan al-Aslu.

3. Hukmu al-Asli adalah ketentuan hukum atas perkara yang

mempunyai legalitas nash.

4. Al-‘Ilat adalah sesuatu yang menghubungkan antara al-Aslu dan al-

Far’u.

Menurut jumhur, Qiyas dapat dijadikan sumber hukum, keempat setelah

Ijma.15

Istihsan adalah kembalinya seorang Mujtahid dari ketetapan

Qiyas Jali kepada Qiyas Khafi, atau dari Dalil Kulli kepada Dalil Juz’I

berdasarkan dalil. Istihsan bukan sumber hukum yang berdiri sendiri

(dapat menetapkan hukum dengan sendirinya). Karena hukum yang

13 Abdul Wahab Khalaf,Op.Cit,hlm.45-47 14 Fazlur Rahman, Islam, 1968, Terj. Islam, Bandung: Pustaka, Cet.IV, 2000, hlm.94 15 Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Op.Cit, hlm.84

Page 5: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

36

ditetapkan olehnya berdasarkan Qiyas Khafi. Istihsan dipakai oleh

kebanyakan golongan Hanafiyah.16

Maslahah Mursalah adalah memelihara maksud Syari’ dengan

jalan menolak segala yang merusakkan makhluk.17 Menurut Prof Ahmad

Syalabi, maslahah Mursalah adalah tiap-tiap maslahah yang tidak

dianjurkan (dituturkan) oleh nash untuk tidak memperhatikannya atau

memperhatikannya. Imam Malik berpegang pada maslahah mursalah

dalam menetapkan hukum. Dia memberi tiga syarat:

1. Tidak bertentangan dengan salah satu dalil

2. Untuk menarik manfaat dan menolak suatu madharat

3. Tidak menyinggung persoalan ibadah18

Abdul Wahab Khalaf memberi syarat dalam menggunakan

maslahah mursalah sebagai hujjah:

1. Maslahah harus nyata, bukan yang dipersangkakan (perkiraan)

2. Maslahah harus bersifat umum, bukan kepentingan pribadi

3. Maslahah tidak bertentangan dengan nash.19

Istishab adalah adalah menetapkan hukum sesuatu menurut

keadaan menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil

yang merubahnya. Istishab bukan untuk menetapkan suatu hukum baru,

tetapi melanjutkan berlakunya suatu hukum yang telah ada. Menurut

Ulama Hanafiyah istishab dapat menjadi hujjah untuk menolak akibat

16 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm.79-82 17 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Pengantar Hukum Islam, Semarang:

Pustaka Rizki Putra, Cet.II, 2001, hlm.219 18 Prof. Dr. Ahmad Syalaby, Op.Cit, hlm.94 19 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, 86-87

Page 6: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

37

hukum dari penetapan hukum yang berbeda dengan yang dulu, bukan

untuk menetapkan hukum.20

Urf adalah keadaan yang sudah tetap pada jiwa manusia,

dibenarkan oleh akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera, atau

kebiasaan yang sudah berulang-ulang dalam masyarakat.21 Menurut

Abdul Wahab Khalaf, Urf ada dua; Pertama, Urf Sahih yaitu adat yang

tidak bertentangan dengan syara’. Urf ini harus dijaga dalam

pensyari’atan. Kedua, Urf Fasid adalah adat yang bertentangan dengan

syara’. Urf ini tidak wajib dijaga (menjadi pertimbangan hukum).22

Para Ulama sepakat bahwa perkataan (ketetapan hukum)

Sahabat yang bukan didasarkan pada fikiran semata adalah Hujjah bagi

umat Islam. hal ini berdasarkan asumsi bahwa apa yang dikatakan

Sahabat berasal dari apa yang mereka dengar dari Nabi. Yang

diperselisihkan adalah pendapat sahabat yang berupa hasil Ijtihad

sendiri.23

Syar’u Man Qablana (syari’at umat sebelum kita) dapat

menjadi Hujjah dan kita wajib mengikutinya selama syari’at yang

ditetapkan oleh Al-Qur’an tidak menghapusnya, karena syari’at itupun

adalah ketentuan Allah SWT. Ini pendapat jumhur Hanafiyah, sebagian

Malikiyah dan Syafi’iyah.24

20 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.111-113 21 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Op.Cit. hlm.226 22 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm.89-90 23 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.116-118 24 Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm.94

Page 7: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

38

b. Metode Istimbath Hukum Islam

Para ahli ushul telah mengembangkan beberapa metode

(penalaran) yang kesemuanya bertujuan guna mengungkap hukum dari

teks-teks suci. Metode tersebut antara lain: pendekatan bi Dalalah al-

Nash dan bi al-Ra’yi; pendekatan Tekstual dan Kontekstual; pendekatan

Bayani, Ta’lili dan Istishlahi.25 Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi

membagi Metode Istinbath Hukum Islam menjadi tiga yaitu : Metode

Bayani, Matode Ta’lili dan Metode Istishlahi.26

Metode Bayani adalah metode yang berusaha mengungkap apa

yang ada di balik sebuah teks. Metode ini berguna untuk memahami apa

yang diinginkan Syari’ – pembuat undang-undang yang dalam hal ini

adalah Allah SWT – melalui kajian teks. Karena hal inilah, metode ini

untuk mengetahui apa yang diinginkan Syari’, Ma’ruf al-Dawalibi

menyebutnya metode bayani. Metode ini menjadi sangat penting karena

sumber hukum Islam adalah teks, dimana teks mewakili sesuatu yang

akan disampaikan oleh si Pembuat Teks.27 Dalam Al-Risalah karya

Syafi’i diterangkan bahwa kata “bayani” mempunyai banyak arti. Salah

satunya adalah keterangan Allah SWT dalam al-Qur’an untuk

hambanya. Syafi’i juga menulis beberapa bab mengenai bayani.28

25 Prof, Dr, H.M. Amin Abdullah, et, al, Menggagas Mazhab Jogja, Yogyakarta; Ar-

Ruzz Press, 2002, hlm.50 26 Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi, Al-Madkhal Ila Ilmi Ushul Al_fiqh, Cet.5, Dar al-

Ilmi lil Malayin, 1965, hlm.381-382 27 Ibid, hlm.381. lihat M Abed al-Jabiri menggolongkan epistemologi Ushul Fiqh ke

dalam susunan nalar bayani. M. Abed Al-Jabiri, Takwin al-Aql al-‘Araby, Terj, Formasi Nalar Arab – Kritik Tradisi Menuju Pembebasan dan Pluralisme Wacana Interreligius, Yogyakarta: IRCiSoD, Cet.I, 2003, hlm.163-175

28 lihat Al-Syafi’i, al-Risalah , Baeirut: Dar al-Fikr, t.th, hlm.21

Page 8: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

39

Metode Ta’lili adalah upaya penggalian hukum yang bertumpu

pada penentuan ‘ilat hukum yang terdapat dalam suatu nash. Atas dasar

‘ilat tersebut, permasalahan hukum yang muncul diupayakan

pemecahannya melalui penalaran analogi terhadap ‘ilat tersebut. Metode

ini mencoba untuk memahami apa yang dikehendaki oleh Syari’ melalui

penalaran logika – menghubungkan masalah yang tidak disebutkan oleh

teks dengan hukum yang dituturkan teks.29 Dalam dataran praktisnya,

penalaran Ta’lili berbentuk Qiyas dan Istihsan.30

Metode Istislahi adalah upaya penggalian hukum yang

bertumpu pada prinsip-prinsip kemaslahatan yang disimpulkan dari Al-

Qur’an dan Hadits. Metode ini digunakan untuk mencari hukum suatu

permasalahan berdasarkan Maslahah Mursalah – setiap kemaslahatan

yang tidak ada dalam nash. Metode ini digunakan ketika penggalian

hukum berhenti, dan tidak ditemukan jawaban atas suatu masalah

dengan metode bayani dan ta’lili – metode ini bagian dari penggunaan

Ra’yu.31 Dalam perkembangan Ushul Fiqh, corak penalaran ini tampak

antara lain dalam metode al-Maslahah al-Mursalah dan al-Dzari’ah.32

Semua ulama sepakat dengan penggunaan metode bayani.

Sedang tentang metode ta’lili dan istishlahi terdapat perbedaan pendapat.

Salah satu menentang penggunaan keduanya adalah kelompok

Dzahiriyah yang digadangi oleh Dawud al-Dzahiri. Menurutnya suatu

29 Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi, Op.Cit, hlm.382 30 Dr. Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, Cet.I, 1996, hlm.133 31 Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi, Op.Cit 32 Ibid

Page 9: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

40

masalah harus didasarkan pada nash yang qath’i tidak boleh dengan

Ijtihad bi al-Ra’yi. Imam Syafi’i sangat ketat dalam penggunaan ra’yu.

Ia hanya berijtihad dengan menganalogikan suatu masalah, yang tidak

disebutkan dalam nash, dengan ketentuan hukum nash. Syafi’i

menentang penggunaan istihsan dan istishlah. Sedang Malikiyah, Ahnaf

dan Hanabilah adalah kelompok yang sangat longgar dalam

menggunakan metode ijtihad. Mereka menerima metode Istihsan,

Istishlah, Qiyasi dan Bayani.33

B. Metode Bayani Ushuliyah

a. Qowa’id al-Lughah Ushuliyah dan Metode Bayani

Kaidah kebahasaan Ushuliyah adalah metode pembacaan teks

yang telah dikembangkan oleh para ahli Ushul Fiqh. kaidah ini adalah

wujud nyata dari upaya para Ushuliyah untuk mengungkap apa yang

dinginkan Syari’ dari nash hukum. Berbeda dengan kaidah kebahasaan

pada umumnya, kaidah ini lebih menekankan kepada upaya mencari dan

memahami makna yang terkandung dalam sebuah teks.

Sejak masa kenabian, para sahabat telah dibiasakan untuk

berijtihad terhadap masalah yang mereka hadapi. Nabi SAW

memberikan kesempatan ijtihad seluas-luasnya kepada sahabat-

sahabatnya.34 Pernah suatu ketika Nabi memerintahkan beberapa

33 Ibid, hlm.435 34 Dr. Muhammad Ali As-sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami, Terj. Sejarah Fiqh Islam,

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet.I, 2003, hlm.53-57. Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hasil ijtihad sahabat merupakan penerapan hukum, bukan Tasyri’. Lihat Prof. Abdul Wahab

Page 10: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

41

sahabatnya untuk pergi ke daerah musuh dan melakukan shalat ketika

sampai di tujuan. Waktu asar ketika mereka masih dalam perjalanan.

Akhirnya para sahabat ada yang melakukan shalat sebelum dan sesudah

sampai tujuan.35 Fakta ini menunjukkan kebebasan berijtihad yang

diberikan Nabi terhadap sahabat-sahabatnya. Peristiwa ini juga bisa

diartikan bahwa para sahabat mempunyai kemampuan dan cara yang

berbeda dalam mambaca teks (perintah Nabi SAW).

Dalam membaca nash Qur’an, kadang terjadi perbedaan

pendapat di kalangan sahabat. Seperti persoalan sekitar hal-hal yang

tidak disinggung atau disebutkan dengan kata bermakna ganda. Langkah

yang mereka tempuh adalah menafsirinya dengan hadits atau pendapat

ulama ahli hukum.36

Cara yang digunakan sahabat tersebut, dalam memahami nash

Qur’an diadopsi oleh generasi berikutnya,37 tapi tidak ada satu pun yang

dibukukan. Kaidah kebahasaan ini baru dibukukan pertama kali oleh al-

Syafi’i dalam kitab al-Risalah. Kitab ini merupakan pondasi ilmu ushul

fiqh, karenanya al-Syafi’i disebut sebagai pendiri disiplin keilmuan ini.38

Al-Syafi’i menjelaskan beberapa hal mengenai al-bayan, hadits sebagai

Khalaf, Khulasah Tarikh Tasyri’ al-Islami, Terj. Perkembangan Sejarah Hukum Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.I, 2000, hlm.14

35 Ahmad Hasan, The Early Development of Islamic Yurisprudence, Terj. Agah Garnadi, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, Bandung: Pustaka, Cet.I, 1984, hlm.13

36 Ibid, hlm.16 37 Mun’in A. sirry, Sejarah Fiqh Islam – Sebuah Pengantar, Surabaya; Risalah Gusti,

Cet.I, 1995, hlm.49 38 Khudari Beik, Op.Cit, hlm.395

Page 11: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

42

penjelas al-Qur’an. Beliau juga menerangkan beberapa hal mengenai am

dan khas.39 Imam Syafi’i menawarkan beberapa hal, antara lain:

1. Hukum berasal dari teks yang diwahyukan

2. Hadits merupakan sumber hukum mengikat

3. Tidak ada pertentangan antara Al-Qur’an dan Sunnah

4. Secara Hermeneutis, kedua sumber tersebut saling melengkapi

5. Ijtihad dan Qiyas ditentukan oleh sumber hukum yang diwahyukan40

Kaidah kebahasaan ushuliyah bukan merupakan produk yang

sekaligus jadi di tangan al-Syafi’i. Karena al-Syafi’I hanya memberikan

dasar dan menyebutkan beberapa bagian kecil darinya. Metode ini

kemudian disempurnakan oleh generasi selanjutnya.41 Kaidah

kebahasaan ini lahir dari upaya untuk meminimalisir perbedaan

pemahaman nash Qur’an, khususnya dalam bidang hukum. Yang

menjadi perbedaan di kalangan para ulama dalam membaca maksud

nash Qur’an adalah: kata, makna kata dan ilat, hal yang menghubungkan

antara satu hal dengan yang lain, makna kata tersebut.42

Muhamad Ma’ruf al-Dawalibi menyebut kaidah kebahasaan

ushuliyah dengan sebutan metode bayani. Metode ini berkaitan erat

dengan cara pengungkapan maksud Syari’, menjelaskan dan

39 Lihat al-Syafi’i, al-Risalah, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, hlm.21-79 40 Wael B. Hallaq, Op.Cit, hlm.45 41 Seperti Imam Fakhruddin al-Razy menambahkan dalam kitabnya, al-Mahsul fi Ilm

Ushul al-Fiqh, beberapa kaidah dalam pembagian lafad. Lihat Fakhruddin Al-Razy, al-Mahsul fi Ilm Ushul al-Fiqh, Jil.I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, hlm.69-398

42 Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi, Op.Cit, hlm.133

Page 12: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

43

menafsirkan. Karena hal inilah, dia menyebut kaidah kebahasaan

ushuliyah dengan qowa’id al-bayan li al-nushush, metode untuk

menjelaskan nash-nash.43 Kaidah ini berhubungan dengan ilmu logika

dan kejernihan pikiran. Jadi qowa’id al-lughah al-ushuliyah dan metode

bayani adalah sama.

b. Metode Bayani

Metode Bayani merupakan topik inti dalam Ilmu Ushul.44

Karena seorang Mujtahid ketika beristimbath tidak akan lepas dari teks.

Memahami teks harus mengetahui makna kata, struktur kebahasaan,

bagaimana dalalah sebuah kata, dan macam dalalah serta kuat dan

lemahnya dalalah tersebut.45 Dua hal yang menjadi fokus utama kajian

ini adalah kata dan makna.

Metode kebahasaan yang dipakai oleh Ushuliyah berbeda

dengan ahli tata bahasa (Al-Nuhat). Karena ahli tata bahasa hanya

mencari struktur kata dan makna. Sedangkan Ahli Ushul tidak hanya

mencari makna kata dari yang tampak – karena makna tersebut

terkadang bukan yang diinginkan Syari’ – tetapi juga juga makna yang

lain, Ushuliyah ingin mengungkap maksud Syari’.46

43 Ibid, hlm.384 44 Imam Ghazali, Al-Mustashfa min Ilmi al-Ushul, Mesir: Maktabah al-Jindan, t.th.,

hlm.260 45 Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi, Op.Cit, hlm.426 46 Dr. Fathi al-Darini, Al-Manahij al-Ushuliyah fi al-Ijtihad bi al-Ra’yi fi Tasyri’I al-

Islamy, Damaskus: Dar al-Kitab al-Hadits, 1975, hlm.41

Page 13: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

44

Metode ini menjadi sangat signifikan karena nash keislaman

adalah berbentuk teks Arab. Maka untuk memahami dan beristimbath

harus dengan struktur lisan arab (struktur kata). Ada dua cara yang

dikembangkan Ahli Ushul dalam memahami makna teks, yaitu:

1. Memahami struktur teks arab

2. Keterangan dari Rasul tentang makna ayat Al-Qur’an.47

Dalam kajian kebahasaan ushul ada istilah al-Dalalah yaitu

adanya sesuatu menunjukkan adanya sesuatu yang lain, petunjuk dan

yang ditunjuk. Atau memahami sesuatu berdasarkan sesuatu yang lain.48

Dalalah ada kalanya berupa Dalalah Wadl’i (hubungan antara kata dan

makna) dan Ghairu Wadl’i.

Dalalah Wadl’i terbagi menjadi tiga; pertama, ketika lafad

digunakan untuk menunjukkan seluruh (apa yang terkandung) makna

yang diciptakan untuknya disebut Dalalah Muthabiq. Kedua, ketika

suatu kata digunakan untuk menunjukkan kepada sebagian makna

disebut Dalalah Tadhamun. Ketiga, ketika lafad digunakan untuk

menunjukkan kepada makna selain yang diciptakan untuknya, tetapi

mempunyai ketersangkutan secara rasio atau Adat antara makna yang

diciptakan untuknya dengan makna yang lain, disebut Dalalah Iltizam.49

47 M. Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr al-‘Azali, t.th., hlm.116 48 Ada dialektika antara eksistensi petunjuk terhadap apa yang ditunjuk. Dalam

penerapannya, berubahnya makna suatu kata (yang ditunjuk) bisa disebabkan oleh adanya sesuatu yang lain.

49 Muhammad Mustafa Syalaby, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Nahdah al-“Arabiah, t.th., hlm.367-368

Page 14: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

45

Kajian ini sangat erat kaitannya dengan kata-kata dan makna.

Ushuliyin membagi lafad-lafad (kata) berdasarkan beberapa kriteria.

Antara lain:

1. Berdasarkan makna yang diciptakan untuknya (kata)

2. Berdasarkan pemakaian kata (makna yang dipakai)

3. Berdasarkan jelas dan tidaknya makna kata

4. Berdasarkan cara penunjukkan kata kepada makna50

1. Kata Berdasarkan Makna Yang Diciptakan Untuknya

Berdasarkan kriteria ini kata terbagi menjadi empat: Am, Khas dan

Musytarak. Ada yang memasukkan Mu’awal dan Jamak al-Munakar (jamak

yang berbentuk isim nakirah – lawan ma’rifat) kedalam pembagian ini.

Menurut Mustafa Syalabi, Mu’awal adalah bagian dari Musytarak. Karena

Mu’awal sebenarnya adalah Musytarak yang diambil salah satu maknanya

karena ada dalil. Sedang Jamak al-Munakar termasuk Am bagi golongan yang

tidak mensyaratkan makna al-Istighraq (menghabiskan seluruh unit yang

tercover dalam makna), dan bagi yang mensyaratkan makna al-Istighraq,

Jamak al-Munakar termasuk Khas.51

a. Am

Lafad Am adalah suatu lafad yang sengaja diciptakan oleh bahasa

untuk menunjukkan satu makna yang dapat mencakup seluruh satuan yang

50 Dr. Badran Abu al-‘Ainain Badran, Ushul al-Fiqh al-Islami, Penerbit Universitas

Islam Iskandariah, t.th., hlm.348 51 Muhammad Mustafa syalaby, Op.Cit, hlm.371

Page 15: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

46

tidak terbatas dalam jumlah tertentu.52 Menurut Dr. Fathi al-Darini, lafad

yang menunjukkan kuantitas satuan yang terbatas bukan termasuk Am.

Sebuah kata bisa termasuk Am dikarenakan bentuknya (wadl’i) ataupun

ada qarinah, petunjuk.53 Artinya lafad Am bisa berubah, menjadi bukan

Am, kalau ada dalil yang merubahnya.

Keumuman yang dimiliki lafad Am adalah mencakup seluruh

satuan yang dimaksud. Ini berbeda dengan keumuman lafad Mutlak, yang

hanya berkisar pada satuan yang dapat digolongkan kepadanya saja.

Misalnya kata al-insan (seluruh manusia) termasuk kata Am karena

mencakup seluruh satuan yang dikatakan manusia sekaligus. Berbeda

dengan kata insan hanya mencakup unit yang dapat digolongkan padanya,

tidak mencakup seluruh manusia.54

1. Bentuk-bentuk Am (kata yang menunjukkan arti keumuman)

Jenis kata yang menunjukkan arti umum ada beberapa macam, antara

lain:

1. Kata jamak, seperti ��������� , ������ , ��� ����� dan lain-lain.

2. Kata yang menunjukkan jenis sesuatu, seperti ����� (manusia),

������ (perempuan), ���� (unta) dan lain-lain.

52 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum

Fiqh Islami, Bandung: PT. Alma’aif, Cet.4, 1997, hlm.218 53 Dr. Fathi al-Darini, Op.Cit, hlm.497 54 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.219

Page 16: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

47

3. Kata yang tidak jelas apa yang ditunjuk (mubham)55, seperti kata

pertanyaan �� untuk seseorang dan �� untuk sesuatu. Atau kata

syarat �� (apa saja), ���� (dimana) dll.

4. Isim Mufrad (kata – noun – yang menunjukkan arti satu) yang

diberi al, seperti ������ , ������ , ������� .56

Bentuk lafad Am (sighat dalam al-Qur’an) antara lain :57

1. Lafad kullun dan Jami’un, seperti contoh:

��� �!�� " #�!$#���% &�!��#'()!��!*!�!+�� ,-���!�(.��/0��1��2345�

Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan di bumi untuk kamu”. (Al-Baqarah: 29)58

2. Kata jamak yang dita’rifkan dengan alif-lam (al) atau idhafat,

contoh:

������������� ����������������������������

Artinya: Allah SWT. Mensyari’atkan bagimu tentang (pusaka) anak-anakmu”. (an-Nisa’: 11)59

Ulama Ushul menetapkan lafad jamak ini berfaidah umum

berdasarkan ijma Sahabat.60

55 Dalam struktur kata arab ada istilah ma’rifat dan nakirah. Ma’rifat berarti jelas yang

dituju dalam suatu pembicaraan. Sedang Nakirah berarti tidak jelas yang dimaksud dari suatu pembicaraan. Ketidak jelasan ini dalam istilah Ahli Ushul disebut Ibham.

56 Dr. Wahbah Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz.I, Beirut: Dar al-Fikr, hlm.245 57 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.409-415 58 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989,

hlm.13 59 Ibid. hlm.116 60 Ketika itu terjadi perdebatan mengenai pemegang kepemimpinan pasca Nabi Wafat.

Abu Bakar berkata “al-‘Aimatu min Quraisy”, para sahabat memahami bahwa kata tersebut bermakana umum. Artinya seluruh pemimpin harus berasal dari golongan Quraisy. Lihat Dr. Badran Abu al-‘Ainain Badran, Op.Cit, hlm.371-372

Page 17: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

48

3. Isim Mufrad yang Dita’rifkan dengan alif-lam Jinsiyah atau

Idhafat, seperti contoh:

���6����!7-�!8!9�!:#�!1#���(;-����-�!8!<!9/0��1��23=>5

Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba”. (al-Baqarah: 275)61

4. Isim-isim Maushul seperti �,�� , ��,�� , �%?�� seperti contoh:

!?(��!�� ,-�������!@!�!�#�!<�-� A �(B#�!$ ��!�#C-�!�!?!�����!9#D!<�!�9(�!,!�!9�#'()#� ��!�#�-&!�

����#�!E!9�F�(A#G!</0��1��23HI5

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah istri-istri itu) menangguhkan diri iddah) empat bulan sepuluh hari”. (al-Baqarah: 234)62

5. Isim Syarat, seperti contoh:

�'() �(B#�!$ �!&�F�#�!+�#� ����(� B#�(��!�!9��/0��1��23=35�

Artinya: “Dan apa saja, harta yang baik, yang kamu nafkahkan (di Jalan Allah), maka (pahalanya) untuk dirimu sendiri”. (al-Baqarah: 272)63

6. Isim Nakirah dalam kalimat negatif, seperti contoh:

�J?B���K���0�L.�� /'���9���M1���N�9�5�

Artinya: “Tidak ada hijrah (dalam bentuk apapun) setelah Mekah ditaklukkan”. (HR. Bukhari- Muslim)64

Isim Nakirah dalam kalimat negatif termasuk Am, karena secara

bahasa Nakirah menunjukkan individu yang tidak jelas. Ketika dia

61 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.69 62 Ibid, hlm.57 63 Ibid, hlm.272 64 Imam Bukhari, Shohih al-Bukhari, Jld.4, al-Taba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzi’: Dar

al-Fikr, hlm.253

Page 18: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

49

berada dalam kalimat negatif, kenegatifan tersebut memudarkan

ketidakjelasannya. Akhirnya nakirah dalam kalimat negatif

berimplikasi terhadap seluruh satuan.65

7. Isim-isim Istifham (kata tanya), seperti contoh :

�!� ?!A �O ���!,!.�!�!�!&�#�!����(�!P /��1���2>45 �

Artinya: “Mereka bertanya “siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap Tuhan-tuhan kami ?…”.(al-Anbiya’: 59)66

2. Macam-macam Am

Ditinjau dari segi penggunaanya, lafad Am ada tiga macam:

a. Am Yuradu Bihi al-Am (Am yang benar-benar dimaksudkan untuk

umum) adalah Am yang disertai Qarinah yang menghilangkan

kemungkinan untuk dikhususkan. Seperti contoh :

!A(P#D �� ;-����Q!�!E�-� R� " #�!$#���% &�F@-��!S�#� ��!�!9 /S�.2T5�

Artinya: “Dan tidak ada seekor binatang yang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang memberikan rizkinya…”.(Hud: 6).67

Secara akal, semua binatang di bumi diciptakan dan pasti diberi

rizki oleh Allah SWT. Tidak mungkin tidak, karena ini adalah

bagian dari kekuasaan Tuhan.

b. Am Yuradu Bihi al-Khusus (Am, tetapi yang dimaksudkan adalah

khusus) adalah Am yang disertai Qarinah yang menghilangkan

65 Dr. Fathi al-Darini, Op.Cit, hlm.514 66 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.502 67 Ibid, hlm. 327

Page 19: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

50

keumumanya dan yang dimaksud adalah sebagian dari satuannya.

Seperti contoh:

� U#�!1#���VW 8� X-����Q!�!E� ;-� �!9/����E�Y24=5�

Artinya: “…….mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah”. (Ali Imron: 97)68

Menurut akal, yang diwajibkan untuk melakukan haji (terkena

hukum taklif) adalah orang dewasa dan sempurna akalnya.

c. Am Makhsus atau Am Mutlak (Am yang khusus untuk Am) adalah

Am yang tidak disertai Qarinah yang menghilangkan untuk

dikhususkan dan Qarinah yang menghilangkan keumumannya.

Qarinah ini bisa berupa Qarinah Lafdiyah (tertulis), Aqliyah dan

‘Urfiyah, yang menyatakan keumuman atau kekhususanya. Seperti

contoh:

���F�9(�(P�!@!Z[!Z�-� A �(B#�!$ ��!�#C-�!�!?!��(\!�-�!](�#��!9�/0��1��233̂5� Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak, hendaknya menahan diri

(menunggu) sampai tiga kali quru …”.(al-Baqarah: 228)69

Perbedaan Am Yuradu bihil Khusus dan Am al-Makhsus adalah

bahwa Am al-Makhsus masih mencakup seluruh satuan baru

kemudian datang Mukhasisnya. Sedang Am Yuradu Bihil Khusus

sejak awal hanya menunjukkan sebagaian dari satuannya. 70

68 bid, hlm.92 69 Ibid, hlm.55 70Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.250

Page 20: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

51

3. Dalalah Am

Secara umum dalalah Am adalah Qath’i, menurut Hanafiyah. Sedang

menurut Jumhur dalalah Am adalah zanniyah.

Bahwa Am Yuradu Bihil Am menunjukkan kepada setiap satuan

dengan qoth’i. Sedang Am Yuradu bihil Khusus menunjukkan kepada

satuan sisa (yang tidak dimaksud) bersifat zanni. Yang menjadi

perbedaan adalah Am Mutlak, apakah termasuk Dalalah Qath’iyah

atau Dzanniyah. Jumhur Hanafiyah berpendapat bahwa Am ini

termasuk Dalalah Qath’iyah. Menurut Syafi’iyah Am ini termasuk

Dalalah Dzanniyah.71

4. Takhsis al-Am

Yang dimaksud Takhsis al-Am adalah mempersempit arti Am kepada

sebagian satuannya berdasarkan dalil. Mukhasis (yang mentakhsis Am)

ada empat macam,Yaitu:

a. Kalam Mustaqil Munfasil, kalimat yang berdiri sendiri dan

terpisah. Seperti contoh:

�����#'(.9(K �#�!&�!��!K!A(G� @!�!�#�!$ ����(�#$!��#'!��-'(Z� \!�!C#_(�#���!��(�#�!��!�� ,-��!9

��0!K#�!��!�� �!�!Z/�����2I5 �

Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh (zina) wanita baik-baik dan mereka tidak membawa 4 orang saksi, maka cambuklah dia 80 kali”. (An-Nur:4) 72

71 Muhammad Mustafa Syalabi,Op.Cit, hlm.417 72 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.543

Page 21: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

52

Lafad alladzina pada ayat ini ditakhsis oleh Surat An-Nur ayat 6

yang berbunyi:

!�� ,-��!9���(0!S!A!�!&�#'(A(�(B#�!<�-� R�(��!K!A(G�#'(A!��#�()!��#'!�!9�#'(A!��!9#D!<�!��(�#�!��

�-C���!� �!��(;-� R� ;-�� ��F\�!S!A!G�(:!�#�!<�#' . K!8!<!�� P S�/������2T5�

Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh (zina) istrinya, padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian (yang diperlukan) orang itu adalah empat kali bersumpah atas nama Allah SWT., bahwa dia termasuk orang-orang yang benar”. (An-Nur: 6) 73

b. Kalam Mustaqil Muttasil, yaitu kalimat yang berdiri sendiri tetapi

kalimat ini masih bersambung. Seperti contoh:

�����F�!B!̀�Q!�!E�#9!<��a� �!��!�! �#�!�!9�(;#�(C!�#�!&�!�#A-����('()#� ��!K A!G�#�!�!&

�#� ��b0-K �!&�!�!+(<�F7-�!</0��1��2c >̂5 �

Artinya: “Barang siapa diantara kamu menyaksikan bulan, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka, maka wajib berpuasa) sebanyak hari ( yang ditinggalkan) di hari lain…”. ( al-Baqarah: 185) 74

c. Kalam Ghairu Mustaqil, adalah kalimat yang tidak sempurna.

Bentuk ini ada 5, antara lain:

1. Istisna’ Muttasil, pengecualian yang bersambung. Contoh:

���()#�!�!E� !d#�!�!&� #'()!�#�!�� !A!�9(�� K(�� !0!� e!8� �0!�!L �� !��()!�� #�!<� -� R�#'

!.�(1(?#)!��-�!<�bf!�(��/0��1���23̂ 35

73 Ibid, hlm.544 74 Ibid, hlm.45

Page 22: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

53

Artinya: “…Kecuali jika mu’amalah itu itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu (jika) tidak menulisnya…”. (al-Baqarah: 282)75

2. Syarat, seperti contoh:

-���!AV�!<�!�����(N�(1(?# !&��Qg�!�(��F�!�!<�Q!� R�F�#�!K ��#'(?#�!��!K!���!h R���(�!�Y�!�� ,

/0��1��23̂ 35

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menulisnya”. (al-Baqarah: 282)76

3. Sifat, seperti contoh:

�Q-?!8� #'() ��(�(�� !�#�!i� ���(�(�� ��(�(+#K!�� �� ��(�!�Y� !�� ,-��� !AV�!<� !�

��!A �#.!<�Q!�!E���(�6�!�(�!9���(� �#$!?#�!��/�����23=5

Artinya: “Hari orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya”. (an-Nur: 27)77

4. Ghayah, pembatasan seperti contoh:

�!j!�#1!��Q-?!8�!�� �6,!�(��-�( �!�!9���(̀!� /���̀ ��2c>5

Artinya: “…Dan kami tidak akan mengadzab, sampai kami mengutus seorang Rasul. (al-Isra’: 15)78

5. Badal Ba’du min al-kul, mengganti keseluruhan dengan

sebagian. Seperti contoh:

75 Ibid, hlm.70 76 Ibid 77 Ibid, hlm.547 78 Ibid, hlm.426

Page 23: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

54

�[� 1!̀� ;#�!� R�!k!]!?#̀�� �!�� U#�!1#���VW 8� X-����Q!�!E� ;-� �!9���

/����E�Y24=5

Artinya: “…Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah SWT., (yakni bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan kesana. (Ali Imron: 97)79

5. Ma Laisa Bikalam

Sesuatu mempersempit makna keumuman Am tidak selalu berupa

lafad, kalimat. Tetapi ada juga yang bukan berupa kalimat seperti akal,

indera dan adat kebiasaan.80

Menurut ulama Hanafiyah ada tiga kriteria Qasr (mempersempit

keumuman Am). Ketika dalil yang merubah Am dari makna

keumuman adalah kalimat sempurna dan berbarengan waktu turunnya

dengan Am, maka Qasr disini disebut Takhsis (menerangkan bahwa

sejak awal yang dimaksud adalah sebagian satuannya). Ketika dalil

tersebut tidak berbarengan, maka disebut Naskh. Ketika dalil tersebut

bukan kalimat yang sempurna, maka disebut Qasr lil Am. Menurut

Jumhur, semua dalil yang mempersempit makna Am disebut takhsis,

entah itu kalimat sempurna atau tidak, selama waktu turunnya sama.

Ketika tidak sama disebut naskh.81

Terkadang ayat yang ada lafad Am, turun dengan sebab yang khusus.

Dalam hal ini, maka Hukum yang berlaku adalah berdasarkan

79 Ibid, hlm.92 80 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.227-233 81 Muhammad Mustafa Syalabi,Op.Cit, hlm.421

Page 24: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

55

keumuman Am bukan khususnya Sebab, al-‘Ibratu bi umumi al-Lafdi

la bi khusus al-sabab.82

b. Khas

Adalah lafad yang diciptakan untuk memberi pengertian satu

satuan yang tertentu, baik berupa Jenis (contoh hewan), Macam (seperti

Insan, rajul), atau jumlah banyak yang terbatas seperti dua, tiga. Lafad

Khas menunjukkan kepada makna dengan Qath’i, bahwa Khas tidak

mungkin menunjuk makna lain kecuali ada dalil. 83

Macam-macam lafad Khas berdasarkan bentuknya antara lain:

Mutlak, Muqayyad, Amr dan nahy.

1. Mutlak dan Muqayyad

Mutlak adalah lafad khas yang menunjukkan kepada satuan tertentu

dan tidak dibatasi keluasan artinya dengan sifat berupa lafdiyah.

Muqayyad adalah Lafad Khas yang dibatasi keluasannya dengan sifat.

Seperti contoh:

��-̀!�!?!��#�!<� �#1!P�#� ��F@!1!P!��(�� �#_!?!&�/@��SL���2H5 �

Artinya: “….maka (wajub atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami-istri itu bercampur”. (al-Mujadalah: 3).84

��; �#.!<�Q!� R�b@!�-�!�(��b@!� S!9�F@!� �#l(��F@!1!P!��(�� �#_!?!&��$!]!+��� �#l(��!�!?!P�#�!�!9

/�����2435

82 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Quwait; Dar al-Qalam, tt, hlm.189 83 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.204-205 84 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.909

Page 25: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

56

Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya…”. (al-Nisa’: 92)85

Lafad Raqabah pada ayat pertama mencakup semua macam budak,

baik budak kafir, belian, muslim. Sedang lafad raqabatin Mukminatin

menunjukkan budak muslim saja.

Hukum Mutlak tetap pada kemutlakannya selama tidak ada dalil yang

mentaqyidkannya, begitu pun hukum lafad Muqayad. Karena keduanya

adalah Khas, maka termasuk Dalalah Qath’i.86 Terkadang suatu nash

syara’ disebutkan di suatu tempat dengan lafad Mutlak, dan di tempat

lain degan bentuk Muqayyad. Dalam keadaan seperti ini ada beberapa

alternatif:

a. Memenangkan yang Muqayad atas Mutlak, jika:

• Sebab dan hukum keduanya sama, seperti contoh2

()#�!�!E�#U!�6�(8� �� m#� M#���('#_!�!9�(7-K��!9�(@!?#�!�#���('/0Kn���2H5 �

Artinya: “..Diharamkan atas kamu (memakan) bangkai, darah dan daging babi”. (al-Maidah: 3)87

�-� R�(;(�!�#]!��F' E!o�Q!�!E���-�!_(��-%!� R�!% 89(<�!��% &�(K �!<���#�(P

��@!?#�!��!��()!��#�!<��F�� m#� +�!'#_!��#9!<��8�(B#�!����!S�#9!< /7��p�2cI>5 �

Artinya: “Katakanlah! “tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah

85 Ibid, hlm.135 86 Dr. Badran Abu al-‘Ainain Badran, Op.Cit, hlm.351 87 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.157

Page 26: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

57

yang mengalir, atau daging babi…”.(al-An’am: 145)88

Sebab adalah sama yaitu keadaan sebagai darah dan hukumnya

sama yaitu haramnya darah.

• Hukumnya sama tetapi sebab untuk menetapkan hukumnya

berbeda. Seperti contoh surat al-Mujadalah ayat 3 menyebutkan

budak dengan bentuk Mutlak dan sebab hukumnya adalah

zihar. Dan surat al-Nisa’ ayat 92 menyebutkan budak dengan

bentuk Muqayad dan sebab hukunya adalah pembunuhan

tersalah.

b. Berlaku sendiri-sendiri (tidak memenangkan Muqayad atas

Mutlak), ketika:

• Hukum dan sebab tidak sama, seperti contoh:

(� �-���!9���!1!�! �!� �����!m!��!�(A!� K#�!<���(�!]#P!&�(@!P �-���!9 /0Kn���2H^5 �

Artinya: “Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”. (al-Maidah: 38)89

!����#'()!.�(�(9� ��(� �#i!&� 0[-C���Q!� R�#'(?#�(P� �!h R� ��(�!�Y�!�� ,-���!AV�!<�

� * &�!�!�#���Q!� R�#'()!� K#�!<!9/0Kn���2T5�

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan kedua tanganmu sampai dengan siku”. (al-Maidah: 6)90

88 Ibid, hlm.212 89 Ibid, hlm.165 90 Ibid, hlm.158

Page 27: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

58

• Hukum tidak sama, tetapi sebab hukumnya sama, seperti

contoh:�91

�(;#� ��#'()� K#�!<!9�#'() .�(�(� ����(_!�#�!&��16�!o���K� �!q���(�-�!�!�! /0Kn���2T5 �

Artinya: “…Maka bertayamumlah dengan tanah yang bersih, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (al-maidah: 6)92

Hukumnya adalah mengusap tangan, ini berbeda dengan

kalimat sebelumnya (wudhu) hukumnya adalah membasuh

tangan. Sebab keduanya adalah sama yaitu menghilangkan

hadats.

2. Lafad Amr

Adalah lafad yang menunjukkan perintah melakukan sesuatu dari

atasan kepada bawahan (isti’la). Lafad–lafad yang menunjukkan

perintah antara lain; Fi’il Amr, Fi’il Mudhari’ yang diberi Lam Amr,

dan Jumlah Khabariyah yang bermakna perintah. Atau berupa uslub

bahasa arab yang berfaidah memerintah, seperti isim fi’il amr dan kata

yang bermakna perintah r? �s������ .93

Lafad Amr hakikatnya menunjukkan wajib, selama tidak ada Qarinah

yang mengalihkannya kepada arti lain.94 Ketika lafad Amr berada

setelah larangan maka hukumnya tetap menunjukkan kepada wajib, ini

91 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.185-190 92 Departemen Agama RI, Loc.Cit 93 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit,hlm.378 94 Arti lain seperti sunah, petunjuk, kebolehan, tahdid dll.

Page 28: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

59

pendapat Hanafiyah. Sedang menurut Syafi’iyah, Hanabilah dan

Malikiyah Amr ini menunjukkan arti kebolehan.95

Pada dasarnya, secara lughawi (bahasa), Amr tidak menuntut diulang-

ulang dan segera dilaksanakan. Maksud perintah adalah tercapainya

apa yang diperintahkan. Yang menyebabkan Amr menunjukkan

perulangan dan segera dilaksanakan adalah Qarinah di luar Lafad.96

3. Lafad Nahy

Adalah lafad yang menunjukkan perintah meninggalkan sesuatu dari

atasan kepada bawahan.97 Nahy menunjukkan keharaman sesuatu,

menurut Jumhur. Bentuk-bentuk lafad nahy antara lain; fi’I Mudhari’

yang diberi la Nahi, Jumlah Khabariyah yang bermakna melarang dan

kata perintah untuk meninggalkan. Dalalah Nahi menunjukkan arti

perulangan dan kesegeraan.98

c. Musytarak

Adalah lafad yang mempunyai beberapa arti yang berbeda-beda.

Penyebab suatu lafad menjadi Musytarak adalah:

1. Perbedaan penggunaan makna oleh suku-suku bangsa.

2. Lafad itu diciptakan untuk menunjukkan satu arti, kemudian

digunakan untuk makna lain secara majazi.

3. Lafad itu semula mempunyai satu arti, kemudian syara’ memakainya

sebagai istilah dengan makna baru.

95 Dr. Wahab Khalaf, Op.Cit, hlm.219-223 96 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.199 97 M. Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr al-‘Azali, hlm.181 98 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.233-236

Page 29: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

60

4. Lafad tersebut sebenarnya mempunyai arti satu, kemudian sering

digunakan untuk arti lain. Seiring berjalannya waktu, orang-orang lupa

dengan makna asli lafad ini.

Jika ke-musytarakan-nya antara makna asli dan Syara’ maka yang

dipakai adalah makna syara’. Jika antara makna asli, ada dalil yang

menunjukkan kepada salah satu makna, maka yang digunakan adalah

makna yang ditunjuk dalil. Jika tidak ada dalil yang menunjukkan salah

satu makna, ada dua pendapat:

a. Menurut Hanafiyah, hukumnya berhenti mengamalkan lafad tersebut

sampai ditemukan makna yang dimaksud.

b. Menurut Syafi’i dan Malik, lafad tersebut bisa digunakan kepada

setiap maknanya. 99

2. Kata Berdasarkan Makna Yang Dipakai

Dalam kriteria ini, ahli ushul membagi lafad menjadi empat. Yaitu :

Hakikat, Majaz, Sharih dan Kinayah. Kita akan membicarakan definisi term

tersebut satu-persatu.

a. Hakikat dan Majaz

Hakikat adalah setiap kata yang dipakai sesuai dengan makna yang

diciptakan untuknya. Dalam term ini, hakikat terbagi menjadi; Hakikat

Lughawiyah, digunakannya lafad sesuai makna yang sejak semula

diciptakan oleh budaya untuknya, seperti Insan berarti hewan yang

berakal. Hakikat Syar’iyah, digunakannya lafad sesuai makna yang

99 Muhammad Mustafa Syalaby, Op.Cit, hlm.434-439

Page 30: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

61

diciptakan oleh Syara’ (istilah syara’) untuknya, seperti contoh Shalat

bermakna perbuatan ibadah dengan bacaan khusus, yang dimulai dengan

takbir dan diakhiri dengan salam. Hakikat ‘Urfiyah al-Khas, digunakannya

lafad sesuai makna yang diciptakan oleh adat tertentu untuknya, seperti

contoh Rafa’, nasab dan jar dalam istilah ahli nahwu. Hakikat ‘Urfiyah al-

Ammah, digunakannya lafad sesuai dengan makna yang diciptakan oleh

adat umum untuknya, seperti contoh Dabbah berarti hewan berkaki

empat.100

Majaz adalah lafad yeng digunakan tidak sesuai makna yang diciptakan

untuknya karena ada sebab hubungan (tujuan, ‘alaqah). Majaz juga dibagi

menjadi empat. Majaz Lughawi, digunakannya lafad tidak sesuai dengan

makna yang diciptakan untuknya (secara lughawy), seperti contoh Asad

bermakna lelaki yang pemberani. Majaz Syar’i, majaz berdasarkan makna

yang diciptakan syara’, seperti contoh Shalat bermakna doa. Majaz ‘Urf

Khas, majaz berdasarkan makna yang diciptakan oleh adat tertentu, seperti

contoh al-hal (dalam istilah nahwu) berarti keadaan manusia. Majaz ‘Urf

Amm, majaz berdasarkan makna yang diciptakan oleh adat umum, seperti

dabbah berarti orang bodoh.101

Suatu lafad bisa disebut hakikat atau majaz ketika ia dirangkai dalam satu

kalimat atau dipakai dalam suatu pembicaraan.102 Hukum hakikat, wajib

100 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.292-293 101 Ibid, hlm. 293-294 102 Menurut Dr. Wahbah Zuhaily, Qarinah yang menunjukkan hakikat antara lain:

penggunaan kebiasaan adat, lafad itu sendiri, susunan kalimat, keadaan pembicara dan apa yang dibicarakan. Qarinah yang menunjukkan majaz antara lain: Hissiyah, Aqliyah, ‘Urfiyah dan Syara’. Ibid, hlm.297-299

Page 31: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

62

diamalkan sesuai maknanya, baik berupa Am atau khas. Hukum majaz,

diamalkan sesuai maknanya. Apabila suatu lafad bisa diartikan menurut

hakiki dan majazi, maka ia wajib diartikan hakiki.103

b. Sharih dan Kinayah

Sharih adalah lafad yang jelas makna yang diinginkan, baik hakikat atau

majaz. Seperti contoh saya membeli atau saya memakan pohon ini.

Kinayah adalah lafad yang tidak jelas makna yang diinginkan, baik hakikat

atau pun majaz. Seperti contoh perkataan “kawanmu telah menemuiku”

dan “beriddahlah kamu”.

Hukum sharih wajib diamalkan. Dan hukum kinayah tidak wajib

diamalkan, disesuaikan dengan niat pembicara.104

3. Kata Berdasarkan Jelas Dan Tidaknya Makna

A. Pembagian Menurut Ulama Hanafiyah

Yang dimaksud dengan jelas maknanya adalah lafad yang

menunjukkan makna dengan bentuknya (sighatnya) tanpa perlu bantuan

sesuatu yang lain. Yang dimaksud tidak jelas maknanya adalah lafad yang

tidak jelas maknanya karena bentuknya atau yang lain, tidak dapat

diketahui maknanya kecuali dengan bantuan sesuatu yang lain. Lafad yang

jelas maknanya dibagi menjadi empat: zahir, Nash, Mufassar dan

Muhkam. Lafad yang tidak jelas maknanya dibagi empat: Khafi, Musykil,

Mujmal dan Mutasyabih.105

103 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm. 260-261 104 Dr. Badran Abu al-‘Ainain Badran, Op.Cit, hlm.397-398 105 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm. 312

Page 32: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

63

a. Zahir

Adalah lafad yang jelas maknanya dengan sendirinya, dengan hanya

melihat dan mendengar. Makna ini adalah makna yang tidak

diinginkan Syari’ dan ia masih menerima ta’wil 106 dan naskh. Untuk

mengetahui makna tersebut diinginkan oleh syari’ adalah dengan

melihat susunan kalimat, sebab turun dan sejarah. Seperti contoh:

�� �!�6����!� ��#'()!��!t!o�!����(_ )#�!&�Q!�!?!�#���% &���(] �#�(��-�!<�#'(?#B +�#� R!9

!k!�(�!9�!u[(Z!9�Q!�#v!��/������2H5 �

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak) perempuan yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senanngi dua, tiga atau empat”. (al-Nisa’: 3)107

Makna zahirnya adalah dibolehkannya menikah. Hukum lafad zahir

wajib diamalkan selama tidak ada dalil yang merubah kepada makna

lain.108

b. Nash

Adalah lafad yang jelas maknanya dengan sendirinya, makna ini

adalah makna yang diinginkan oleh susunan kalimat, menerima ta’wil

dan Naskh. Seperti contoh surat al-nisa’ ayat 3, makna nash (makna

yang diinginkan) adalah pembatasan poligami. Hukum lafad nash

wajib diamalkan.109

106 yang dimaksud Ta’wil adalah merubah makna lughawi kata kepada makna yang lain

dengan dalil. Ta’wil bisa berupa Takhsis atau Taqyid. Dr. Badran Abu al-‘Aianain Badran, Op.Cit.hlm.400-401

107 Depatemen Agama RI, Op.Cit, hlm.115 108 Dr. Fathi al-Dariny, Al-Manahij al-Ushuliyah fi al-Ijtihad bi al-Ra’yi fi Tasyri’I al-

Islamy, Damaskus: Dar al-Kitab al-Hadits, 1975, hlm.43-48 109 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.450

Page 33: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

64

Perbedaan tafsir dan ta’wil adalah bahwa ta’wil menjelaskan maksud

nash dengan dalil zanni, Ijtihad ulama. Tafsir adalah menjelaskan

maksud nash dengan dalil Qath’i, dari Syari’ sendiri.110 Perbedaan

zahir dan nash adalah kalau makna zahir adalah makna ikutan ( bukan

yang diinginkan susunan kalimat, Syari’). Sedang makna nash adalah

makna asli (yang diinginkan susunan kalimat, syari’).111

c. Mufassar

Adalah lafad yang jelas maknanya, yang dimaksud oleh susunan

kalimat, tidak menerima ta’wil tetapi menerima naskh. Seperti contoh:

��0!K#�!��!�� �!�!Z�#'(.9(K �#�!&�/�����2I5

Artinya: “…Maka deralah mereka delapan puluh kali”. (al-Nur: 4)112

Lafad Tsamanina bermakna delapan puluh, termasuk mufasar karena

makna ini yang dimaksud susunan kalimat, tidak boleh kurang atau

lebih.113

d. Muhkam

Adalah lafad yang jelas maknanya, yang dimaksud oleh susunan

kalimat, tidak menerima ta’wil dan naskh. Seperti contoh :

��K!�!<��0!S!A!G�#'(A!����(�!1#�!���!9�/�����2I5 �

Artinya: “…Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya”. (al-Nur: 4)114

110 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.276 111 Dr. Fathi al-Dariny, Op.Cit, hlm.54 112 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.544 113 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Loc.Cit

Page 34: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

65

Muhkam dibagi menjadi dua; Muhkam lidhatih, kejelasannya

(kemuhkamannya) datang dari bentuk nash. Muhkam li Ghairih,

kejelasannya karena sesuatu yang lain. yaitu setiap nash yang tidak

menerima naskh karena putusnya wahyu (Nabi SAW wafat).

Tingkatan tertinggi adalah muhkam, mufassar, nash dan dzahir.

Tingkatan yang lebih tinggi dimenangkan ketika bertentangan dengan

tingkat yang lebih rendah.115

e. Khafi

Adalah lafad yang jelas maknanya, tetapi penerapan maknanya kepada

satuan terdapat kekaburan yang bukan disebabkan oleh lafad itu

sendiri. seperti contoh:

!�(A!� K#�!<���(�!]#P!&�(@!P �-���!9�(� �-���!9�/0Kn���2H^5 �

Artinya: “Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya”. (al-Maidah: 38)116

Lafad al-Sariq bermakna pencuri, jelas. Kekaburannya adalah

penerapan lafad tersebut, pencuri yang apa dan bagaimana ? apakah

kepada Nasysyal (pencopet) atau Nubassy (pembongkar makam).

Hukum khofi tidak diamalkan kecuali setelah dianalisa

kesamarannya.117

114 Departemen Agama RI, Loc.Cit 115 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.323-324 116 Departemen Agama RI, Op.Cit,hlm.165 117 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.463-465

Page 35: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

66

f. Musykil

Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada arti

yang dikehendaki, harus ada qarinah yang menunjukkan salah satu

maknanya. Penyebab kemusykilan adalah lafad tersebut adalah

musytarak. Seperti contoh:

���F�9(�(P�!@!Z[!Z�-� A �(B#�!$ ��!�#C-�!�!?!��(\!�-�!](�#��!9�/0��1��233̂5�

Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’…”. (al-Baqarah: 228)118

Cara untuk menghilangkan kemusykilan suatu lafad adalah dengan

berijtihad. Hukum lafad musykil adalah tidak diamalkan sampai

makna yang diinginkan dapat diketahui.119

g. Mujmal

Adalah lafad yang tidak jelas maknanya karena sighatnya dan tidak

ada Qarinah yang menjelaskannya. Kejelasan makna lafad Mujmal

bergantung pada penjelasan Mutakalim (Syari’) sendiri. Seperti

contoh:

����(X-���� (��()!�� !7#�!�� (@!E �!�#��� !�� !w�!�#S!<� !�!9� (@!E �!�#��� !�� (@!E �!�#��

u�(v#1!�#��� x�!�!B#�! �/@E����2cyI�5�

Artinya: “Hari Kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apa hari kiamat itu? Pada hari itu manusia bagai anai-anai yang bertebaran”. (al-Qari’ah: 1-4)120

118 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.55 119 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.287-289 120 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.1093

Page 36: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

67

Lafad al-qari’ah artinya pengetuk pintu, kemudian ditafsirkan oleh

syari’ sendiri pada kalimat berikutnya, berarti hari kiamat. Penyebab

kemujmalan antara lain: Musytarak dan tidak ada Qarinah, kata asing

dan perpindahan dari makna lughawi kepada makna syara’.

Ketika Qarinah tersebut ada dan makna yang diinginkan jelas maka

lafad Mujmal menjadi Mufassar. Hukum lafad mujmal tidak

diamalkan sampai jelas makna yang diinginkan.121

h. Mutasyabih

Adalah lafad yang sighatnya sendiri tidak menunjukkan kepada makna

yang dikehendaki dan tidak ada Qarinah yang menjelaskannya dan

Syari’ tidak menjelaskannya. Seperti contoh:

#' A� K#�!<�!�#�!&� ;-����(K!��/J?B��2cz5 �

Artinya: “…Tangan Allah di atas tangan mereka”. (al-Fath: 10)122

Hukum lafad mutasyabih adalah tidak wajib diamalkan dan kita wajib

meyakini kebenaran maksud teks tersebut.123

B. Pembagian Kata Berdasarkan Jelas dan Tidaknya Makna Menurut

Ulama Syafi’iyah

1. Wadhih al-Dilalah

Menurut Ulama Syafi’iyah (jumhur) lafad yang jelas

maknanya terbagi menjadi dua, yaitu zahir dan Nash. zahir adalah

121 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.340-342 122 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.838 123 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.469-472

Page 37: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

68

lafad yang menunjukkan kepada makna dengan Dalalah zanniyah,124

baik dalalah tersebut berasal dari bentuknya atau dari adat. Kriteria ini

mencakup term zahir dan Nash menurut Ulama Hanafiyah. Hukum

zahir adalah wajib diamalkan.125

Nash adalah lafad yang menunjukkan makna dengan Dalalah

Qath’iyah.126 Term Mufassar menurut hanafiyah termasuk kriteria ini.

2. Ghairu Wadhih al-Dilalah

Dalam kriteria ini hanya ada satu term yaitu Mujmal. Mujmal

adalah lafad yang tidak terdapat dalalah, yang menunjukkan kepada

salah satu makna. Term ini mencakup tiga macam lafad Khofi menurut

hanafiyah. Mujmal ada tiga macam, yaitu;

a. Kemujmalan yang berasal dari beberapa makna hakikat lafad,

seperti lafad musytarak.

b. Kemujmalan terhadap satuan yang tercakup dalam artinya.

c. Kemujmalan karena suatu lafad mempunyai beberapa arti

majazi.127

4. Kata Berdasarkan Cara Penunjukkan Kata kepada Makna

a. Pembagian Menurut Hanafiyah

Para Ulama berbeda pendapat mengenai ada berapa cara

penunjukkan lafad (dalalah) kepada makna, maksud Syari’. Ulama

124 Maksud Dalalah Dzanniyah adalah ada kemungkinan berubah maknanya dari makna

Dzahir lafad kepada makna yang lain, seperti ditakhsis. 125 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.327 126 Maksud Dalalah Qath’iyah adalah tidak ada kemungkinan untuk menunjukkan

kepada arti lain, seperti ditakhsis. Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.473 127 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.345-346

Page 38: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

69

Hanafiyah membagi menjadi empat; Ibarat al-Nash, Isyarat al-Nash,

Dalalah al-nash dan Iqtidha’ al-Nash.

Ibarat al-Nash adalah cara penunjukkkan lafad kepada makna

berdasarkan susunan kalimat, tersurat, baik makna asli atau “ikutan”.128

Makna yang dihasilkan dari dalalah ini bersifat Qath’i. Seperti contoh

surat al-Nisa’ ayat 3, dengan memperhatikan apa yang tersurat dalam teks,

dapat diperoleh beberapa makna :

1. Diperbolehkan mengawini wanita yang disenangi,

2. Membatasi jumlah istri sampai empat saja,

3. Wajib hanya mengawini satu orang saja, jika takut tidak dapat berbuat

adil.129

Isyarat al-Nash adalah makna yang ditunjuk lafad tidak dari segi

teks (tersurat), tetapi berupa kesimpulan teks. Dengan kata lain,

pemahaman terhadap teks tetapi teks tidak secara eksplisit

menuturkannya.130 Menurut Mustafa Syalabi makna tersebut, secara rasio

dapat dipahami dari teks.131 Dalalah Isyarat menunjukkan makna dengan

Qath’i. Seperti contoh:

��#� ��-�(A(�!�#� !9�-�(A(P#D ��(;!�� S�(�#�!�#���Q!�!E!9 {9(�#�!��/0��1��23HH5 �

Artinya: “…Dan kewajiban ayah untuk memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”. (al-Baqarah: 233)132

128 yang dimaksud manan ikutan adalah makna yang tersurat, tetapi bukan makna yang

diinginkan Syari’, makna asli. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa makna asli dapat diketahui dari susunan kalimat, sebab turun ayat dan sejarah. Dr. Fathi al-Dariny, Op.Cit, hlm. 275

129 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.296 130 Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr al-‘Azali, t.th., hlm.141 131 Muhamad Mustafa Syalabi,Op.Cit,hlm.479 132 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.57

Page 39: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

70

Makna Isyaratnya adalah ayah menanggung sendiri keperluan memberi

nafkah kepada anak-anaknya.133

Dalalah al-Nash adalah penunjukkan lafad bahwa hukum yang

ditetapkan oleh teks berlaku untuk perbuatan yang tidak ditutur oleh teks,

karena persamaan ilat hukum yang dipahami dari bunyi teks. Ulama

Syafi’iyah menyebutnya Fahwa al-khitab Atau Mafhum Muwafaqah.134

Seperti contoh:

|{(<�!�(A!��#�(�!��[!&�/���̀ ��23H5 �

Artinya: “Maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”…”. (al-Isra’: 23)135

Makna dalalahnya adalah bahwa memukul orang tua juga dilarang.

Iqtida’ al-Nash adalah penunjukkan lafad kepada makna,

kebenaran dan kesahihan teks, dengan bantuan memberi tambahan lafad

agar hukumnya dapat diambil. Indikator diperbolehkannya penambahan

kata antara lain; kebenaran kalam, kebenaran kalam menurut rasio dan

kebenaran kalam menurut Syara’.136 Hukum yang ditetapkan oleh dalalah

ini bersifat Qath’i. Seperti contoh :

�!A� &�-�( �% ?-���!@!�#�!�#��� !$#̀�!9��/} �̀�23̂5�

133 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.297 134 Ulama Syafi’iyah menggolongkan kedalam kriteria Qiyas Jali. Tetapi menurut Dr.

Wahbah Zuhaily, ada perbedaan diantara Dalalah al-nash dan Qiyas Jali. Yaitu, ilat hukum dalam qiyas jali diperoleh dengan cara berIjtihad atau menganalogkan. Sedang ilat hukum dalam dalalah al-nash diperoleh dari pemahaman kata-kata dalam teks tersebut. Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.353-354

135 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.427 136 Dr. Fathi al-Dariny, Op.Cit, hlm. 351-359

Page 40: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

71

Artinya: “Dan tanyakanlah negeri yang kami tadinya berada di situ…”. (Yusuf: 82)137

Untuk memperoleh arti yang benar menurut logika harus menambahkan

kata ahlu sebelum lafad al-qaryah.

b. Pembagian Menurut Jumhur (Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah)

Dalalah menurut jumhur dibagi menjadi dua : Dalalah Manthuq

dan Dalalah Mafhum. Dalalah Manthuq adalah penunjukkan lafad kepada

makna yang ditutur oleh teks. Dalalah Mafhum adalah penunjukkan lafad

kepada makna yang tidak ditutur, dipahami dari teks.138

Dalalah mafhum ada dua; Mafhum Muwafaqah dan Mafhum

Makhalafah. Mafhum Muwafaqah adalah penunjukkan lafad bahwa

hukum yang ditetapkan oleh teks berlaku untuk perbuatan yang tidak

ditutur oleh teks, karena persamaan ilat hukum yang dipahami dari bunyi

teks. Mafhum Mukhalafah adalah penunjukan lafad kepada makna, hukum

yang tidak ditutur, yang berkebalikan dengan hukum yang ditutur oleh

teks.

Mafhum Mukhalafah ada lima macam : Mafhum al-Sifat, Mafhum

al-Syarat, Mafhum al-ghayat, Mafhum al-‘Adad dan Mafhum al-Laqab.

Hukum Mafhum Mukhalafah selain Mafhum al-Laqab wajib diamalkan,

menurut Jumhur. Menurut Ulama Hanafiyah, mafhum mukhalafah tidak

dapat dijadikan hujjah dan tidak boleh diamalkan.139

137 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.361 138 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.360-361 139 Muhammad Mustafa Syalabi, Op.Cit, hlm.493-500

Page 41: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

72

Menurut Dr. Wahbah Zuhaily, pendapat jumhur lebih baik.

Karena Jumhur memberi syarat ketika kita akan berhujjah dengan Dalalah

Mafhum Mukhalafah, yaitu :

1. Tidak ada ketetapan yang tersurat (mantuq) tersendiri terhadap hukum

yang ditetapkan dengan mafhum mukhalafah.

2. Pembatasan (qayid) tidak berfaidah selain kebalikan dari mantuq.

Seperti faidah menakut-nakuti (targhib) ta’kid al-hal (menguatkan) dan

lain-lain.

3. Qayid disebutkan dengan sempurna.

4. Qayid tidak untuk menjelaskan hal-hal yang umum, hubungan antara

sesuatu dengan sesuatu yang lain secara umum.140

5. Dalalah Ghairu Lafidyah Menurut Hanafiyah

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa keterangan (al-Bayan) dalam

nash hukum Islam, menjelaskan makna teks dan hukum syara’, ada lima

macam:

1. Bayan Taqrir, menguatkan ucapan seperti menjelaskan kemungkinan

majaz dan khas. Seperti contoh ����������'A� �@)n[����KL�& lafad

jamak, al-Malaikat, sudah menunjukkan Am kemudian dikuatkan dengan

lafad kullu, yang bertujuan menguatkan keumuman lafad jamak tersebut.

2. Bayan Tafsir, keterangan mengenai ketidakjelasan (makna yang

dimaksud) lafad Musytarak, Mujmal dan lainnya.

140 Dr. Wahbah Zuhaily, Op.Cit, hlm.

Page 42: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

73

3. Bayan Taghyir, keterangan tentang pengalihan makna, dari makna zahir ke

makna yang lain, dengan perantaraan syarat atau pengecualian yang

bersambung dengan kalimat sebelumnya.

4. Bayan Tabdil, atau Naskh yaitu menghapus hukum syara’ dengan dalil

syara’ yang turun kemudian.

5. Bayan Darurat, keterangan berdasarkan keadaan darurat, dalalah bukan

lafad atau Dalalah al-Sukut (dalalah keadaan diamnya teks).141

Bayan Darurat ini, menurut Ulama Hanafiyah ada 4 macam, yaitu:

1. Tetapnya suatu hukum akibat dari menetapkan suatu hukum yang

berdasar pada lafad dalam teks.

2. Keadaan Rasulullah, tidak menjelaskan hukum suatu peristiwa hukum.

3. Diamnya seseorang yang dianggap sebagai dalalah lafad untuk

menghindari penipuan atau menolak penyiksaan terhadap orang lain.

4. Tidak disebutkan suatu kalimat dalam pembicaraan karena seseorang

sudah terbiasa membuangnya untuk meringkas pembicaraan.142

141 Dr. Wahabah Zuhaily¸ Op.Cit, hlm.199-200 142 Prof.Dr. Mukhtar Yahya dan Prof.Dr. Fathurrahman, Op.Cit, hlm.326-328

Page 43: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

74

DAFTAR PUSTAKA

Mughniyah, Jawad, Muhammad, Ilmu Ushul Fiqh fi Tsawbihi al-Jadidah,

Beirut: Dar al-Ilmi li al-Mala’in

Karim, Syafi’i. H. A. Drs, Fiqh –Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia,

Cet.II, 2001

Sirry, A. Mun’im, Sejarah Fiqh Islam – Sebuah Pengantar, Surabaya; Risalah

Gusti, Cet.I, 1995

Khalaf, Wahab, Abdul. Prof, Khulasah Tarikh Tasyri’ al-Islami, Terj.

Perkembangan Sejarah Hukum Islam,

Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet.I, 2000

Abdullah, Amin, .H.M. Dr. Prof, et.al, Madzhab Jogja – Menggagas Paradigma

Ushul Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Ar-

Ruzz, Cet.I, 2002

Ali As-sayis, Ali, Muhammad. Dr, Tarikh al-Fiqh al-Islami, Terj. Sejarah Fiqh

Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet.I, 2003

Beik, Khudori, Tarikh Tasyri’ al-Islamy, Terj. Sejarah Pembentukan Hukum

Islam, Darul Ihya

Hasan, Ahmad, The Early Development of Islamic Jurisprudensi, Terj. Pintu

Ijtihad Sebelum Tertutup, Bandung: Pustaka,

Cet.I, 1984

Ranuwijaya, Utang. Drs. M.A., Ilmu Hadits, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet.I,

1996

Page 44: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

75

Hallaq. B, Wael, A History of Islamic Legal Theories, Terj. Sejarah Teori

Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, Cet.I, 2000

Al-Maraghi, Mustofa, Abdullah, Fath al-Mubin fi Tabaqat al-Ushuliyyin, Terj.

Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah,

Yogyakarta: LKPSM, Cet.I, 2001

E.P, Suparno. Drs, Glosarium – Kata Serapan Dari Bahasa Barat Dengan

Etimologinya, Semarang: Media Wiyata

Effendy, Mochtar. Dr. S.E, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Buku 2, Penerbit:

Universitas Sriwidjaya, Cet.I, Ed.2, 2001

Khalaf, Wahab, Abdul, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, tt

Al-Thahhan, Mahmud. Dr, Taysir Musthalah al-Hadits, Al-Thaba’ah wa al-

Nasyr wa al-Tawzi’: Daru al-Fikr

Syalaby, Ahmad. Dr. Prof, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, Terj. Sejarah Pembinaan

Hukum Islam, Jakarta: Jayamurni, Cet.II,1974

Rahman, Fazlur, Islam, 1968, Terj. Islam, Bandung: Pustaka, Cet.IV, 2000

Ash-Shidiqy, Hasby, Muhammad, Teungku, Pengantar Hukum Islam,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet.II, 2001

Al-Jabiri, Abed, Muhammad, Takwin al-Aql al-‘Araby, Terj, Formasi Nalar

Arab – Kritik Tradisi Menuju Pembebasan dan

Pluralisme Wacana Interreligius, Yogyakarta:

IRCiSoD, Cet.I, 2003, hlm.163-175

Page 45: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

76

Bakri, Jaya, Asafri. Dr, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, Cet.I, 1996

Ghazali, Imam, Al-Mustashfa min Ilmi al-Ushul, Mesir: Maktabah al-Jindan

Al-Darini, Fathi. Dr, Al-Manahij al-Ushuliyah fi al-Ijtihad bi al-Ra’yi fi Tasyri’I

al-Islamy, Damaskus: Dar al-Kitab al-Hadits,

1975

Zahrah, Abu, Muhammad, Ushul Fiqh, Dar al-Fikr al-‘Azali, tt

Syalaby, Mustafa, Muhammad, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Nahdah

al-“arabiah

Badran, Al-‘Ainain, Abu, Badran. Dr, Ushul al-Fiqh al-Islami, Penerbit

Universitas Islam Iskandariah

Yahya, Mukhtar, Dr. Prof, dan Fathurrahman, Dr. Prof, Dasar-dasar Pembinaan

Hukum Fiqh Islami, Bandung: PT. Alma’aif,

Cet.4, 1997

Zuhaily, Wahbah. Dr, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz.I, Dar al-Fikr

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra,

1989

Imam Bukhari, Shohih al-Bukhari, Jld.4, al-Taba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzi’:

Dar al-Fikr

Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi, Ma’ruf, Muhammad, Al-Madkhal Ila Ilmi

Ushul Al_fiqh, Cet.5, Dar al-Ilmi lil Malayin,

1965

Al-Syafi’i, al-Risalah , Baeirut: Dar al-Fikr, t.th

Page 46: BAB III 2100023 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004...HUKUM ISLAM A. Metodologi Istinbath Hukum Islam Metode berarti cara yang

77

Fakhruddin Al-Razy, al-Mahsul fi Ilm Ushul al-Fiqh, Jil.I, Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah